BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian Museum dan Pemanfaatannya.
Museum berasal dari kata bahasa Yunani museion yaitu bangunan yang dipersembahkan oleh sembilan dewa kepada Muze putra Zeus
sebagai pelindung dari sembilan dewa pengetahuan dan seni. Dalam museion terdapat benda-benda persembahan berupa barang-barang seni,
bukti-bukti analisis temuan ilmu pengetahuan, dan benda-benda budaya lainnya. Museion ini kemudian berkembang menjadi rumah penyimpanan
benda-benda warisan budaya yang selanjutnya berkembang menjadi museum Joharnoto dkk., 2005 : 1.
Menurut ICOM International Council of Museum museum adalah suatu lembaga bersifat tetap, tidak mencari keuntungan dalam melayani
masyarakat, dan dalam perkembangannya terbuka untuk umum, yang berfungsi mengawetkan, mengomunikasikan, dan memamerkan barang-
barang pembuktian manusia dan lingkungan untuk tujuan pengkajian, pendidikan, dan kesenangan Sutaarga, 1991: 3.
Ada beberapa pembagian museum. Menurut koleksinya museum dibedakan menjadi dua yaitu museum umum adalah museum yang
13
koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan lingkungannya dengan dua atau lebih cabang seni, cabang ilmu atau
cabang teknologi, dan museum khusus adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan material manusia dan lingkungan yang berkaitan
dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi. Menurut lokasinya museum dibagi menjadi tiga, yaitu museum nasional,
museum lokal, dan museum provinsi. Menurut penyelenggaranya, museum dapat dibagi menjadi Museum pemerintah dan Museum Swasta.
Museum Pemerintah, yaitu museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah. Museum pemerinyah ini dibagi menjadi dua, yaitu
museum yang dikelola pemerintah daerah dan yang dikelola pemerintah pusat. Museum Swasta adalah museum yang diselenggarakan dan dikelola
oleh swasta Depdikbud, 2000: 25-27. Dalam dunia pendidikan, museum memiliki peranan sebagai media
pembelajaran. Peranan museum sebagai media pembelajaran disebabkan fungsi museum yang memberikan informasi konkret kepada masyarakat
dalam hal ini siswa dan guru. Dalam pembelajaran sejarah, museum merupakan tempat ideal sebagai sumber informasi kesejarahan. Hal ini
dikarenakan dalam museum terdapat banyak benda yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang berfungsi sebagai sarana peningkatan
pemahaman terhadap peristiwa sejarah bagi siswa. Museum dapat digunakan sebagai alat penunjang pelajaran
khususnya sejarah dan sebagai alat peraga budaya masa lampau. Dalam
hal ini siswa dapat melihat dan mengamati secara langsung koleksi dan peninggalan-peninggalan yang ada di Museum. Koleksi yang dimiliki
museum merupakan sumber belajar konkret bagi peserta didik dan dapat mengurangi kejenuhan dalam belajar sejarah. Soewarso 2000: 17
menyatakan bahwa usahakan agar guru mengajar sejarah tidak hanya didalam kelas terus-menerus sehingga membosankan peserta didiknya,
tetapi juga mengajar diluar kelas, seperti diajak ke tempat peristiwa sejarah di daerah sekitarnya, misalnya museum.
Magelang sebagai sebuah Kotamadya yang banyak memiliki peninggalan-peninggalan dan bukti-bukti sejarah antara lain terdapat di
beberapa museum. Museum-museum yang terdapat di Kota Magelang dilihat dari koleksinya termasuk museum khusus yaitu museum sejarah,
dilihat dari kedudukannya merupakan museum lokal dan apabila dilihat penyelenggaranya adalah museum Pemerintah yang dikelola oleh
pemerintah daerah, antara lain adalah 1 Museum Diponegoro yang terletak di Karesidenan Magelang, di jalan Pangeran Diponegoro No. 1
Magelang; 2 Museum BPK RI berada satu kompleks dengan Museum Diponegoro; 3 Museum Sudirman, di Badaan jalan Ade Irma Suryani C.7
Magelang; 4 Museum AJB Bumi Putera 1912, di jalan A. Yani No. 21 Magelang; dan 5 Museum Taruna „Abdul Djalil‟, di jalan Gatot Subroto
Magelang. Salah satu museum yang mempunyai nilai sejarah dan arti penting
di Kota Magelang adalah Museum Diponegoro. Museum Diponegoro
merupakan sebuah bangunan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah peninggalan dari Pangeran Diponegoro semasa dia singgah di kota
Magelang saat terjadi perang. Museum Diponegoro Kota Magelang merupakan suatu bangunan kamar rumah residen Kedu di Magelang yang
digunakan sebagai tempat perundingan antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang diwakili oleh Jenderal De Kock dan merupakan
tempat tertangkapnya Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830, dan menandakan berakhirnya perlawanan rakyat Jawa yang dipimpin oleh
Pangeran Diponegoro. Koleksi yang ada di Museum dapat digunakan sebagai sumber
belajar sejarah bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Magelang. Melalui pengamatan terhadap koleksi di Museum, siswa akan mendapatkan
informasi mengenai peristiwa masa lampau dan memudahkan siswa memahami materi pembelajaran sejarah yang telah disampaikan oleh guru
pada proses belajar mengajar di kelas. Lingkungan di sekitar siswa yang terdapat bukti peristiwa sejarah seperti Museum Diponegoro ini dapat
membantu guru untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang masa lalu dan membuat siswa mengerti bahwa sesungguhnya sejarah bukan
hanya cerita, akan tetapi adalah sebuah peristiwa yang memang benar- benar terjadi pada masanya.
Kegiatan pembelajaran melalui pemanfaatan museum Diponegoro ini berkaitan dengan materi yang diajarkan di kelas VIII SMP dalam
standar kompetensi “memahami proses kebangkitan nasional” dengan
kompetensi dasar “menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat, serta pengaruh yang ditimbulkannya di berbagai
daerah”, pada materi bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia dalam menentang kolonialisme bangsa barat periode sesudah tahun 1800.
Perlawanan Diponegoro pada tahun 1825 sampai 1830, merupakan salah satu dari materi perlawanan yang akan disampaikan oleh guru dalam
proses pembelajaran. Pemanfaatan Museum Diponegoro sebagai sumber belajar sejarah
dapat dilakukan dengan menerapkan salah satu model pembelajaran yaitu model Contextual Teaching And Learning. Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia
nyata, sehingga mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran
kontekstual, tugas guru adalah sebagai mediator dan memberikan kemudahan kepada siswa dengan menyediakan berbagai sarana dan
sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan
strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar Trianto, 2007: 101.
Seorang guru khususnya guru sejarah perlu menerapkan model- model pembelajaran yang tepat dan memberikan keefektivitasan kepada
siswa. Dewanto 2009: 10 dalam makalah Abstrak Pengukuran dan
Evaluasi Pembelajaran, menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah metode atau pendekatan belajar mengajar yang berorientasi pada
pencapaian pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik melalui penerapan pendekatan tersebut. Pendekatan yang dimaksud adalah siswa
akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari berhubungan dengan apa yang diketahui dan proses belajar akan produktif jika siswa terlibat
aktif dalam proses belajar mengajar. Situasi belajar dalam pembelajaran kontekstual cukup menarik,
karena kegiatan pembelajaran sejarah dikaitkan dengan dunia nyata dan lingkungan sekitar siswa, sehingga siswa belajar dengan minat dan
motivasi tinggi yang nantinya diharapkan memahami materi dan mempunyai kesadaran sejarah, serta memperoleh hasil belajar yang baik.
Untuk mata pelajaran sejarah, model pembelajaran kontekstual sangat mendukung dengan pemanfaatan situs atau museum sebagai sumber
belajar sejarah. Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran sejarah dapat
dilaksanakan dengan widya wisata dengan obyek yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang berhubungan dengan materi pelajaran. Widya
wisata Field Study ialah suatu perjalanan yang disusun oleh sekolah dan dikerjakan untuk tujuan pendidikan, dimana para peserta didik pergi ke
tempat-tempat dimana bahan yang dikehendaki memungkinkan diselidiki dan dipelajari langsung ditempat atau lapangan. Metode widya wisata
merupakan suatu penyajian bahan pelajaran dengan membawa peserta
didik langsung kepada subyek yang akan dipelajari diluar kelas. Widya Wisata membuat suasana belajar benar-benar bersifat informatif, rekreatif,
dan bahkan tidak dirasakan secara langsung sebagai kegiatan belajar mengajar oleh peserta didik Soewarso, 2000: 68.
Fungsi hubungan sumber sangat penting. Widya wisata biasanya dibuat mengarah pada tujuan yang menarik pada beberapa tempat seperti
museum, badan pemerintahan, tempat-tempat sejarah dan sebagainya. Metode widya wisata sangat baik untuk menyampaikan pengajaran sejarah
yang materinya terdapat dilapangan Soewarso, 2000: 68-69. Tujuan penggunaan widya wisata adalah sebagai berikut:
a. Merangsang peserta didik untuk mencari dan menemukan sendiri
aspek-aspek tertentu dari obyek sejarah, sesudah guru menjelaskan secara detail
b. Melengkapi pengetahuan yang diperoleh di sekolah
c. Melihat, mengamati, menghayati secara langsung dan nyata mengenai
objek sejarah d.
Menanamkan nilai moral pada peserta didik. Prosedur penggunaan metode widya wisata secara umum meliputi
tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
1. Tahap persiapan.
Tahap persiapan ini meliputi : a
Menetapkan tujuan b
Menetapkan obyek widya wisata
c Menetapkan lamanya waktu widya wisata
d Menetapkan jumlah peserta didik yang ikut widya wisata
e Memperhtungkan, biaya , transportasi akomodasi keamanan dan
sebagainya f
Mengadakan hubungan dengan sasaran atau survei
g Memilih cara-cara utnuk meperoleh data selama widya wisata,
misalnya metode ceramah, interview dan selanjutnya menyusun laporan widya wisata.
h Pemantapan rencana Soewarso, 2000: 70.
2. Tahap pelaksanaan dan langkah – langkah yang dilakukan dalam obyek
wisata : a
Mengadakan pertemuan dengan pimpinan dimana obyek sejarah itu berada
b Peserta didik secara teratur nelihat mengamati dan menanyakan
tentang obyek yang sedang diteliti c
Selesai mengadakan pengamatan obyek, pesrta didik dikumpulkan dan kalau mungkin diadakan tanya jawab atau diskusi dengan
pimpinan atau petugas obyek setempat Soewarso, 2000: 70. 3.
Tahap penyelesaian, meliputi:
a Peserta didik meyelesaiakan laporan dan menyerahkan kepada guru
b Guru memberikan keterangan terhdap obyek widya wisata yang
dihubungkan dengan materi pelajaran Soewarso, 2000: 70-71. Apabila Museum Diponegoro telah dipilih sebagai sumber
pembelajaran yang dianggap cukup efektif, maka tahapan selanjutnya adalah merencanakan secara teknis. Sebelum merencanakan terlebih
dahulu dijawab permasalahan seperti di mana akan dilakukan observasi, kapan pelaksanaan observasi, bagaimana mengatur keberangkatan dan
pelaksanaan observasi, berapa anggaran yang dibutuhkan, masalah transportasi dan lain sebagainya.
Perencanaan observasi terhadap museum Diponegoro ini meliputi beberapa tahapan yaitu 1 merumuskan tujuan instruksional secara jelas,
2 menghubungi pihak museum tentang pelaksanaan kegiatan, 3 mempersiapkan instrumen observasi bagi siswa, 4 membagi siswa
menjadi beberapa kelompok, masing-masing dengan permasalahan
tersendiri, 5 memberikan pembekalan terhadap siswa sebelum pelaksanaan observasi.
2. Sumber Belajar Sejarah