b. Fase orientasi terarah
Directed Orientation
, guru mengarahkan siswa meneliti obyek yang dipelajari kemudian siswa mengeksplorasinya
dari kegiatan eksplorasi siswa mampu menguraikan obyek tersebut, ini merupakan rangkaian tugas singkat untuk memperoleh respon
siswa. Tujuan dari aktivitas ini adalah merangsang siswa agar aktif mengeksplorasi obyek, melalui kegiatan seperti: melipat, mengukur
untuk menemukan hubungan sifat dari bentuk-bentuk bangun datar
atau bangun ruang. c.
Fase penjelasan
Explication
, guru mendorong siswa untuk membangun pengalaman mereka sebelumnya, di sini siswa berbagi
pengalaman dengan temannya. Pada fase ini siswa berpeluang untuk menguraikan
pengalaman, mengekspresikan,
dan mengubah
pengetahuan awal mereka yang tidak sesuai struktur pengetahuan
yang sudah diperoleh. d.
Fase orientasi bebas
Ree Orientation
, pemberian masalah kompleks kepada siswa, di sini guru berperan dalam memilih materi dan soal
yang sesuai dengan pembelajaran. Siswa diberi masalah yang kompleks dan harus memecahkan masalah tersebut sesuai caranya
sendiri. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman menyelesaikan permasalahan dalam belajar dan menggunakan
strateginya sendiri. e.
Fase integrasi integration
, siswa meninjau dan membuat ringkasan tentang seluruh materi yang telah dipelajari mulai dari pengamatan,
membuat sintesis dari konsep sampai hubungan baru. Fase ini guru
memiliki peran untuk membantu mengintegrasikan pengetahuan siswa dengan cara meminta mereka supaya membuat refleksi dan klarifikasi
atas pengetahuan geometrinya. Tujuan kegiatan ini adalah
mengintegrasikan pengetahuan yang telah diamati dan didiskusikan.
Teori van Hiele selain memiliki kelebihan dalam tingkatan berpikir dan model pembelajaran, teori van Hiele juga mendukung proses
pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran kontekstual akan membantu siswa dalam memahami setiap materi geometri yang
disampaikan. 2.1.3
Pembelajan Kontekstual 2.1.3.1
Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning menurut Nurhadi dalam Sugiyanto, 2010: 14 adalah konsep belajar yang
mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang di ajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan juga mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sendiri. Sedangkan menurut Johnson dalam Taniredja
2011: 49 mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka,
yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Lebih lanjut, menurut Elaine dalam Rusman, 2013: 187 menyatakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok
dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan
akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Peneliti dapat menyimpulkan dari ketiga pendapat di atas bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep suatu sistem pembelajaran yang
cocok dengan otak karena membantu siswa untuk menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan
sehari-hari. Selain itu juga untuk membantu guru dalam menghubungkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. 2.1.3.2
Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Menurut Rusman 2013: 193-198 pembelajaran kontekstual
memiliki tujuh prinsip yang harus di kembangkan oleh guru, yaitu: a.
Konstruktivisme Constructivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir filosofi dalam kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
b. Menemukan Inquairy