BAB I PENDAHULUAN
Bab  ini  berisikan  uraian  tentang:  latar  belakang  masalah,  rumusan  masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan
definisi operasional.
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika  merupakan  ilmu  tentang  sesuatu  yang  memiliki  pola keteraturan  dan  urutan  yang  logis  Walle,  2007:  13.  Pembelajaran
matematika  di  SD  memiliki  tujuan  khusus  yaitu  untuk  meningkatkan kemampuan  berhitung  sebagai  alat  bantu  dalam  kehidupan  sehari-hari
Susanto,  2013:  189.  Pembelajaran  matematika  juga  bertujuan  untuk mengembangkan  kemampuan  matematis-logis.  Kemampuan  matematis-logis
merupakan  kemampuan  yang  berkaitan  dengan  penggunaan  bilangan  dan logika  secara  efektif,  kepekaan  pada  pola  logika,  abstraksi,  kategorisasi,  dan
perhitungan  Suparno,  2003:  19-45.  Melalui  matematika  siswa  dapat mempelajari konsep-konsep sederhana hingga konsep-konsep yang kompleks.
Konsep  sederhana  yang  diajarkan  pada  siswa  SD  kelas  IV  adalah  konsep geometri  sederhana.  Runtukahu  2014:  164  menyebutkan  bahwa  geometri
adalah studi tentang bangun datar, bangun ruang, dan hubungan-hubungannya. Geometri  perlu  dipelajari  agar  siswa  dapat  menggunakan  matematika  secara
lebih  luas  dalam  kehidupan  dan  sebagai  dasar  untuk  belajar  matematika selanjutnya. Berdasarkan buku pelajaran matematika kelas IV, siswa kelas IV
harus  mampu  memahami  konsep  geometri  bangun  ruang  sederhana.  Siswa
dapat  dikatakan  paham  mengenai  konsep  geometri  bangun  ruang  sederhana apabila  siswa  mampu  menentukan  sifat-sifat  bangun  ruang  sederhana  kubus
dan  balok  dan  mampu  menentukan  jaring-jaring  kubus  dan  balok.  Apabila siswa  memahami  konsep  tentang  bangun  ruang  sederhana  maka  akan  dapat
mengembangkan  kemampuan  ruang-visual  siswa.  Kemampuan  ruang-visual adalah  kemampuan  untuk  menangkap  dunia  ruang-visual  secara  tepat.  Selain
itu  juga  mengenal  bentuk  dan  benda  secara  tepat  dan  memiliki  kepekaan terhadap  keseimbangan,  relasi,  warna,  garis,  bentuk,  dan  ruang  Suparno,
2003: 19-45. Pada  saat  melaksanakan  kegiatan  Program  Pengamatan  Lingkungan
Probaling,  peneliti  melakukan  pengamatan  pembelajaran  matematika  di kelas  IV  untuk  mengamati  proses  pembelajaran  matematika  tentang  bangun
ruang  sederhana  yang  sedang  berlangsung.  Hasil  dari  observasi  menunjukan bahwa  dari  dua  kali  observasi  peneliti  melihat  pembelajaran  di  kelas  kurang
kondusif  dan  kegiatan  pembelajaran  kurang  bervariatif,  untuk  media  yang digunakan  hanya  bangun  ruang  dari  plastik,  metode  yang  digunakan  di
dominasi  oleh  metode  ceramah,  dan  model  pembelajaran  dari  dua  kali pertemuan  adalah  kooperatif  namun  belum  begitu  nampak,  selain  itu  juga
dapat  diketahui  bahwa  dari  dua  kali  observasi  peneliti  melihat  siswa  sering mengalami  kesulitan  belajar  pada  observasi  yang  pertama  siswa  kesulitan
untuk memahami sifat-sifat bangun ruang, siswa kesulitan untuk menggambar bangun  ruang dan membedakan bangun ruang kubus  dan balok.  Berdasarkan
pengamatan peneliti pada waktu siswa kelas IV belajar matematika khususnya tentang  bangun  ruang  sederhana,  oleh  karena  hal  di  atas  peneliti  melakukan
pengumpulan  data  tentang  pembelajaran  matematika  pada  pokok  bahasan bangun  ruang  sederhana  di    SDN  Sendangadi  2  khususnya  kelas  IV  dengan
cara membagikan angket. Peneliti  bersama  teman-teman  penelitian  kolaboratif  membagi  angket
kepada 11  guru kelas  yang terdiri dari guru 1 guru kelas I, 2 guru kelas II, 2 guru  kelas  III,    2  guru  kelas  IV,  dan  4  guru  kelas  V.  Pembagian  angket
tersebut  bertujuan  untuk  menetahui  metode,  model,  media  yang  digunakan saat  mengajarkan  materi  geometri  sekaligus  menanyakan  tentang  kesulitan
yang  dihadapi  siswa  dalam  mempelajari  materi  geometri.  Data  dari  hasil angket  menunjukan  bahwa  metode  pembelajaran  yang  digunakan  dari  dua
guru  kelas  IV  adalah  ceramah,  diskusi,  dan  demonstrasi,  sedangkan  untuk model pembelajarannya adalah CTL dan Kooperatif. Data  yang hampir sama
juga  ditunjukan  oleh  sembilan  guru  dari  kelas  I,  II,  III,  dan  V  yang mengatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan
konsep  geometri  adalah  ceramah,  diskusi,  demonstrasi,  dan  presentasi, sedangkan  untuk  model  pemelajaran  yang  sering  digunakan  adalah  CTL,
Jigsaw,  dan  Kooperatif.  Hal  ini  menunjukan  bahwa  metode  dan  model pembelajaran  sangat  berpengaruh  terhadap  tingkat  pemahaman  konsep
geometri siswa. Peneliti juga melakukan wawancara kepada 11 guru tersebut, dan  dari  hasil  wawancara  kepada  11  guru  tersebut,  mereka  memerlukan  satu
contoh  model  pembelajaran  yang  dapat  membantu  siswa  memahami  konsep geometri.
Peneliti menggarisbawahi pernyataan guru kelas IV yang mengatakan jika kesulitan  yang sering muncul pada siswa saat  mengerjakan sifat-sifat  bangun
ruang sederhana adalah membedakan bidang sisi, rusuk, dan titik sudut. Selain itu, kedua guru tersebut juga mengatakan bahwa kesulitan yang sering muncul
pada  siswa  saat  mengerjakan  jaring-jaring  bangun  ruang  sederhana  adalah beberapa  siswa  masih  kebingungan  untuk  membedakan  jaring-jaring  kubus
dan  balok.  Peneliti  kemudian  memberikan  angket  kepada  siswa  untuk memperkuat  data  tersebut.  Angket  diberikan  kepada  siswa  kelas  V  di  SD
Negeri  Sendangadi  2  pada  semester  ganjil  karena  siswa  tersebut  sudah mempelajari tentang materi bangun ruang sederhana di kelas IV pada semester
genap.  Data  yang  peneliti  peroleh  adalah  sebagai  berikut:  dari  22  siswa terdapat 57 siswa tidak paham tentang rusuk balok, 52 siswa tidak paham
tentang bidang sisi  balok,  47 siswa tidak paham  tentang bidang sisi  kubus, dan  47  siswa  tidak  paham  tentang  jaring-jaring  kubus.  Kesulitan  belajar
tersebut    hendaknya  harus  segera  diatasi  agar    masalah  yang  menunjukkan bahwa  siswa  belum  memahami  konsep  geometri  dengan  benar  dapat
diminimalisir  dengan  menggunakan  model  pembelajaran  geometri  yang sesuai.
Berdasarkan  data-data  tersebut,  peneliti  tertarik  untuk  mengembangkan prototipe  perangkat  pembelajaran  geometri  materi  bangun  ruang  sederhana
berdasarkan  teori  van  Hiele  untuk  siswa  kelas  IV  sekolah  dasar.  Peneliti menerapkan teori van Hiele karena van Hiele adalah seorang ahli matematika
yang khusus mencetuskan teori tentang tahapan berpikir geometri siswa dalam mempelajari  geometri.  Teori  pembelajaran  van  Hiele  terdiri  dari  lima
tingkatan  level  cara  pemahaman  ide-ide  ruang,  yakni  level  0  visualisasi, level  1  analisis,  level  2  deduksi  informal,  level  3  deduksi,  dan  level  4
ketepatan.  Seseorang  bisa  memahami  konsep  geometri  berdasarkan  level- level  tertentu  apabila  pemahaman  berdasarkan  level-level  tertentu  tersebut
dikemas  dalam  pembelajaran  dengan  menginterasikan  lima  fase  van  Hiele meliputi  1  fase  informasi,  2  fase  orientasi  langsung,  3  fase  penjelasan,  4
fase orientasi bebas, dan 5 fase integrasi. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah  “Pengembangan  Prototipe  Perangkat  Pembelajaran  Geometri  Materi
Bangun Ruang Sederhana Berdasarkan Teori van Hiele untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”.
1.2 Rumusan Masalah