BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Menurut Kepala BPS, Rusman Heriawan yang dikutip dalam www.indonesiafinancetoday.com menyatakan bahwa pertumbuhan produksi
industri manufaktur kuartal II 2011 sebesar 4,79 dibandingkan kuartal II 2010. Selama tiga tahun terakhir, menurut data BPS terjadi kenaikan pertumbuhan
produksi industri manufaktur besar dan sedang. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang tahunan pada tahun 2010 mengalami kenaikan
sebesar 4,41 persen dari tahun 2009. Produksi industri tahun 2009 naik sebesar 1,34 persen dari tahun 2008 dan produksi industri tahun 2008 naik sebesar 3,01
persen dari tahun 2007. Pertumbuhan produksi industri manufaktur yang cukup signifikan ini memerlukan sumber pendanaan untuk tambahan modal yang secara
umum dapat diperoleh dari sumber internal dan juga sumber eksternal untuk menjalankan operasinya. Sumber pendanaan internal perusahaan merupakan
sumber dana yang diperoleh dari dalam perusahaan, dimana dalam memenuhi kebutuhan modal perusahaan menggunakan dana yang dihasilkan oleh aktivitas
perusahaan tersebut seperti modal pemilik perusahaan dan laba ditahan. Sumber pendanaan internal juga sering disebut sebagai sumber utama untuk mendanai
kegiatan operasional perusahaan, sedangkan sumber pendanaan eksternal perusahaan merupakan sumber dana yang diperoleh dari luar perusahaan dengan
meminjam modal kepada kreditor atau dengan menerbitkan saham.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan pendanaan dengan meminjam modal kepada kreditor hutang dianggap lebih menguntungkan bagi perusahaan karena kreditor tidak akan
mengganggu hak kepemilikan perusahaan dan pembagian keuntungan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan juga lebih cenderung memilih untuk
menerbitkan hutang daripada menerbitkan saham baru dengan alasan jika menerbitkan saham baru, maka pemegang saham lama akan merasa bahwa dengan
adanya penerbitan saham baru yang dilakukan oleh perusahaan akan mengurangi hak pemegang saham lama dan mereka harus membagi hak dengan pemegang
saham baru. Pihak perusahaan harus mengelola hutang dengan hati-hati karena semakin tinggi level hutang suatu perusahaan maka akan semakin tinggi resiko
keuangan yang dihadapi oleh perusahaan. Adanya kepemilikan manajerial managerial ownership
dapat mempengaruhi kebijakan suatu perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan
persentase kepemilikan saham dimana pihak manajemen perusahaan memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain pihak manajemen perusahaan tersebut
sekaligus sebagai pemegang saham pada perusahaan tersebut. Dengan adanya kepemilikan manajerial, pihak manajer perusahaan akan lebih berhati-hati dalam
mengambil keputusan dalam kebijakan pendanaan perusahaan karena manajer akan menanggung resiko dari keputusan yang diambilnya. Penelitian mengenai
pengaruh hubungan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang perusahaan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dan menemukan hasil
penelitian yang berbeda. Dalam penelitian Faisal 2004 dan Siswandi 2011 menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki hubungan negatif dan
Universitas Sumatera Utara
signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, dan berbeda dengan hasil penelitian Pithaloka 2009 dan penelitian Damayanti 2006 yang menemukan
bahwa kepemilikan manajerial memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Investment Opportunity Set atau set kesempatan investasi juga dapat mempengaruhi kebijakan pendanaan perusahaan. Smith dan Watts 1992 yang
dikutip dalam Faisal 2004 secara empiris menemukan adanya bukti bahwa pada perusahaan yang mempunyai kesempatan untuk lebih besar mempunyai rasio
Debt to Equity Ratio DER yang lebih rendah dalam kebijakan struktur modalnya. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang besar akan
menghasilkan profit yang tinggi, dengan demikian akan dapat meminimalkan level hutang perusahaan tersebut dan perusahaan tersebut akan mengutamakan
sumber pendanaan yang berasal dari internal perusahaan sebagai biaya investasi mereka. Sedangkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah akan
menghasilkan profit yang rendah juga, sehingga perusahaan tersebut akan menggunakan sumber pendanaan tambahan yang berasal dari eksternal perusahan
dengan penggunaan hutang sebagai biaya investasinya. Dalam penelitian Jaggi dan Gul 1999 menunjukkan bahwa investment opportunity set tidak memiliki
hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, dan berbeda dengan hasil penelitian Faisal 2004 yang menunjukkan hasil bahwa set
kesempatan investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang dan Damayanti 2006 yang menunjukkan bahwa set kesempatan investasi
memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Universitas Sumatera Utara
Jensen 1986 yang dikutip dalam Faisal 2004 menjelaskan bahwa peningkatan hutang akan mengurangi free cash flow atau aliran kas bebas
perusahaan. Dengan adanya hutang akan menurunkan free cash flow perusahaan karena sebagian dari free cash flow tersebut digunakan untuk membayar hutang
dan bunganya kepada kreditor, sehingga free cash flow yang tersedia akan sedikit dan hal tersebut dapat mengurangi kegiatan pemborosan atau tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk kepentingan manajemen dan dapat mengurangi konflik yang terjadi antara manajer perusahaan dengan pemegang
saham. Apabila free cash flow perusahaan yang tersedia cukup besar dan dengan pengawasan yang kurang efektif maka pihak manajer perusahaan akan bertindak
demi kepentingan mereka sendiri. Dalam penelitian Jaggi dan Gul 1999, Faisal 2004, dan Damayanti 2006 menunjukkan bahwa free cash flow memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, dan berbeda dengan hasil penelitian Siswandi 2011 yang menunjukkan bahwa free
cash flow tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang. Ukuran perusahaan SIZE juga diperkirakan dapat mempengaruhi
kebijakan pendanaan pada perusahaan. Perusahaan yang semakin besar akan lebih banyak membutuhkan modal untuk menjalankan operasinya dan ketika dana yang
berasal dari internal perusahaan tidak mencukupi kebutuhan perusahaan sehingga memerlukan tambahan modal yang bersumber dari eksternal perusahaan yaitu
dengan meminjam modal kepada kreditor atau menerbitkan saham. Kutipan Pithaloka 2009 dengan pendekatan Pecking Order Theory menyatakan bahwa
perusahaan lebih cenderung memilih sumber pendanaan yang berasal dari internal
Universitas Sumatera Utara
perusahaan daripada sumber eksternal perusahaan, sehingga level hutang perusahaan dikatakan kecil. Hal tersebut tidak mendukung penelitian Jaggi dan
Gul 1999, Faisal 2004 dan penelitian Pithaloka 2009 yang menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Fenomena ketidakkonsistenan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya membutuhkan penelitian lebih lanjut dengan memfokuskan objek
penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia BEI mengingat pertumbuhan perusahaan manufaktur yang cukup signifikan dari
tahun ke tahunnya dan memerlukan pendanaan yang bersumber dari eksternal perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Faisal 2004. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Faisal terletak pada periode tahun penelitian yaitu tahun 2000
sampai tahun 2002. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh kepemilikan manajerial, investment opportunity set, free cash flow, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah