terbentuk dari proses pengendapan lumpur dan mineral dalam air sungai”.
Siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep jenis-jenis batuan ini sebanyak 132 siswa atau 57,4 terdiri
dari jawaban salah konsep dan tidak sesuai dengan konteks. Miskonsepsi terbesar dari jawaban siswa adalah bahwa
“Batuan beku berasal dari endapan magma dan keras. Batuan sedimen berasal dari magma.
” yakni sebanyak 37 siswa atau 16,1.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
miskonsepsi siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean untuk mata pelajaran IPA Fisika semester 2. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah
242 siswa. Data analisis penelitian diperoleh dari hasil tes tertulis menggunakan dua instrumen penelitian yakni pilihan ganda dan uraian.
Berdasarkan hasil analisis secara deskripsi diketahui bahwa siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean mengalami miskonsepsi terhadap materi
IPA Fisika semester 2. Pada instrumen soal pilihan ganda miskonsepsi yang dilihat dari jawaban siswa salah tetapi keyakinan jawaban mereka yakin benar
rata-rata sebesar 40. Hasil penelitian pada soal pilihan ganda menunjukkan bahwa lebih dari 30 dari 242 siswa yang mengalami miskonsepsi pada aitem
1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 12, 13, 15, 16, 17, 18, dan 19. Hanya ada lima aitem yang memiliki persentase siswa yang mengalami miskonsepsi di bawah 20 yaitu
pada aitem 6, 9, 11, 14, 20. Miskonsepsi paling besar terletak pada aitem 10 yakni konsep sifat-sifat cahaya yang tidak menunjukkan bahwa cahaya
merambat lurus. Sedangkan miskonsepsi paling rendah terletak pada aitem 6 yakni konsep pesawat sederhana khususnya sifat-sfiat katrol.
Analisis yang kedua adalah untuk soal uraian, konsep dalam penelitian ini meliputi, konsep pesawat sederhana yang dibagi menjadi pengungkit soal
nomor 1 dan bidang miring soal nomor 2, konsep cahaya yang dibagi menjadi bayangan pada cermin soal nomor3 dan sifat cahaya yang dibiaskan
soal nomor 5, dan konsep pembentukan tanah yakni perbedaan batuan beku dan batuan sedimen soal nomor 4. Miskonsepsi yang terjadi pada instrumen
uraian rata-rata sebesar 45, dengan miskonsepsi terbesar pada aitem 1 yakni konsep pengungkit, sedangkan miskonsepsi paling rendah pada konsep
pesawat sederhana khususnya bidang miring. Data miskonsepsi untuk instrumen uraian yaitu aitem 1 sebesar 62,2, aitem 2 sebesar 20,5, aitem 3
sebesar 61,3, aitem 4 sebesar 57,4, aitem 5 sebesar 25. Berdasarkan analisis data tersebut, miskonsepsi yang paling tinggi yaitu pada soal nomor 1
sebesar 62,2 yakni mengenai pengungkit. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Suryanto dan Hewindati 2002 mengenai pemahaman murid sekolah dasar SD terhadap konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam IPA berbasis Biologi:
suatu diagnosis adanya miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi banyak terjadi pada konsep-konsep yang diteliti. Berdasarkan
analisis terhadap pola jawaban yang diberikan siswa, miskonsepsi terjadi karena dalam memahami konsep, siswa mengandalkan pada pengalaman
sehari-hari dan penikiran logis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut memperkuat hasil penelitian peneliti yaitu adanya miskonsepsi IPA Fisika
siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Godean. Peneliti
sejenis dilakukan
oleh Mustaqim
2014, yang
menginterpretasikan bahwa miskonsepsi siswa dengan menggunakan metode Certainty of Response Index CRI pada konsep fotosintesis dan respirasi
tumbuhan terdapat miskonsepsi sebesar 37,9. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai miskonsepsi IPA Fisika pada kelas V
yang terdapat miskonsepsi hingga mencapai 89,7. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmi 2013 tersebut
menguatkan hasil penelitian ini. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat miskonsepsi pada materi gerak jatuh bebas mengenai percepatan gravitasi
sebesar 53,57. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai miskonsepsi terhadap gaya gravitasi yakni sebesar 43,8.
Disimpulkan bahwa hasil ini menunjukkan bahwa terdapat miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2, hal ini terjadi karena berbagai faktor. Salah satu
faktor tersebut adalah karena pemahaman guru terhadap materi kurang baik, sehingga hal ini menyebabkan kesalahan konsep pada siswa.
Berdasarkan hasil tersebut terdapat beberapa faktor yang menurut peneliti dapat mempengaruhi hasil dari analisis deskriptif tersebut, diantaranya
siswa masih mengandalkan pengalaman sehari-hari dan hasil pemikiran logis. Hal ini selaras dengan teori yang diungkapkan oleh Suparno 2005: 35 -50
yang menyatakan bahwa penyebab miskonsepsi bisa berasal dari siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode pengajaran. Salah satu penyebab miskonsepsi
yang terlihat pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean yaitu konteks. Konteks dapat menimbulkan miskonsepsi dari pengalaman.
139
BAB V PENUTUP