Pemanfaatan Museum Misi Muntilan sebagai sumber belajar sejarah

(1)

PEMANFAATAN MUSEUM MISI MUNTILAN

SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh : Erza Setiana Sirait

131314057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

PEMANFAATAN MUSEUM MISI MUNTILAN

SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh : Erza Setiana Sirait

131314057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk : 1. Tuhan Yesus.

2. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Hisar Sirait dan Ibu Nurhanah), tiada kata dan tindakan yang mampu membalas semua kasih sayang, doa, dan perhatian kepadaku.

3. Keempat saudara kandungku (Abang Hilton, Ira, Kenedy, dan David). 4. Teman-teman dan sahabatku.


(6)

v MOTTO

Diberkati orang yang mengadalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! (Yeremia 17:7)

Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak. (Albert Einstein)


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya mengatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Juli 2017 Penulis


(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Erza Setiana Sirait Nomor Mahasiswa : 131314057

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PEMANFAATAN MUSEUM MISI MUNTILAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk perangkat data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademisi tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 18 Juli 2017 Yang menyatakan


(9)

viii ABSTRAK

PEMANFAATAN MUSEUM MISI MUNTILAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH

Erza Setiana Sirait 131314057

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan, (2) koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan, (3) kegiatan edukasi yang ada di Museum Misi Muntilan, (4) pemanfaatan Museum Misi Muntilan sebagai sumber belajar sejarah.

Jenis penelitian yang digunakan deskripsi kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Informan dalam penelitian ini adalah pengelola, guru dan pengunjung Museum Misi Muntilan yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling dan dikembangkan dengan teknik snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif analitis.

Hasil penelitian menunjukkan : (1) Berdirinya Museum Misi Muntilan dilatarbelakangi oleh pertimbangan historis yaitu Muntilan merupakan tempat berkembangnya karya misi di Jawa khususnya untuk Keuskupan Agung Semarang. (2) Koleksi yang ada Museum Misi Muntilan beraneka ragam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar sejarah. (3) Kegiatan edukasi yang diadakan di museum ini berkaitan dengan kegiatan pendampingan pengunjung dan rekoleksi. (4) Museum Misi Muntilan dapat menjadi alternatif pembelajaran di luar kelas melalui kunjungan ke museum yang dapat menumbuhkan rasa cinta Tanah Air dan menghargai warisan budaya bangsa.


(10)

ix ABSTRACT

UTILIZATION OF MUSEUM MISI MUNTILAN AS A SOURCE OF HISTORY LEARNING

Erza Setiana Sirait 131314057

This research aims to describe: (1) the background of the establishment of Museum Misi Muntilan, (2) the existing collections in the Museum Misi Muntilan, (3) educational activities available in the Museum Misi Muntilan, and (4) the utilization of the Museum Misi Muntilan as a source of historical learning.

The method of this research is qualitative with case study methods. The participants are managers, teachers and visitors of the Museum Misi Muntilan. They are selected by using purposive sampling technique and developed by snowball sampling technique. The data of the research is collected through observation, documentation and interview. The technique of the data analysis is descriptive analysis.

The result of the research shows the following. First, the establishment of the Museum Misi Muntilan is based on historical considerations in which Muntilan is the site of work mission in Java especially for Semarang archdiocese. Second, the existing collections of the Museum Misi Muntilan is diverse that can be used as a source of historical learning. Third, the Educational activities have undertaken in this museum are related to the visitors’ assistances and the recollection activities. Fourth, visiting the museum is one of the learning resources as an alternative learning outside the classroom through visitors will have a sense of love of the homeland and will appreciate the cultural heritage of the nation.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kasih atas segala limpahan rahmat-Nya dan anugerah-Nya, skripsi yang berjudul Pemanfaatan Museum Misi Muntilan sebagai Sumber Belajar Sejarah dapat tersusun dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu prasyarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ignantius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini dan dapat terselesaikan dengan baik. 4. Bapak Hendra Kurniawan, M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini dan dapat terselesaikan dengan baik. 5. Bapak Drs. S. Adisusilo J. R., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik

(DPA) yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis.

6. Seluruh dosen Prodi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan ilmu dan didikan kepada penulis selama menempuh studi.


(12)

xi

7. Pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang selalu sabar dan telaten memberikan pelayanan dan administrasi kepada penulis.

8. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Hisar Sirait dan Ibu Nurhanah), tiada kata dan tindakan yang mampu membalas semua kasih sayang, doa, dan perhatian kepadaku.

9. Keempat saudara kandungku (Abang Hilton, Ira, Kenedy,dan David) yang memberikan semangat sekaligus doa.

10. Teman-teman angkatan 2013 Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang selalu mendukung dan memberi semangat untuk mengerjakan skripsi.

11. Semua pihak yang memberikan dukungan, bimbingan, bantuan, serta motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 26 Juli 2017


(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori ... 7

1. Museum... 7

2. Misi ... 13

3. Museum Misi Muntilan... 18

4. Sumber Belajar... 23

5. Belajar Sejarah ... 27


(14)

xiii BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

C.Sumber Data ... 36

D.Metode Pengumpulan Data... 36

E. Instrumen Pengumpulan Data... 39

F. Teknik Sampling ... 40

G.Validitas Data ... 41

H.Analisis Data ... 44

I. Sistematika Penulisan ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

B. Hasil Penelitian ... 51

1. Latar Belakang Berdirinya Museum ... 51

2. Koleksi yang Ada di Museum Misi Muntilan ... 59

3. Kegiatan Edukasi yang Ada di Museum Misi Muntilan ... 64

4. Pemanfaatan Museum Misi Muntilan sebagai Sumber Belajar Sejarah 70 C.Pembahasan ... 81

1. Latar Belakang Berdirinya Museum ... 81

2. Koleksi yang Ada di Museum Misi Muntilan ... 87

3. Kegiatan Edukasi yang Ada di Museum Misi Muntilan ... 91

4. Pemanfaatan Museum Misi Muntilan sebagai Sumber Belajar ... 96

Sejarah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Penelitian... 36

Tabel 2. Daftar Koleksi Museum Peruangan ... 60

Tabel 3. Data Pengunjung Museum Misi Muntilan ... 68


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar I. Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 25 Gambar II. Kerangka Pikir ... 33 Gambar III. Teknik Analisi Data Model Miles dan Huberman ... 45


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lembar Observasi Museum ... 114

Lembar Pengamatan Dokumen ... 115

Data Dokumen ... 116

Kisi-kisi Wawancara ... 117

Lembar Wawancara Pengunjung, Guru dan Pengelola Museum Misi Muntilan 118 Daftar Narasumber ... 120

Catatan Lapangan 1 ... 121

Catatan Lapangan 2 ... 123

Catatan Lapangan 3 ... 126

Catatan Lapangan 4 ... 134

Catatan Lapangan 5 ... 136

Catatan Lapangan 6 ... 138

Catatan Lapangan 7 ... 144

Catatan Lapangan 8 ... 146

Catatan Lapangan 9 ... 148

Catatan Lapangan 10 ... 151

Catatan Lapangan 11 ... 153

Catatan Lapangan 12 ... 155

Catatan Lapangan 13 ... 158

Catatan Lapangan 14 ... 160


(18)

xvii

Silabus ... 167 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 180 Surat Izin ... 186


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Museum dan benda-benda sejarah adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, museum merupakan bangunan atau gedung yang digunakan untuk menyimpan, merawat benda-benda yang mempunyai nilai tertentu, seperti nilai sejarah, seni, dan budaya.1 Museum bukan sekedar sebagai tempat menyimpan dan merawat benda-benda yang memiliki nilai sejarah, tetapi museum didirikan untuk pelestarian dan pengembangan warisan budaya dalam rangka persatuan dan peradaban bangsa.

Setiap daerah atau negara sebaiknya harus memiliki museum. Museum merupakan tempat yang mewakili kita untuk mengenal dan memahami sejarah yang kita miliki, sehingga siapapun dari kita dapat mengerti peradaban suatu bangsa. Oleh karena itu, museum bukan hanya sebagai sarana menyimpan benda-benda, tetapi juga dapat digunakan sebagai sumber belajar.

Walaupun museum tidak menjadi bagian dari sistem pembelajaran yang dilembagakan, namun hubungan dengan pembelajaran telah erat sejak lama.2 Museum merupakan tempat atau wadah yang sangat baik untuk mengembangkan imajinasi peserta didik. Museum merupakan sumber belajar yang sangat tepat untuk mengembangkan imajinasi peserta didik. Akan tetapi, masih banyak masyarakat, termasuk lembaga pendidikan, yang memandang museum sebagai

1

Piter Salim dan Yenny Salim , Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta : Modern English

Press, 1991, hlm. 235.

2

Schouten, Pengantar Didaktif Museum, Jakarta : Proyek Pembinaan Museum Jakarta, 1991,


(20)

tempat menyimpan dan memelihara benda-benda peninggalan sejarah serta menjadi sebuah gedung penghias kota. Akibatnya, masyarakat malas untuk mengunjungi museum karena mereka menganggap museum sebagai tempat yang kuno. Untuk itu, museum harus mengubah persepsi masyarakat umum sebagai suatu bangunan yang membuat orang betah, nyaman dan mau mengunjunginya.3 Jika semua masyarakat mempunyai waktu untuk menikmati dan mencoba memahami makna yang terkandung dalam setiap benda yang dipamerkan, maka setiap masyarakat akan mengerti tentang warisan budaya yang dimiliki suatu bangsa.

Dalam pendidikan sejarah, museum sangat erat hubungannya dengan peninggalan sejarah. Museum merupakan tempat atau wadah yang digunakan untuk meneliti benda-benda yang memiliki nilai sejarah. Oleh karena itu, museum merupakan tempat yang cocok untuk mengasah keingintahuan mahasiswa, peserta didik, maupun masyarakat umum dalam proses mengamati, mencatat dan mendengar informasi yang diperoleh dari pengelola museum. Informasi yang didapat akan menjadi sumber belajar baru bagi peserta didik. Selain itu, masyarakat juga akan memiliki wawasan baru dalam menjawab dan mendeskripsikan suatu temuan baru yang mereka lihat sendiri.

Beragam koleksi yang dimiliki museum dapat dimanfaatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Koleksi-koleksi museum merupakan sarana utama yang harus ada dalam museum, di mana koleksi yang ada dijadikan sebuah wadah untuk mengenal dan belajar mengenai kehidupan suatu bangsa. Sebagai

3


(21)

3

wadah pembelajaran, museum menjadi salah satu lembaga pendidikan non-formal4 yang sangat cocok digunakan untuk siswa SD, SMP, SMA, mahasiswa dan masyarakat umum karena koleksi-koleksi yang ada memiliki nilai sejarah yang cukup beragam. Koleksi-koleksi yang cukup beragam ini sangat cocok untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran.

Selama ini pembelajaran sejarah di sekolah kurang begitu diminati oleh peserta didik. Peserta didik jenuh dengan pembelajaran yang hanya di dalam kelas. Oleh karena itu, pembelajaran sejarah akan lebih menarik jika sekali-kali siswa diajak untuk keluar dari kebiasan selama ini yaitu berada di dalam kelas. Peserta didik dapat diajak ke berbagai tempat sejarah yang dapat mengasah kreativitas dan berpikir kritis siswa, seperti ke candi, monumen, museum dan lain-lain. Sebagai salah satu tempat sejarah, museum merupakan salah satu tempat yang cocok untuk belajar sejarah.

Sumber belajar sejarah di sini tidak hanya untuk anak sekolah, tetapi juga untuk mahasiswa yang memanfaatkannya untuk pembelajaran, seperti mahasiswa pendidikan sejarah Universitas Sanata Dharma dalam mata kuliah Sejarah Gereja dan juga untuk masyarakat umum di mana mereka dapat memanfaatkan koleksi-koleksi yang memiliki nilai sejarah sebagai sumber belajar untuk mengenal agama Katolik di Indonesia. Di Muntilan sendiri, terdapat sebuah museum yang sangat cocok digunakan sebagai salah satu sumber belajar sejarah yaitu Museum Misi Muntilan. Museum Misi Muntilan menyajikan koleksi atau peristiwa masa lampau

4

Amir Sutaarga, Studi Museologia, Jakarta : Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, 1991, hlm.


(22)

pada masa kini dan sekaligus menjadikan peristiwa sejarah sebagai dasar yang kokoh untuk membangun masa depan.

Peserta didik maupun mahasiswa dapat mengamati beberapa benda koleksi yang ada di museum untuk digunakan sebagai sumber belajar sejarah. Melalui kunjungan ke objek sejarah secara langsung, peserta didik maupun mahasiswa akan memiliki pemahaman bahwa belajar sejarah tidak selalu harus di dalam kelas, tetapi juga bisa di luar kelas. Ketika peserta didik diajak keluar maka dapat membuka wawasan pengetahuan baru mengenai sejarah. Oleh karena itu, keberadaan Museum Misi Muntilan penting bagi dunia pendidikan, sehingga Museum Misi Muntilan dapat menjadi salah satu sumber belajar.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Museum Misi Muntilan sebagai Sumber Belajar Sejarah”. Harapannya hasil penelitian ini dapat menjadi satu alternatif yang dapat digunakan sekolah untuk menjadikan museum sebagai sumber belajar.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan? 2. Apa saja koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan?

3. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan di Museum Misi Muntilan? 4. Bagaimana pemanfaatan museum sebagai sumber belajar sejarah?


(23)

5

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan 2. Mendeskripsikan koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan

3. Mendeskripsikan kegiatan yang dilaksanakan di Museum Misi Muntilan 4. Menjelaskan pemanfaatan museum bagi sumber belajar sejarah

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi universitas, penulis, guru, pengelola museum dan masyarakat dengan uraian sebagai berikut : 1. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk bahan kajian penulis dalam penulisan karya tulis maupun artikel dan memberikan pemahaman baru mengenai pentingnya museum bagi kehidupan kita.

2. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis tentang pentingnya museum sebagai sumber belajar sejarah.

3. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan para guru tentang pemanfaatan museum sebagai sumber belajar sejarah. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan evaluasi tentang cara mengatasi kebosanan saat pembelajaran berlangsung.


(24)

4. Bagi Pengelola Museum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan agar museum dapat semakin dikembangkan sebagai sumber belajar sejarah bagi masyarakat pada umumnya dan untuk pembelajaran khususnya di sekolah.

5. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong minat masyarakat untuk datang berkunjung ke museum dan mengenalkan kepada masyarakat mengenai sejarah dan peninggalan yang berkaitan dengan Agama Katolik dan Keuskupan Agung Semarang.


(25)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori

1. Museum

a. Pengertian Museum

Museum berasal dari kata muze, yang oleh orang-orang Yunani klasik diartikan sebagai kumpulan sembilan dewi perlambang ilmu dan kesenian. Kesembilan dewi muze itu, sebagai anak Zeus, dewa utama dalam pantheon Yunani klasik, yang di jadikan lambang pelengkap pemujaan manusia terhadap agama dan ritual yang ditunjukan kepada Zeus (secara ethimologis, kata Zeus berkaitan dengan arti kata deos, dewa dan theo= Tuhan), ini tidak berarti bahwa di luar dunia peradaban Barat, tidak terdapat pusat atau lambang kesenian dan ilmu pengetahuan.5

Berdasarkan asal usul kata dan sejarahnya, museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, yang bertugas merawat, mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan dan memamerkan warisan sejarah kemanusiaan yang berwujud benda, untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan hiburan.6 Dalam kegiatan pendidikan museum mampu memberikan pengetahuan tambahan kepada masyarakat umum mengenai koleksi-koleksi yang dipamerkan di dalam museum, sehingga setiap masyarakat umum bahkan peserta didik dapat memahami budaya serta warisan yang dimiliki bangsanya.

5

Amir Sutaarga, Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum, Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, hlm. 17.

6


(26)

b. Koleksi Museum

Koleksi museum adalah semua jenis benda material hasil budaya manusia, alam, dan lingkungan yang disimpan dalam museum dan mempunyai nilai bagi pembinaan dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan teknologi serta kebudayaan. Dalam pengumpulan berbagai benda yang akan dijadikan koleksi museum, baik berupa benda asli (realita) ataupun tidak asli (replika). Pengadaan koleksi dapat dilakukan dengan cara (1) hibah (hadiah atau sumbangan); (2) titipan; (3) pinjaman; (4) tukar menukar dengan museum lain; (5) hasil temuan (dari hasil survei, ekskavasi, atau sitaan); dan (6) imbalan jasa (pembelian dari hasil penemuan atau warisan).7

Koleksi museum merupakan syarat mutlak dan roh dalam sebuah museum, maka persyaratan sebuah benda menjadi koleksi, antara lain (1) memiliki nilai sejarah (termasuk nilai estetika); (2) dapat diidentifikasikan mengenai bentuk, tipe, gaya, fungsi, makna, asal secara historis dan geografis, genus (untuk biologis), atau periodenya (dalam geologi, khususnya untuk benda alam); (3) harus dijadikan dokumen, yang nantinya dapat digunakan sebagai penelitian ilmiah; (4) unik, merupakan benda-benda yang memiliki ciri khas tertentu bila dibandingkan dengan benda-benda yang sejenis; (5) Hampir punah dan langka merupakan benda yang sulit ditemukan. 8

c. Jenis Museum

Menurut jenis koleksi yang ada di museum, pada tahun 1971 Direktorat Permuseuman mengelompokkan museum menurut jenis koleksi. Ketika itu,

7

Direktorat Museum, Pengelolaan Koleksi Museum, Jakarta, 2007, hlm 4.

8


(27)

9

dikenal tiga jenis museum yaitu Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Lokal. Pada tahun 1975, pengelompokan tersebut diubah menjadi Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Pendidikan. Pada tahun 1980, pengelompokan itu disederhanakan lagi menjadi Museum Umum dan Museum Khusus. Berdasarkan tingkat kedudukannya, Direktorat Permuseuman mengelompokkan lagi Museum Umum dan Museum Khusus menjadi Museum Tingkat Nasional, Museum Tingkat Regional (Propinsi), dan Museum Tingkat Lokal (Kodya/Kabupaten).9

Berdasarkan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP), jenis museum dibagi menjadi 4 yaitu :10

1) Museum Umum

Museum umum adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan lingkungan yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu, dan teknologi. Contohnya : Museum Indonesia di TMII, Museum Nasional.

2) Museum Sejarah

Museum sejarah adalah museum yang mencakup pengetahuan sejarah dan kaitannya dengan masa kini dan masa depan. Beberapa di antara museum tersebut memiliki benda koleksi yang sangat beragam, mulai dari dokumen, artefak dalam berbagai bentuk benda sejarah yang terkait dengan event kesejarahan.11

9

Tjahjopurnomo, Sejarah Permuseuman di Indonesia, Jakarta: Direktorat Permuseuman,

Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2011, hlm. 30.

10

Kemendikbud,2017,Cagarbudaya

,(http.kemdikbud.go.id/regmus/index.php/public/…/RPP-Tentang-Museum), diakses 21 April 2017.

11


(28)

Contohnya : Museum Sangiran, Museum Benteng Vredeburg, Museum Fatahila, Museum Konferensi Asia Afrika, Museum Misi Muntilan,dan Museum Kebangkitan Nasional.

3) Museum Seni

Museum seni adalah museum yang memberikan sebuah ruang untuk pameran seni, biasanya merupakan seni visual, dan biasanya terdiri dari lukisan, ilustrasi, dan patung. Koleksi dari lukisan dan dokumen lama biasanya tidak dipamerkan di dinding, akan tetapi diletakkan di ruang khusus. Contohnya : Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Affandi, Museum Batik Danar Hadi, Museum House of Sampoerna, Museum Puri Lukisan, Museum Seni Agung Rai, dan Museum Wayang.

4) Museum Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Museum ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan museum yang koleksinya terdiri dari berbagai jenis ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diciptakan. Contohnya : Museum PP Iptek, Museum Telekomunikasi, Museum Listrik dan Energi Baru, Museum Transportasi, Museum Minyak dan Gas, dan Museum Geologi Bandung.

d. Fungsi Museum

Museum memiliki 4 fungsi, antara lain:12 1) Fungsi Edukatif dan Akademik

Museum berfungsi sebagai wahana pendidikan, sarana membagi pengetahuan (baik baru maupun lama) dan juga tempat melakukan studi. Museum

12


(29)

11

tidak hanya dituntut untuk pembelajaran umum, namun harus juga mampu menyokong perkembangan ilmu pengetahuan selayaknya pusat studi dan pusat kajian universitas. Museum juga menjadi tempat penelitian atau bekal sejarawan untuk mendapatkan sumber sejarah berupa dokumen, foto, dan lain-lain.

2) Fungsi Sosio Kultural

Museum dan monumen menjadi “pengingat” peristiwa yang dialami manusia. Museum bisa menjadi sarana pameran dari hasil kebudayaan pada masa lalu agar tidak hilang dan dilupakan, sehingga kita sebagai generasi bangsa dapat mengenal peninggalan sejarah zaman dahulu.

3) Fungsi Rekreasi dan Ekonomi

Museum dapat digunakan sebagai tempat rekreasi yang memberikan inspirasi kepada masyarakat umum mengenai peninggalan-peninggalan sejarah yang dimiliki sebuah bangsa.

4) Fungsi Politik

Dalam misi politik kebudayaan, museum diperlukan utuk melegitimasi atau mengklaim hal-hal yang simpang siur dan terlupakan, karena narasi besar tentang identitas berada di wilayah abu-abu. Oleh karena itu, identitas perlu dibentuk dalam wacana yang tegas dan dikukuhkan melalui aktivitas di museum. e. Pengunjung Museum

Dari fungsi di atas, kita dapat mengetahui bahwa fungsi museum tidak hanya untuk pendidikan tetapi juga terkait dalam bidang sosial, ekonomi, dan


(30)

politik. Selain fungsi museum yang dibedakan, berdasarkan empat kategori, pengunjung museum juga dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yakni :13

1) Pengunjung Pelaku Studi

Pengunjung pelaku studi ialah mereka yang menguasai bidang studi tertentu berkaitan dengan koleksi tertentu untuk menambah wawasannya mengenai museum. Pengunjung pelaku studi mengamati koleksi yang ada dan merekam beberapa keterangan yang ada, untuk keperluan penelitian. Pengunjung pelaku studi tidak hanya memanfaatkan museum sebagai tempat penelitian, tetapi juga bekal untuk mereka mengenal lebih dalam mengenai koleksi yang ada di museum.

2) Pengunjung Bertujuan Tertentu

Pengunjung bertujuan tertentu ialah mereka yang datang ke museum karena ada kegiatan atau acara tertentu yang akan dilaksanakan di museum seperti pameran, pertunjukan budaya dan lain-lain.

3) Pengunjung Pelaku Rekreasi

Pengunjung pelaku rekreasi ialah pengunjung yang ingin memanfatkan museum untuk tujuan rekreasi. Mereka hanya melihat-lihat benda yang dipamerkan dan mengamati seluruh objek pameran dengan sekilas tanpa pengamatan yang lebih detail. Misalnya kelompok sekolah berkecenderungan memanfaatkan museum untuk rekreasi dari pada sebagai pengunjung terarah.

13


(31)

13

2. Misi

a. Pengertian Misi

Kata misi adalah istilah bahasa Indonesia untuk kata Latin mission yang berarti perutusan. Kata mission adalah bentuk substantif dari kata kerja mittere (mitto, missi, missum) yang mempunyai beberapa pengertian dasar : (1) membuang, menembak, membentur; (2) mengutus; mengirim; (3) membiarkan pergi, melepaskan pergi; (4) mengambil/menyadap, membiarkan mengalir (darah). Kalangan Gereja pada dasarnya menggunakan kata mittere dalam pengertian mengutus, mengirim.14

Isilah misi tidak hanya dipakai dalam lingkup keagamaan tetapi juga di dunia profane seperti misi diplomatis, misi politis, misi ilmu pengetahuan, misi kebudayaan, misi dalam dunia kemiliteran. Berdasarkan asal usul kata itu sendiri, misi berarti diutus untuk melakukan tugas tertentu, namun juga bisa berarti tugas yang ditunjuk atau diemban sendiri. Dewasa ini, kata misi tampaknya menyingkap satu komponen ganda yaitu diutus dan melakukan sesuatu. Dalam hal ini Misi Gereja, berarti melaksanakan tugas, untuk itu Gereja diutus.15 Di dalam Gereja istilah misi digunakan baik untuk menunjukkan kegiatan yang lebih luas dan umum, yakni menyangkut semua kegiatan gerejawi, maupun untuk karya khusus perawatan dan penyebaran iman Kristen. Pengutusan para misionaris untuk memperkenalkan dan meyebarkan iman Kristen kepada orang-orang yang belum pernah mendengar tentang injil, yakni kepada orang-orang yang beragama lain

14

Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi, Yogyakarta : Kanisius, 2002, hlm 13-14.

15

Francis X. Clark SJ,Gereja Katolik di Asia “Sebuah Pengantar”, Maumere : LPBAJ, 2001, hlm.


(32)

atau yang tidak beragama.16 Sehingga mereka dapat mengenal Kristus sebagai penyelamat umat manusia.

Istilah misi dengan arti penyebaran iman baru mulai dipakai pada pertengahan kedua abad ke-16. Pada masa sebelumnya Gereja memakai ungkapan lain untuk menunjukkan kegiatan perawatan injil, penyebaran iman Kristen, pembangunan jemaat baru. Kata misi baru digunakan secara umum di dalam Gereja sejak permulaan abad ke-7. Misi dapat diartikan sebagai (a) penyebaran iman, (b) perluasan pemerintahan Allah, (c) pertobatan orang-orang kafir, dan (d) pendirian jemaat baru.17

b. Perlunya Misi

Sejak konsili Vatikan II, di mana Gereja mengembangkan pemahaman yang positif tentang keberadaan dan peranan agama-agama non-Kristen dalam rencana dan karya penyelamatan Allah. Dalam karya penyelamatan ini penilaian yang positif terhadap agama-agama non-Kristen dapat mempunyai dampak negatif, yakni memperlemah semangat misioner di dalam Gereja. Oleh karena itu, para Bapa Konsili merasa perlu untuk memberikan sikap yang jelas dan tentang perlunya karya misi Gereja demi keselamatan manusia. Sebagai dimensi Gereja yang hakiki, karya misi merupakan pelaksanaan diri Gereja yang dalam keseluruhan karya keselamatan Allah berperan sebagai sakramen.

Pertanyaan mengenai perlunya misi berjalan seiring dengan pertanyaan tentang perlunya gereja sebagai sarana penyelamatan Allah. Gereja terus-menerus mengutus perwataan-perwataan, sampai gereja-gereja baru terbentuk untuk

16

Edmund Woga, op.cit, hlm. 14-15.

17


(33)

15

melanjutkan karya Kristus, karena misi merupakan sifat hakiki sebuah Gereja.18 Alasannya misi sebagai perutusan kepada bangsa-bangsa non-Kristen adalah kehendak penyelamatan Allah yang bersifat universal dan integral. Misi dilihat sebagai pemahaman baru terhadap Gereja. Pemahaman tersebut membuat misi itu ada dan perlu demi kemuliaan Allah.

Pertanyaan tentang misi adalah pertanyaan tentang cara Allah melaksanakan rencana penyelamatan-Nya yang universal. Misi itu perlu karena Allah berkehendak memanggil segala bangsa untuk datang kepada-Nya. Misi adalah sarana yang digunakan oleh Allah atau rahmat yang dianugerahkan oleh Allah untuk menjadi satu keluarga Allah. Sehingga semua umat dapat mengenal karya keselamatan yang Allah berikan kepada umatnya. Misi menjadi antisipasi dari tujuan penciptaan seluruh mahluk, yakni supaya Allah dimuliakan dan seluruh ciptaan disatukan. Tujuan dan motivasi ini jelas dalam tugas pelaksanaan tugas misioner Putra Allah yang datang ke dunia untuk mewartakan injil tentang Kerajaan Allah dan menghadirkannya agar seluruh umat manusia disatukan kembali ke dalam kekuasaan Allah.19

c. Karya Misi di Muntilan

Pada masa pemerintahan VOC tidak ada kebebasan beragama di Indonesia. Kebebasan baru ada setelah bergemanya semangat revolusi Perancis yaitu kebebasan, kesamaan dan persaudaraan. Kebebasan ini mulai muncul ketika masa pemerintahan Gubernur Jendral Daendles (1808-1811). Mulai tahun 1808

18

Tom Jacobs SJ, Gereja Menurut Vatikan II, Yogyakarta : Kanisius, 1987, hlm. 78.

19


(34)

berdatangan iman-iman ke Indonesia untuk mewartakan injil.20 Karya misi kemudian dimulai ke beberapa daerah yang ada di Indonesia. Sesungguhnya sudah lama para iman ingin memulai karya misinya di Pulau Jawa, khususnya Pater Yesuit, ingin mewartakan injil di antara orang Jawa. Namun, terbentur pada beberapa rintangan di antaranya, jumlah tenaga masih sedikit, tidak ada pastor yang bisa berbahasa jawa, pekerjaan makin banyak diberbagai daerah, masih diragukan apakah kerasulan diantara orang Jawa akan berhasil karena karya Zending (sebutan Misi Kristen-Protestan) juga belum memperlihatkan banyak buah.21

Lambat laun karya misi di Jawa sudah mengalami kemajuan, hal ini dapat kita lihat dari kelahiran umat Katolik yang ditandai dengan pembaptisan 171 orang Jawa di Sumber Semanggung (Sendangsono). Peristiwa sejarah ini dianggap sebagai saat kelahiran Gereja Keuskupan Agung Semarang. Pada bulan Desember 1895 dipermandikan 12 orang Jawa di Magelang dan 18 di Muntilan. Kemudian para misionaris juga mulai belajar bahasa Jawa untuk mendukung karya misi mereka di Jawa. Di Muntilan Pastor van Lith melihat bahwa pengertian umat tentang agama di sana amat dangkal. Oleh karena itu, Pastor van Lith tinggal di Kampung Semampir di tengah orang-orang Jawa, untuk memperkenalkan kepada umat mengenai karya keselamatan Allah, di mana sedikit demi sedikit akan dibangun kompleks misi Muntilan.22 Romo van Lith menggunakan pendidikan sebagai sarana dalam perkembangan misi Jawa Tengah.

20

Kareel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia Jilid 1, Maumere : Ledalero, hlm. 384

21

Tim. KAS, Garis-Garis Besar Sejarah Gereja Katolik Keuskupan Agung Semarang, Semarang :

KAS, 1992, hlm.16-17.

22


(35)

17

Karya misi di Jawa dalam perkembangannya dipusatkan kepada pendidikan di Muntilan, karena akar segala kekurangan ialah bahwa para misionaris kurang mahir dalam bahasa dan adat Jawa, maka segala tenaga dipusatkan kepada studi dan kontak kepada lapisan masyarakat di Muntilan dan sekitarnya. Sampai sekitar tahun 1900 Muntilan terbuka bagi anak-anak pribumi yang ingin belajar dan sekolah karena mereka tidak diterima di sekolah-sekolah Eropa yang mahal.23 Orang-orang yang belajar ini kemudian sedikit demi sedikit ditanamkan cara hidup Kristus. Romo van Lith banyak menggunakan metode bercerita sejarah untuk mengajak anak menelaah sejarah yang membuka prespektif ke masa depan.

Pada tahun 1902, Romo van Lith mendirikan tiga kelembagaan: perkumpulan pribumi untuk badan hukum urusan umat, rumah sakit, dan sekolah dengan sistem asrama. Akan tetapi, menyadari situasi bangsa Jawa yang tertindas karena penjajahan Belanda dan gejolak kebangkitan nasional, Romo van Lith memilih bidang pendidikan sebagai landasan karya misinya. Pendidikan yang diperjuangkan oleh Romo van Lith berbeda dengan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu pemerintah Nederland sedang melancarkan politik etis untuk membalas budi penderitaan orang pribumi dengan tiga progam: irigasi, transmigrasi, dan edukasi.24

Di dalam program edukasi, dibukalah sekolah-sekolah untuk orang pribumi agar dapat menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda. Contohnya sekolah OSVIA yaitu sekolah pelatihan untuk para pejabat pribumi, calon-calon

23 Ibid.

hlm. 29. 24

Tim Edukasi MMM PAM, Pendidikan Katolik Model van Lith, Muntilan : Yayasan Pustaka


(36)

muridnya tidak lagi harus berasal dari kalangan elite bangsawan. Karena berhubungan dengan masalah pembiayaan, maka yang dapat bersekolah tentu hanya kaum ningrat dan pengusaha kaya. Romo van Lith memang akan memperjuangkan agar anak, remaja dan kaum muda menjadi terdidik tanpa memandang golongan miskin atau pun kaya. Tetapi lebih dari itu, karya pendidikan tidak terutama untuk mencetak calon-calon pegawai. Bagi Romo van Lith karya pendidikan menjadi sarana untuk perwujudan iman. Istilah perwujudan iman berarti tekanan kepada pengalaman atau tindakan hidup yang cocok dengan nilai-nilai iman kristiani.

Muntilan makin berkembang dan amat mengesan kepada semua masyarakat yang ingin belajar mengenai iman Katolik. Hal inilah yang kemudian menjadi pertimbangan Pastor van Lith untuk menyebarkan misi di tanah Jawa. Karya misi ini dilakukan agar semua orang Jawa dapat mengerti mengenai ajaran agama Katolik dan karya Allah bagi umat manusia.

3. Museum Misi Muntilan

Museum Misi Muntilan merupakan museum khusus yang menekankan pada pengembangan nilai-nilai karya misi Keuskupan Agung Semarang (KAS) rintisan Pater Frans van Lith, SJ., serta lembaga pastoral KAS yang merupakan konsursium Keuskupan Agung Semarang, Sarekat Yesus Provinsi Indonesia, dan Konggregasi Bruder FIC Provinsi Indonesia. Museum Misi Muntilan sekaligus pemersatu dari jaringan gerakan-gerakan missioner untuk menumbuh kembangkan Gereja lokal. Museum Misi Muntilan menyajikan koleksi atau


(37)

19

peristiwa masa lampau pada masa kini dan sekaligus menjadikan peristiwa sejarah sebagai dasar yang kokoh untuk membangun masa depan.25

Peringatan 50 tahun Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS) pada tahun 1990 memiliki empat macam program: 1) pendataan; 2) musyawarah pastoral; 3) penulisan sejarah; dan 4) pendirian museum. masing-masing program terlaksana dengan aneka dinamika. Dalam hal pendirian museum, sejak tahun 1992 sudah dirintis terjadinya suatu museum Gereja KAS dengan dilaksanakannya penataan benda-benda koleksi peninggalan karya misi KAS.Tempat presentasi benda-benda koleksi ini berada di Wisma Uskup KAS, Jalan Pandanaran 13 Semarang. Namun ternyata keberadaan museum KAS di Wisma Uskup kurang mendapatkan perhatian umat.26

Rapat-rapat Dewan Konsultor KAS pada tanggal 3 Februari, 6 April, dan 1 Juni 1998 memutuskan untuk memindahkan Museum KAS dari Semarang ke Muntilan. Kota Muntilan dipilih karena berbagai pertimbangan, di antaranya adalah pertimbangan historis. Di kota Muntilan inilah karya misi KAS berkembang secara amat signifikan. Guna merealisasikan upaya pemindahan tempat museum KAS tersebut pada tanggal 13 Juni 1998 Romo F. Suryaprawata, MSF (Sekjen KAS) dan Romo A. Gustawan, SJ., (Ekonomi KAS) mengundang delapan orang untuk membahas keberadaan Museum KAS. Kedelapan orang inilah yang kemudian ditunjuk menjadi Panitia Museum Sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang.27

25

Pedoman Museum Misi Muntilan, 2009, hlm. 5. 26 Ibid.,

hlm. i.

27


(38)

Tim kerja dari kedua program ini kemudian mengadakan pertemuan-pertemuan tersendiri dan membangun jaringan karya dengan berbagai pihak dalam rangka perkembangan karya museum KAS. Dinamika ini membawa ke pemahaman bahwa rencana permuseuman Muntilan tidak sekedar terbatas pada gedung yang akan dibangun.28Dari satu sisi museum di Muntilan akan berhubungan dengan konteks sejarah karya misi KAS. Dari sisi lain basis fisik karya museum di Muntilan adalah kawasan Muntilan sebagai situs karya misi. Tim kerja program pembangunan gedung bergerak dalam dua tahapan: 1) memproses pembangunan dan penggalian dana untuk gedung pastoran baru, yang sedianya akan diserahkan kepada Paroki Santo Antonius Muntilan; 2) merenovasi gedung Pastoran Antonius Muntilan menjadi gedung museum. melalui proses penegasan bersama gedung yang dibangun pada tahap pertama diputuskan menjadi gedung museum.29

Sementara itu, tim kerja konteks sejarah menyiapkan diri dengan dua kegiatan: 1) belajar paradigma ilmu sejarah, dokumen Evangelii Nuntiandi, dan tulisan Mgr. I. Suharyo “Refleksi Perjalanan dan Arah Ke Depan Keuskupan Agung Semarang”, 2) membuat kegiatan-kegiatan pendalaman nilai-nilai missioner dari peninggalan karya misi KAS seperti mengisi momen Jumat Pertama di Kerkof Muntilan dan rekoleksi. Program kerja panitia Museum Sejarah Gereja KAS, yang dijalankan melalui gerakan kedua tim kerja ini mendorong munculnya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Uskup Agung Semarang,

28

Ibid., hlm. ii.

29


(39)

21

Romo Provinsial SJ., dan Bruder Propinsial FIC No. 752/A/VIII/19/99 Perihal: Museum Misi Muntilan.30

Hadirnya SKB tersebut meneguhkan kesepakatan tak tertulis yang telah berjalan. Konggregasi Serikat Yesus Provinsi Indonesia menyediakan aset tanah bagi pembangunan Museum Misi Muntilan (MMM), Konggregasi Bruder FIC membuka kamar yang pernah dipakai Romo R. Sandjaja, Pr., dan kapel di dekatnya untuk kepentingan ziarah rohani, sedangkan pihak Keuskupan Agung Semarang menjadi pengelola karya museum lewat panitia yang ditunjuknya. Pemakaian aset tanah Serikat Jesuit di kompleks misi Muntilan untuk karya permuseuman mendapat persetujuan Pater Jendral Serikat Yesus.

Karya permuseuman memuat tiga bidang karya, yakni bidang koleksi, bidang preparasi konservasi, dan bidang edukasi. Bidang koleksi adalah bagian karya MMM PAM yang mencari, mengumpulkan, menafsirkan nilai-nilai misionernya, dan menata dalam sajian beberapa benda koleksi berdasarkan konsep-konsep missioner dari bidang edukasi MMM PAM. Bidang preparasi konservasi adalah bagian karya MMM PAM yang mengelola pemeliharaan dan pengembangan gedung serta sarana dan prasarana lain yang dibutuhkan untuk.31

Uskup Agung Semarang sejak awal dirintisnya karya permuseuman di KAS telah menggambarkan terjadinya suatu museum yang hidup, bukan sekedar gudang mahal tempat mengumpulkan dan menjaga benda dari masa lampau. Dalam hal mewujudkan gambaran “museum yang hidup”, Mgr. I. Suharyo sejak

30

Ibid., hlm. iv.

31


(40)

awal telah menekankan pentingnya peran dan fungsi bidang Edukasi. Bidang edukasi inilah yang akan menjadi “nyawa” bagi MMM.

Dalam rangka mewujudkan gagasan “museum yang hidup” dengan menempatkan bidang edukasi sebagai “nyawa” bagi MMM patut dicatat kehadiran Lembaga Pelayanan Pendampingan Penggembalaan Jemaat Keuskupan Agung Semarang (P3J KAS). P3J KAS sejak awal diharapkan menjadi tenaga pokok Bidang Edukasi MMM. Tim P3J KAS adalah tim kerja yang dipakai oleh Komisi Karya Misioner (KKM) KAS untuk menjalankan program gerakan missioner. P3J KAS didirikan pada tahun 1981. Pada awalnya terbatas melayani anggota Dewan Paroki. Di dalam perkembangannya P3J KAS melayani pula kader fungsionaris Dewan Paroki termasuk pendampingan iman anak sebagai sarana pembinaan calon anggota dewan paroki.32

Kemudian tim P3J KAS berubah menjadi tenaga pokok Tim Kerja Bidang Edukasi. Dampak langsung dari perubahan ini adalah kantor dan tenaga harian P3J KAS berubah menjadi kantor dan tenaga harian MMM. Sasaran pelayanan Tim P3J KAS setelah menjadi Tim kerja Bidang Edukasi diperluas dengan memberikan tekanan pada pengembangan semangat missioner sebagai mana dikemukan dalam MMM.33

Pada permulaan bulan Januari 2002 MMM mulai berkantor di Jalan Kartini 3 Muntilan. Pelayanan MMM terutama untuk ikut ambil bagian dalam pengembangan Gereja Lokal yang bermakna bagi warganya. Beberapa kegiatan MMM menekankan proses pendampingan agar peserta pendamping termasuk para

32

Ibid., hlm.v.

33


(41)

23

pengunjung berkembang jiwa missioner terutama bagi orang zaman ini menjadi wujud pemaknaan dari harapan Uskup agung Semarang agar MMM menjadi Pusat Animasi Misioner. Pada saat gedung museum diberkati tanggal 12 Desember 2004, Mgr. I. Suharyo menetapkan nama museum ini Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM).

Tugas tim kerja bidang edukasi dalam buku pedoman museum pasal 15, di antaranya (1) menentukan konsep missioner MMM PAM berdasarkan semangat missioner; (2) menggali nilai-nilai missioner benda-benda koleksi dan menentukan tempatnya dalam kerangka konsep missioner MMM PAM; (3) mendampingi pengunjung untuk merasakan dinamika perkembangan missioner lewat melihat benda-benda koleksi MMM PAM; (4) menumbuhkan dan mengembangkan semangat missioner lewat gerak-gerak missioner dan pelayanan-pelayanan pendampingan; (5) menerbitkan buku-buku yang sesuai dengan konsep missioner MMM PAM; (6) mengelola sosialisasi MMM PAM; (7) menyelenggarakan penyegaran bagi para fungsionaris yang terlibat bersama MMM PAM.34

4. Sumber Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang berlangsung sepanjang hayat yang dilakukan dengan menggunakan metode tertentu untuk mengubah perilaku dan sumber belajar. Sumber belajar memberikan pengalaman belajar kepada setiap

34


(42)

orang.35 Sumber belajar mencakup segala sesuatu, baik yang dibuat secara khusus untuk keperluan belajar maupun untuk keperluan lain yang dapat digunakan untuk keperluan belajar. Dengan menggunakan sumber belajar setiap orang akan lebih memahami sesuatu yang sedang dikerjakan.

Sumber belajar merupakan salah satu komponen dalam dalam kegiatan belajar yang memungkinkan individu memperoleh pengetahuan, kemampuan, sikap, keyakinan, emosi, dan perasaan. Sumber belajar memberikan pengalaman belajar dan tanpa sumber belajar maka tidak mungkin dapat terlaksana proses belajar dengan baik. Edgar Dale dalam Sitepu, menjelaskan bahwa sumber belajar dapat dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mendukung dan memudahkan terjadinya proses belajar.36

Seorang guru akan selalu berusaha agar materi pengajaran yang disampaikan/disajikan harus mampu diserap/dimengerti dengan mudah oleh peserta didik. Untuk memudahkan peserta didik menerima materi pengajaran tersebut perlu diusahakan agar peserta didik dapat menggunakan sebanyak mungkin alat indera yang dimiliki. Makin banyak alat indera yang digunakan untuk mempelajari sesuatu, makin mudah di ingat apa yang dipelajari. Ada peribahasa asing yang berbunyi : I hear, I forget, I see, I remember, I do, I understand/ I know. Artinya bila saya dengar, saya lupa, bila saya lihat, saya ingat, bila saya melakukan, saya mengerti.37

35

Sitepu, Pengembangan Sumber Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014, hlm. 17

36 Ibid.,

hlm. 18. 37

John D. Latuheru, Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar-Mengajar Masa Kini, Jakarta :


(43)

25

Makna dari peribahasa tersebut bagi masalah-masalah pendidikan khususnya dalam PMB, ialah bila peserta didik menerima pengajaran yang disajikan oleh guru hanya dengan cara ceramah semata sulit bagi mereka untuk mengingat. Akan tetapi, apabila materi tersebut ditambah dengan memperlihatkan gambar, foto, sketsa, atau grafik maka akan lebih mudah materi tersebut di mengerti. Tentang kemampuan manusia memperoleh ilmu pengetahuan dengan menggunakan alat indera yang dimiliki Edgar Dale menjelaskan melalui kerucut pengalaman. Berikut ini gambar Edgar Dale dalam buku John D. Latuheru “Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar-Mengajar Masa Kini”.38

Gambar I. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

a. Pengalaman langsung, pada tahap ini peserta didik perlu berhubungan langsung dengan keadaan dan kejadiaan yang sebenarnya. Dengan demikian mereka boleh melihat sendiri, meraba/memegang, mengalami sendiri apa yang sedang mereka hadapi, dan yang terutama agar mereka dapat mampu memecahkan masalah sendiri.

38

Ibid., hlm. 17.

Verbal Simbol Visual Radio, Audio Tape,

Gambar Diam Film

Televisi

Pameran

Karya Wisata

Demontrasi

Pengalaman DRomotisasi

Pengalaman Tiruan

Pengalaman Langsung

SYMBOLIC

ICONIC


(44)

b. Pengalaman melalui benda tiruan, pada tahap ini kejadian atau peristiwa yang sebenarnya sulit diperoleh atau terlalu besar untuk dibawa ke dalam kelas maka dapat dibuat benda tiruan yang rupanya sama.

c. Pengalaman melalui dramatisasi, pada tahap ini materi pengajaran disajikan dalam bentuk drama. Dalam penyajian ini perlu diperhatikan mulai dari pakaian, mimik suara, sampai pada sikap maupun sifat-sifat khas dari seseorang dan lain-lain.

d. Pengalaman melalui demonstarasi, dalam hal ini materi pengajaran yang disajikan pada tahap ini perlu di demonstrasikan.

e. Pengalaman melalui karyawisata, dalam hal tertentu pengalaman yang diperoleh peserta didik melalui karyawisata ini sangat berarti, dalam hal memperkaya dan memperluas pengalaman belajar peserta didik. Peserta didik dapat mencatat, mengadakan observasi, tanya jawab dan membuat laporan mengenai segala sesuatu yang dilihat dan dilakukan selama berkaryawisata. f. Pengalaman melalui pameran, peserta didik dapat memperlihatkan dan

memamerkan kemampuan serta kemajuan mereka secara individu, kelas maupun sekolah.

g. Pengalaman melalui televisi, televisi dalam program pendidikan masa kini merupakan suatu medium yang baik, karena menarik minat peserta didik, di mana mereka dapat memperoleh informasi yang otentik dari sebuah peristiwa. h. Pengalaman melalui gambar hidup, peserta didik dapat memperoleh

pengalaman melalui penyajian materi pengajaran yang menggunakan gambar hidup atau filim.

i. Pengalaman melalui gambar, peserta didik juga dapat memperoleh pengalaman belajar bila suatu pengajaran disajikan dengan memvisualisasikan benda-benda yang berdimensi dua, misalnya lukisan, sketsa, karikatur.

j. Pengalaman melalui lambang visual, misalnya dalam sebuah penyajian materi pengajaran, guru menggunakan grafik, poster, peta, diagram.

k. Pengalaman melalui lambang kata, pada tahap ini peserta didik sudah mapu memperoleh pengalaman belajar, atau sudah mampu memperoleh pengetahuan hanya melalui lambang kata, yang diperoleh dengan membaca buku, majalah, koran, dan lain-lain.39

Dari kerucut pengalaman Edgar Dale dapat diketahui bahwa museum sebagai sumber belajar masuk ke dalam pengalaman melalui karyawisata. Dari proses karyawisata ini peserta didik dapat mencatat, mengadakan observasi, tanya jawab, dan membuat laporan. Di sini dapat kita katakan bahwa dalam belajar yang terjadi diluar lingkungan sekolah akan menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik

39


(45)

27

tentang benda-benda koleksi yang ada di museum serta menumbuhkan keaktifan siswa dalam mencari informasi.

5. Belajar Sejarah a. Belajar

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Proses belajar dimulai dari bayi, anak-anak hingga kita bertumbuh menjadi dewasa. Belajar memberikan kita pengetahuan tentang berbagai hal yang akan kita lakukan. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya. Manusia memiliki akal yang diguanakan untuk berpikir dan melakukan segala aktivitas. Belajar merupakan kebutuhan utama manusia, karena manusia akan lebih paham akan sesuatu hal.

Hilgra dan Bower dalam Baharuddin, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.40 Gagne dalam Eveline dalam Baharuddin mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan.

40

Baharuddin dan Esa, 2015, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, hlm


(46)

Menurut Slameto, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.41

Dari beberapa definisi di atas, setidaknya belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Ini berarti, bahwa hasil belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat mengetahui hasil belajar yang telah dicapai.

2) Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan secara bertahap mengikuti kemampuan yang ia miliki.

3) Perubahan tingkah laku harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial. Nantinya akan membuahkan suatu perubahan.

4) Perubahan tingkah laku merupakan latihan atau pengalaman untuk siswa dapat mengenali dirinya menjadi lebih baik.

5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.42

Di dalam melaksanakan tugas belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar di antaranya sebagai berikut :

1) Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itulah siswa yang harus bertindak aktif.

2) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannnya.

3) Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.

4) Penguasaan sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.

5) Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.43

41

Slamento, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta, 2010,

hlm 2. 42 Ibid.

, hlm 18-19. 43 Ibid.,


(47)

29

b. Sejarah

Kata sejarah diambil dari bahasa Arab Syajaratun yang artinya pohon atau keturunan atau asal usul,44 dalam bahasa Inggris history. Kata sejarah, berarti (1) silsilah, asal usul, (2) kejadian, peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, (3) ilmu, pengetahuan, cerita, pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau.45 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah kejadian-kejadian atau peristiwa pada masa lampau yang terkait dengan kehidupan manusia.

Masa lampau merupakan rangkaian kejadian yang sudah terlewati tetapi masa lampau bukan merupakan sesuatu yang final, terhenti dan tertutup. Masa lampau bersifat terbuka dan berkesinambungan, sehingga dalam sejarah masa lampau merupakan hubungan dari apa yang terjadi pada masa lampau dengan gambaran pada masa sekarang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.46

Menurut pandangan Kuntowijoyo, sejarah dimaksudkan sebagai rekonstruksi masa lalu dan yang direkonstruksi sejarah adalah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami manusia. Bagi kalangan sejarawan dan pemerhati sejarah, suatu peristiwa harus diterangkan secara lebih jauh dan lebih mendalam mengenai bagaimana terjadinya, latar belakang kondisi sosial, ekonomi, politik, dan juga kulturnya sehingga dapat dimengerti.47

44

Widja, Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan, Semarang: Satya

Wacana. 1988, hlm.6. 45

Dien Madjid dan Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah: Sebuah Pengatar, Jakarta : Prenada Media

Group, 2014, hlm. 20. 46 Ibid.,

hlm. 8.

47


(48)

Dari sejarah kita akan memperoleh pengalaman yang dialami atau belajar dari pengalaman orang lain baik berupa keberhasilan maupun kegagalan dari generasi sebelumnya. Melalui sejarah, manusia dapat mengembangkan segenap potensinya sekaligus menghindar dari kesalahan masa lalu, baik yang dilakukan orang lain maupun kesalahan yang pernah dilakukannya sendiri. Mempelajari sejarah akan menghindarkan diri dari mengulangi kesalahan masa lalu.48

Oleh karena itu, pembelajaran menjadi sangat penting dalam sebuah pendidikan. Untuk itu tujuan pembelajaran sejarah dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Membangkitkan, mengembangkan serta memelihara semangat kebangsaan. b) Membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan dalam segala

lapangan.

c) Membangkitkan hasrat mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia.

d) Menyadarkan anak tentang cita-cita nasional (Pancasila dan Undang-Undang Pendidikan) serta perjungan tersebut untuk mewujudkan cita-cita itu sepanjang masa.49

c. Kesadaran Sejarah

Kesadaran sejarah merupakan kesadaran yang diperlukan agar siswa dapat menemukan makna pentingnya sejarah bagi bangsanya, bagi perkembangan kehidupan di masa sekarang dan mendatang. Dengan demikian, kesadaran sejarah tidak tidak lain dari pada kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan bagi masa yang akan datang, menyadari dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses kehidupan.

48 Ibid.,

hlm.12-13.

49

Heri Susanto, Seputar Pembelajaran Sejarah (Isu, Gagasan dan Strategi Pembelajaran),


(49)

31

Mempelajari sejarah akan membangkitkan masyarakat untuk mengerti sesamanya, seperti halnya pada suatu bangsa. Dengan kesadaran, maka kita akan menerima keberagaman sebagai suatu kenyataan. Perbedaan yang ada tidak dipandang sebagai suatu masalah, tetapi bisa dilihat sebagai suatu potensi. Dari kisah sejarah kita dapat mengambilnya sebagai inspirasi, untuk meneladani nilai-nilai dari kisah kepahlawanan maupun cerita-cerita sejarah yang berupa tragedi. Semuanya itu dalam rangka menciptakan kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.

B.Kerangka Pikir

Museum merupakan bangunan atau gedung yang digunakan untuk menyimpan, merawat benda-benda yang mempunyai nilai tertentu, seperti nilai sejarah, seni, dan budaya. Museum Misi Muntilan merupakan museum khusus, yang menekankan pengembangan nilai-nilai karya misi Keuskupan Agung Semarang (KAS) rintisan Pater Frans van Lith, SJ. Beragam koleksi-koleksi yang ada di museum merupakan sarana utama dalam museum, di mana koleksi yang ada dijadikan sebuah wadah untuk mengenal dan belajar mengenai kehidupan suatu bangsa.

Selain koleksi, kegiatan yang ada di museum ini juga dapat memberikan manfaat untuk para pengunjung yang datang. Kegiatan edukasi yang ada di Museum Misi Muntilan yaitu kegiatan edukasi di mana kegiatan edukasi yang ada merupakan kegiatan pendampingan pengunjung yang datang ke museum. Setiap


(50)

pengunjung yang datang didampingi untuk memudahkan para pengunjung memahami setiap koleksi yang ada di museum.

Benda-benda koleksi yang ada di museum dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Sumber belajar tidak hanya diperoleh dari guru, buku-buku, internet, video, dan benda-benda di sekitar kita, tetapi koleksi-koleksi yang ada di museum juga dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah, khususnya untuk mengatasi peserta didik yang bosan dengan pembelajaran di dalam ruangan.

Pengalaman yang diperoleh dari pengamatan di museum akan memberikan imajinasi positif kepada peserta didik, mahasiswa dan masyarakat umum mengenai koleksi-koleksi yang ada di museum. Imajinasi yang timbul nantinya akan memberikan kesadaran baru kepada peserta didik, mahasiswa dan masyarakat umum bahwa dengan datang berkunjung ke museum akan memberikan sumber belajar baru khususnya untuk sejarah. Sehingga mereka dapat mengambil makna dari setiap koleksi yang ditampilkan, seperti para tokoh, gambar, foto, jubah dan peninggalan lainnya yang dapat memberikan manfaat bagi pembelajaran. Setiap tokoh yang ditampilkan di Museum Misi Muntilan memberikan teladan bagi setiap orang yang berkunjung ke museum.

Nilai-nilai yang mereka dapat saat berkunjung ke museum ini, nantinya akan memberikan wawasan baru kepada peserta didik, mahasiswa dan masyarakat umum untuk mencintai keanekaragaman sejarah dan budaya yang dimiliki bangsa. Sehingga warisan budaya yang dimiliki harus terus dijaga untuk mengenalkan kepada peserta didik dan masyarakat umum tentang kekayaan budaya yang kita


(51)

33

miliki. Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan skema kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar II. Alur Kerangka Pikir Penelitian

Museum Misi Muntilan

Koleksi

Pengguna (Peserta didik, mahasiswa, dan masyarakat umum)

Kegiatan


(52)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan saat penelitian di lapangan.Fakta-fakta tersebut dapat dilihat dari benda-benda koleksi, foto, literatur dan dokumen jumlah pengunjung yang datang ke museum. Dari fakta yang ada akan diketahui pemanfaatan museum untuk sumber belajar.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong, mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.50Kata-kata dan perilaku orang yang diamati, diwawancarai dan didokumentasi merupakan sumber utama dan dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video atau tape, pengambilan foto, atau film.51 Dan secara umum Moleong, menyimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.52

50

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006,

hlm.1.

51

Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung : Transito, 1988, hlm. 112.

52 Ibid., hlm.6.


(53)

35

Penelitian studi kasus merupakan salah satu jenis penelitian dari penelitian kualitatif. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu, dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu.53 Data yang digunakan dalam penelitian studi kasus ini adalah data pengalaman individu. Data pengalaman individu dimaksud adalah bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai warga masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian. Data pengalaman pribadi ini sungguh-sungguh sarat dengan unsur-unsur subjektif sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan realita keadaan masyarakat yang menjadi objek penelitian. Walaupun demikian, subjektivitas tersebut dapat dipakai sebagai bagian dari realita masyarakat yang diteliti dan bukan dimaksud untuk menerangkan realita masyarakat yang diteliti.54

B.Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner. Museum Misi Muntilan jalan Kartini 3, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2017 dengan uraian sebagai berikut :

53

Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, Bandung: Alfabeta, 2014, hlm. 291.

54

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial


(54)

Table 1. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

Mar Apr Mei Jun Jul

1. Penyusunan Proposal √

2. Perizinan √

3. Pengumpulan data √ √

4. Analisis Data √

5. Penulisan Laporan √ √

C.Sumber Data

Sumber data adalah subyek asal data yang diperoleh. Sumber data dalam penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam menentukan metode penulisan data55. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya ialah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.56 Dalam penelitian ini sumber data berupa tempat atau lokasi penelitian, koleksi-koleksi museum, dokumen data pengunjung, literatur yang ada dan pengelola museum.

D.Motode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.57 Tanpa mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak mendapatkan data yang memenuhi standar.58 Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka yang dijadikan metode pengumpulan data adalah sebagai berikut :

55

Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metodologi Penelitian –Pendekatan Praktis dalam

Penelitian, Yogyakarta : C.V Andi Offset, 2010, hlm.169.

56

Moleong, op.cit, hlm. 157.

57

Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 2010, hlm. 100.

58


(55)

37

1. Observasi

Observasi adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai kenyataan yang diperoleh melalui observasi.59 Dalam menggunakan metode observasi,cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format disusun berdasarkan item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.60 Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi pasif, di mana dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.61 Peneliti menggunakan pedoman observasi untuk melakukan observasi mengenai lingkungan fisik, sarana dan prasarana yang ada di Museum Misi Muntilan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.62 Dokumentasi dapat dipahami sebagai setiap catatan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa masa lampau, baik yang dipersiapkan maupun yang tidak dipersiapkan untuk suatu penelitian.63 Dokumentasi bisa berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda, dan lain-lain. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah data pengunjung, benda-benda koleksi, foto-foto, gambar yang ada di museum dan literatur yang ada di museum.

59

Ibid., hlm. 64.

60

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian “Suatu Pendekatan Praktek”,Jakarta : PT. Asdi

Mahasatya, 2002, hlm. 204.

61

Sugiyono, op.cit, hlm. 66.

62

Ibid., hlm. 82. 63

M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Ar-Ruzz


(56)

3. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.64 Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin menemukan permasalahan yang harus diteliti atau ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.65 Wawancara yang digunakan dalam penelitian bermacam-macam yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara semi terstruktur.

Wawancara semi terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.66 Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.67 Wawancara akan dilakukan kepada pihak pengunjung, guru sejarah di sekitar museum, dan pengelola Museum Misi Muntilan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai pemanfaatan Museum Misi Muntilan sebagai sumber belajar sejarah di Museum Misi Muntilan.Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan media recorder

64

Lexy J. Moleong, op.cit, hlm. 186.

65

Sugiyono, op.cit, hlm 72.

66

Lexy J. Moleong, op.cit, hlm.188.

67


(57)

39

yang berfungsi merekam hasil wawancara, kamera dan handphone (HP) yang digunakan untuk mengambil gambar dan video wawancara.

E.Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis,68 sehingga peneliti memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan peneliti. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Observasi

Instrumen observasi adalah pedoman observasi yang akan digunakan sebagai pedoman ketika peneliti melakukan observasi. Untuk mencatat hasil observasi peneliti menggunakan lembar pengamatan dengan mencheck list data yang sesuai dengan pengamatan langsung. Chek list adalah pedoman observasi yang berisikan daftar aspek yang akan diamati.69 (selengkapnya lihat lampiran) 2. Dokumentasi

Instrumen dokumentasi dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang berupa data pengunjung, data kegiatan museum, foto, gambar, literatur yang ada di museum, brosur, dan katalog. Untuk mengetahui kelengkapan dokumen yang terkumpul, maka peneliti menggunakan instrumen yang berupa cek list. (lihat lampiran)

68

Suharsimi Arikunto, op.cit, hlm. 100.

69

Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan Prosedur, Jakarta: Kencana Prenada


(58)

3. Wawancara

Instrumen wawancara berupa pedoman wawancara yang akan digunakan sebagai pedoman ketika peneliti melakukan wawancara. Instrumen wawancara ini digunakan peneliti sebagai alat untuk menggali informasi dari pengelola dan pengunjung museum. (lihat lampiran)

F. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi yang mendalam mengenai fokus penelitian. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian kualitatif ini, terdapat beberapa bagian teknik sampling yang digunakan.70 Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Nonprobability Sampling meliputi, sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling. Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur dari populasi untuk dipilih menjadi sampel.71

Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan teknik snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu,72 sedangkan snowball sampling (penarikan sampel secara bola salju). Penarikan sampel pola ini dilakukan dengan menentukan sampel pertama. Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan

70

Sugiyono, op.cit, hlm. 52.

71

Ibid., hlm. 53. 72Idem.


(59)

41

informasi dari sampel pertama, sampel ketiga ditentukan berdasarkan informasi dari sampel kedua, dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin besar, seolah-olah terjadi efek bola salju.73

Untuk mendapat informasi lebih mendalam maka dipilihlah informan yang lebih mengetahui Museum Misi Muntilan. Informan yang dipilih yakni pengunjung, guru dan pengelola museum.

G.Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan atara yang dilaporkan penelitian dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa macam cara untuk menguji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian, anatara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketentuan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.74 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji keabsahan atau kredibilitas data dengan triangulasi, meningkatkan ketekunan, dan diskusi teman sejawat.

1. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

73

Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan (Teori Konsep Dasar dan Implementasi),

Bandung : Alfabeta, 2014, hlm. 45.

74

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, Bandung : Alfabeta, 2011, hlm.


(60)

pembanding terhadap data yang ditemukan.75 Dengan demikian terdapat beberapa triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber berarti membandingkan (mencek ulang) informasi yang diperoleh melalui beberapa sumber.76 Dalam penelitian ini peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.77 Dalam peneliti ini peneliti melakukan observasi, mengecek dokumen data pengunjung dan wawancara.

c. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhui kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari saat narasumber masih segar, akan memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.78 Dalam penelitian ini waktu yang digunakan mengikuti pengunjung yang datang.

75

Lexy J. Moleong, Op.Cit., hlm330.

76

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2013, hlm. 219.

77

Sugiyono, op.cit, hlm 127.


(61)

43

d. Triangulasi Teori

Fakta harus diperiksa derejat kepercayaannya menggunakan satu atau lebih teori untuk menghasilkan data lebih akurat. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teori mengenai museum, misi, sumber belajar, belajar sejarah, dan beberapa teori mengenai Museum Misi Muntilan.

2. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan salah atau tidak.79 Dalam penelitian ini, peneliti meningkatkan ketekunan dengan melakukan pengamatan secara cermat dan berkesinambungan terkait dengan proses evaluasi pembelajaran.

3. Diskusi Teman Sejawat

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Dengan demikian pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan yang sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan.80 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemeriksaan sejawat dengan teman-teman yang

79

Sugiyono, op.cit, hlm. 370-371.

80


(1)

C. Tujuan Pembelajaran

1. Melalui kegiatan diskusi, siswa mampu menjelaskan mengenai pengaruh penyebaran Agama Katolik di Jawa.

2. Melalui kegiatan diskusi, siswa mampu menjelaskan mengenai perkembangan Gereja Katolik di Jawa.

3. Melalui kegiatan membuat laporan, siswa dapat menjelaskan perkembangan Gereja Katolik di Jawa.

D. Materi Ajar

1. Pengaruh penyebaran Agama Katolik di Jawa. 2. Perkembangan Gereja Katolik di Jawa.

E. Metode Pembelajaran

1. Pendekatan pembelajaran : scientific learning 2. Strategi pembelajaran : Cooperative learning 3. Metode pembelajaran : karyawisata

F. Langkah-Langkah Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Alokasi Waktu Pendahuluan  Guru memberikan salam.

 Menanyakan kehadiran siswa.  Mengadakan tanya jawab mengenai

materi sebelumnya.

 Menyampaikan tujuan pembelajaran melalui power point.

10 Menit

Kegiatan Inti MENGAMATI

Guru meminta siswa mencermati kemabali temuan lapangan yang diperoleh saat karyawisata ke Museum Misi Muntilan

Siswa mencermati kemabali temuan lapangan yang diperoleh saat karyawisata ke Museum Misi Muntilan.

MENANYA

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai temuan

lapangan yang diperoleh saat karyawisata

15 menit

15 menit


(2)

ke Museum Misi Muntilan. Siswa bertanya mengenai temuan

lapangan yang diperoleh saat karyawisata ke Museum Misi Muntilan.

MENGUMPULKAN INFORMASI Guru membagi siswa ke dalam 2

kelompok, masing-masing kelompok membahas tentang :

a. Pengaruh penyebaran Agama Katolik di Jawa.

b. Perkembangan Gereja Katolik di Jawa.

Siswa mendiskusikan materi yang diberikan guru

MENGASOSIASI

Siswa dalam kelompoknya

mengasosiasikan materi yang diberikan guru.

MENGKOMUNIKASIKAN

Guru meminta siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Guru meminta peserta didik untuk menanggapi hasil presentasi kelompok. Siswa memberikan tanggapan terhadap

diskusi kelompok.

Penugasan : Siswa menyusun hasil karyawisata dalam bentuk artikel

10 menit

20 menit

Penutup Guru memberikan penguatan materi. Peserta didik ditanyakan apakah sudah

memahami materi tersebut.

Siswa menyampaikan nilai-nilai yang diperoleh hari ini.

peserta didik untuk mengambil manfaat dan makna positif dari kedatangan


(3)

bangsa asing di Indonesia. Guru memberikan tugas

Guru menutup pelajaran dengan berdoa G. Media, Alat dan Sumber Pembelajaran

1. Media Pembelajaran : Power point, Gambar 2. Alat Pembelajaran : Laptop, LCD

3. Sumber Pembelajaran :

 Habib Mustopo, dkk. 2014. Sejarah Indonesia 2 untuk SMA Kelas XI Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Yudistira.

 Museum Misi Muntilan

H. Penilaian Pembelajaran, Remedial dan Pengayaan 1. Teknik Penilaian

a. Penilaian sikap 1) Observasi

b. Penilaian Pengetahuan 1) Tes

2) Tanya Jawab

3) Observasi terhadap kegiatan diskusi 2. Instrumen Penilaian

a. Penilaian sikap diskusi dan presentasi kelompok

No Nama Mengkomunikasikan- ngarkanMende- Berargumentasi- Berkontribusi- Jumlah 1

2

3 dst.

Keterangan Penilaian:

Masing-masing kolom diisi dengan kriteria;

Baik Sekali : 4 Baik : 3

Cukup : 2

Kurang : 1


(4)

b. Instrumen Penilaian Pengetahuan

Setiap soal memiliki bobot yang sama = 25 Skor Maksimal = 50

Soal Tes Uji Kompetensi

1. Jelaskan pengaruh penyebaran Agama Katolik di Jawa! 2. Analisis perkembangan Gereja Katolik di Jawa!

Kunci jawaban :

1. Pengaruh penyebaran Agama Katolik di Jawa dapat dilihat dari beberapa lembaga yang didirikan di anataranya badan hukum urusan umat, rumah sakit, dan sekolah dengan sistem asrama. Dibukalah sekolah-sekolah untuk orang pribumi agar dapat menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda. Para misionaris memang memperjuangkan agar anak, remaja dan kaum muda menjadi terdidik tanpa memandang golongan miskin atau pun kaya. Tetapi lebih dari itu, karya pendidikan tidak terutama untuk mencetak calon-calon pegawai.

2. Di pulau jawa pertumbuhan dan perkembangan agama kristen terjadi terutama pada abad ke-19. Seperti dalam proses penyebaran agama islam, penyebaran Agama Kristen dipulau jawa melalui pusat-pusat penyebaran. Pusat penyebaran pertama adalah di Jawa Timur. Desa-desa kristen itu dijadikan model percontohan oleh missionaris sampai awal abad ke-20. Semarang dan sekitarnya merupakan pusat penyebaran kristen kedua. Di Semarang bekerja tiga orang missionaris Belanda ialah Bruckner, Hoezoo, dan Jansz. Penyebaran Agama Kristen di Jawa tengah lebih berhasil dibagian Selatan dari pada dibagian Utara. Di jawa tengah, Agama Kristen tumbuh di Salatiga, Purworejo, Probolinggo, Banyumas, Magelang, Ambarawa, Cilacap, Wonosobo, dan kebumen. Pertumbuhan agama kristen di Jawa tengah diperkuat dengan adanya permukiman-permukiman bangsa Belanda. Orang-orang Belanda pengusaha swasta, pegawai pemerintah atau militer mempunyai pemukiman di kota-kota di Jawa tengah bagian Selatan. Seperti halnya di Muntilan menjadi pusat perkembangan Agama Katolik di Pulau Jawa.

c. Psikomotorik

1) Teknik Penilaian : Penugasan 2) Bentuk Instrumen : Lembar Tugas


(5)

3) Instrumen :

Soal : Buatlah artikel tentang perkembangan Gereja Katolik di Jawa menggunakan metode karyawisata ke Museum Misi Muntilan.

No.

Peserta didik

Indikator

Jumlah Skor

Rele-vansi (1-4)

Keleng-kapan (1-4)

Pemba-hasan (1-4)

Kete-patan waktu (1-4) 1.

2.

3. dst.

Petunjuk penyekoran:

Peserta didik memperoleh nilai :

Baik Sekali : apabila memperoleh skor 13-16 Baik : apabila memperoleh skor 9-12 Cukup : apabila memperoleh skor 5-8 Kurang : apabila memperoleh skor 1-4 d. Pembelajaran Remidial dan Pengayaan

 Pembelajaran remidial dilaksanakan segera setelah diadakan penilai bagi peserta didik yang mendapat nilai di bawah 75 dengan mengerjakan kembali soal uji kompetensi.

 Pengayaan dilaksanakan peserta didik yang mendapatkan nilai di atas 75 dengan memberikan tugas membuat analisis mengenai pengaruh imprealisme dan kolonialisme Belanda dalam bidang agama khususnya di Museum Misi Muntilan

Yogyakarta, 10 Mei 2017 Peneliti,


(6)