Persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif kelas II di SD Kasih.
ABSTRAK
PERSEPSI GURU TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK HIPERAKTIF KELAS II DI SD KASIH
Markus Andika Nurcahya NIM : 121134198
Tidak setiap anak mengalami perkembangan secara normal. Anak berkebutuhan khusus adalah seorang anak yang mengalami gangguan untuk mencapai perkembangan yang optimal. Berdasarkan hasil observasi peneliti di SD Kasih terdapat satu anak yang terindikasi mengalami hiperaktif di kelas II. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas II SD Kasih dan perkembangan emosi anak hiperaktif kelas II di SD Kasih.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitin ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh peneliti berasal dari lima partisipan. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama dengan alat bantu berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, handphone sebagai alat perekam, dan anekdot. Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang peneliti lakukan di SD Kasih, terdapat tiga orang guru memiliki persepsi sama mengenai anak hiperaktif kelas II. Tingkah laku yang ditunjukkan siswa yang mengalami hiperaktif tampak berbeda dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Tingkah laku tersebut meliputi susah untuk diajak konsentrasi, banyak bergerak, keluar masuk kelas tanpaizin dan sebagainya. Selain itu, perkembangan emosi siswa tersebut juga tampak berbeda dibandingkan dengan anak lainnya karena siswa tersebut masih sering menunjukkan emosi yang tidak terkontrol sehingga dia sering membentak guru saat ditegur.
(2)
ABSTRACT
TEACHERS PERCEPTION TOWARD EMOTIONAL DEVELOPMENT OF SECOND GRADE HYPERACTIVE STUDENT IN KASIH ELEMENTARY
SCHOOL
Markus Andika Nurcahya NIM: 121134198
Not every chlid experiences normal development. Children with special needs are those who experience troubles to reach optimal development. Based on the reseacher’s observation result in primary school Kasih, one student in the second grade is indicated to possess hyperactivity. Based on the bacground, this research aims to investigate teachers’ perception toward second grade hyperactive students in primary school Kasih and their emotional development.
This research is a type of qualitative research in the form of description. The data gathering techniques used in this research were interview, observation, and documention. The data gathered were from five participants. The instrument of this research was the researcher as the main instrument with the help of interview guidelines, observation guidelines, a phone as a recoder device, and anectdot. The data validity checking in this research used source triangulation.
Based on the research’s result and discussion done through obesrvation, interview, and documentation that the researcher did in primary school Kasih, there were three teacher who had the same perception toward the second grade hyperactive student. Behaviour shown by the student who possessed hyperactivity seemed to be different than other students. The behaviour incuded difficult to concentrate, to much mobility, entering and going out of the class without permission, and etc. Apart from above, the student’s emotional development also seemed to be different than other students because he often showed uncontrolable emotion so that he often shouted back at the teacher when being reminded.
(3)
i
PERSEPSI GURU TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI
ANAK HIPERAKTIF KELAS II DI SD KASIH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Markus Andika Nurcahya NIM : 121134198
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
(4)
ii
(5)
(6)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi yang peneliti lakukan ini dipersembahakan untuk:
1. Tuhan Allah di surga yang selalu menyertaiku dengan limpahan berkat-Nya. 2. Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menjadi perantaraku dan
membimbingku untuk selalu berjalan lurus kepada Tuhan.
3. Kedua orangtuaku, Bapak Paulus Kartana dan Ibu Maryam Kristyani Suharsi yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa yang selalu menyertai perjalanan hidupku ini demi menuju kesuksesan.
4. Novie Lita Istiqomah yang selalu menjadi motivator dan inspirasiku sehingga membuatku lebih termotivasi dalam menyelesaikan skripsi.
5. Lorensius Dede Setiawan yang telah menjadi pedoman dan motivasiku untuk terus menjalani kehidupan ini.
6. Dosen-dosenku khususnya dosen pembimbing skripsi yang selalu membimbingku sehingga dapat menyelesaikan skripsi.
7. Cagur Family yang menjadi teman-teman seperjuanganku dari semester awal hingga akhir.
8. Kepala Sekolah dan seluruh staff SD Kasih yang bersedia memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
9. Orangtua siswa yang senantiasa bersedia memberikan informasi.
10.Universitas Sanata Dharma yang telah mendidikku menjadi seorang calon pendidik yang berkualitas.
(7)
v MOTTO
Orang yang kuat itu bukanlah orang yang tidak pernah menangis,
melainkan orang yang selalu dapat berdiri tegak pada saat orang lain
menyakitinya.
(Markus Andika Nurcahya)
Menowo duwe kekarepan utawa niat iku
kudu “Mantep Madep
M
arep”
(Mbah Cermo Parjono)
Berpikirlah efisien, maka kesuksesan akan ada di belakangmu
(Bapa Ranchodas)
(8)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Februari 2016
Penulis,
(9)
vii
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma,
Nama : Markus Andika Nurcahya
NIM : 121134198
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERSEPSI GURU TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK HIPERAKTIF
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan penelitinya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta, 18 Februari 2016
Penulis,
(10)
viii ABSTRAK
PERSEPSI GURU TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK HIPERAKTIF KELAS II DI SD KASIH
Markus Andika Nurcahya NIM : 121134198
Tidak setiap anak mengalami perkembangan secara normal. Anak berkebutuhan khusus adalah seorang anak yang mengalami gangguan untuk mencapai perkembangan yang optimal. Berdasarkan hasil observasi peneliti di SD Kasih terdapat satu anak yang terindikasi mengalami hiperaktif di kelas II. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas II SD Kasih dan perkembangan emosi anak hiperaktif kelas II di SD Kasih.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitin ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh peneliti berasal dari lima partisipan. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama dengan alat bantu berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, handphone sebagai alat perekam, dan anekdot. Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang peneliti lakukan di SD Kasih, terdapat tiga orang guru memiliki persepsi sama mengenai anak hiperaktif kelas II. Tingkah laku yang ditunjukkan siswa yang mengalami hiperaktif tampak berbeda dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Tingkah laku tersebut meliputi susah untuk diajak konsentrasi, banyak bergerak, keluar masuk kelas tanpaizin dan sebagainya. Selain itu, perkembangan emosi siswa tersebut juga tampak berbeda dibandingkan dengan anak lainnya karena siswa tersebut masih sering menunjukkan emosi yang tidak terkontrol sehingga dia sering membentak guru saat ditegur.
(11)
ix ABSTRACT
TEACHERS PERCEPTION TOWARD EMOTIONAL DEVELOPMENT OF SECOND GRADE HYPERACTIVE STUDENT IN KASIH ELEMENTARY
SCHOOL
Markus Andika Nurcahya NIM: 121134198
Not every chlid experiences normal development. Children with special needs are those who experience troubles to reach optimal development. Based on the reseacher‟s observation result in primary school Kasih, one student in the second grade is indicated to possess hyperactivity. Based on the bacground, this research aims to investigate teachers‟ perception toward second grade hyperactive students in primary school Kasih and their emotional development.
This research is a type of qualitative research in the form of description. The data gathering techniques used in this research were interview, observation, and documention. The data gathered were from five participants. The instrument of this research was the researcher as the main instrument with the help of interview guidelines, observation guidelines, a phone as a recoder device, and anectdot. The data validity checking in this research used source triangulation.
Based on the research‟s result and discussion done through obesrvation, interview, and documentation that the researcher did in primary school Kasih, there were three teacher who had the same perception toward the second grade hyperactive student. Behaviour shown by the student who possessed hyperactivity seemed to be different than other students. The behaviour incuded difficult to concentrate, to much mobility, entering and going out of the class without permission, and etc. Apart from above, the student‟s emotional development also seemed to be different than other students because he often showed uncontrolable emotion so that he often shouted back at the teacher when being reminded.
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala mukjuzat dan berkat yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Persepsi Guru Terhadap Perkembangan Emosi Anak Hiperaktif Kelas II di SD Kasih” dengan lancar dan tepat waktu.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program studi S-1 PGSD Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini, penulis masih banyak menemui hambatan keterbatasan waktu, kesempatan, pengetahuan, dan pengalaman. Namun dengan adanya pemberian semangat dan motivasi dari berbagai pihak, pada akhirnya penyusunan skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Ucapan terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Christiyanti Aprinastuti, S.Si, M. Pd. selaku ketua program studi PGSD Universitas Sanata Dharma serta seluruh dosen yang telah membimbing penulis agar menjadi calon guru yang berkualitas. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada kedua dosen pembimbing yaitu Ibu Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D., selaku dosen pembimbing I dan Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai dengan baik.
(13)
xi
Peneliti juga berterima kasih kepada Bapak Kepala Sekolah SD Kasih atasizin yang diberikan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di kelas IIA SD Kasih. Peneliti juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada guru kelas IIA, guru kelas IA, dan guru olahraga yang telah bersedia untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini dengan memberikan informasi yang berguna bagi peneliti. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua siswa yang bersedia melakukan wawancara dengan peneliti dalam penelitian ini.
Terima kasih peneliti ucapakan kepada orangtua yaitu Bapak Paulus Kartana dan Ibu Maryam Kristiyani Suharsi yang selalu memberikan kasih sayang dan cinta kasih, semangat, dukungan, dan doa selama peneliti mulai menempuh pendidikan. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Novie Lita Istiqomah yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan selalu menjadi inspirasi bagi peneliti sehingga peneliti mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tak lupa peneliti juga ucapkan terima kasih kepada Lorensius Dede Setiawan yang selalu menjadi pedoman dan motivasiku untuk terus menjalani kehidupan ini.
Terima kasih peneliti ucapakan juga kepada Cagur Family yang telah menjadi teman-teman seperjuangan di PGSD sejak peneliti memulai pendidikan di Universitas Sanata Dharma ini. Peneliti juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Universitas Sanata Dharma atas bimbingan yang telah diberikan selama ini danizin untuk menjadi mahasiswa di PGSD.
Dengan kerendahan hati peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu berbagai kritik, saran, serta masukan akan sangat bermanfaat bagi peneliti untuk melakukan perbaikan dalam skripsi ini.
(14)
xii
Demikian yang dapat peneliti sampaikan, peneliti berharap agar penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
(15)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...iv
MOTTO ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
DAFTAR GAMBAR...xvii
DAFTAR TABEL...xviii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Pembatasan Masalah ... 4
1.4 Rumusan Masalah ... 4
1.5 Tujuan Penelitian ... 4
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
1.7 Definisi Operasional ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ...7
(16)
xiv
2.1.1 Deskripsi Partisipan Penelitian ... 7
2.1.2 Persepsi Guru ... 10
2.1.3 Perkembangan Emosi ... 12
2.1.4 Hiperaktif ... 16
2.2 Penelitian yang Relevan ... 22
2.3 Kerangka Teori ... 27
2.4 Pernyataan Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ...30
3.1 Jenis Penelitian ... 30
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 31
3.2.1 Waktu Penelitian ... 31
3.2.2 Tempat Penelitian ... 31
3.3 Partisipan Penelitian ... 32
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.5 Instrumen Penelitian ... 35
3.6 Teknik Keabsahan Data... 38
3.6.1 Uji Kredibilitas ... 38
3.6.1.1 Perpanjangan Pengamatan ... 39
3.6.1.2 Triangulasi ... 39
3.6.2 Uji Transferabilitas ... 41
3.6.3 Uji Dependabilitas ... 41
3.6.4 Uji Konfirmabilitas ... 42
3.7 Teknik Analisis Data ... 42
3.7.1 Reduksi Data ... 43
(17)
xv
3.7.3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...45
4.1 Hasil Penelitian... 45
4.1.1 Partisipan Penelitian dan Setting Penelitian ... 45
4.1.2 Deskripsi Partisipan Penelitian ... 46
4.1.2.1 Partisipan I (guru kelas IIA) ... 46
4.1.2.2 Partisipan II (guru kelas IA) ... 50
4.1.2.3 Partisipan III (guru Olahraga) ... 54
4.1.2.4 Partisipan IV (Orangtua siswa) ... 59
4.2 Pembahasan ... 68
4.3 Temuan Lain dalam Penelitian ... 77
BAB V PENUTUP ...81
5.1 Kesimpulan ... 81
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 82
5.3 Saran ... 82
(18)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Teks Anekdot ...87
Lampiran 2.1 Hasil Triangulasi ...91
Lampiran 3.1 Pemetaan ...99
Lampiran 4.1 Memo Tertulis ...101
(19)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perbedaan Ciri-Ciri Emosi Anak Dengan Orang Dewasa ...14
Gambar 2.2 Literature Map Penelitian Yang Relevan ...27
Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Teknik ...40
Gambar 3.4 Bagan Triangulasi Sumber ...40
Gambar 3.5 Teknik Analisis Data ...44
(20)
xviii
DAFTAR TABEL
Gambar 3.1 Tabel Waktu Penelitian ...31 Gambar 3.2 Tabel Alur Instrumen Penelitian ...38
(21)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh dan bantuan yang diberikan kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup baik melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa. Pada jaman ini sudah banyak anak yang bisa mendapat pendidikannya sejak mereka masih dini dalam pembelajaran-pembelajaran yang diberikan melalui sekolah formal yang tersebar di setiap wilayah di dunia ini. Pembelajaran di Indonesia dapat dimulai dari anak usia dini lalu melanjutkan ke TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan bisa langsung bekerja atau bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Tidak hanya sekolah-sekolah tersebut yang tersebar di Indonesia namun juga ada sekolah khusus seperti SLB (Sekolah Luar Biasa) yang diselenggarakan negara bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan.
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Anak berkebutuhan khusus tidak hanya mencakup anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), tetapi juga anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer. Anak berkebutuhan khusus
(22)
temporer juga biasa disebut dengan anak dengan faktor resiko, yaitu individu-individu memiliki problem dalam perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar selanjutnya, atau memiliki kerawanan atau kerentanan atau resiko tinggi terhadap munculnya hambatan atau gangguan dalam belajar atau perkembangan selanjutnya. Bahkan, dipercayai bahwa anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer apabila tidak mendapatkan intervensi secara tepat sesuai kebutuhan khususnya, dapat berkembang menjadi permanen.
Salah satu anak berkebutuhan khusus yang biasanya banyak terdapat di sekolah adalah anak hiperaktif. Zaviera (2014:11) menjelaskan anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas. Hiperaktif juga biasa disebut dengan hiperkinetik. Hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif, dan impulsif. Anak hiperaktif tentunya memiliki perbedaan dalam perkembangan emosi dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
(23)
lingkungannya (Soetjiningsih, 1995). Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005). Dari pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan emosi adalah perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) mengenai perasaan/pikiran dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati yang muncul dari perilakunya. Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati baik yang berasal dari dalam maupun luar individu (Sunaryo, 2013:96).
Hasil observasi peneliti di SD Kasih terdapat satu anak yang terindikasi mengalami hiperaktif di kelas II dan terlihat anak tersebut memiliki perbedaan dalam aspek perkembangan emosi dengan anak yang lain. Perbedaan perkembangan emosi tersebut yaitu terlihat pada perilaku anak yang sering meledak-ledak emosinya saat dia ditegur oleh guru. Hasil observasi tersebut membuat peneliti untuk melakukan penelitian mengenai persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif. Selain itu, alasan peneliti melakukan penelitian ini karena peneliti memang tertarik menghadapi anak yang susah untuk dikendalikan. Penelitian ini diharapkan dapat
(24)
menjelaskan dan menggambarkan dalam masalah pendidikan formal mengenai perkembangan emosi anak hiperaktif dari segi pandangan guru. 1.2Identifikasi Masalah
Ditemukan siswa yang mengalami hiperaktif di SD Kasih dan belum diketahui tentang persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa yang mengalami hiperaktif.
1.3Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada di latar belakang, maka peneliti akan membatasi masalah tersebut oleh persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa yang mengalami hiperaktif kelas II di SD Kasih.
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagaimana persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas II di SD Kasih? 1.4.2 Bagaimana persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak yang
mengalami hiperaktif di SD Kasih? 1.5Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk sebagai berikut:
1.5.1 Untuk mengetahui persepsi guru terhadap anak yang mengalami hiperaktif 1.5.2 Untuk mengetahui persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak yang
(25)
1.6Manfaat Penelitian
1.6.1 Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan pada dunia pendidikan tentang memahami anak hiperaktif, serta untuk menambah pengetahuan mengenai penanganan yang yang tepat untuk menangani anak hiperaktif, dan untuk menambah pengetahuan tentang persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif.
1.6.2 Manfaat Praktis 1.6.2.1Bagi Peneliti
Hasil dan proses penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa hiperaktif. 1.6.2.2Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberi pembelajaran, pembinaan, bimbingan, dan pertimbangan dalam membangun perkembangan belajar anak hiperaktif di kelas.
1.6.2.3Bagi Orangtua yang Memiliki Anak Hiperaktif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk orangtua yang memiliki anak hiperaktif agar dapat selalu memperhatikan, membimbing, dan mengembangkan emosi anaknya ketika di rumah. 1.6.2.4Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan untuk melakukan studi lanjutan tentang persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa hiperaktif.
(26)
1.7Definisi Operasional
a. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevalusi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. b. Persepsi adalah proses memahami, menerima, mengkoordinasi,
menginterpretasikan rangsangan di lingkungan sekitar melalui panca indera sehingga menyadari dan mengerti apa yang diinderakan. c. Belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan sikap dari suatu aktivitas yang dilakukan.
d. Perkembangan emosi adalah perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) mengenai perasaan/pikiran dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati yang muncul dari perilakunya.
e. Hiperaktif adalah disfungsi neurologis dengan gejala gangguan pemusatan perhatian terhadap suatu hal.
(27)
7 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab II ini, peneliti memaparkan empat topik yaitu kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pernyataan penelitian. Pada kajian teori, peneliti membahas tentang teori-teori yang masih berkaitan dengan persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif. Pada penelitian yang relevan, peneliti memaparkan hasil penelitian yang pernah dilakukan dan penelitian tersebut masih berkaitan dengan judul penelitian ini. Sedangkan pada kerangka teori, peneliti menunjukkan kepada para pembaca agar dapat memahami penelitian yang dilakukan, serta pernyataan penelitian yang masih memiliki kaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini.
2.1Kajian Pustaka
2.1.1 Deskripsi Partisipan Penelitian
Partisipan awal dalam penelitian ini adalah seorang siswa laki-laki kelas II di SD Kasih bernama M.F.S yang biasa dipanggil dengan nama Marka (nama disamarkan). Peneliti menggunakan siswa tersebut karena sesuai hasil pengamatan dan wawancara, anak tersebut mengalami hiperaktif. Marka lahir pada tanggal 23 Mei 2008 dan menurut guru wali kelas IIA yang setiap harinya mengajar, anak ini masih memiliki keturunan dari suku Batak. Marka tinggal bersama dengan kedua orang tuanya yang masih utuh serta dengan satu kakak kandungnya yang saat ini juga masih berstatus sebagai siswa di SD Kasih tepatnya di kelas IV. Marka merupakan anak kedua dari pasangan suami istri H.M.S dan F.H.P. Marka tinggal bersama keluarganya di salah satu daerah
(28)
wilayah Kabupaten Bantul. Kondisi perekonomian keluarga Marka termasuk ke dalam golongan menengah ke atas. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil observasi peneliti dari data sekolah yang menyatakan bahwa Ayah Marka bekerja sebagai wiraswasta, dan ibunya tidak bekerja. Data mengenai tanggal lahir dan kondisi perekonomian Marka tersebut peneliti dapatkan dari hasil observasi data sekolah.
Peneliti sebelumnya sudah mengetahui bahwa Marka adalah seorang anak yang mengalami hiperaktif pada saat peneliti melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD Kasih selama kurang lebih tiga bulan. Peneliti tidak membuat jadwal untuk melakukan wawancara dengan Marka karena peneliti karena peneliti tidak melakukan wawancara terhadapnya. Peneliti melakukan penelitian ini dengan melakukan pengamatan atau observasi langsung dan mewawancarai beberapa guru mengenai Marka saat melakukan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Pada awal kegiatan PPL peneliti mengobservasi tingkah laku Marka yang tidak bisa duduk diam di kelas bahkan sampai lari-lari di saat pembelajaran berlangsung, bermain-main saat di dalam kelas dengan barang-barang yang ada di sekitarnya, dan menganggu temannya saat pelajaran berlangsung sehingga Marka memiliki kesan sebagai anak nakal di kelas.
Peneliti sempat masuk di kelas Marka untuk memberikan pembelajaran sebagai tugas peneliti juga untuk mengajar dalam melaksanakan PPL. Selama peneliti melakukan proses pembelajaran, Marka susah untuk bisa diajak diam dan bahkan saat ditegur dia lari meninggalkan kelas. Saat peneliti mengajak siswa secara klasikal untuk memperhatikan dan mencoba mengerjakan tugas-tugas dari
(29)
peneliti, terlihat Marka sedang asyik bermain-main dengan barang yang ada di sekitarnya seperti pensil atau penghapus. Dengan kejadian tersebut dapat dikatakan bahwa Marka sangat sulit untuk memusatkan perhatian terutama pada saat diajak untuk melakukan sesuatu hal yang berkaitan dengan berpikir atau dengan hal yang tidak disukainya. Selama peneliti mengamati, terlihat bahwa Marka lebih cenderung menyukai bermain dan aktivitas-aktivitas fisik karena peneliti telah mencoba untuk menggunakan sebuah media untuk mengajak siswa kelas IIA untuk bermain sambil belajar. Saat itulah Marka terlihat dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
Selama peneliti melakukan observasi terhadap Marka, memang perilaku Marka terlihat berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Tingkah laku Marka cenderung sulit untuk diatur karena seringkali Marka terlihat mengganggu temannya pada saat pembelajaran berlangsung. Peneliti juga melihat bahwa Marka ternyata memiliki emosi yang cukup tinggi karena peneliti pernah melihat saat pembelajaran di kelas berlangsung, Marka malah berkelahi dengan teman sebangkunya hanya karena Marka mengganggu teman sebangkunya dan temannyapun membalas dengan menganggunya. Setelah Marka diganggu dengan temannya, Marka langsung marah dan malah berkelahi dengan temannya tersebut. Sewaktu kegiatan pembelajaran di kelas Marka terlihat selalu keluar kelas tanpa izin dan tanpa alasan sama sekali. Selain itu, Marka juga sering terlihat tidak rapi dalam mengenakan seragamnya dan sering terlihat berkeringat karena aktivitas-aktivitas fisik yang dia lakukan. Bedasar hasil pengamatan dengan partisipan, Marka kemungkinan mengalami hiperaktif. Gangguan yang dialami
(30)
Marka secara tidak langsung berpengaruh pada perilaku Marka di sekolah, perubahan emosi, dan interaksinya.
Kesimpulan peneliti mengenai Marka ternyata didukung oleh guru kelas IIA sebagai wali kelas Marka serta didukung oleh guru-guru lain. Saat peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas, guru kelas menjelaskan bahwa Marka memang sangat sulit diatur, mudah marah, sering keluar masuk kelas tanpa izin dan alasan yang jelas, sering mengganggu teman-temannya sampai dianggap sebagai anak nakal.
2.1.2 Persepsi Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (KBBI, 2005: 863) persepsi adalah tanggapan (penerima) langsung dari sesuatu. Menurut Dakir (dalam Moedjanto, dkk 1987:15) persepsi adalah suatu proses untuk memberi arti pada tanda-tanda dari objek atau fakta objektif yang diterima oleh individu setelah ia memperoleh stimulasi lewat indera-inderanya. Thoha (2005: 141-142) mengemukakan bahwa persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.
Walgito (dalam Sunaryo, 2013:95) mendefinisikan bahwa persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menghasilkan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu
(31)
diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi, individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2004 : 93). Ada 2 macam persepsi menurut Sunaryo (2004 : 94) yaitu:
1) Eksternal perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu.
2) Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari diri sendiri. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah individu itu sendiri.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan persepsi adalah tanggapan dari penerima secara langsung dengan proses memahami pada suatu objek melalui indera penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman terhadap suatu informasi yang diperoleh sehingga dapat mengerti dan menyadari apa yang diinderakan. Selain itu, dapat dikatakan bahwa persepsi bersifat individu karena persepsi setiap orang terhadap suatu objek belum tentu sama dengan orang atau individu lain. Dengan adanya persepsi, individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan.
Guru adalah salah satu dari bagian dalam sebuah kegiatan pembelajaran yang bertugas untuk memberikan pembelajaran dan memiliki posisi untuk menentukan suatu pembelajaran. Fungsi utama guru adalah marancang, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
(32)
2.1.3 Perkembangan Emosi
Sarwono (dalam Yusuf, 2011: 115) berpendapat emosi adalah setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Menurut Beaty (2013: 92), perkembangan emosional anak agak berbeda dari aspek perkembangan lainnya. Meskipun pertumbuhan emosional terjadi serentak dengan perkembangan fisik, sosial, kognitif, bahasa, dan kreatif dan saling bergantung di antara mereka, sepertinya seolah-olah anak–anak belum terlihat mantap. Seperti yang LeDoux (dalam Beaty , 2013: 92) jelaskan: “ Sebuah emosi merupakan pengalaman subjektif, invasi kesadaran yang bersemangat, sebuah perasaan adalah respons terhadap perasaan ini yang mungkin berubah pada anak kecil sejalan waktu karena kedewasaannya, lingkungan, reaksi orang lain disekitarnya, atau pembimbingan yang diterima”.
Beaty (2013: 92) juga menjelaskan bahwa perkembangan emosional memang memiliki dasar fisik dan kognitif bagi perkembangannya, tetapi begitu kemampuan dasar manusia terbentuk, emosi jauh lebih situasional. Menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosi adalah setiap keadaan pada diri anak yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas mempunyai perkembangan fisik, sosial, kognitif, bahasa, dan kreatif yang berbeda. Perkembangan emosi juga memiliki dasar fisik dan kognitif bagi perkembangannya, tetapi begitu kemampuan dasar manusia terbentuk, emosi jauh lebih situasional. Izard (dalam Beaty , 2013: 92) berpendapat emosi memiliki tiga dimensi yang saling berinteraksi internal yaitu:
(33)
b. Proses di otak dan sistem saraf
c. Pola atau reaksi ekspresif yang bisa diamati
Beaty (2013: 94) juga memaparkan bagaimana cara membantu anak-anak mengelola reaksi emosional tidak sesuai, diantaranya:
a. Singkirkan atau kurang penyebab emosi
b. Redakan respons negatif anak dengan membiarkannya “mengeluarkannya”
melalui tangisan, bicara, atau memindahkan perasaannya menjadi tindakan nondestruktif
c. Tawarkan dukungan, kenyamanan, dan ide untuk kontrol diri d. Contohkan sendiri perilaku terkendali
e. Beri anak kesempatan untuk membicarakan perasaan negatif secara sesuai Yusuf (2011: 115) memaparkan ada beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya sebagai berikut:
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi) c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang
mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara
(34)
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain
Yusuf (2011: 116) juga memaparkan ciri-ciri emosi, diantaranya:
a. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berpikir
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera
Ada tiga ciri-ciri emosi yang telah diungkapkan oleh ahli seperti di atas. Namun untuk mengenal lebih jauh mengenai ciri-ciri emosi, emosi juga dapat dibedakan menjadi emosi anak dengan emosi orang dewasa. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut.
EMOSI ANAK EMOSI ORANG DEWASA
1. Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba
2. Terlihat hebat/kuat
3. Bersifat sementara/dangkal 4. Lebih sering terjadi
5. Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya
1. Berlangsung lebih lama dan berakhir lambat
2. Tidak terlihat hebat/kuat 3. Lebih mendalam dan lama 4. Jarang terjadi
5. Sulit diketahui karena lebih pandai menyembunyikannya
Yusuf (2011: 117) menjelaskan bahwa emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
a. Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, sakit, lelah, kenyang, dan lapar
(35)
b. Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi ini diantaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.
2) Perasaan Sosial, yaitu perasan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.
3) Perasaan Susila, yaitu perasan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral).
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian. 5) Perasaan Ketuhanan, manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama)
kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” yang berarti sebagai makhluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama.
James dan Lange (dalam Yusuf, 2011: 118) menyatakan bahwa, emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Menurut Lindsley (dalam Yusuf, 2011: 118) menyatakan bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak. Sedangkan Waston (dalam Yusuf, 2011: 118) mengemukakan bahwa ada tiga pola dasar emosi yaitu takut, marah, dan cinta. Ketiga jenis emosi tersebut menunjukkan respons tertentu pada stimulus tertentu juga, tetapi kemungkinan terjadi juga perubahan. Menurut pendapat para ahli tersebut emosi muncul disebabkan kegiatan individu yang terlampau keras dari susunan syaraf otak dan rasa takut,
(36)
marah serta cinta menunjukkan respons tertentu sehingga terjadi sebuah perubahan.
2.1.4 Hiperaktif
Marlina (2008: 2) berpendapat istilah ADHD diadaptasi dari bahasa inggris yaitu Attention Deficit/Hiperactifity Disorder. Seorang ADHD akan mengalami kesulitan dalam perilaku, kesulitan bersosial, dan kesulitan lain yang berkaitan. Zaviera (2014:11), anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas. Hiperaktif juga biasa disebut dengan hiperkinetik. Hiperkenitik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif, dan impulsif. Hermawan (dalam Zaviera, 2014:14) menjelaskan ditinjau secara psikologis, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal. Disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa hiperaktif adalah perilaku yang berkembang secara tidak sempurna dan timbul pada anak-anak dan orang dewasa yang disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian.
Barkley (dalam Martin, 2008:21) mengungkapkan ciri-ciri anak yang mengalami gangguan hiperaktif adalah sulit memusatkan perhatian pada yang dilakukannya, tidak berhasil menyelesaikan tugas, sulit mempertahankan perhatian ketika bermain, konsentrasi mudah terganggu, impulsivitas, sulit antri, ingin menguasai interaksi sosial dan suka menyela pembicaraan orang, tidak dapat
(37)
duduk diam, kadang memanjat, selalu bergerak, sulit mematuhi peraturan dan instruksi.
2.1.3.1 Ciri-ciri Hiperaktif
Zaviera (2014:15) menjelaskan ciri-ciri hiperaktif: 1. Tidak fokus
Anak dengan gangguan hiperaktivitas tidak bisa berkonsentrasi lebih dari lima menit. Dengan kata lain, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan perhatiannya kepada hal lain. Tidak hanya itu, anak dengan gangguan hiperaktvitas tidak memliki fokus yang jelas. dia berbicara semaunya berdasarkan apa yang ingin diutarakan tanpa ada maksud jelas sehingga kalimatnya sering sulit dipahami. Biasanya anak selalu cuek ketika dipanggil.
2. Menentang
Anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap menentang atau tidak mau dinasehati. Penolakannya juga bisa ditujukan dengan sikap cuek.
3. Destruktif
Perilaku anak hiperaktivitas bersifat destruktif atau merusak, biasanya merusak barang yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, anakhiperaktif sebaiknya dijauhkan dari barang-barang yang mudah dipegang dan dirusak.
(38)
4. Tidak kenal lelah
Anak dengan gangguan hiperaktivitas sering tidak menunjukkan sikap lelah. Sepanjang hari dia akan selalu bergerak kesana kemari, lompat, lari, berguling, dan sebagainya.
5. Tanpa tujuan
Semua aktivitas dilakukan tanpa tujuan yang jelas. 6. Tidak sabar dan usil
Anak dengan gangguan hiperaktivitas memiliki sifat yang tidak sabar. Selain itu anak dengan gangguan hiperaktivitas sering mengusili teman-temannya tanpa alasan yang jelas.
7. Intelektualitas rendah
Seringkali intelektualitas anak dengan gangguan hiperaktivitas berada dibawah rata-rata anak normal. Mungkin karena secara psikologis mentalnya sudah terganggu sehingga ia tidak bisa menunjukkan kemampuan kreatifnya.
Dari pernyataan di atas dapat lihat bahwa ada banyak ciri-ciri hiperaktif yaitu tidak fokus, menentang, destruktif, tidak kenal lelah, tanpa tujuan, tidak sabar dan usil, dan intelektualitas rendah.
2.1.3.2 Tipe Hiperaktif
Zaviera (2014:12) juga menyebutkan tipe hiperaktif adalah: 2. Tipe sulit berkonsentrasi
(39)
a. Sering melakukan kecerobohan atau gagal menyimak hal yang teperinci dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat b. Sering sulit memusatkan perhatian secara terus-menerus dalam
suatu aktivitas
c. Sering tampak tidak mendengar kalau diajak bicara
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas e. Sering sulit mengatur kegiatan maupun tugas
f. Sering menghindar, tidak menyukai, atau enggan melakukan tugas yang butuh pemikiran yang cukup lama
g. Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk melakukan tugas
h. Sering mudah beralih perhatiannya oleh rangsangan dari luar i. Sering lupa dalam mengerjakan kegiatam sehari-hari
3. Tipe hiperaktif-impulsif
Berikut adalah ciri anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif:
a. Sering menggerak-gerakan tangan atau kaki ketika duduk atau sering menggeliat.
b. Seing meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya
d. Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang
(40)
e. Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Tenaganya juga tidak habis
f. Sering terlalu banyak bicara
g. Sering terlalu cepat memberi jawaban ketika ditanya, padahal pertanyaan belum selesai
h. Sering sulit meninggu giliran
i. Sering memotong atau menyela pembicaraan 4. Tipe kombinasi
Ciri anak hiperaktif tipe kombinasi mencakup kedua ciri dari tipe sulit berkonsentrasi dan tipe hiperaktif-impulsif.
2.1.3.3 Kriteria Diagnosis ADHD
Berdasarkan karakteristik anak hiperaktif, ada tiga tipe kriteria anak hiperaktif, yaitu tipe inatensi, tipe hiperaktif-implusif, dan tipe kombinasi berlebihan dibandingkan anak-anak lain yang sebaya (Wood, 2003). DSM-IV® - TR (2003) menjelaskan tiga tipe kriteria anak hiperaktif:
1. Tipe Inatensi; Perilaku yang muncul pada anak, diantaranya (1) anak sulit memberikan perhatian pada setiap detail pekerjaan, tugas sekolah, atau aktivitas lain (ceroboh), (2) sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas atau bermain, (3) tampak tidak mendengarkan jika diajak berbicara, (4) sering tidak mengikuti perintah dan gagal dalam menyelesaikan tugas, (5) tidak teratur dalam mengerjakan tugas, (6) menghindari aktivitas mental (berpikir), (7) sering
(41)
kehilangan barang milik pribadi, seperti buku, pensil, mainan, dan sebagainya, (8) perhatiannya mudah teralih, dan (9) sering lupa. 2. Tipe Hiperaktif dan Impulsif; Perilaku yang muncul pada hiperaktif
(1) sering gelisah (selalu menggerak-gerakkan tangan atau menggoyang-goyangkan badan), (2) sering meninggalkan tempat duduk, (3) berlari dan memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat, (4) sulit bermain dengan tenang saat waktu luang, (5) melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, (6) sering berbicara berlebihan, dan perilaku yang muncul pada impulsif (7) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, (8) sulit menunggu giliran, dan (9) sering menyela pembicaraan orang lain.
3. Tipe kombinasi; Perilaku yang muncul pada anak dengan tipe kombinasi mencakup kedua karakteristik anak hiperaktif dari tipe inatensi dan tipe hiperaktif-implusif.
Beberapa kriteria tipe anak hiperaktif yang dikemukakan oleh DSM-IV® - TR dijadikan pedoman secara umum untuk menentukan seseorang mengalami hiperaktif. Seseorang dinyatakan mengalami hiperaktif apabila memenuhi minimal 6 kriteria diagnosis selama tiga bulan terakhir.
Delphie (2006: 74) mengemukakan bahwa kesulitan belajar anak hiperaktif disebabkan juga adanya kontrol diri yang kurang dan sering impulsif dalam setiap kegiatan yang dia lakukan, sangat mudah untuk marah dan seringkali suka berkelahi. Penyebab hiperaktif telah banyak diteliti dan dipelajari, tetapi
(42)
belum ada satu pun penyebab pasti yang tampak berlaku bagi semua gangguan yang ada. Berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika, masalah selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan perkembangan otak berperan penting sebagai faktor penyebab hiperaktif (Zaviera, 2014:52-53).
2.2Penelitian yang Relevan
Penelitian pertama adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Amin tahun 2009 pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun dalam bentuk jurnal penelitian. Judul
yang penulis ambil dalam jurnal penelitiannya adalah “Perilaku Hiperaktif dan
Upaya Penanganannya”. Penelitian dilakukan karena perilaku buruk pada masa kanak-kanak apabila tidak diatasi cenderung bermasalah pada saat dewasa, sehingga dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan dan keluarga mereka menghadapi banyak masalah. Dari latar belakang di atas, penulis memaparkan hasil penelitian terhadap dua orang anak yang berperilaku hiperaktif dan upaya yang dilakukan guru dalam membantu kedua anak tersebut, dimana kedua anak secara umum memiliki karakteristik dan perilaku yang hampir sama dan sangat mengganggu proses pembelajaran di kelas dan bertujuan agar para guru TK/Pendidik anak usia dini lainnya memahami bentuk perilaku anak hiperaktif serta memahami upaya yang seharusnya dilakukan dalam membantu anak yang berperilaku hiperaktif.
Hasil penelitian yang penulis dapat adalah perilaku anak yang hiperaktif tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian penulis dapat
(43)
mempertahankan konsentrasinya paling lama lima menit, tidak dapat duduk tenang, berpindah dari satu tempat ketempat lain, tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas, dalam interaksi sosial cenderung memonopoli kegiatan, impulsif, kadang menyela pembicaraan orang dan agresif. Merubah perilaku anak yang mengalami hiperaktif dituntut kesabaran, keikhlasan dan keterampilan, dengan penanganan kognitif behavioral yaitu menggabungkan modifikasi perilaku yang didasarkan pada pemberian pujian atas keberhasilan yang dicapai dan modifikasi kognitif dengan melatih anak untuk mewarnai atap rumah dan berhasil melakukannya.
Penelitian kedua adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zaezara pada tahun 2014 di SD Bercahaya. Peneliti ini mengambil judul “Persepsi dan Cara Penanganan Guru Terhadap Kemampuan Belajar Siswa dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Kelas II di SD Bercahaya”. Penelitian ini dilakukan atas dasar masing-masing guru mempunyai pandangan yang berbeda-beda terhadap ABK, karena guru tidak memahami betul apa yang dialami anak. Ada sebagian guru yang tidak peduli terhadap perubahan emosi, tingkah laku dan permasalahan lain yang terjadi pada N, namun ada pula guru yang membantu anak dengan memberikan pendekatan-pendekatan, seperti mendekati anak, kemudian menanyakan apa yang menyebabkan anak melakukan perilaku yang tidak baik ketika proses pembelajaran.
Hasil penelitian yang didapat adalah persepsi guru terhadap kemampuan belajar siswa yang mengalami GPPH, berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data bahwa setiap guru yang mengampu di kelas II SD Bercahaya
(44)
memiliki kesamaan dengan teori tentang anak GPPH, namun persepsi guru terkait dengan kondisi siswa yang mengalami GPPH tidak memiliki kesamaan dengan teori anak GPPH. Terkait dengan pola perilaku yang ditunjukan N, maka pemberian treatment telah guru lakukan dengan cara sendiri tanpa adanya pelatihan khusus, seperti membiarkan siswa melakukan hal yang ingin dilakukan. Membiarkan atau mendiamkan siswa yang mengalami GPPH itu menunjukan perilakunya yang tidak biasa merupakan bentuk motivasi yang diberikan guru sebagai langkah awal dalam penanganan. Kurangnya pemahaman guru tentang anak GPPH disebabkan karena guru belum pernah mengikuti pelatihan khusus tentang cara terbaik menangani anak berkebutuhan khusus terutama cara penanganan bagi anak yang mengalami GPPH.
Penelitian ketiga adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hidayati pada tahun 2013 dalam sebuah jurnal penelitian. Judul penelitian yang dia ambil
adalah “Peran Pendampingan Regulasi Emosi Terhadap Perilaku Maltreatment
pada Ibu dari Anak GPPH”. Penelitian ini dilakukan atas dasar data yang diperoleh dari hasil preliminary study yang dilakukan, menunjukkan bahwa hasil dari wawancara dengan ibu yang memiliki anak terdiagnosa GPPH menunjukkan bahwa ibu sering tidak sabar dan jengkel menghadapi perilaku anak yang tidak pernah dapat tenang, suka memporak porandakan mainan atau barangbarang yang ada di rumah, berguling-guling ketika keinginannya tidak terpenuhi. Sikap ibu menjadi lebih kasar dan terkadang berbuat kasar, mencubit dan memukul, menyeret ketika anak tidak segera melakukan instruksi yang diberikan, ibu merasa anak merepotkannya. Sikap keras yang dilakukan oleh ibu dalam upaya
(45)
mengendalikan perilaku anak, namun kenyataan justru sebaliknya, anak menjadi marah dan menunjukkan sikap melawan. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak dengan GPPH merasa tertekan dan sering mengalami kesulitan ketika menghadapi perilaku dan emosi anaknya, dan terkadang ibu harus menahan emosinya sendiri ketika menghadapi perilaku anaknya.
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis berpikir perlu ada upaya yang dapat memberikan manfaat praktis dan segera dirasakan agar ibu tidak merasa tertekan sehingga menjadi lebih tenang dan sabar dalam menghadapi anak dengan GPPH. Upaya yang bisa dilakukan oleh penulis antara lain dengan pendampingan pada ibu yang memiliki anak dengan GPPH untuk mengatur emosinya atau melakukan regulasi emosi. Menurut penulis regulasi emosi perlu dilakukan ibu agar dapat melatih dan mengendalikan emosinya terutama selama berinteraksi dengan anak dengan GPPH. Ibu dengan kemampuan regulasi emosi yang baik, diharapkan memiliki reaksi emosional yang positif.
Pendampingan dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan informasi mengenai GPPH dan kedua model proses regulasi emosi melalui kelima aspeknya (pemilihan situasi, modifikasi situasi, penyebaran perhatian, perubahan kognitif dan modulasi respon). Hal ini bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai GPPH dan beberapa cara regulasi emosi secara jelas, ibu lebih bisa mengelola emosi secara baik karena persepsi ibu yang semula negatif terhadap perilaku anak dengan GPPH berubah lebih positif, ibu lebih memahami dinamika perilaku anak dengan GPPH, lebih bisa menerima kondisi anak dan dapat memberikan pengasuhan yang lebih positif.
(46)
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa pendampingan regulasi emosi dapat menurunkan perilaku maltreatment fisik yaitu perilaku mencubit pada kedua subjek. Kedua subjek dalam penelitian ini menggunakan kedua model strategi regulasi emosi yaitu strategi reappraisal (antecedent-focused) dan strategi Response-Focused (Expressive Suppression) tergantung situasi, namun lebih sering menggunakan strategi Response-Focused (Expressive Suppression). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kedua subjek dalam melakukan regulasi emosi, tanpa melalui seluruh proses atau tahap dari kelima model proses regulasi emosi. Kedua subyek pada saat berada dalam situasi yang akan memunculkan emosi akibat perilaku anak dengan GPPH yang sulit dikendalikan dapat memilih model yang memungkinkan dilakukan saat itu.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, hasil penelitian yang telah dilakukan memiliki relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Pada penelitian pertama dan kedua menyatakan tentang perilaku hiperaktif dan persepsi guru tehadap anak berkebutuhan khusus. Peneliti akan melakukan penelitian mengenai persepsi guru terhadap anak hiperaktif dan tentunya peneliti juga membutuhkan informasi mengenai perilaku serta cara penanganan anak hiperaktif. Sedangkan penelitian ketiga menerangkan mengenai regulasi emosi terhadap perilaku maltreatment pada ibu dari anak GPPH. Dari penelitian ketiga ini juga telah menggambarkan perkembangan emosi yang terjadi pada anak hiperaktif terkait dengan perilaku maltreatment pada orang tua anak. Hal ini terlihat pada saat anak menjadi marah dan menunjukkan sikap melawan.
(47)
Peneliti membuat sebuah literature map atau kerangka berpikir yang memuat penelitian-penelitian terdahulu sampai dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Berdasar pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai subjek seorang anak yang tergolong dalam anak yang berkebutuhan khusus yaitu hiperaktif, peneliti berupaya untuk mengetahui persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa anak yang mengalami hiperaktif kelas II di SD Kasih. Kerangka berpikir penelitian yang relevan dapat dilihat pada berikut:
2.2 Literature Map Penelitian yang Relevan 2.3Kerangka Teori
Pendidikan sekolah dasar adalah sebuah cabang pendidikan yang
diselenggarakan untuk mencerdaskan anak bangsa ditingkat awal setelah anak
menyelesaikan pendidikan anak usia dini. Pendidikan sekolah dasar menjadi tempat
untuk anak-anak belajar seusai lulus dari sebuah cabang pendidikan tingkat
kanak-PERILAKU HIPERAKTIF PERSEPSI GURU PERKEMBANGAN EMOSI
Perilaku Hiperaktif dan Upaya Penanganannya
Persepsi dan Cara Penanganan Guru Terhadap Kemampuan Belajar Siswa dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Kelas II di
SD Bercahaya
Peran Pendampingan Regulasi Emosi Terhadap Perilaku Maltreatment pada Ibu
dari Anak GPPH
Persepsi Guru Terhadap Perkembangan Emosi Anak Hiperaktif Kelas II di SD Kasih
(48)
kanak. SD Kasih adalah sebuah sekolah dasar yang memiliki cukup banyak siswa. Ada
berbagai karakteristik siswa di SD tersebut, akan tetapi tidak ada perlakuan khusus bagi
siswa yang sekolah di SD tersebut. Di SD Kasih terdapat juga beberapa anak yang dapat
digolongkan dalam anak berkebutuhan khusus bertipe hiperaktif. Objek penelitian yang
digunakan oleh peneliti adalah seorang siswa kelas II di SD Kasih yang bernama Marka.
Selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, seringkali terjadi
permasalahan yang diakibatkan oleh Marka. Dengan adanya permasalahan tersebut
membuat kegiatan pembelajaran menjadi tidak nyaman bahkan membuat hasil
pembelajaran menjadi tidak sesuai dengan yang telah direncanakan oleh guru.
Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan, permasalahan yang terjadi ini
terlihat saat seorang siswa dijahili oleh Marka yang tergolong hiperaktif dan saat
ditegur, Marka terbawa emosi sehingga pada akhirnya menjadi sebuah konflik. Saat di
kelas Marka selalu susah untuk diajak konsentrasi, sering meninggalkan tempat
duduknya, sering berlari-lari kesana kemari, sering keluar masuk kelas tanpa izin dan
tanpa alasan yang jelas, dan sering sulit menunggu jawaban. Perbedaan yang Marka
tunjukkan tidak hanya dalam tingkah laku, namun terlihat juga dalam perkembangan
emosionalnya. Perkembangan emosi yang terlihat pada anak-anak seumuran Marka
dapat dikatakan masih labil atau belum stabil, namun mereka masih memiliki
pengendalian pada saat guru mengingatkan mengenai tingkah laku mereka. Berbeda
dengan Marka yang susah sekali untuk dikendalikan karena seringkali Marka meluapkan
emosinya pada saat keinginannya tidak dapat tercapai. Berdasarkan uraian di atas
peneliti tertarik untuk mengetahui persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa
(49)
2.4 Pernyataan Penelitian
Pada bagian ini peneliti menyajikan beberapa pertanyaan penelitian yang dapat membantu pada saat melakukan penelitian:
- Bagaimana perkembangan emosi anak yang mengalami hiperaktif di SD Kasih?
- Bagaimana persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak yang mengalami hiperaktif di SD Kasih?
(50)
30 BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III menjelaskan metode penelitian yang berisi tentang jenis penelitian, tempat penelitian, partisipan penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, keabsahan data, dan teknik analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 208: 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Pendapat ini didukung oleh Moleong (2008: 5) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang. Mulyatiningsih (2014: 44) berpendapat data kualitatif berupa sekumpulan hasil wawancara, pengamatan, catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya sehingga data penelitian kualitatif memiliki banyak variasi. Arikunto (dalam Prastowo, 2014: 203) mengatakan bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu variabel, gejala, atau keadaan.
Penelitian yang dilakukan ini, peneliti memilih untuk menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti memilih menggunakan penelitian kualitatif deskriptif karena peneliti hendak mendeskripsikan dan menarik kesimpulan dari fenomena sosial yang terjadi secara alami. Fenomena sosial yang peneliti maksud
(51)
adalah seperti fenomena sosial yang dialami oleh salah seorang siswa di SD Kasih. Pada penelitian ini peneliti ingin mendeskripsikan situasi mengenai partisipan yang diteliti yaitu persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa hiperaktif.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai dari pertengahan bulan Juli sampai bulan Desember 2015. Waktu penelitian dapat dilihat pada tabel jadwal penelitian berikut:
No. Jenis Kegiatan
Waktu Penelitian (dalam bulan)
06 07 08 09 10 11 12 01 02 1. Observasi Keadaan
Lapangan
2. Pengumpulan Data 3. Menyusun Proposal
4. Pengecekan Data dan Informasi
5. Pengolahan Data 6. Menyusun Laporan 7. Ujian Skripsi
3.2.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di kelas II SD Kasih. Karena alasan kerahasiaan, peneliti menggunakan nama SD Kasih sebagai pseudonym. SD Kasih
(52)
terletak di sebuah desa yang tidak terlalu terpencil. Letak geografis SD Kasih berseberangan dengan sebuah pasar tradisional. SD Kasih juga memiliki letak geografis yang berdekatan dengan sekolah lain, panti asuhan, dan kantor desa. Lingkungan SD Kasih ini tidak begitu luas namun cukup maju. SD Kasih ini memiliki halaman yang cukup luas untuk melakukan olah raga dan memiliki sebuah taman kecil untuk bermain siswa, bila membutuhkan lapangan yang cukup luas siswa di ajak ke lapangan luas yang letaknya tidak terlalu jauh dari SD Kasih ini. SD Kasih memiliki beberapa kelas pararel kecuali kelas III dan IV.
3.3 Partisipan Penelitian
Penelitian kualitatif dikenal dengan adanya partisipan/informan. Ahmadi (2014:83) menjelaskan informan dalam penelitian kualitatif tidak berfungsi untuk mewakili populasi, tetapi mewakili informasi. Oleh sebab itu penentuan subyek penelitian bukan pada besarnya jumlah orang yang diperlukan untuk memberikan informasi, melainkan siapa saja diantara mereka yang lebih banyak atau paling banyak terlibat dalam peristiwa atau memiliki informasi penting yang diperlukan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan beberapa orang informan sebagai partisipan yaitu guru kelas IIA, guru kelas IA yang pernah mengajar siswa hiperaktif tersebut sewaktu kelas I, guru mata pelajaran olahraga, dan orang tua siswa yang memiliki persepsi terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif. Tidak hanya informan, namun disini dikenal istilah key informan atau kunci sumber informasi. Key informan disini adalah anak hiperaktif kelas II SD Kasih yaitu Marka.
(53)
Peneliti memilih beberapa guru tersebut sebagai partisipan karena peneliti mencari guru yang pernah terlibat mengajar dan sedang mengajar siswa hiperaktif tersebut. Alasan peneliti memilih beberapa guru karena mereka yang selama ini telah mengamati dan mengajar siswa tersebut saat berada di kelasnya. Guru tersebut yang selalu menghadapi dan menangani siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan peneliti melakukan wawancara terhadap orangtua siswa karena informasi yang didapat dari orangtua, peneliti gunakan untuk menyeimbangkan informasi dari guru.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan penelitian di SD Kasih dan memberikan surat izin penelitian kepada kepala sekolah. Setelah izin diterima peneliti melakukan perkenalan kepada guru-guru di SD Kasih dan melakukan wawancara kepada beberapa guru untuk mencari informasi mengenai anak hiperaktif di SD tersebut. Setelah mendapat beberapa informasi dari guru ternyata ada tiga anak yang mengalami hiperaktif di SD tersebut yaitu siswa kelas VI, kelas IV, dan kelas II. Setelah peneliti melakukan observasi langsung kepada beberapa anak hiperaktif tersebut secara langsung, peneliti memilih untuk meneliti siswa kelas II yang bernama Marka. Peneliti memilih siswa kelas II tersebut karena siswa tersebut memenuhi kriteria anak hiperaktif dibandingkan dengan dua siswa lainnya. Selain itu, peneliti memilih siswa tersebut karena dia seringkali meluapkan emosinya pada saat keinginannya tidak dapat dia capai.
(54)
Untuk memperoleh data tentang persepsi guru terhadap perkembangan emosi siswa yang mengalami hiperaktif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Kartono (dalam Gunawan, 2013: 171) menjelaskan bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului dengan beberapa pertanyaan informal. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstuktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2014:228).
Selanjutnya teknik untuk mengumpulkan data yang digunakan adalah observasi. Observasi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian apa pun, termasuk penelitian kualitatif. Arikunto (dalam Gunawan, 2013:143) menjelaskan bahwa observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti serta mencatat secara sistematis. Patton (dalam Ahmadi, 2014: 161) menjelaskan tujuan observasi untuk mendeskripsikan latar yang diobservasi; kegiatan-kegiatan yang terjadi di latar itu; orang-orang yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan; makna latar, kegiatan-kegiatan, dan partisipasi mereka dalam orang-orangnya. Observasi yang digunakan adalah observasi partisipan. Observasi partisipan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun
(55)
data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan di mana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden (Noor, 2011: 140). 3.5 Instrumen Penelitian
Sugiyono (2014: 372-373) mengemukakan instrumen penelitian dalam sebuah penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Sedangkan Nasution (dalam Sugiyono, 2014: 373-374) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Selain peneliti, instrumen penelitian yang digunakan antara lain wawancara tidak terstruktur, perekam, alat tulis, dan catatan pengamatan langsung ketika observasi.
Peneliti sebagai instrumen harus memiliki kemampuan dalam melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti dulunya adalah tipe orang yang cukup sulit untuk berkomunikasi di depan umum karena rasa malu. Beberapa pengalaman telah membuat peneliti untuk terus berusaha membiasakan diri menyampaikan pendapat yaitu ketika peneliti di semester 1 hingga semester 7. Ketika di semester 6 peneliti menjadi seorang koordinator perlengkapan dalam kegiatan Fakultas yaitu Dekan Cup 2014. Melalui kegiatan
(56)
tersebut peneliti diminta untuk sering memimpin rapat divisi perlengkapan sehingga peneliti mulai terbiasa untuk menyampaikan pendapat.
Pada semester 6 peneliti juga dihadapkan dengan beberapa mata kuliah yang membuat peneliti harus melawan rasa malu yaitu dalam mata kuliah seni drama, seni musik, dan seni tari. Setiap mata kuliah tersebut menuntut untuk mempersembahkan sebuah karya yang ditampilkan di depan umum. Dimulai dari kegiatan perkuliahan tersebut peneliti mulai mencoba keberanian dengan mengikuti sendra tari reog wayang yang diselenggarakan di desa untuk menyambut dinas pertanian yan hendak melakukan penilaian lomba hasil tani desa tingkat nasional. Melalui pengalaman yang peneliti tersebut, peneliti dapat memiliki cukup keberanian untuk melawan rasa malu.
Pada saat peneliti memasuki perkuliahan di semester 7, peneliti melakukan kegiatan PPL yang diselenggarakan oleh kampus untuk mempertajam kemampuan peneliti dalam menjadi seorang guru. Selama kegiatan PPL berlangsung, peneliti merasakan bahwa adanya lingkungan baru sehingga membuat peneliti untuk lebih pandai beradaptasi dan menjalin hubungan di sekitar melalui komunikasi dengan siswa dan pihak sekolah yaitu Kepala Sekolah serta guru. Melalui pengalaman yang dilalui tersebut membuat peneliti untuk lebih siap dalam melakukan pengumpulan data dalam melakukan penelitian ini.
Kesulitan yang peneliti rasakan dalam melakukan pengumpulan data ini adalah pada saat melakukan wawancara dengan guru maupun orangtua. Pada awalnya peneliti merasa bingung dengan apa yang harus dilakukan dan hendak ditanyakan pada saat wawancara karena dalam penelitian ini, peneliti
(57)
menggunakan metode wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara secara improvisasi. Selain itu, peneliti merasa gugup untuk melakukan wawancara dengan orangtua menurut peneliti melakukan wawancara dengan orangtua siswa merupakan hal yang tidak biasa. Peneliti berpikir mengenai cara untuk melakukan pendekatan yang tepat dengan orangtua siswa.
Pada awalnya, peneliti berniat untuk berkunjung ke rumah siswa untuk bertemu orangtua siswa yang mengalami hiperaktif tersebut. Pertemuan peneliti dengan orangtua siswa berlangsung cukup lama dan membuat peneliti lebih merasa akrab untuk melakukan pembicaraan dengan orangtua mengenai penelitian yang hendak peneliti lakukan. Akhirnya peneliti dapat memveranikan diri untuk meminta izin kepada orangtua bahwa menjadikan anaknya untuk menjadi objek penelitian. Setelah peneliti mendapat izin, peneliti mencoba untuk membuat janji melakukan wawancara di hari lain. Peneliti merasa belajar sebuah hal yang baru dalam melakukan pengumpulan data ini yaitu menjalin hubungan dengan orang lain. Selain itu pembelajaran bagi peneliti yang lain adalah peneliti mengetahui bahwa persepsi setiap orang memang berbeda.
Pengumpulan data yang peneliti lakukan dari awal hingga akhir yaitu pertama kali peneliti melakukan observasi terhadap tingkah laku dan perkembangan emosi siswa yang mengalami hiperaktif. Setelah itu peneliti melakukan wawancara dengan beberapa guru yang telah peneliti pilih untuk menjadi partisipan. Pada akhir pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara dengan orangtua siswa. Berikut adalah alur wawancara dan observasi yang akan dilakukan oleh peneliti:
(58)
No Partisipan Aspek yang diteliti Teknik pengumpulan
data Sumber data
1. Anak hiperaktif Perkembangan emosi
siswa. Observasi Siswa hiperaktif
2. Wali kelas siswa hiperaktif
Persepsi perkembangan emosi siswa hiperaktif
Wawancara tidak terstruktur dan observasi
Wali kelas siswa hiperaktif
3
Guru kelas I yang pernah mengajar
siswa hiperaktif saat kelas I
Persepsi perkembangan emosi siswa hiperaktif
Wawancara tidak terstruktur dan observasi
Guru kelas 1 yang pernah mengajar siswa saat kelas 1
4 Guru Penjaskes Persepsi perkembangan emosi siswa hiperaktif
Wawancara tidak
terstruktur dan observasi Guru Penjaskes
5 Orangtua anak yang mengalami hiperaktif (ibu siswa) Persepsi perkembangan emosi siswa hiperaktif
Wawancara tidak terstruktur dan observasi
Orangtua siswa anak yang mengalami hiperaktif (ibu
siswa)
3.6 Teknik Keabsahan Data 3.6.1 Uji Kredibilitas
Mahdi, dkk (2014:140) menjelaskan bahwa sebuah penelitian bisa dikatakan kredibel apabila hasil penelitiannya sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Uji kredibilitas data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, menggunakan bahan referensi, analisis kasus negatif, dan member check. Pada penelitian ini tidak digunakan uji validitas dan reliabilitas karena keabsahan data dilihat dari keakuratan data yang berupa data deskriptif dari partisipan dan peneliti sendiri.
(59)
3.6.1.1 Perpanjangan Pengamatan
Sugiyono (2014: 436) menyatakan dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk dan semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Perpenjangan pengamatan ini digunakan untuk menguji kembali data yang diperoleh benar atau tidak. Apabila data yang diperoleh sudah benar dan kredibel, perpanjangan pengamatan dapat diakhiri. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan beberapa kali terhadap Marka untuk memperoleh kebenaran data yang telah diperoleh. Selain melakukan pengamatan terhadap Marka, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa partisipan seperti yang telah direncanakan sebelumnya.
3.6.1.2 Triangulasi
Moleong (2008: 330) berpendapat bahwa, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dari berbagai pandangan. Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti adalah triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik adalah teknik untuk menguji kredibilitas data yang
(60)
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2010: 373). Pada triangulasi teknik peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama. Pertama kali data diperoleh dari dokumentasi lalu dicek dengan cara observasi partisipatif dan wawancara. Data yang diperoleh dapat dikatakan kredibel apabila pengujian dari ketiga teknik tersebut memiliki hasil yang sama. Berikut adalah bagan mengenai triangulasi teknik:
Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Teknik
Sedangkan triangulasi sumber adalah teknik untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2010: 373). Peneliti melakukan wawancara yang mendalam kepada tiga guru di SD Kasih untuk dijadikan triangulasi sumber. Berikut peneliti paparkan bagan triangulasi sumber yang peneliti lakukan:
Observasi Partisipatif
Wawancara
Dokumentasi Sumber Data
Sama
Guru Kelas IIA
Wawancara
mendalam Guru Kelas IA
Guru Olahraga Gambar 3.4 Bagan Triangulasi Sumber
(61)
3.6.2 Uji Transferabilitas
Sugiyono (2014: 443) berpendapat bahwa transferabilitas dalam penelitian kualitatif, adalah derajat keterpakaian hasil penelitian untuk diterapkan di situasi yang baru dengan orang-orang yang baru. Peneliti membuat sebuah hasil penelitian yang berupa uraian rinci. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat menjadi daya transfer bagi pembaca dalam berpersepsi mengenai anak yang mengalami hiperaktif. Kemampuan daya transfer ini juga memiliki tujuan agar pembaca dapat mengerti dan memahami ketika menemui anak hiperaktif dengan perkembangan emosi yang berbeda. Peneliti dapat membuat laporan dengan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya, sehingga peneliti juga dapat memberi referensi yang berarti bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian yang sama.
3.6.3 Uji Dependabilitas
Sugiyono (2014:444) menjelaskan uji dependabilitas dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Cara melakukan uji dependabilitas dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Penelitian dinilai dependabilitas apabila pendekatan yang digunakan konsisten dan dapat diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (Mahdi, dkk, 2014: 141). Langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan pengujian dependabilitas, yaitu peneliti menentukan fokus masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, dan membuat kesimpulan berdasar hasil penelitian.
(62)
3.6.4 Uji Konfirmabilitas
Sugiyono (2014: 445) menyatakan dalam penelitian kualitatif, uji konfirmabilitas mirip dengan uji dependabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses penelitian yang dilakukan. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengujian kesesuaian antara hasil penelitian dengan proses penelitian yang sudah dilakukan.
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penghimpunan atau pengumpulan, pemodelan, dan transformasi data dengan tujuan untuk menyoroti dan memperoleh informasi yang bermanfaat, memberikan saran, kesimpulan, dan mendukung pembuatan keputusan (Widi, 2010:253). Menurut Gunawan (2013:209), analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode/tanda, dan mengkategorikan sehingga diperoleh temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab. Menurut Taylor (dalam Mulyatiningsih, 2014: 43), analisis data adalah cara atau usaha untuk menemukan jawaban dari masalah yang telah dirumuskan berdasarkan data penelitian. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah sebuah proses atau kegiatan pengumpulan data, pemodelan, transformasi, mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode/tanda, dan mengkategorikan secara sistematis sehingga mudah dipahami dan mudah diinformasikan kepada orang lain. Menurut Noor (2011: 163), teknik analisis data merupakan cara menganalisis data penelitian, termasuk alat-alat statistik yang relevan untuk digunakan dalam penelitian. Proses analisis
(63)
data menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 337) dilakukan melaui tiga tahap yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi.
3.7.1 Reduksi Data
Sugiyono (2010: 338) mengungkapkan bahwa reduksi data adalah proses dimana dilakukannya pemilihan data pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data untuk disimpulkan dan diverifikasi. Pada penelitian ini, peneliti membuat sebuah rangkuman kemudian disusun secara sistematis untuk mempermudah apabila dilakukan pengecekan kembali jika suatu ketika data diperlukan kembali. Pada proses reduksi data ini peneliti mencari data hingga peneliti mendapatkan data yang penting dan valid untuk digunakan.
3.7.2 Display Data
Display data atau penyajian data ini dilakukan dengan tujuan memudahkan untuk memahami dan mempermudah peneliti dalam melihat keseluruhan hasil penelitian. Penyajian data ini dilakukan dengan menyusun informasi mengenai persepsi guru terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif kelas II di SD Kasih. Pada proses display data ini setelah peneliti mendapatkan data yang penting sesudah proses reduksi data, peneliti mengkategorikan masing-masing data berdasarkan kategori atau tema masing-masing. Proses ini dilakukan oleh peneliti agar memudahkan untuk mencari, membaca, dan menarik kesimpulan dari data yang diperoleh.
(1)
LAMPIRAN 3 PEMETAAN
(2)
PEMETAAN
Guru Kelas
IIA
Ibu Siswa Guru
Olahraga Guru Kelas
IA
Persepsi terhadap Anak Hiperaktif
Penanganan yang diberikan
Perkembangan Emosi Anak
Penanganan agar Emosi Anak Lebih Berkembang Perilaku Anak
(3)
LAMPIRAN 4 MEMO TERTULIS
(4)
MEMO TERTULIS
Pada penelitian ini terdapat lima partisipan yaitu Marka, Bu Agni, Bu Tamtam, Bu Enen, dan Bu Hati (Ibu Marka). Namun peneliti melakukan wawancara hanya kepada guru dan orangtua saja. Marka tidak diminta informasi oleh peneliti karena peneliti hanya ingin melihat persepsi guru dan orangtua terhadap perkembangan emosi anak hiperaktif. Sedangkan informasi yang didapat dari orangtua hanya digunakan untuk menyeimbangkan informasi dari guru saja.
Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh persepsi guru mengenai perkembangan emosi anak hiperaktif yang dalam hal ini adalah Marka. Persepsi mereka terbentuk oleh pengamatan yang dilakukan sehari-hari selama kegiatan belajar mengajar di dalam kelas maupun saat di luar kelas. Menurut mereka anak hiperaktif adalah anak yang memiliki tingkah laku yang berbeda dengan anak lain. Perbedaan tingkah laku anak hiperaktif menurut mereka cenderung susah untuk diajak berkonsentrasi, tidak dapat duduk diam, dan selalu bergerak.
Keempat partisipan mengungkapkan bahwa emosi adalah sebuah perasaan yang muncul dari diri seseorang melalui pengalaman yang dialami. Mereka juga mengungkapkan bahwa emosi yang berkembang adalah adanya pengendalian diri dari diri sendiri pada saat emosi tersebut muncul. Maksudnya adalah pada saat seseorang menunjukkan luapan perasaannya, pada saat itulah orang tersebut memiliki pengendalian diri untuk mengontrol luapan perasaannya. Mereka juga mengungkapkan perkembangan emosi setiap anak berbeda. Adanya perbedaan perkembangan tersebut menimbulkan adanya persepsi pada setiap partisipan. Guru mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan emosi diperlukan adanya pendampingan khusus dan mencoba untuk memberikan tanggung jawab kepada siswa agar emosi tersebut dapat berkembang meskipun secara perlahan. Sedangkan orangtua mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan emosi anak, diperlukan pendekatan khusus dari orangtua. Orangtua tentunya harus dapat memahami anak sepenuhnya untuk memberikan penanganan yang tepat agar tidak terjadi maltreatment yang akan berakibat pada sikap anak di masa depannya. Oleh karena itu peran guru sebagai orangtua di sekolah dan orangtua siswa sangat berpengaruh dalam pengembangan emosi siswa agar siswa mampu tumbuh dan berkembang dengan baik.
(5)
LAMPIRAN 5 RIWAYAT PENELITI
(6)
Markus Andika Nurcahya, lahir di kota Bantul Yogyakarta pada tanggal 23 April 1994. Peneliti telah menempuh pendidikan formal yang dimulai dari tahun 1999-2001 di TK Immaculata Ganjuran. Kemudian peneliti melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar pada tahun 2001-2006 di SD Kanisius Ganjuran. Setelah peneliti menyelesaikan pendidikan di jenjang Sekolah Dasar, peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah pertama yaitu SMP N 3 Bantul pada tahun 2006-2009. Setelah peneliti lulus dari jenjang menengah pertama, peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas yaitu SMA N 3 Bantul pada tahun 2009-2012. Setelah lulus dari jenjang menengah atas, peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi lagi di Universitas Sanata Dharma dan terdaftar sebagai mahasiswa S1 pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dengan NIM 121134198. Selama peneliti menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma, peneliti pernah mengikuti kepanitiaan di sebuah acara Fakultas yaitu Dekan Cup 2014 sebagai koordinator perlengkapan. Peneliti juga telah menempuh berbagai kegiatan wajib tingkat Universitas, Fakultas, dan Prodi seperti Inisiasi, PPKM I dan II, Weekend Moral, Diseminasi Hasil Magang Dosen, dan masih banyak kegiatan lain.