Persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

(1)

ABSTRAK

PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK HIPERAKTIF Aprilia Putri Wening

NIM: 121134179

Anak hiperaktif memiliki kesempatan belajar yang sama seperti anak-anak pada umumnya. Untuk dapat belajar bersama anak-anak reguler di sekolah, guru perlu mengetahui gaya belajar anak hiperaktif. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui gambaran persepsi guru terhadap anak hiperaktif, (2) mengetahui gambaran persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara tidak terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Informasi yang dikumpulkan berasal dari partisipan yang memiliki keterkaitan dengan anak hiperaktif, yaitu wali kelas II, guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan orang tua. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi.

Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya kemiripan persepsi guru terhadap anak hiperaktif. Namun, guru memiliki persepsi yang berbeda terhadap gaya belajar anak hiperaktif. Wali kelas memiliki persepsi bahwa anak memiliki gaya belajar kinestetik. Guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan ayah memiliki persepsi bahwa si anak memiliki gaya belajar visual. Sedangkan ibu memiliki persepsi bahwa si anak memiliki gaya belajar auditori. Perbedaan persepsi tersebut terjadi karena guru belum mengenali keadaan si anak secara lebih dalam dan guru belum memahami teori tentang gaya belajar anak.


(2)

ABSTRACT

TEACHERS PERSPECTION TOWARDS LEARNING STYLES OF A HYPERACTIVE CHILD

Aprilia Putri Wening NIM: 121134179

Hyperactive child have same learning opportunities as children in general. Teachers need to know his learning styles to learn with children in school regularly. The aim of this research is: (1) to provide an overview to the teacher's perception of hyperactive child, and (2) to provide an overview to the teacher's perception of a hyperactive child learning styles.

This research type is qualitative research. Data collection techniques used in this research is unstructured interview, observation and documentation. The information collected from participants that linked to hyperactive child, there are homeroom teacher II, general assistant teacher, personal assistant teacher, and parents. The data analysis technique used in this research is data reduction, data display, conclusion and verification.

This research’s results reveal the similarity presence of teacher's perception on hyperactive child.However, teachers have a different perception on the hyperactive child's learning style. Homeroom teacher has a perception that the child has a kinesthetic learning style. General assistant teacher, personal assistant teacher, and his father have a perception that the child has a visual learning style. While his mother has a perception that the child has a auditory learning style. Differences in perception occurred because teachers have not recognized the state of children more deeply and teachers do not yet understand the theory of children's learning style.


(3)

PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK

HIPERAKTIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh: Aprilia Putri Wening

NIM: 121134179

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK

HIPERAKTIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh: Aprilia Putri Wening

NIM: 121134179

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

SKRIPSI

PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK

HIPERAKTIF

Oleh:

Aprilia Putri Wening

NIM: 121134179

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I

Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D. Tanggal, 27 Januari 2016

Pembimbing II


(6)

SKRIPSI

PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK HIPERAKTIF

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Aprilia Putri Wening

NIM: 121134179

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 18 Februari 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. ……… Sekretaris : Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. ……… Anggota 1 : Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D. ……… Anggota 2 : Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. ………

Anggota 3 : Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. ………

Yogyakarta, 18 Februari 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Halaman persembahan ini dipersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus, Ibu dan Bapak, Mas Yuhananda Aditama, Dek Risang, Trusti, Lisa, Dwi, Cahya, Marco, Bu Eny dan Bu Brigitta, Dativa, Priskila, Ega, semua narasumber, Mbak Ratna, Mbak Nana, Rangga, Paul, Aldi, Mercy, Kezia, dan semua orang yang sudah membantu dan mendukung penelitian ini.


(8)

MOTTO

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu.”

(Matius 7:7)

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”


(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Februari 2016 Penulis,


(10)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Nama : Aprilia Putri Wening

Nomor Mahasiswa : 121134179

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK HIPERAKTIF Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 18 Februari 2016 Yang menyatakan,


(11)

ABSTRAK

PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK HIPERAKTIF Aprilia Putri Wening

NIM: 121134179

Anak hiperaktif memiliki kesempatan belajar yang sama seperti anak-anak pada umumnya. Untuk dapat belajar bersama anak-anak reguler di sekolah, guru perlu mengetahui gaya belajar anak hiperaktif. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui gambaran persepsi guru terhadap anak hiperaktif, (2) mengetahui gambaran persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara tidak terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Informasi yang dikumpulkan berasal dari partisipan yang memiliki keterkaitan dengan anak hiperaktif, yaitu wali kelas II, guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan orang tua. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi.

Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya kemiripan persepsi guru terhadap anak hiperaktif. Namun, guru memiliki persepsi yang berbeda terhadap gaya belajar anak hiperaktif. Wali kelas memiliki persepsi bahwa anak memiliki gaya belajar kinestetik. Guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan ayah memiliki persepsi bahwa si anak memiliki gaya belajar visual. Sedangkan ibu memiliki persepsi bahwa si anak memiliki gaya belajar auditori. Perbedaan persepsi tersebut terjadi karena guru belum mengenali keadaan si anak secara lebih dalam dan guru belum memahami teori tentang gaya belajar anak.


(12)

ABSTRACT

TEACHERS PERSPECTION TOWARDS LEARNING STYLES OF A HYPERACTIVE CHILD

Aprilia Putri Wening NIM: 121134179

Hyperactive child have same learning opportunities as children in general. Teachers need to know his learning styles to learn with children in school regularly. The aim of this research is: (1) to provide an overview to the teacher's perception of hyperactive child, and (2) to provide an overview to the teacher's perception of a hyperactive child learning styles.

This research type is qualitative research. Data collection techniques used in this research is unstructured interview, observation and documentation. The information collected from participants that linked to hyperactive child, there are homeroom teacher II, general assistant teacher, personal assistant teacher, and parents. The data analysis technique used in this research is data reduction, data display, conclusion and verification.

This research’s results reveal the similarity presence of teacher's perception on hyperactive child.However, teachers have a different perception on the hyperactive child's learning style. Homeroom teacher has a perception that the child has a kinesthetic learning style. General assistant teacher, personal assistant teacher, and his father have a perception that the child has a visual learning style. While his mother has a perception that the child has a auditory learning style. Differences in perception occurred because teachers have not recognized the state of children more deeply and teachers do not yet understand the theory of children's learning style.


(13)

KATA PENGANTAR

Segala ucapan puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasihnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA BELAJAR ANAK HIPERAKTIF.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap jajaran Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma dan Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Prodi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Terlebih penulis mengucapkan terima kasih kepada Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D ., selaku dosen pembimbing I dan Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing proses penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap guru dan karyawan sekolah SD Perahu dan SD Bina Anggara yang telah bersedia bekerja sama dalam proses penyusunan skripsi ini.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak dan ibu, Mas Yuhan, Dek Risang, teman-teman kelompok payung, Dek Paul, Dek Rangga, Dek Aldi, Dek Mercy, Dek Kezia, Mbak Ratna, Mbak Nana, Tiva, Priskila, dan Ega yang tidak pernah lelah untuk mensuport dan memberi semangat.


(14)

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program studi S-1 PGSD Universitas Sanata Dharma serta dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima ide, kritik, maupun saran yang membangun.

Yogyakarta, 18 Februari 2016

Penulis,


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

HALAMAN MOTTO...v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vii

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR TABEL...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xvii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang...1

1.2Identifikasi Masalah...4

1.3Pembatasan Masalah...4

1.4Rumusan Masalah...4

1.5Tujuan Penelitian...4

1.6Manfaat Penelitian...4

1.7Definisi Operasional...6

BAB II LANDASAN TEORI...7


(16)

2.1.1.1 Pengertian Persepsi...7

2.1.2 Hiperaktif...9

2.1.2.1 Pengertian Hiperaktif...9

2.1.2.2 Diagnosis Gejala Hiperaktif...10

2.1.2.3 Ciri-Ciri Anak Hiperaktif...12

2.1.3 Gaya Belajar...13

2.1.3.1 Pengertian Gaya Belajar...13

2.1.3.2 Macam-Macam Gaya Belajar...14

2.2Penelitian yang Relevan...18

2.3Kerangka Teori...19

2.4Pertanyaan Penelitian...19

BAB III METODE PENELITIAN...21

3.1Jenis Penelitian...21

3.2Tempat dan Waktu Penelitian...22

3.3Partisipan Penelitian...23

3.4Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data...23

3.5Instrumen Penelitian...24

3.6Keabsahan Data...26

3.6.1 Uji Kredibilitas...26

3.6.2 Pengujian Transferabilitas...28

3.7Teknik Analisis Data...28

3.7.1 Reduksi Data...28

3.7.2 Display Data...29

3.7.3 Kesimpulan dan Verifikasi...29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...30

4.1Hasil Penelitian...30


(17)

4.1.2 Deskripsi Partisipan Penelitian...32

4.2Pembahasan...48

4.3Temuan Lain dalam Penelitian...58

BAB V PENUTUP...59

5.1Kesimpulan ...59

5.2Keterbatasan Penelitian...60

5.3Saran...60


(18)

DAFTAR GAMBAR


(19)

DAFTAR TABEL


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Teks Anekdot...64

Lampiran 2 Hasil Triangulasi Data...67

Lampiran 3 Pemetaan...71

Lampiran 4 Memo Tertulis...72


(21)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini berisi tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Latar belakang penelitian membahas alasan mengapa peneliti melakukan penelitian ini. Identifikasi masalah penelitian merupakan pengenalan terhadap masalah yang ada dalam penelitian. Pembatasan masalah merupakan ruang lingkup masalah yang akan diteliti. Sedangkan rumusan masalah merupakan pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti. Tujuan penelitian memuat keinginan atau harapan yang ingin dicapai peneliti, manfaat penelitian berisikan kegunaan yang didapat setelah melakukan penelitian, dan definisi operasional berisikan istilah-istilah untuk mempermudah pembaca.

1.1.Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Fadhli (2010:16) menjelaskan bahwa ada dua macam anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang mengalami kelainan dan gangguan pada mentalnya serta anak yang mengalami kelainan dan gangguan fisik. ABK yang mengalami gangguan pada mentalnya adalah autis, asperger disorder, retardasi mental, hiperaktif, sindroma X yang rapuh, dan skizofernia. Sementara itu anak yang mengalami gangguan pada fisiknya adalah apraxia, sensory integration, dyslexia, diskalkulia, disgrafia, gangguan bicara dan bahasa, gangguan artikulasi pada anak, gagap, clumsy, gangguan pendengaran, dan penyakit seliak. Setelah mengetahui berbagai macam


(22)

anak berkebutuhan khusus tersebut, peneliti akan memfokuskan pada anak hiperaktif.

Anak hiperaktif merupakan anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) (Zaviera, 2014:11). Gangguan perilaku ini ditandai dengan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya (Wiyani, 2014). Anak-anak pada usia sekolah dasar memiliki kecenderungan banyak bergerak dan sangat aktif. Namun yang membedakan anak hiperaktif dengan anak lainnya adalah tingkah anak hiperaktif muncul setiap saat, di segala kondisi, dan dengan setting yang berbeda-beda (Priyatna, 2010).

Anak hiperaktif juga memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya untuk memperoleh pendidikan, sehingga pemerintah melaksanak-anakan sekolah inklusi untuk anak-anak berkebutuhan khusus terkhusus hiperaktif untuk mendapatkan kesempatan belajar. Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang di dalamnya terdapat anak-anak berkebutuhan khusus (Chatib & Said, 2012:22). Salah satu contoh sekolah inklusi adalah SD Perahu di mana anak-anak yang mengalami hiperaktivitas dapat merasakan kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah reguler. Tentunya guru harus mengetahui bagaimana gaya belajar anak hiperaktif. Informasi mengenai gaya belajar anak hiperaktif dapat diperoleh dari persepsi atau pandangan guru terhadap anak hiperaktif.

Persepsi menurut Walgito (2010) merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Persepsi juga disebut dengan proses sensoris. Proses


(23)

persepsi tidak lepas dari proses penginderaan. Proses pengideraan adalah proses pendahulu dari proses persepsi. Proses penginderaan ini akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat-alat indera. Melalui proses tersebut seseorang dapat merasakan dan memahami apa yang diamati, didengar, dan dirasakan. Dengan demikian, guru dapat mengetahui gaya belajar anak hiperaktif melalui proses persepsi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di salah satu SD Perahu mulai bulan Juli hingga Desember 2015, peneliti menemukan seorang anak kelas II bernama Fito yang diduga mengalami hiperaktif. Peneliti mendapatkan informasi bahwa Fito adalah anak hiperaktif melalui wawancara dengan wali kelas II, guru pendamping umum yang disediakan oleh sekolah, dan guru pendamping pribadi. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan kedua orang tua Fito untuk menyeimbangkan data yang peneliti peroleh dari para guru.

Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan observasi terhadap Fito. Saat pertama kali peneliti bertemu dengan Fito, sepintas peneliti melihat bahwa anak tersebut cukup tenang dan tidak menampakkan perbedaan yang mencolok dengan teman-teman satu kelasnya. Namun setelah pelajaran berlangsung, peneliti mulai melihat tingkah Fito yang cenderung berbeda dan berlebihan dibanding dengan teman-temannya. Peneliti juga menyebarkan lembar observasi kepada wali kelas II, guru pendamping umum, dan guru pendamping pribadi terkait perilaku si anak. Berdasarkan lembar observasi tersebut, peneliti melihat para guru memiliki pandangan bahwa Fito merupakan anak hiperaktif.


(24)

Dari latar belakang tersebut, peneliti ingin mengangkat hal tentang persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

1.2.Identifikasi Masalah

Adanya anak hiperaktif di SD Perahu dan belum diketahui persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

1.3.Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada di latar belakang, maka peneliti membatasi masalah tersebut oleh persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1.4.1. Bagaimana persepsi guru terhadap anak hiperaktif?

1.4.2. Bagaimana persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif? 1.5.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1.5.1. Mengetahui gambaran persepsi guru terhadap anak hiperaktif. 1.5.2. Mengetahui gambaran persepsi guru terhadap gaya belajar anak

hiperaktif. 1.6.Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Secara umum hasil penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan tentang anak hiperaktif. Selain itu menambah


(25)

wawasan mengenai persepsi guru terhadap anak hiperaktif dan gaya belajar anak hiperaktif.

1.6.2. Manfaat Praktis 1.6.2.1. Bagi Peneliti

Proses dari penelitian ini memberikan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian tentang hal tersebut sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan menambah wawasan mengenai persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

1.6.2.2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan guru dalam menangani anak hiperaktif berdasarkan gaya belajarnya.

1.6.2.3. Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak Hiperaktif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua yang memiliki anak hiperaktif. Selain itu, dapat digunakan sebagai penambah pengetahuan orang tua dalam mendidik dan membimbing anaknya yang mengalami hiperaktivitas.

1.6.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif atau penelitian yang sejenis.


(26)

1.7.Definisi Operasional

Pada penelitian ini, peneliti akan memberikan pengertian-pengertian agar tidak terjadi kesalah pahaman, maka definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.7.1. Persepsi adalah proses penginterpretasian, penafsiran, atau pemahaman terhadap stimulus dari panca indera.

1.7.2. Hiperaktif adalah gangguan pada seseorang yang sulit mengkontrol perilakunya, sehingga seseorang tersebut melakukan aktivitasnya secara berlebihan.

1.7.3. Gaya belajar merupakan bagaimana anak dapat menyerap dan mengolah informasi yang diterima dengan caranya masing-masing.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai landasan teori yang digunakan dalam penelitian. Bab ini berisi kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian. Kajian pustaka dalam bab ini membahas tentang persepsi, hiperaktif yang meliputi pengertian, diagnosis gejala, dan ciri-ciri hiperaktif. Sementara itu untuk penelitian yang relevan, peneliti mengadopsi dari beberapa jurnal yang relevan.

2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Persepsi

2.1.1.1. Pengertian Persepsi

Sunaryo (2013:94) mengungkapkan persepsi adalah proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati baik yang berasal dari dalam maupun luar individu. Selain itu, Aditomo (2008:77) menjelaskan persepsi adalah tindakan menyusun informasi dari organ-organ sensorik menjadi suatu keseluruan yang bisa dipahami. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses seseorang dalam memahami dan menerjemahkan sesuatu yang ditangkap oleh panca indera.


(28)

Ada dua macam persepsi yang dipaparkan oleh Sunaryo (2013:94):

1. Eksternal perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu.

2. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari diri sendiri. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah individu itu sendiri.

Berdasarkan macam-macam persepsi tersebut, peneliti akan menggali external perception dari partisipan penelitian tentang gaya belajar anak hiperaktif. Sobur (2011 : 447) menjelaskan ada beberapa proses persepsi, yaitu:

1. Seleksi

Seleksi merupakan proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar. Intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi

Interpretasi merupakan proses pengorganisasian informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk melakukan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.


(29)

2.1.2. Hiperaktif

2.1.2.1. Pengertian Hiperaktif

Pengertian hiperaktivitas menurut Marlina, (2008: 5) adalah tidak bisa diam, yaitu perilaku yang mempunyai kecendrungan melakukan suatu aktivitas yang berlebihan, baik motorik maupun verbal. Hiperaktif bisa disebut juga dengan gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit hyperactivity disorder, yang disingkat ADHD.

Menurut Barkley (Wood, 2007:78) ADHD adalah sebuah gangguan di mana respons menjadi terhalang dan mengalami fungsi ganda pelaksana yang mengarah pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya kemampuan untuk mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan. Maksud dari pernyataan Barkley tersebut adalah seorang ADHD memiliki gangguan dalam mengkontrol perilakunya, sehingga sulit menyesuaikan perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Chaerani (2005:22-23) mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang memiliki perilaku hiperaktif: (1) faktor neurologik, proses persalinan dengan cara ekstraksi forcep, bayi yang lahir dengan berat badan dibawah 2500 gram, ibu melahirkan terlalu muda, ibu yang merokok dan minum minuman keras; (2) faktor genetik, sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak; (3) faktor makanan, zat pewarna, pengawet dan kekuarangan vitamin; (4) faktor psiko sosial dan lingkungan. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Zaviera (2014:52-53)


(30)

yang menjelaskan bahwa berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika, masalah selama kehamilan dan kelahiran, atau hal-hal lain yang dapat menimbulkan kerusakan perkembangan otak berperan penting sebagai faktor penyebab hiperaktif.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperaktif adalah gangguan pada seseorang yang sulit mengkontrol perilakunya, sehingga seseorang tersebut melakukan aktivitasnya secara berlebihan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor genetik, neurologik, sosial, dan makanan.

2.1.2.2. Diagnosis Gejala Hiperaktif

Thompson (2010) mengungkapkan ada tiga kriteria diagnosis hiperaktif yaitu tidak perhatian (inatensi), kesulitan menunda respon (impulsif), dan hiperaktifitas yang terlihat berlebihan dibandingkan anak-anak lain yang sebaya. Seorang anak dikatakan tidak perhatian ketika anak tersebut umumnya memiliki kesulitan berkonsentrasi pada tugas-tugas sekolah dan cenderung berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya serta cepat kehilangan motivasi jika merasa tugas tersebut membosankan. Anak dikatakan impulsif apabila mereka bertingkah tanpa membayangkan atau memikirkan akibatnya, sehingga anak tersebut sering dianggap nakal (Wender, 2000). Sedangkan anak dikatakan hiperaktif apabila sering menunjukkan tanda-tanda hiperaktivitas, termasuk tingkah laku seperti mengetuk-ngetuk tangan atau kaki, bicara tanpa henti, dan sulit duduk diam lebih dari beberapa detik. Zaviera (2014:11) menambahkan, gejala hiperaktif pada anak biasanya timbul sebelum usia tujuh tahun.


(31)

Hampir sama dengan penjelasan Thompson, Wood (2007:103) menjelaskan gejala hiperaktif tipe sulit berkonsentrasi adalah sebagai berikut: (1) kerap gagal memberikan perhatian pada segala rincian atau ceroboh dalam mengerjakan pekerjaan rumah, tugas, atau aktivitas lainnya; (2) sering kesulitan memusatkan perhatian saat mengerjakan tugas atau bermain; (3) sering tampak tidak mendengarkan saat diajak berbicara secara langsung; (4) kerap tidak mengikuti petunjuk atau gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, tugas, atau kegiatan di tempat kerjaan; (5) kerap memiliki kesulitan dalam mengorganisasi tugas dan aktivitas; (6) sering menghidari, tidak menyukai, atau enggan terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan pikiran; (7) sering kehilangan barang-barang keperluan sehari-hari; (8) kerap dikacaukan oleh stimuli/rangsangan/pengaruh dari luar; (9) kerap lupa pada aktivitas sehari-hari.

Sementara itu Zaviera (2014:12) menyebutkan ada tiga tipe hiperaktif, yaitu tipe sulit berkonsentrasi, tipe hiperaktif impulsif, dan tipe kombinasi. Sementara itu, gejala anak hiperaktif dengan tipe hiperaktif-impulsif adalah sebagai berikut: (1) sering menggerak-gerakan tangan atau kaki ketika duduk atau sering menggeliat; (2) sering meninggalkan tempat duduknya; (3) sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya; (4) sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang; (5) selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya digerakkan oleh mesin; (6) sering terlalu banyak bicara; (7) sering terlalu cepat memberi jawaban ketika ditanya, padahal pertanyaan belum selesai; (8) sering sulit menunggu giliran; (9) sering memotong atau menyela pembicaraan.


(32)

Ketiga teori di atas sama dengan yang diungkapkan oleh Diagnosis and Statistic Manual (DSM-IV), di mana anak dapat dikatakan hiperaktif apabila memenuhi kriteria inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Menurut DSM-IV, anak dapat diduga mengalami hiperaktivitas apabila selama enam bulan pengamatan, anak tersebut menunjukkan minimal enam perilaku yang termasuk di dalam kriteria inatensi, hiperaktif dan impulsif.

2.1.2.3. Ciri-Ciri Anak Hiperaktif

Zaviera (2014:15) menjelaskan ada tujuh ciri anak hiperaktif, yaitu tidak fokus, menentang, destruktif, tidak kenal lelah, tanpa tujuan, tidak sabar dan usil, intelektualitas rendah. Ciri yang pertama adalah tidak fokus. Anak dengan gangguan hiperaktivitas tidak bisa berkonsentrasi lebih dari lima menit. Selanjutnya, Batshaw dan Pereet (Delphie, 2006:74) menambahkan bahwa anak hiperaktif paling lama bisa tinggal di tempat duduknya sekitar 5 sampai 10 menit Dengan kata lain, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan perhatiannya kepada hal lain. Tidak hanya itu, anak dengan gangguan hiperaktvitas tidak memliki fokus yang jelas. Dia berbicara semaunya berdasarkan apa yang ingin diutarakan tanpa ada maksud jelas sehingga kalimatnya sering sulit dipahami. Biasanya anak selalu cuek ketika dipanggil.

Ciri yang kedua adalah menentang, di mana anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap tidak mau dinasehati. Penolakannya juga bisa ditujukan dengan sikap tidak acuh. Setelah itu ciri yang ketiga dari anak hiperaktif adalah destruktif. Anak hiperaktif biasanya merusak barang yang ada


(33)

disekitarnya. Oleh karena itu, anak hiperaktif sebaiknya dijauhkan dari barang-barang yang mudah dipegang dan dirusak.

Selanjutnya, anak hiperaktif tidak kenal lelah. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku bergerak kesana kemari sepanjang hari, lompat, lari, berguling, dan sebagainya. Penderita hiperaktif tidak memiliki tujuan, ia juga tidak sabar dan senang bersikap usil terhadap teman-temannya usil. Ciri yang terakhir dari anak hiperaktif adalah memiliki intelektualitas rendah. Seringkali intelektualitas anak dengan gangguan hiperaktivitas berada dibawah rata-rata anak normal.

2.1.3. Gaya Belajar

2.1.3.1. Pengertian Gaya Belajar

Gaya belajar menurut Ghufron dan Rini (2013:42) adalah sebuah pendekatan yang menjelaskan bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses dan menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda. Sedangkan Porter dan Hernacki (2006), mengungkapkan bahwa gaya belajar seseorang adalah gabungan dari bagaimana seseorang menyerap dan mengolah suatu informasi. Selain itu gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Anak akan lebih mudah menerima materi jika belajar menggunakan gaya belajarnya sendiri. Gaya belajar anak satu dengan anak yang lain berbeda. Guru perlu mengetahui gaya belajar dari masing-masing anak didiknya agar dapat memadukan gaya mengajarnya dengan gaya belajar anak didiknya. Suyono dan Hariyanto (2012:147) mengungkapkan bahwa dengan mengetahui gaya belajar setiap anak, guru akan mampu mengkondisikan


(34)

kelas sedemikian rupa sebagai respon terhadap kebutuhan setiap individu anaknya.

Maksud dari pernyataan Suyono dan Hariyanto di atas adalah anak akan mendapat kebutuhan belajar yang cukup saat pembelajaran, apabila seorang guru dapat mengenali gaya belajarnya dan memberikan tindakan sesuai dengan gaya belajarnya. Anak yang belajar dengan menggunakan gaya belajarnya sendiri akan merasa lebih nyaman saat melakukan aktivitas kognitifnya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa gaya belajar merupakan bagaimana cara anak dapat menyerap dan mengolah informasi yang diterima dengan caranya masing-masing. Anak perlu mengetahui gaya belajar mana yang sesuai dengan dirinya agar lebih mudah melakukan proses menyerap dan mengolah materi yang didapat. Begitu juga dengan guru. Guru perlu mengetahui gaya belajar masing-masing anaknya agar dapat menyesuaikan metode pembelajaran yang digunakan sehingga anak mudah memahami materi yang diajarkan.

2.1.3.2. Macam-Macam Gaya Belajar

Porter dan Hernacki (Suyono dan Hariyanto, 2012:148) menjelaskan bahwa ada tiga macam pokok gaya belajar anak, yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.

1. Bandler dan Grinder memberikan penjelasan bahwa gaya belajar visual lebih mudah mengakses gambar, mengingat gambar, bentuk dan warna, hubungan ruang, masalah dua dan tiga dimensi (Zahar, 2009: 23). Dapat dikatakan anak dengan gaya belajar visual lebih mudah untuk menangkap informasi dari luar dengan cara melihat objek yang tertangkap oleh indera pengelihatannya.


(35)

Pembelajaran dengan menunjukkan gambar, video, grafik, mind map, dan model dapat memudahkan anak untuk memperoleh informasi.

2. Gaya belajar auditori lebih mudah mencerna informasi dengan berbicara, menyuarakan, dan mendengar (Bandler dan Grinder dalam Prihadi, 2008:68). Apabila gaya belajar anak termasuk dalam gaya auditori, maka metode ceramah, tanya jawab, dan juga diskusi sangat efektif diterapkan kepada mereka. Dalam pembelajaran di kelas sangat memungkinkan anak belajar dengan menggunakan radio pendidikan atau kaset pembelajaran.

3. Gaya belajar kinestetik berhubungan dengan koordinasi, gerakan, irama, tanggapan emosionil, dan kenyamanan fisik (Bandler dan Grinder dalam Prihadi, 2008:68). Gaya belajar tersebut memungkinkan anak untuk belajar dengan cara menggerakkan bagian-bagian tubuhnya. Untuk memaksimalkannya, guru dapat melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan anak beraktivitas dengan seluruh anggota tubuhnya. Misalnya dengan berjalan-jalan, menggerak-gerakkan anggota badan, atau melakukan eksperimen yang memerlukan aktivitas fisik.

Porter dan Hernacki mengungkapkan, gaya belajar visual dapat dideteksi melalui kebiasaan anak ketika belajar antara lain: (1) anak lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar, (2) mudah mengingat dengan hal-hal yang terkait visual, (3) memiliki hobi membaca, cepat, dan tekun ketika membaca, (4) lebih suka membaca secara mandiri daripada dibacakan, (5) karena tidak begitu senang mendengarkan esensi pembicaraannya, maka anak cenderung berbicara cepat, (6) mudah lupa dengan instruksi verbal, kecuali jika dituliskan,


(36)

(7) sering lupa menyampaikan pesan secara verbal kepada orang lain, (8) dapat mengeja kata demi kata dengan baik, (9) menjawab pertanyaan hanya dengan jawaban singkat, (10) mempunyai kebiasaan rapi dan juga teratur, (11) beranggapan bahwa penampilan itu penting, (12) memiliki kemampuan dalam perencanaan dan pengaturan jangka panjang yang baik, (13) memperhatikan hal-hal kecil, (14) biasanya tidak terganggu dengan suara ribut, (15) lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato, (16) terbiasa melakukan check dan re-check sebelum membuat simpulan, (17) lebih menyukai seni rupa daripada seni musik, (18) sering mencoret-coret tanpa arti.

Selanjutnya gaya belajar auditori dapat diketahui dari kebiasaan belajar anak, antara lain sebagai berikut: (1) belajar dengan mendengarkan dan lebih mengingat materi yang disampaikan melalui diskusi, (2) sering bicara sendiri saat belajar atau bekerja, (3) bersuara ketika membaca, (4) berbicara dengan irama, (5) pada umumnya menjadi pembicara yang fasih, (6) menggerakkan bibir ketika membaca atau menulis, (7) suka berbicara, berdiskusi, dan berbicara panjang lebar, (8) kesulitan dalam menulis, tetapi lancar dalam bercerita, (9) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara, (10) sulit berkonsentrasi dan mudah terganggu dengan suara berisik, (11) bermasalah dengan pekerjaan yang terkait dengan visualisasi, (12) lebih menyukai humor secara lisan daripada membaca dari komik, (13) cenderung menyukai seni musik daripada seni rupa.

Gaya belajar yang terakhir adalah gaya belajar kinestetik. Anak dapat dideteksi mempunyai gaya belajar kinestetik jika saat belajar menujukkan


(37)

tanda-tanda sebagai berikut: (1) melakukan aktivitas yang melibatkan fisik, (2) mengungkapkan sesuatu menggunakan bahasa tubuh, (3) menggunakan jari sebagai penuntun ketika membaca, (4) menghafalkan sesuatu dengan berjalan dan melihat, (5) menanggapi perhatian fisik, (6) gelisah ketika terlalu banyak duduk diam, (7) mencari perhatian orang lain dengan cara menyentuh, (8) melakukan sebuah aksi/tindakan setelah mengeluarkan kata-kata, (9) ingin melakukan segala seusatu, (10) mendekatkan tubuh ketika berbicara dengan orang lain, (11) berbicara dengan perlahan, (12) sukar mengingat letak suatu tempat, kecuali jika pernah mendatangi tempat tersebut, (13) menyukai permainan yang membuat tubuhnya bergerak.

Ketiga gaya tersebut dilandasi oleh pandangan neuro linguistik, di mana pandangan tersebut mengasumsikan bahwa setiap anak memiliki gaya dominannya sendiri. Dalam kenyataannya banyak didapati gaya belajar anak yang merupakan kombinasi dari gaya visual, auditori, dan kinestetik (VAK).

Flemming (Suyono dan Hariyanto, 2012:153) mengungkapkan bahwa ada pengembangan gaya VAK menjadi VARK, di mana Flemming menyisipkan huruf R. Huruf R tersebut mengartikan anak menyukai baca dan tulis dalam gaya belajarnya (reading/writing). Dengan demikian terciptalah empat tipe belajar yang mengasumsikan bahwa setiap anak cenderung memiliki tipe belajar gabungan/kombinasi.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa gaya belajar pada anak sangat beragam. Anak yang belajar atau mengikuti proses pembelajaran


(38)

dengan gaya mereka sendiri akan lebih mudah dalam menerima dan memahami materi yang diberikan oleh gurunya.

2.2. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Kurniawati, Kasiyati, dan Amsyarudin (2014), berjudul “Persepsi Guru Kelas Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SD Payakumbuh. Populasi penelitian tersebut adalah 34 guru kelas SD Payakumbuh yang tersebar di lima sekolah. Penelitian tersebut memperlihatkan hasil bahwa 50,7% guru kelas memahami anak berkebutuhan khusus, 58,2% guru memperhatikan kehadiran anak berkebutuhan khusus di sekolah, 58,8% dari anak-anak berkebutuhan khusus melakukan interaksi sosial dengan para guru, 53,4% anak berkebutuhan khusus melakukan interaksi dengan teman sebaya, 40,8% guru memiliki pendapat bahwa anak mengalami gangguan dalam prestasi belajar.

Penelitian yang kedua berjudul “Penanganan Anak Hiperaktif Melalui Metode Sensory Integrative Therapy” ditulis oleh Tin Suharmini (2004). Dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa metode sensory integrative therapy merupakan cara untuk mengembangkan konsentrasi, mengontrol tingkah laku, dan melatih kemampuan sosial anak hiperaktif. Metode tersebut dikemas dalam tiga terapi yaitu Pretend Play, Music Therapy, dan Behavior Modification. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan problem anak hiperaktif. Problem tersebut antara lain problem motorik, problem perilaku sosial dan tidak mau diam, meledak-ledak, mendebat, dan tidak mau memenuhi perintah orang lain.

Penelitian yang ketiga yaitu “Visual, Auditori, Kinaesthetic Learning Styles and Their Impact on English Language Teaching”, ditulis oleh Gilakjani (2012).


(39)

Tujuan penelitian untuk meningkatkan kesadaran fakultas dan memahami pengaruh dari gaya belajar dalam proses pengajaran. Penelitian tersebut mengungkapkan setiap mahasiswa EFL Iran memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada tiga gaya belajar umum yang sudah dikenal secara umum yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari seratus mahasiswa telah mengisi kuesioner untuk menentukan gaya belajar mereka dan didapatkan bahwa 50% mahasiswa menyukai gaya belajar visual, 35% menyukai gaya belajar auditori, dan 15% menyukai gaya belajar kinestetik.

Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi terhadap penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian pertama meneliti tentang persepsi guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Penelitian kedua meneliti tentang metode terapi yang akan dilakukan untuk anak hiperaktif. Dari penelitian tersebut juga disebutkan beberapa permasalahan dari anak hiperaktif yaitu permasalahan motorik, perilaku, dan konsentrasi. Sedangkan penelitian yang ketiga meneliti tentang gaya belajar. 2.3. Kerangka Berpikir

Anak hiperaktif memiliki kesempatan yang sama seperti anak-anak lainnya untuk mendapatkan pendidikan. Dengan demikian, pemerintah menyelenggarakan sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang di dalamnya terdapat anak-anak berkebutuhan khusus. Adanya sekolah inklusi, memberikan kesempatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti proses pembelajaran bersama anak-anak reguler. Untuk menunjang pembelajaran anak hiperaktif di sekolah inklusi, guru perlu mengenali gaya belajar yang ada pada


(40)

anak tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

2.4. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan tema skripsi. Hal tersebut disebabkan karena peneliti menggunakan metode wawancara tidak terstruktur, sehingga peneliti hanya memberikan pertanyaan sesuai garis besar dan partisipan dapat memberikan jawaban seluas-luasnya.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas mengenai tujuh hal yang akan dibahas oleh peneliti. Tujuh hal tersebut adalah jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, partisipan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, keabsahan data, dan teknik analisis data. Jenis penelitian akan memuat tentang jenis penelitan yang dipilih oleh peneliti. Tempat dan waktu penelitian akan menjelaskan di mana penelitian berlangsung. Partisipan menjelaskan semua subyek dan obyek yang terlibat dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi terstruktur, angket terbuka, dan dokumentasi. Instrumen penelitian memuat peneliti sendiri sebagai alat dalam penelitian. Keabsahan data akan memuat tentang uji kredibilitas dan pengujian transferbilitas. Sedangkan analisis data menjelaskan bagaimana data yang diperoleh akan diolah.

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan peneliti gunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Prastowo, 2011:23) “Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.” Peneliti meneliti bagaimana persepsi guru terhadap cara belajar anak hiperaktif dengan menggambarkan data yang didapat melalui penjabaran kata-kata. Selain itu, menurut Sugiyono (2014:1) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi


(42)

(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, karena penelitian kualitatif menafsirkan suatu fenomena seperti yang ada pada anak hiperaktif di SD Perahu. Peneliti memilih jenis penelitian ini juga dengan didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu ingin mengetahui persepsi guru terhadap cara belajar anak hiperaktif. Melalui penelitian ini, peneliti berusaha untuk memaparkan, menggambarkan, dan mendeskripsikan persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif.

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian akan dilaksanakan di SD Perahu. Waktu penelitian dapat dilihat secara rinci melalui tabel berikut:

Gambar 3.1. Tabel Jadwal Penelitian No Kegiatan

Penelitian Waktu Penelitian Jul i A gus tus S ept em be r O kt obe r N ove m be r D es em be r Ja nua ri F ebrua ri

1 Observasi keadaan lapangan 2 Pengumpulan

data (observasi, wawancara, dan

dokumentasi) 3 Menyusun

proposal 4 Pengecekan

data dan proposal


(43)

5 Pengolahan data

6 Penyusunan laporan 7 Ujian skripsi

3.3.Partisipan Penelitian

Ada lima partisipan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Partisipan utama yang diperlukan dalam penelitan ini adalah anak hiperaktif kelas II di SD Perahu, yang namanya telah disamarkan menjadi Fito. Selain Fito, terdapat partisipan lain yang juga penting keberadaannya untuk memberikan informasi mengenai Fito, di antaranya yaitu wali kelas II, guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan kedua orang tua Fito.

Pemilihan guru sebagai partisipan diawali dengan melakukan pengamatan langsung dan bertanya kepada kepala sekolah. Peneliti melakukan pengamatan supaya peneliti dapat mengetahui sejauh mana peneliti memahami Fito. Sedangkan pemilihan guru pendamping umum dan guru pendamping pribadi sebagai partisipan dilakukan dengan alasan guru-guru tersebut sudah berpengalaman dan cukup mengenali Fito.

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara terhadap kedua orang tua Fito. Tujuan peneliti melakukan wawancara dengan kedua orang tua anak adalah untuk mengetahui bagaimana gaya belajarnya saat di rumah dan untuk menyeimbangkan data yang diperoleh dari para guru.

3.4.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


(44)

Sedangkan instrumen yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data adalah lembar observasi, dan juga perekam. Peneliti menerapkan kegiatan wawancara kepada setiap partisipan, mulai dari wali kelas II, guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan kedua orang tua.

Basrowi dan Suwandi (2008:144) menyebutkan bahwa wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara dam hanya menggunakan garis-garis besar yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur digunakan agar peneliti dapat mengembangkan pertanyaan terhadap jawaban yang diberikan oleh partisipan, sehingga data yang diperoleh semakin mendalam.

Tidak hanya wawancara, peneliti juga melakukan dokumentasi dengan merekam percakapan antara peneliti dan responden saat melakukan wawancara. instrumen yang digunakan untuk dokumentasi tersebut adalah perekam suara.

Selain itu, peneliti juga melakukan observasi terhadap Fito selama dua kali. Dalam kegiatan ini, peneliti tidak sendirian melakukan kegiatan observasi. Peneliti meminta bantuan wali kelas, guru pendamping umum, dan juga pendamping pribadi untuk melakukan observasi terhadap si anak. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi yang berpedoman pada DSM IV. Lembar observasi tersebut berguna untuk mengetahui bahwa seseorang yang diamati mengalamai hiperaktif atau tidak.

3.5.Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti melakukan kegiatan penelitian secara langsung mulai dari tahap persiapan hingga saat


(45)

eksekusi. Raco (2010:78) menjelaskan, untuk menjadi instrumen penelitian yang baik, peneliti harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang topik yang akan diteliti, memiliki wawasan yang luas, dan menguasai metode yang akan digunakan dalam penelitian.

Sebelum terjun ke lapangan, peneliti melakukan beberapa persiapan. Salah satunya adalah peneliti mencari dan membaca beberapa buku referensi terkait dengan tema penelitian. Hal tersebut peneliti lakukan untuk menambah wawasan peneliti terkait tentang apa itu hiperaktif dan juga peneliti menambah pengetahuan tentang gaya belajar anak. Wawasan tentang apa yang peneliti baca tersebut sangat berpengaruh pada saat peneliti melakukan wawancara terhadap para partisipan penelitian.

Peneliti tidak cukup hanya memahami teori saja, tetapi juga harus memiliki kemampuan yang lainnya. Selama proses penelitian berlangsung, peneliti berusaha untuk bersikap responsif terhadap lingkungan di SD Perahu, maupun saat melakukan wawancara dengan Bu Asih di Bina Anggara. Di samping itu, peneliti juga berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dan menjalin hubungan yang baik terhadap beberapa partisipan penelitian. Dalam mengajukan pertanyaan wawancara, peneliti tetap harus menghargai dan menjaga perasaan partisipan, terutama saat melakukan wawancara dengan orang tua.

Dalam melakukan pengambilan data, khususnya wawancara, peneliti mendapatkan sedikit kesulitan ketika wali kelas II dan guru pendamping pribadi hanya menjawab pertanyaan wawancara dengan jawaban singkat. Peneliti mengatasi kesulitan tersebut dengan membuat wawancara menjadi lebih santai


(46)

dan tidak banyak memberikan tekanan kepada partisipan. Selain itu apabila peneliti melihat bahwa partisipan kesulitan mencerna pertanyaan wawancara, maka peneliti bersedia untuk menjelaskan maksud pertanyaan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.

3.6.Keabsahan Data 3.6.1.Uji Kredibilitas

Moleong (Prastowo, 2014:266) mengungkapkan uji kredibilitas mempunyai dua fungsi dalam penelitian kualitatif yaitu untuk melaksanakan pemeriksaan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai dan menunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti. Ada tiga teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji keabsahan data, yaitu dengan perpanjangan pengamatan, triangulasi, dan menggunakan bahan referensi.

1. Perpanjangan pengamatan

Perpanjangan pengamatan adalah tahap di mana peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan oleh narasumber merupakan data yang sudah benar atau tidak (Sugiyono, 2014:123). Peneliti melakukan observasi langsung terhadap Fito sebanyak dua kali ketika berada di sekolah, dan sekali saat berada di rumahnya, sembari melakukan wawancara dengan kedua orang tuanya.

Selain perpanjangan pengamatan, peneliti juga melakukan wawancara kepada wali kelas dan guru pendamping pribadi juga sebanyak dua kali. Peneliti melakukan observasi terhadap Fito sebanyak dua kali untuk


(47)

mengamati perilaku Fito apakah sesuai dengan karakteristik anak hiperaktif. Observasi yang kedua lebih ditekankan untuk mengamati gaya belajar Fito di kelas, sesuai atau tidak dengan pernyataan yang diungkapkan wali kelas II.

Sementara itu, peneliti melakukan wawancara dengan wali kelas II dan guru pendamping pribadi sebanyak dua kali untuk mengkonfirmasi lebih lanjut terhadap data yang telah dikemukakan pada wawancara pertama. Selain itu, peneliti juga ingin melihat ada atau tidaknya perkembangan terbaru yang ditunjukkan oleh anak untuk kelengkapan data penelitian.

2. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007:330). Ada empat macam triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, triangulasi waktu, dan triangulasi penyidik. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Prastowo (2014:269) mengungkapkan bahwa triangulasi sumber adalah cara pemeriksaan kredibilitas data dengan melalui beberapa sumber.

Peneliti melakukan triangulasi penyidik dengan cara menanyakan beberapa hal yang sama pada saat wawancara terhadap beberapa sumber. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber adalah wali kelas II, guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan orang tua. Dengan


(48)

triangulasi ini, maka dapat diketahui partisipan memiliki pandangan yang sama atau tidak.

3. Bahan Referensi

Bahan referensi dalam penelitian kualitatif digunakan sebagai rujukan berdasarkan teori-teori yang ada untuk memperkuat data-data yang diperoleh peneliti. Selain itu bahan referensi juga merupakan bahan-bahan pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan (Prastowo, 2014:273). Bahan referensi yang ada dalam penelitian ini adalah rekaman hasil wawancara, transkrip hasil wawancara, dan lembar observasi yang telah diisi oleh partisipan penelitian.

3.6.2.Pengujian Transferabilitas

Sugiyono mengungkapkan nilai transferabilitas berkenaan dengan hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan dalam situasi lain (Prastowo,2014:273). Pengujian transferbilitas dilakukan agar pembaca dapat memahami hasil dari penelitian kualitatif. Maka dari itu peneliti harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

3.7.Teknik Analisis Data

Ada beberapa aktivitas yang dilakukan dalam menganalisis data. Miles and Huberman (Sugiyono, 2015: 336) menjelaskan ada tiga kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi. 3.7.1. Reduksi Data

Peneliti melakukan kegiatan reduksi data dengan merangkum catatan-catatan lapangan yang masih mentah dan memilih hal yang pokok, sehingga


(49)

peneliti dapat menemukan data yang valid. Selain itu peneliti juga melakukan pengecekan ulang dan membuat pengkodean kepada setiap satuan agar dapat ditelusuri sumbernya.

3.7.2. Display Data

Kegiatan display data dilakukan dengan menampilkan keseluruhan hasil dari penelitian, baik berupa uraian, bagan, dan matriks dari hasil reduksi data. Pada tahap ini peneliti peneliti mengkategorikan dan data berdasarkan tema. 3.7.3. Membuat Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah melakukan display data, peneliti merumuskan kesimpulan berdasarkan data yang telah diperoleh. Kesimpulan dalam peneiltian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang belum pernah ada. Selanjutnya, peneliti menyampaikan atau melaporkan hasil penelitian secara lengkap.


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas dua hal, yaitu hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian meliputi tentang partisipan penelitian, setting penelitian, dan deskripsi partisipan penelitian. Deskripsi partisipan penelitian terdiri dari latar belakang informan yang disebut partisipan. Penelitian ini melibatkan empat partisipan. Sedangkan pembahasan dalam penelitian ini berisi kesimpulan tentang seluruh kegiatan yang dilakukan peneliti selama proses penelitian dan sesuai dengan hasil triangulasi data.

4.1Hasil Penelitian

4.1.1 Partisipan Penelitian dan Setting Penelitian

SD Perahu merupakan salah satu sekolah yang didirikan oleh salah satu tokoh pendidikan di Indonesia pada tahun 1922. SD tersebut terletak di sebelah timur jalan raya di pusat kota. Bangunan yang terdapat di SD Perahu merupakan bangunan cagar budaya.

Sebelum memasuki wilayah SD Perahu, ada sebuah pendopo yang cukup luas milik yayasan SD tersebut. Di depan pendopo tersebut terdapat sebuah patung besar tokoh pendidikan Indonesia. Sementara di sebelah barat SD terdapat sebuah bangunan taman kanak-kanak (TK) dan di sebelah selatan terdapat sebuah sekolah menengah pertama (SMP) yang masih satu kompleks dan juga satu yayasan dengan SD Perahu.


(51)

SD Perahu sendiri memiliki lapangan yang cukup luas untuk kegiatan olahraga, upacara, dan juga lain-lain. Selain itu terdapat sebuah kolam ikan berukuran sedang dengan desain kolam menyerupai peta Indonesia dan juga beberapa tanaman hijau yang tumbuh di sekitar halaman sekolah.

SD Perahu juga merupakan sekolah inklusi yang sangat mengedepankan nilai-nilai budaya nasional dan daerah. Terdapat beberapa slogan yang tertempel di dinding SD tersebut ditulis dengan Bahasa Jawa. Sekolah ini memiliki enam kelas yaitu dari kelas I hingga kelas VI. Memiliki satu ruang pamong (ruang guru) dan juga satu ruang kepala bagian dan adminstrasi (ruang kepala sekolah dan tata usaha). Terdapat satu ruang drumband, satu ruang perpustakaan, satu ruang musik, satu ruang agama, satu laboratorium IPA, satu ruang komputer, dua kamar mandi, dan satu kantin sehat.

Peneliti melaksanakan penelitian di kelas II dengan jumlah anak 19 yang terdiri dari 12 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Di kelas ini terdapat beberapa anak berkebutuhan khusus, di antaranya yaitu hiperaktif, slow learner dan tuna rungu. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari data yang diperlihatkan oleh sekolah, mengamati papan data anak di kelas, dan mengamati keadaan kelas di mana beberapa anak mempunyai guru pendamping yang menemani mereka selama belajar di dalam kelas. Selain itu, peneliti juga menjalin komunikasi dengan beberapa pendamping untuk memperoleh informasi tersebut.

Partisipan dalam penelitian ini ada lima. Partisipan utama dalam penelitian ini adalah Fito, yang merupakan salah satu anak dengan hiperaktivitas.


(52)

Sedangkan tiga partisipan lainnya yaitu guru kelas II, guru pendamping umum, guru pendamping pribadi yang mendampingi Fito selama melakukan kegiatan di sekolah. Selain guru, peneliti juga mewawancarai kedua orang tua Fito yang dilakukan di rumah Fito.

4.1.2 Deskripsi Partisipan Penelitian 4.1.2.1Partisipan I (Anak Hiperaktif)

Latar Belakang Partisipan

Partisipan awal dalam penelitian ini adalah Fito. Fito adalah seorang anak kelas II berjenis kelamin laki-laki. Usia Fito saat ini adalah delapan tahun. Fito merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia tinggal di salah satu daerah yang juga terletak di pusat kota. Beberapa kali peneliti mengamati bahwa Fito ketika pulang sekolah dijemput oleh ayahnya. Peneliti juga mendapatkan informasi dari guru pendampingnya bahwa Fito pernah melakukan terapi untuk mengurangi hiperaktivitasnya. Untuk membuktikan bahwa Fito memang anak hiperaktif, sekolah sudah memiliki data psikologis atau assessment yang menyatakan bahwa Fito adalah anak hiperaktif.

Fito mempunyai banyak kegiatan dan hobi yang sering ia lakukan baik di sekolah maupun di rumah. Fito senang sekali membaca majalah atau koran, ia juga senang sekali menonton televisi atau saat ini dia paling senang melihat iklan di youtube dan menirukannya. Selain itu Fito juga suka menyanyi dan bergaya seperti foto model. Hal tersebut terlihat dengan banyaknya foto-foto Fito yang tertempel di dinding rumah dengan pose yang photogenic.


(53)

Pokok Permasalahan

Pada saat mengamati perilaku Fito di dalam kelas, peneliti melihat bahwa Fito memiliki kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang berlebihan dibanding dengan teman-temannya yang lainnya. Ia terlihat sering berjalan mondar-mandir keluar dari tempat duduknya.

Selain itu pada saat melakukan penelitian pertama kali, peneliti mengamati tingkah laku Fito yang cenderung berbeda dibandingkan dengan teman-teman di kelasnya. Ketika memasuki ruang kelas II, perilaku Fito yang mencolok dan langsung tertangkap oleh mata adalah saat Fito menempelkan badan dan tangannya pada dinding bagian belakang kelas. Ia melakukan hal tersebut seolah-olah ia adalah seekor cicak yang sedang berjalan di atas dinding. Ia juga terlihat mendorong-dorong tangannya pada dinding tersebut. Fito baru berhenti melakukan hal tersebut ketika pendampingnya menghampiri dan membimbingnya untuk duduk tenang.

Perilaku mencolok Fito kedua yang tertangkap oleh peneliti adalah, Fito senang sekali menyanyi di dalam kelas. Hal yang membuat aktivitas tersebut menjadi mencolok adalah, Fito menyanyi ketika suasana kelas sedang tenang. Ia menganggap pensilnya yang dipegangnya sebagai microphone, menggerak-gerakan kepala, tangan, kaki, dan seluruh badannya sehingga ia bertingkah seperti seorang penyanyi profesional yang sedang menyanyi di atas panggung.

Seringkali Fito melakukan tindakan-tindakan yang sedikit mengganggu seperti menyemburkan air liur ke sekelilingnya. Peneliti juga melihat bahwa Fito memiliki masalah dengan konsentrasinya. Pada saat mengikuti pembelajaran di


(54)

dalam kelas Fito tidak bisa duduk tenang dalam waktu yang lama. Seringkali peneliti melihat bahwa Fito senang sekali memutar-mutar badannya hingga menghadap ke belakang dan kemudian meletakkan kepalanya di meja yang ada di depannya. Fito melakukan hal tersebut secara berulang-ulang sehingga pendampingnya harus berulang kali menenangkan Fito. Tidak jarang Fito menggigit-gigit tempat pensil dan memasukkan rautan pensil ke dalam mulutnya.

Pada saat kegiatan pembelajaran, peneliti sempat mengamati cara Fito dalam menerima materi yang diajarkan oleh guru. Peneliti melihat bahwa Fito lebih fokus dengan lembar kerja anak yang ada di hadapannya. Ketika guru sedang menerangkan pelajaran, Fito justru mengambil informasi dengan membaca LKS yang ia letakkan di atas mejanya. Fito terlihat tidak begitu tertarik dengan penjelasan guru di depan kelas, seolah-olah membaca LKS lebih menarik baginya. Sesekali pendamping pribadi yang duduk di sebelahnya ikut mengontrol Fito dalam mengikuti pembelajaran yaitu dengan memberikan instruksi singkat. Misal

“ambil pensilnya” atau “tulis di sini”. Peneliti melihat bahwa Fito lebih dapat

mengikuti instruksi singkat daripada penjelasan panjang yang diberikan oleh guru di depan kelas.

4.1.2.2Partisipan II (Guru Kelas II) Latar Belakang Partisipan

Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan II sebanyak dua kali. Wawancara yang pertama dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2015. Wawancara tersebut dilakukan di ruang kelas II setelah kegiatan belajar mengajar di SD Perahu berakhir, yaitu pada pukul 12:08. Sedangkan wawancara yang kedua


(55)

dilakukan pada tanggal 16 November 2015. Wawancara tersebut dilakukan di teras depan kelas II, setelah partisipan selesai memberikan les kepada anak kelas II, yaitu pada pukul 12:34.

Partisipan II pada penelitian ini adalah seorang guru laki-laki yang menjadi wali kelas II. Guru tersebut bernama Pak Akbar. Beliau adalah guru baru di SD Perahu. Sebelum mengajar di SD Perahu, Pak Akbar pernah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta dengan jurusan PGSD. Beliau belum pernah mengajar sebelumnya, sehingga menjadi guru di SD Perahu adalah pengalaman pertamanya.

Pada saat melakukan wawancara pertama kali, beliau baru menjadi guru di sekolah tersebut selama dua minggu. Di masa dua minggu awal beliau menjadi seorang guru, Pak Akbar masih belum banyak mengenal mengenai anak kelas II yang berada di bawah tanggung jawabnya, terutama Fito. Hal tersebut terlihat dari cara beliau menjawab pertanyaan wawancara dengan banyaknya kalimat

“kurang tahu” ketika peneliti menanyakan tentang Fito. Misalnya saat peneliti

menanyakan tentang terapi si Fito, Pak Akbar menjawab “O… kalo terapinya saya kurang tau e..”. Lalu ketika peneliti bertanya bagaimana Fito ketika mengikuti pelajaran Pak Akbar, beliau hanya menjawab “Semua pendampingnya yang tahu. Dia nurut sama pendampingnya”.

Pokok Permasalahan

Pada saat melakukan wawancara pertama, peneliti kurang dapat menggali informasi mengenai Fito dari Pak Akbar, dikarenakan Pak Akbar belum banyak memahami kondisi anak didiknya. Pada wawancara yang kedua, peneliti kembali


(56)

bertanya hiperaktif itu seperti apa. Pak Akbar menjelaskan bahwa “Hiperaktif itu kondisi yang.. apa ya.. yang secara tiba-tiba. Kadang bocah, anak itu dari awal mengikuti pelajaran itu tenang, tapi pas ditengah-tengah mungkin e... Ya itu, mungkinnya itu saya juga kurang tahu apa penyebabnya”. Beliau kemudian menambahkan “Tiba-tiba.. e.. apa ya? Teriak-teriak gitu yang mengganggu. Itu yang saya belum tau. Itunya itu apa. Mungkinnya. Hal yang menyebabkan si anak yang dari awal mengikuti pelajaran dari pertama itu bisa.. anteng, tenang. Tapi kok tiba-tiba teriak-teriak gitu.”

Berdasarkan hasil wawancara, Pak Akbar juga menyebutkan beberapa ciri-ciri Fito yang menunjukkan bahwa anak tersebut adalah anak hiperaktif. “Iya. Kalo tadi pas pertengahan itu teriak-teriak. padahal dari awal itu udah bisa itu. Tapi entah kenapa tadi teriak-teriak. Hampir mau itu.. mau keluar.” Selain itu, Pak Akbar menjelaskan bahwa nilai-nilai mata pelajaran Fito masih di bawah KKM “Nilainya Fito. Ya, kalo nilainya ya, masih itu, ya masih ada beberapa yang di bawah KKM”. Saat di sekolah, Fito fokus dan konsentrasi mengikuti pembelajaran hanya di waktu pagi hari “Paling cuman pagi”.

Terkait hal tersebut, peneliti juga menanyakan bagaimana persepsi Pak Akbar mengenai gaya belajar Fito. Ketika melakukan wawanca pertama dengan Pak Akbar, peneliti bertanya bagaimana gaya belajar Fito dan Pak Akbar menjawab “Fito itu … e… itu kalo kadang suka lari sana lari sini, tapi intinya membacanya lancar”. Setelah itu, peneliti bermaksud menanyakan termasuk ke dalam tipe apakah gaya belajar Fito, apakah visual, kinestetik, atau auditori dan kemudian Pak Agung menjawab “Em…cenderung ke visual sih mbak”. Peneliti


(57)

kembali meminta penjelasan terkait jawaban Pak Akbar tersebut. Namun ketika peneliti meminta untuk memberikan contoh hal di mana si anak memiliki gaya belajar visual, Pak Akbar justru menjawab “Misalnya…e….olahraga itu. Kegiatan olahraga”. Kemudian peneliti meminta konfirmasi ulang dengan melakukan wawancara yang kedua. Pada saat wawancara kedua, peneliti berusaha untuk menjelaskan lebih dahulu mengenai tiga macam gaya belajar yaitu visual itu dengan melihat, auditori dengan mendengar, dan kinestetik dengan gerakan kepada Pak Akbar. Kemudian Pak Akbar menjawab dengan “kalo Fito itu kayaknya gerak. Jadi kayak apa ya? Apa ya kalo gerak itu? Ya, ada gaya-gayanya gitu”.

Selanjutnya peneliti menanyakan hal apa yang membuktikan bahwa Fito memiliki gaya belajar yang cenderung menggunakan banyak gerakan dalam mempermudah menangkap informasi. Dari pertanyaan yang disampaikan peneliti tersebut, Pak Akbar menjawab “Kalo Fito... Yo, itu. mungkin gambar-gambar yang menarik. Misalnya kalo jalan-jalan waktu istirahat lihat tas temennya, yang gambarnya mungkin menurut dia unik atau apa, mampir dulu diliat”.

Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Pak Akbar, peneliti menyimpulkan bahwa Pak Akbar memiliki pandangan bahwa gaya belajar Fito adalah kinestetik. Pernyataan yang diungkapkan Pak Akbar dalam wawancara pertama dan kedua, menunjukkan bahwa Pak Akbar belum memahami teori gaya belajar. Beliau belum dapat membedakan antara gaya belajar kinestetik dan visual.


(58)

4.1.2.3Partisipan III (Guru Pendamping Umum Sekolah) Latar Belakang Partisipan

Peneliti melakukan wawancara bersama partisipan II sebanyak sekali. Namun sebelumnya, peneliti pernah beberapa kali bertemu dan berkomunikasi dengan partisipan di SD Perahu untuk melakukan pembicaraan singkat mengenai beberapa anak-anak hiperaktif yang ada di SD Perahu. Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan pada tanggal 17 November 2015, pukul 09:30 ketika beliau sedang berada di Bina Anggara yang merupakan salah satu sekolah untuk anak-anak autis.

Partisipan II memiliki nama Bu Asih. Beliau adalah seorang guru pendamping umum yang bekerja di SD Perahu. Selain bekerja di SD Perahu, beliau juga menjadi guru di Bina Anggara. Setiap hari Senin sampai Kamis, guru berada di Bina Anggara. Sedangkan hari Jumat dan Sabtu guru mendampingi anak di SD Perahu. Ketika wawancara dengan Bu Asih di salah satu kelas di Bina Anggara, peneliti mengamati bahwa beliau beberapa kali menanggapi anak-anak autis yang berusaha mendekatinya. Bu Asih menanggapi anak-anak autis tersebut dengan instruksi singkat berbahasa Inggris, tetapi mudah dipahami oleh anak. Pengalaman mengajarnya sudah sangat banyak. Beliau sudah menjadi guru selama sebelas tahun, dimulai dari tahun 2004. Sebelum mengajar dan menangani anak-anak berkebutuhan khusus, beliau sudah menempuh Pendidikan Luar Biasa.

Bu Asih merupakan guru pendamping umum di SD Perahu. Beliau tidak hanya mendampingi Fito, tetapi juga mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus lain yang juga bersekolah di SD Fito. Namun, walaupun begitu, Bu Asih


(59)

sudah mengenal Fito sejak awal Fito bersekolah di SD Perahu. Selain itu, dalam wawancara Bu Asih mengatakan bahwa Fito pernah menjalani terapi di Bina Anggara, sehingga sekarang mulai terlihat ada perubahan dari perilaku Fito ke arah yang lebih baik. Bu Asih juga mengatakan bahwa beliau pernah sekali berbicara dengan ayah dari Fito untuk membicarakan kemajuan yang ditunjukkan oleh Fito.

Pokok Permasalahan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bu Asih, peneliti mendapatkan informasi bahwa Fito sudah pernah diterapi di Bina Anggara. Sudah ada peningkatan yang terdapat pada perilaku Fito. Hanya saja Fito masih memiliki masalah dengan kontrol bicaranya. Bu Asih mengatakan “kalo dia itu nganu.. Kalo dulu kan memang kemana-mana gak mau duduk ya. Tapi sekarang sudah dengan bimbingan, sudah mulai mau duduk dengan pendampingnya. Tapi yang belum bisa itu sejenis eee... Bicaranya. Dia bicaraaa terusss tidak mau berhenti. Itu...”. Bu Asih juga mengatakan bahwa Fito, juga masih belum dapat mendengarkan guru dengan baik saat proses pembelajaran. Fito tidak terlalu tertarik dengan penjelasan guru di depan kelas, ketika jarak guru sangat jauh darinya. Fito lebih bisa menerima informasi atau materi dengan instruksi singkat dengan pendampingan secara personal.

Sebelum melakukan wawancara, peneliti sempat bertemu dan berbincang-bincang dengan Bu Asih terkait dengan anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di SD Perahu. Peneliti menanyakan apakah ada anak hiperaktif di sekolah tersebut dan kemudian Bu Asih mengatakan ada, yaitu Fito. Bu Asih dalam wawancara


(60)

memiliki pandangan terhadap anak hiperaktif. Beliau mengatakan “Ya.. Hiperaktif itu bisa, e.... Apanya.. E... Dia gak bisa... E... Apaaa... Mungkin e suatu perilaku yang tidak biasa ya jadi misalnya perilaku tidak mau berhenti... Kemudian nanti tidak hanya perilaku itu saja, tapi perilaku yang misalnya bicaranya juga itu bisa termasuk. Ituu..”

Sama halnya dengan Pak Akbar. Peneliti juga ingin mengetahui persepsi Bu Asih mengenai gaya belajar Fito. Bu Asih menjelaskan bahwa “Ya masing-masing anak punya gaya belajarnya. Nah artinya gaya itu ya punya em... Pola belajarnya. Ada yang visual, ada yang mendengarkan, ada dengan... Ehemmm.. Apa.. Gerak gitu ya. Jadi kalo Fito itu bisa dia dari me...melihat. Dia pinter sebenarnya”.

Bu Asih menjelaskan hal yang dapat membantu Fito untuk mempermudah menyerap informasi adalah dengan membaca buku, karena Fito termasuk anak yang pandai dan sudah lancar dalam membaca. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Bu Asih yang mengatakan “Bisa juga dengan buku-buku yang menarik bagi dia. Dengan buku bergambar atau buku... Dia pinter kok.. Dari pertama.. Dari pertama saya dan... Saya ketemu Fito itu, Fito udah pinter mbaca. Cuma belum bisa menulis.”. Kemudian Bu Asih juga mengatakan bahwa Fito memiliki hobi membaca, yang membawa pengaruh terhadap gaya belajarnya.

Dari hasil wawancara dengan Bu Asih, peneliti melihat bahwa Bu Asih memiliki pandangan bahwa gaya belajar yang sesuai dengan Fito adalah visual.


(61)

4.1.2.4Partisipan IV (Guru Pendamping Pribadi) Latar Belakang Partisipan

Peneliti melakukan wawancara dengan pasrtisipan III sebanyak dua kali. Sebelumnya, peneliti sudah beberapa kali bertemu dengan partisipan III, tetapi baru melakukan wawancara yang pertama untuk mencari data F pada tanggal 16 November 2015. Wawancara yang pertama dilakukan di ruang kelas II pada saat jam istirahat, yaitu pada pukul 09:01. Sedangkan wawancara kedua dilakukan pada tanggal 17 November 2015, di teras depan kelas II, pada pukul 12.30. Wawancara II yang peneliti lakukan bersama dengan partisipan III sangat singkat, guna melengkapi data yang kurang dari hasil wawancara I.

Dari hasil wawancara dengan partisipan IV, peneliti mendapatkan informasi bahwa partisipan adalah seorang guru pendamping pribadi yang disediakan SD Perahu untuk mendampingi Fito. Beliau bernama Mas Dera. Karena merupakan guru pendamping pribadi maka Mas Dera lebih fokus melakukan pendampingan hanya kepada Fito. Ketika melakukan wawancara yang pertama, Mas Dera mengusulkan untuk melakukan wawancara di ruang kelas saja. Alasannya adalah agar ia dapat mendampingi Fito yang tiba-tiba duduk menyendiri di kursinya. Sembari melakukan wawancara, Mas Dera sempat beberapa kali juga melakukan interaksi dengan Fito dan melakukan kontak fisik dengan Fito, misalnya menepuk-nepuk perlahan pundak atau punggung Fito.

Ada beberapa pendamping yang disediakan SD Perahu untuk mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sana, tetapi yang berkesempatan untuk mendampingi Fito adalah Mas Dera. Saat peneliti


(62)

bertanya bagaimana Mas Dera bisa mendampingi Fito, beliau menjawab “Ituuuu dapat info itu dari teman saya guru sini juga. Nah itu suruh ndampingi si Fito itu. Yaudah saya terima aja hehehe..” sehingga partisipan bisa mendampingi Fito karena mendapatkan informasi dari temannya yang juga merupakan seorang guru di SD Perahu. Partisipan sendiri sudah bekerja di SD Perahu dan mendampingi Fito selama kurang lebih satu setengah tahun. Sebelumnya beliau belum pernah bekerja. Sehingga bekerja di SD Perahu merupakan pengalaman pertamanya. Sebelum bekerja di SD Perahu, Mas Dera pernah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta di kota dan mengambil jurusan PGSD.

Pokok Permasalahan

Mas Dera sudah menangani Fito selama satu setengah tahun. Selama mendampingi Fito, kesulitan yang dirasakan Mas Dera terjadi saat awal-awal mendampingi Fito, di mana Fito sangat sulit untuk duduk tenang. Menurut Mas Dera, Fito pernah mengikuti terapi, tetapi entah dengan alasan apa, orang tuanya berhenti untuk mengikutkan terapi. Ketika peneliti melakukan kroscek kepada guru pendamping umum dan juga orang tua Fito, peneliti mendapat informasi bahwa Fito sampai saat ini masih melakukan terapi.

Peneliti melihat Mas Dera memiliki persepsi sendiri terhadap Fito sebagai anak hiperaktif saat melakukan wawancara. Hiperaktif menurut Mas Dera adalah

“Hiperaktif itu... em... apa ya? Suka main sendiri”. Ia kemudian menambahkan

“He’em. sama apa itu? Suka rame sendiri. Kadang main tangan sendiri, seperti itu”. Selain itu, Mas Dera menyebutkan beberapa ciri anak hiperaktif, “Ituuu... Tangannya gerak-gerak sendiri. Terus kadang-kadang tu suka nggak tau kenapa,


(63)

emosi sendiri, ngomong sendiri gitu.. Teriak-teriak jugaaa..”. Menindaklanjuti pernyataan Mas Dera tersebut, peneliti bertanya apa yang menyebabkan Fito berteriak-teriak di kelas. Mas Dera menjelaskan bahwa Fito bosan mengikuti pelajaran “Hehehe ya itu tu mungkin karna udah merasa bosannnnn apa kecapekaaaan”. Terkait hal tersebut, Mas Dera juga menambahkan bahwa Fito

kurang fokus saat mengikuti pelajaran “Itu gimana ya? Sedikit-sedikit pikirannya

tu kemanaaaa. Kepingen jalan-jalan. Kepingin apa itu? Tau-tau ngomong sendiri. Ke toko manaaa... Ke itu manaaa.. Jadi konsentrasinya kurang.”

Ketika peneliti menyinggung tentang gaya belajar Fito, Mas Dera mengatakan bahwa Fito suka bermain. Namun, Mas Dera menjelaskan bahwa bermain yang dimaksud adalah melakukan kegiatan seperti membuat prakarya. Saat peneliti bertanya bagaimana Mas Dera melihat gaya belajar anak, pendamping Fito tersebut tampak kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan peneliti. “Gaya belajar ya? Em...keminatannya

nganu... siswa”. Pada saat wawancara kedua, Mas Dera memperjelas

pernyataannya mengenai gaya belajar. “Itu emmmm... Gimana ya? Keseriusan

siswanya itu dalam belajar. Nah itu... Terus... Hehehe. Keminatan dalam belajar”. Lebih lanjut lagi, peneliti menggali informasi lebih dalam dengan menanyakan hal lain yang Fito suka dan dapat membantu Fito dalam memahami informasi. Mas Dera menjawab pertanyaan peneliti tersebut dengan memberikan pernyataan “Mungkin membaca majalah. Suka liat iklan di TV juga. Suka itu”. Peneliti juga bertanya, masuk ke dalam tipe manakah gaya belajar Fito. Pada saat mengajukan pertanyaan tersebut, peneliti harus menjelaskan lebih dahulu apa arti


(64)

dari gaya belajar visual, kinestetik, dan auditori, baru setelah itu Mas Dera dapat menjawab pertanyaan peneliti. ”Melihat ya..” begitu ungkap Mas Dera. Selain itu Mas Dera juga mengatakan bahwa membaca majalah, menonton televisi, dan menggambar merupakan hobi Fito.

Peneliti menyimpulkan, Mas Dera memiliki persespsi bahwa Fito lebih cocok dengan gaya belajar melihat.

4.1.2.5Partisipan V (Orang Tua) Latar Belakang Partisipan

Wawancara peneliti dengan orang tua Fito dilaksanakan satu kali pada tanggal 26 November 2015 pukul 19:36 hingga 20:05. Dari kegiatan wawancara tersebut peneliti mendapat data bahwa ayah Fito atau bisa dipanggil dengan Pak Romi adalah seorang wiraswasta. Sedangkan istrinya yang Ibu Ita adalah seorang ibu rumah tangga. Selain itu mereka berdua juga menjalankan bisnis kos-kosan.

Kedua orang tua Fito bertempat tinggal di salah satu rumah yang berada di pusat kota. Mereka tinggal bersama kedua anaknya yaitu Fito dan adiknya. Selama wawancara, orang tua Fito membiarkan Fito untuk bertemu dan membaur dengan peneliti.

Peneliti melihat bahwa ada hubungan yang akrab antara orang tua dengan anak. Di waktu yang sama, peneliti juga memperhatikan bahwa ayah Fito sangat sabar saat membimbing kedua putranya saat beraktivitas, tak jarang peneliti melihat ayah Fito memberikan Fito sebuah pelukan. Begitu pula ibu Fito yang juga terlihat mendidik anaknya dengan baik, misalnya beliau memberitahu cara kepada Fito kalau pergi ke kamar mandi, pintunya harus ditutup, atau setelah


(1)

tiba.. e.. apa ya? Teriak-teriak gitu yang menggangg u.... tapi perilaku yang misalnya bicaranya juga itu bisa termasuk. Ituu.. 2. Gaya Belajar Gaya belajar itu menurut saya cara penyampaia n guru terhadap materi yang diberikan kepada siswa. Cara menyampai kan materinya ya dengan e....bahasa yangg mudah dimengerti anak. Jadi pake kata-Itu emmmm... Gimana ya? Keseriusan siswanya itu dalam belajar. Nah itu... Terus... Hehehe Keminatan dalam belajar. Ya masing-masing anak punya gaya belajarnya . Nah artinya gaya itu ya punya em... Pola belajarnya . Ada yang visual, ada yang mendenga rkan, ada dengan... Ehemmm.. Apa.. Yaaa... cara...cara kita me..menget ahui sesuatu. Me..mempel ajari sesuatu.


(2)

e...yang anak-anak tau. Jadi tidak memake e....kata yang e....yang misalnya yang sulit.

ya.

2.a. Kinestetik

Kalo Fido itu

kayaknya gerak. 2.b.

Visual

Melihat ya.. Jadi kalo Fido itu bisa dia dari me...melih at. Dia pinter sebenarny a.. Jadi dia membaca, menulisny a itu.

Kalo menurut saya.. dia memang melihat. Harus semua jadi. Kan kayak iklan itu jadi ada suara ada gambar.. Kurang. Dia lebih


(3)

mungkin ya? Ho’o. Daripada ini ya.. Soale dia lebih cepet kalo dikasih tau.


(4)

Lampiran 3

Pemetaan

Wali Kelas II

Guru Pen-damping Pribadi

Guru Pen-damping Umum

Ayah Ibu

Persepsi Terhadap Anak Hiperaktif

Gaya Belajar

Kinestetik Contohnya: Olahraga atau gerakan

Visual Contohnya: Membaca dan melihat video

Auditori Contohnya: Mendengarkan ucapan


(5)

Lampiran 4

Memo Tertulis

Penelitian ini melibatkan enam partisipan. Namun karena peneliti ingin mengetahui persepsi guru terhadap gaya belajar anak hiperaktif, maka peneliti tidak melakukan waawncara kepada Fito dan hanya melakukan wawancara kepada lima partisipan, yaitu wali kelas II, Guru Pendamping Umum, Guru Pendamping Pribadi, ayah, dan ibu siswa.

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti melihat adanya persepsi guru terhadap anak hiperaktif. Mereka berpendapat bahwa anak hiperaktif adalah anak yang tidak dapat diam, berlebihan dalam tingkah dan verbalnya. Persepsi mereka terbentuk berdasarkan apa yang mereka amati dari perilaku Fito.

Setelah mengetahui persepsi mereka tentang anak hiperaktif, peneliti dapat melihat persepsi mereka terhadap gaya belajar Fito. Wali kelas II memiliki persepsi bahwa Fito menyukai pelajaran yang melibatkan gerakan tubuh seperti olahraga. Sedangkan Guru Pendamping Umum memiliki persepsi bahwa Fito lebih dapat menangkap pelajaran dengan cara membaca karena Fito sudah lancar membaca. Hampir sama dengan Guru Pendamping Umum, Guru Pendamping Pribadi mengungkapkan bahwa Fito biasa menangkap informasi dari membaca majalah, koran, dan juga melihat iklan-iklan di televisi. Ayah memiliki persepsi bahwa si anak cenderung memiliki gaya belajar visual yang dibuktikan bahwa si anak senang membaca dan melihat video. Si ibu memiliki persepsi bahwa si anak cepat menangkap informasi dengan mendengarkan ucapan, sehingga gaya belajar si anak masuk dalam tipe audio. Dari pendapat kelima partisipan di atas, terdapat perbedaan persepsi terhadap gaya belajar anak hiperaktif.


(6)

BIODATA PENELITI

Aprilia Putri Wening lahir di Sleman tanggal 12 April 1994. Peneliti telah menempuh jenjang pendidikan formal pada tahun 1998 – 2000 di TK Budya Wacana Yogyakarta, kemudian peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah dasar pada tahun 2000-2006 di SD Budya Wacana Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan di SD, peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP tahun 2006-2009 di SMP BOPKRI 1 Yogyakarta. Peneliti kembali melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun 2009 – 2012. Setelah lulus SMA, peneliti mendaftarkan diri sebagai mahasiswa PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan nomor induk siswa 121134179. Selama menempuh pendidikan di USD, peneliti pernah mengikuti UKM Paduan Suara Mahasiswa Cantus Firmus.


Dokumen yang terkait

STUDI KASUS ANAK HIPERAKTIF DAN USAHA GURU DALAM MEMUSATKAN PERHATIAN BELAJAR SISWA DI MI Studi Kasus Anak Hiperaktif dan Usaha Guru Dalam Memusatkan Perhatian Belajar Siswa di MI Muhammadiyah Ceporan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar Tahun Pelaja

0 3 14

STUDI KASUS ANAK HIPERAKTIF DAN USAHA GURU DALAM MEMUSATKAN PERHATIAN BELAJAR SISWA DI MI Studi Kasus Anak Hiperaktif dan Usaha Guru Dalam Memusatkan Perhatian Belajar Siswa di MI Muhammadiyah Ceporan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajar

0 3 11

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN PERSEPSI SISWA MENGENAI VARIASI GAYA MENGAJAR GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR Pengaruh Motivasi Belajar Dan Persepsi Siswa Mengenai Variasi Gaya Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Ne

0 1 19

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN PERSEPSI SISWA MENGENAI VARIASI GAYA MENGAJAR GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR Pengaruh Motivasi Belajar Dan Persepsi Siswa Mengenai Variasi Gaya Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Ne

0 1 13

Persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.

0 1 141

Persepsi guru terhadap minat belajar anak hiperaktif kelas VI di SD Kasih.

0 1 158

Persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif kelas II di SD Kasih.

0 4 123

Persepsi guru terhadap kemandirian belajar anak hiperaktif kelas IV di SD Kasih.

3 9 147

ANALISIS PERSEPSI ANAK TERHADAP GAYA PEN

0 0 3

PERSEPSI SISWA TENTANG VARIASI GAYA MENGAJAR GURU, MOTIVASI BELAJAR, DISIPLIN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI

0 1 175