Miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman.

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

Marcelina Riski Yunita Jayanti Universitas Sanata Dharma

2016

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep IPA Fisika siswa kelas V yang menyebabkan adanya miskonsepsi. Salah satu yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin siswa yang memiliki tingkat intelegensi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dan mengetahui ada atau tidaknya miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif survei. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 217 siswa yang diambil dengan cara random sampling. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan teknik tes. Instrumen tes yang digunakan berbentuk instrumen pilihan ganda sebanyak 20 butir soal.

Hasil penelitian ini adalah ditemukannya miskonsepsi IPA Fisika pada siswa SD Negeri se-Kecamatan Seyegan. Dari 20 butir soal pilihan ganda yang dianalisis, miskonsepsi yang terbesar terjadi pada butir soal nomer 14 tentang materi sifat bayangan yang terbentuk pada kaca spion mobil atau motor. Dalam hal ini sebanyak 106 siswa atau 48,85 % mengalami miskonsepsi. Hipotesis penelitian ini dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U-Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama. Nilai signifikansi yang diperoleh 0,264 dengan α = 0,05, hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dilihat dari jenis kelamin.


(2)

ABSTRACT

STUDENT’S MISCONCEPTION OF SCIENCE PHYSICS IN THE SECOND

SEMESTER OF THE FIFTTH GRADER IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN SEYEGAN DISTRIC OF SLEMAN REGENCY

Marcelina Riski Yunita Jayanti Sanata Dharma University

2016

The background of this research is the low student’s understanding about Science Physics concept for students of 5th grader that caused there are misconception. The one of all that become a factor caused misconception is student’s ability refer to student’s gender contrast that has the difference intelegensi level. The aim of this research is to describe misconception of Science Physics in the second semester of the fifth grader in State Elementary School in Seyegan Distric and to know whether or not the misconception Science Physics viewed of student’s gender.

This research use quantitative survey method. Subject in this research is students of the fiftth grader in State Elementary Schools in Seyegan Distric of Sleman Regency. There is 217 students as sample which take by random sampling. This research use the test technique to get data. This research use multiple choice to test instrument as many as 20 items question.

This research’s result is found the misconception of Science Physiscs in student’s of the State Elementary Schools in Seyegan Distric. From 20 items which analyzed, the bigest misconception occur in the 14th item about shadow characteristic in car or motorcycle mirror. In this matter, as many as 106 students or 48,85 % experience misconception. This research’s hypothesis analyzed use Mann-Whitney Test method, which the aim to know what the two independent samples source from the same population. From the analysis, get significant value 0,264 with α = 0,05, talk about result show that there is not contrast student’s misconception of Science Physics refer to students gender.


(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Marcelina Riski Yunita Jayanti NIM: 121134139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukaan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Marcelina Riski Yunita Jayanti NIM: 121134139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk :

1. Tuhan Yesus Kristus, Allah yang mahamurah, serta Bunda Maria, yang selalu memberkati dan mendampingi setiap langkahku hingga sampai sejauh ini dan sepanjang hidupku nanti.

2. Bapakku Heribertus Sukirman dan ibuku Chatarina Suparti yang telah membesarkan, mendidikku dan mencurahkan seluruh kasih sayangnya untukku, untuk selalu mendoakan, mendukung serta memberiku semangat untuk terus maju menjadi lebih baik dan menyelesaikan skripsi ini.

3. Adikku Venantius Riski Mei Aditama dan Lucky Bintang Hardiansyah yang memberikan warna ceria dengan penuh canda tawa dalam hari-hariku.

4. Semua keluarga, sahabat-sahabat baikku, teman-teman payungku, teman-teman PPL, dan semua orang yang telah mendukung sehingga karya skripsiku ini dapat aku selesaikan.


(8)

v MOTTO

Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari,

mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan.

(Matius 7:8)

Aku bersyukur kepada Dia yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan

kita.

(1 Timotius 1:12)

Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh

pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juru Selamat semua manusia,

terutama mereka yang percaya.

(1 Timotius 4:10)

Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu

menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 Maret 2016 Penulis


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Marcelina Riski Yunita Jayanti Nomor Mahasiswa : 121134139

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN beserta perangkat yang digunakan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 4 Maret 2016 Yang menyatakan,


(11)

viii ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

Marcelina Riski Yunita Jayanti Universitas Sanata Dharma

2016

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep IPA Fisika siswa kelas V yang menyebabkan adanya miskonsepsi. Salah satu yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi adalah kemampuan siswa dilihat dari perbedaan jenis kelamin siswa yang memiliki tingkat intelegensi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dan mengetahui ada atau tidaknya miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif survei. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 217 siswa yang diambil dengan cara random sampling. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan teknik tes. Instrumen tes yang digunakan berbentuk instrumen pilihan ganda sebanyak 20 butir soal.

Hasil penelitian ini adalah ditemukannya miskonsepsi IPA Fisika pada siswa SD Negeri se-Kecamatan Seyegan. Dari 20 butir soal pilihan ganda yang dianalisis, miskonsepsi yang terbesar terjadi pada butir soal nomer 14 tentang materi sifat bayangan yang terbentuk pada kaca spion mobil atau motor. Dalam hal ini sebanyak 106 siswa atau 48,85 % mengalami miskonsepsi. Hipotesis penelitian ini dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U-Test yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama.

Nilai signifikansi yang diperoleh 0,264 dengan α = 0,05, hasil tersebut

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan dilihat dari jenis kelamin.


(12)

ix

ABSTRACT

STUDENT’S MISCONCEPTION OF SCIENCE PHYSICS IN THE SECOND

SEMESTER OF THE FIFTTH GRADER IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN SEYEGAN DISTRIC OF SLEMAN REGENCY

Marcelina Riski Yunita Jayanti Sanata Dharma University

2016

The background of this research is the low student’s understanding about Science Physics concept for students of 5th grader that caused there are misconception. The one of all that become a factor caused misconception is student’s ability refer to student’s gender contrast that has the difference intelegensi level. The aim of this research is to describe misconception of Science Physics in the second semester of the fifth grader in State Elementary School in Seyegan Distric and to know whether or not the misconception Science Physics viewed of student’s gender.

This research use quantitative survey method. Subject in this research is students of the fiftth grader in State Elementary Schools in Seyegan Distric of Sleman Regency. There is 217 students as sample which take by random sampling. This research use the test technique to get data. This research use multiple choice to test instrument as many as 20 items question.

This research’s result is found the misconception of Science Physiscs in student’s of the State Elementary Schools in Seyegan Distric. From 20 items which analyzed, the bigest misconception occur in the 14th item about shadow characteristic in car or motorcycle mirror. In this matter, as many as 106 students or 48,85 % experience misconception. This research’s hypothesis analyzed use Mann-Whitney Test method, which the aim to know what the two independent samples source from the same population. From the analysis, get significant value 0,264 with α = 0,05, talk about result show that there is not contrast student’s misconception of Science Physics refer to students gender.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi ini dengan baik. Skripsi

yang berjudul “MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari banyak dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan segala ketulusan hati kepada :

1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, M.Pd., Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. dan Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., sebagai dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan karya ilmiah ini.

5. Semua kepala sekolah dan guru kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman yang telah bersedia bekerja sama dengan baik dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. Semua siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman yang telah bersedia bekerja sama dan mendukung terlaksananya penelitian ini.

7. Bapakku Heribertus Sukirman, ibuku Chatarina Suparti, adikku Venantius Riski Mei Aditama, dan Lucky Bintang Hardiansyah yang


(14)

xi

selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang serta perhatian kepada penulis.

8. Teman-teman Payung Miskonsepsi IPA Fisika (Ardi, Annas, Lukas, Ones, Rani, Asri, Ratna, Mbak Pipin, Puput, Vero, Luky, Aldika, Dita, Pungky) yang selalu mau untuk bekerja sama, berbagi pengetahuan dan canda tawa.

9. Teman-teman PPL SD Kanisius Kenteng (Dewi, Tri, Johan) yang selalu memberi dukungan dan inspirasi serta penguatan.

10.Teman-teman kelas A, D, E angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat, inspirasi dan banyak pengalaman.

11.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam bentuk apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya karya ilmiah ini.


(15)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10


(16)

xiii

2. Konsepsi ... 15

3. Miskonsepsi ... 15

4. Hakikat Pembelajaran IPA ... 21

5. Pembelajaran IPA untuk Kelas V SD ... 26

6. Miskonsepsi Dalam IPA ... 33

7. Jenis Kelamin ... 34

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 36

C. Kerangka Berpikir ... 42

D. Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Jenis Penelitian ... 46

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 47

1. Waktu Penelitian ... 47

2. Tempat Penelitian ... 47

C. Populasi dan Sampel ... 48

1. Populasi ... 48

2. Sampel ... 49

D. Variabel Penelitian ... 51

1. Variabel Terikat (Dependent Variabels) ... 52

2. Variabel Bebas (Independent Variabels) ... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

1. Studi Dokumentasi ... 52

2. Wawancara ... 53

3. TesTertulis ... 53

F. Instrumen Penelitian ... 54

1. Instrumen Tes ... 54

2. Daftar Cek ... 56

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 57

1. Uji Validitas ... 57

2. Uji Reliabilitas ... 65

H. Teknik Analisis Data ... 66

1. Analisis Deskriptif ... 66

2. Uji Hipotesis Perbedaan Miskonsepsi Siswa Dilihat Dari Jenis Kelamin ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Hasil Penelitian ... 73

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 73


(17)

xiv

3. Deskripsi Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V

SD Negeri se-Kecamatan Seyegan... 77

4. Uji Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Seyegan Dilihat dari Jenis Kelamin Siswa ... 109

B. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 116

BAB V PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Keterbatasan Penelitian ... 126

C. Saran ... 126

DAFTAR REFERENSI ... 127


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Emosional dan Intelektual ... 35

Tabel 3.1. Populasi Siswa Kelas V SD N Se-Kecamatan Seyegan ... 48

Tabel 3.2. Sampel Penelitian yang Dihitung dengan Rumus Krejcie ... 50

Tabel 3.3. Kisi-kisi Soal Pilihan Ganda ... 55

Tabel 3.4. Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 59

Tabel 3.5. Tabel Hasil Uji Validasi Ahli ... 61

Tabel 3.6. Validitas Soal Pilihan Ganda ... 64

Tabel 3.7. Kualifikasi Reliabilitas ... 65

Tabel 3.8. Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 66

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Siswa di SD Negeri Se-Kecamatan Seyegan ... 76

Tabel 4.2. Soal dan Kunci Jawaban KD 5.1 ... 79

Tabel 4.3. Soal dan Kunci Jawaban KD 5.2 ... 85

Tabel 4.4. Soal dan Kunci Jawaban KD 6.1 ... 94

Tabel 4.5. Soal dan Kunci Jawaban KD 6.2 ... 101

Tabel 4.6. Soal dan Kunci Jawaban KD 7.1 ... 103

Tabel 4.7. Soal dan Kunci Jawaban KD 7.3 ... 108

Tabel 4.8. Hasil Uji Normalitas ... 112

Tabel 4.9. Hasil Uji Homogenitas ... 113

Tabel 4.10. Peringkat Nilai Siswa Laki-Laki dan Perempuan ... 115


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Literatur Map Penelitian ... 42

Gambar 3.1. Rumus Krejcie ... 50

Gambar 4.1. Pie Chart Jenis Kelamin Siswa ... 76

Gambar 4.2. Persentase Miskonsepsi Secara Umum ... 78

Gambar 4.3. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 1 ... 81

Gambar 4.4. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 2 ... 82

Gambar 4.5. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 3 ... 83

Gambar 4.6. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 4 ... 84

Gambar 4.7. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 5 ... 87

Gambar 4.8. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 6 ... 88

Gambar 4.9. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 7 ... 89

Gambar 4.10. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 8 ... 91

Gambar 4.11. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 9 ... 92

Gambar 4.12. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 10 ... 93

Gambar 4.13. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 11 ... 96

Gambar 4.14. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 12 ... 97

Gambar 4.15. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 13 ... 98

Gambar 4.16. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 14 ... 99

Gambar 4.17. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 15 ... 100

Gambar 4.18. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 16 ... 102

Gambar 4.19. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 17 ... 104

Gambar 4.20. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 18 ... 106


(20)

xvii

Gambar 4.22. Miskonsepsi Pada Butir Soal No. 20 ... 109 Gambar 4.23. Histogram Data Jenis Kelamin Siswa ... 111 Gambar 4.24. Histogram Data Nilai Siswa ... 111


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1a. Surat Pernyataan Bersedia Menyerahkan Hasil Penelitian ... 130

Lampiran 1b. Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa ... 131

Lampiran 1c. Surat Ijin dari BAPPEDA ... 132

Lampiran 1d. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 133

Lampiran 1e. Surat Ijin Penelitian Dari Universitas/FKIP ... 134

Lampiran 2. Data SD Di Kecamatan Seyegan ... 135

Lampiran 3a. Rekap Hasil Expert Judgment Ahli ... 136

Lampiran 4. Prosedur Pengerjaan Soal ... 145

Lampiran 5. Identitas Siswa dan Orang Tua Siswa ... 146

Lampiran 6. Soal Uji Empiris ... 147

Lampiran 7. Hasil Uji Validasi Soal Empiris ... 153

Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Soal Empiris ... 154

Lampiran 9. Instrumen Soal Penelitian ... 155

Lampiran 10. Hasil Pengerjaan Salah Satu Sampel Penelitian ... 160

Lampiran 11a. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.5.1 ... 165

Lampiran 11b. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.5.2 ... 166

Lampiran 11c. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.6.1 ... 168

Lampiran 11d. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.6.2 ... 170

Lampiran 11e. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.7.1 ... 171

Lampiran 11f. Jawaban dan Miskonsepsi Siswa pada KD.7.3 ... 172

Lampiran 12. Hasil Pengerjaan Soal Pilihan Ganda ... 173

Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas ... 185


(22)

xix

Lampiran 15. Hasil Uji Hipotesis ... 187 Lampiran 16. Hasil Uji Validitas Muka ... 188 Lampiran 17. Hasil Wawancara ... 189 Lampiran 18. Daftar Cek Jenis Kelamin ... 190 Lampiran 19. Foto Penelitian ... 191 Lampiran 20. Tabel Krejcie ... 192 Curriculum Vitae ... 193


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab I menjelaskan tentang berbagai landasan dari penelitian ini, yang memberikan informasi kepada pembaca. Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Mulai dari manusia lahir hingga manusia menjadi dewasa tentunya tidak lepas dari pendidikan. Hal tersebut didukung dengan hakikat pendidikan yang menjadikan arah pendidikan kokoh dan kuat untuk bisa memuliakan manusia (Triwiyanto, 2014: 19).

Pendidikan ini menjadi sumber untuk manusia memperoleh pengetahuan yang dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran dalam hidup (Triwiyanto, 2014: 19). Pengetahuan tidak begitu saja bisa langsung muncul, tetapi seperti yang diungkapkan oleh Keraf dan Dua (dalam Triwiyanto, 2014: 19) bahwa gejala yang menyebabkan pengetahuan terbentuk adalah melalui dua sumber yaitu kutub si pengenal dan kutub yang dikenal, atau dapat juga diantara subjek serta objek. Pengetahuan sendiri memiliki arti sebagai segala sesuatu yang diketahui oleh manusia (Samatowa, 2011: 2).


(24)

Pendidikan yang wajib ditempuh siswa di Indonesia adalah pendidikan dasar, salah satunya sekolah dasar (SD). Di SD terdapat berbagai mata pelajaran, salah satunya Ilmu Pengetahuan Alam. Secara umum hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu tentang alam, termasuk berbagai peristiwa yang terjadi di alam (Samatowa, 2011: 3). Dalam IPA ini dibahas tentang berbagai gejala serta kejadian-kejadian di alam yang disusun secara sistematis. Hal tersebut dilaksanakan berdasarkan pada percobaan dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh para ahli. Dalam IPA ini bukan semata-mata membahas tentang benda dan makhluk hidup saja, tetapi juga mempelajari tentang bagaimana cara kerja, cara berpikir atau menalarnya serta mempelajari bagaimana cara untuk memecahkan setiap persoalan yang ada di dalamnya. Materi dasar-dasar IPA sudah mulai disampaikan di tingkat SD, sedangkan materi yang lebih tinggi akan disampaikan di tingkat sekolah menengah hingga ke perguruan tinggi.

Di SD materi IPA yang disampaikan lebih menjurus pada IPA secara umum, belum diajarkan IPA secara spesifik pada fisika, biologi maupun kimia. Namun meskipun demikian, materi tersebut tetap dapat dibedakan pada setiap cabangnya. Dalam IPA di SD ini, siswa diberikan kesempatan untuk berlatih berbagai keterampilan yang telah disesuaikan dengan perkembangan kognitifnya (Samatowa, 2011: 5). Dalam keterampilan proses berarti siswa belajar untuk mengamati, mencoba memahami apa yang diamatinya, menggunakan pengetahuan yang baru untuk menebak apa


(25)

yang terjadi dan menguji hasil tebakan atau ramalan berdasarkan kondisi untuk melihat apakah hal tersebut benar (Paolo dalam Samatowa, 2011: 5).

IPA penting disampaikan sebagai pembelajaran karena memiliki tujuan untuk membantu perkembangan suatu bangsa, yang mana dalam hal ini IPA menjadi dasar suatu teknologi, sedangkan teknologi sendiri dianggap sebagai tulang punggung pembangunan suatu bangsa. Kemudian selain itu IPA juga bertujuan untuk bisa membentuk kepribadian siswa secara keseluruhan dengan menggunakan nilai-nilai pendidikannya. Selain itu siswa dapat juga menjadi berpikir kritis, sehingga ia bisa berlatih menemukan dan menyelidiki pengetahuan yang baru atau dengan kata lain

siswa bisa mengikuti metode “inkuiri”. Di samping itu, IPA juga

mengajarkan ilmunya kepada siswa dengan kegiatan-kegiatan percobaan, sehingga anak tidak melulu harus menghafalkan materi yang disampaikan (Samatowa, 2011: 4). Pentingnya konsep IPA dipahami oleh siswa adalah untuk bekal pada nantinya ketika mereka menerapkan dan mengimplementasikan ilmunya tersebut pada kehidupannya sehari-hari, baik itu dalam pendidikan yang lebih lanjut maupun di dalam dunia kerja.

Hasil pembelajaran IPA di Indonesia saat ini seakan jauh berbeda dengan tujuan dari IPA itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa sekolah, IPA merupakan ilmu hafalan. Sehingga pada waktu ada tes atau ujian, siswa belajar untuk menghafalkan materi yang diujikan tersebut. Padahal sesuai dengan pendapat beberapa ahli bahwa IPA merupakan ilmu yang memupuk rasa


(26)

ingin tahu yang tinggi, mengembangkan kemampuan bertanya dan kemudian akan membuat siswa tersebut berusaha sendiri untuk mencari jawaban dari suatu pertanyaan tersebut serta mengembangkan kemampuannya dalam berpikir ilmiah (Samatowa, 2011: 2).

Di Indonesia pada saat sekarang ini, peneliti melihat dari hasil International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 yang menyatakan bahwa siswa Indonesia khususnya pada literasi Sains terletak di urutan 35 dari 49 negara, dengan pencapaian skor 433 yang masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Hal ini membuktikan bahwa prestasi IPA siswa di Indonesia rendah.

Rendahnya prestasi IPA didukung data wawancara dengan salah satu guru SD di kecamatan Seyegan, keadaan yang dialami siswa kelas V di SD Negeri seluruh Kecamatan Seyegan terutama pada mata pelajaran IPA kurang baik. Dikatakan oleh guru tersebut bahwa pemahaman siswa terhadap materi IPA masih kurang. Hal tersebut berpengaruh pada hasil belajar yang mereka peroleh. Menurut guru tersebut, kurangnya pemahaman siswa terhadap materi IPA disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya kreatifitas guru ketika mengajar dan minimnya alat peraga yang tersedia di sekolah.

Rendahnya prestasi seseorang atau siswa, salah satunya disebabkan oleh miskonsepsi (Suparno, 2005: 40). Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli (Suparno, 2005: 8). Miskonsepsi ini perlu dihindari agar tidak terjadi salah pengertian yang


(27)

terus ada dalam pikiran siswa, sehingga dengan hal tersebut siswa dapat membentuk pengetahuannya dengan lebih tepat dan benar (Suparno, 2005: 136) sesuai dengan konsep yang sebenarnya dan kemudian dapat menggunakan pengetahuan tersebut dengan tepat dan benar pula. Miskonsepsi juga perlu diteliti agar dapat diketahui penyebab dan cara untuk bisa mengatasi miskonsepsi tersebut, sehingga dengan hal tersebut para ahli maupun guru dapat membantu siswa keluar dari miskonsepsi dan pendidikan pun dapat menjadi maju serta lebih berkembang (Suparno, 2005: 131).

Kemampuan siswa juga menjadi pengaruh dalam terjadinya miskonsepsi. Suparno (2005: 40) mengatakan bahwa siswa yang memiliki intelegensi matematis-logis yang kurang tinggi, maka ia akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep pelajaran, khususnya fisika, terlebih yang abstrak. Di antara siswa laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan secara biologis dan juga psikologis. Dari segi biologis, siswa laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari fisiknya, seperti perbedaan alat reproduksi dan bentuk badannya. Dari segi psikologis, seperti yang dikatakan Unger (dalam Amanah, 2012: 32) siswa laki-laki memiliki tingkat pemikiran logis yang lebih tinggi daripada siswa perempuan. Namun perbedaan jenis kelamin tersebut, bukan menjadi jaminan ada atau tidaknya perbedaan miskonsepsi antara siswa laki-laki dan perempuan, karena selain hal tersebut juga masih ada faktor yang menjadi penyebab miskonsepsi.


(28)

Berdasarkan dari uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian

tentang “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri se Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman”. Hal ini peneliti pilih sebagai penelitian, karena peneliti tertarik dan berharap agar tidak terjadi lagi miskonsepsi, terutama dalam mata pelajaran IPA Fisika di SD.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang menjadi dasar penelitian. Masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Prestasi belajar IPA di Kecamatan Seyegan yang tergolong rendah. 2. Penguasaan siswa tentang konsep IPA yang masih sempit.

3. Penguasaan keterampilan dan kreatifitas guru dalam mengajar IPA yang masih kurang atau minim.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah yang diungkapkan peneliti dalam penlitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V di seluruh SD Negeri yang berada di Kecamatan Seyegan, semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang menggunakan KTSP 2006.

2. Penelitian ini adalah tentang miskonsepsi IPA Fisika untuk siswa SD kelas V pada semester 2, khususnya pada materi gaya, gerak dan


(29)

energi (KD 5.1), pesawat sederhana (KD 5.2), sifat-sifat cahaya (KD 6.1) serta pelapukan (KD 7.1).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah diungkapkan oleh peneliti, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan.

2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna untuk :


(30)

1. Guru

Dengan penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki caranya dalam menyampaikan materi pelajaran, terutama dalam materi IPA Fisika untuk kelas V SD, sehingga setidaknya guru bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan miskonsepsi pada siswa. Selain itu, guru juga bisa mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya miskonsepsi pada siswa.

2. Siswa

Dengan penelitian ini, siswa dapat lebih memahami konsep materi IPA Fisika yang benar, sehingga tidak terjadi miskonsepsi lagi. Selain itu siswa juga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

3. Peneliti

Dengan penelitian ini, peneliti dapat mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi terutama pada materi IPA Fisika untuk kelas V SD, sehingga pada nantinya peneliti dapat mengurangi terjadinya miskonsepsi ini ketika menjadi guru.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional ini memuat tentang jabaran singkat mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diungkapkan atau diakui oleh para ahli.


(31)

2. Miskonsepsi IPA adalah miskonsepsi yang terjadi pada semua bidang IPA atau sains, baik dalam bidang biologi, kimia dan juga fisika. 3. Miskonsepsi IPA Fisika adalah miskonsepsi yang terjadi dalam semua

bidang fisika, seperti mekanika, optika dan gelombang, panas dan termodinamika, listrik dan magnet, fisika modern, dan tata surya. 4. Siswa kelas V SD adalah siswa yang menempuh pendidikan dasar dan

berada pada tingkat yang kelima, berusia sekitar 10 tahun.

5. Kecamatan Seyegan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Di sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kecamatan Minggir, batas sebelah Timur adalah Kecamatan Mlati, kemudian di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Godean, dan di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tempel.

6. Jenis kelamin adalah suatu sifat yang dibagikan ke dalam dua jenis kelamin manusia, yang mana sifat tersebut ditentukan dengan cara biologis, yang mana sifat tersebut sudah melekat pada jenis kelamin tertentu, yaitu laki-laki dan perempuan. Selain perbedaan biologis, antara siswa laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan secara psikologi


(32)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam landasan teori dalam Bab II ini akan membahas tentang kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir serta hipotesis penelitian. Dalam bagian kajian teori akan membahas beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian, yaitu konsep, konsepsi, miskonsepsi, hakikat pembelajaran IPA, pembelajaran IPA untuk kelas V SD, miskonsepsi dalam IPA, dan jenis kelamin.

A. Kajian Pustaka 1. Konsep

a. Definisi Konsep

Konsep adalah suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus atau rangsangan, yang mana konsep tersebut sudah dipelajari bila siswa atau yang diajar sudah dapat menampilkan perilaku tertentu atau umpan balik (Dahar, 2006: 64). Selain itu seperti yang diungkapkan oleh Soejadi (dalam Ramadhani, 2015: 9) bahwa konsep adalah sebuah ide yang abstrak, yang digunakan dalam penggolongan maupun klasifikasi dari beberapa objek.

Berdasarkan dari kedua pendapat ahli tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa konsep merupakan suatu ide yang mewakili abstraksi mental, yang kemudian digunakan


(33)

dalam penggolongan beberapa objek sehingga dapat memberikan umpan balik.

b. Ciri-ciri Konsep

Pada dasarnya, konsep yang merupakan suatu ide abstrak yang diharapkan dapat memberikan umpan balik dari setiap orang, yang mana setiap orang tersebut kemudian dapat mengartikan konsep tersebut. Ciri-ciri konsep yang dipaparkan oleh Hamalik (dalam Ramadhani, 2015: 10) dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, seperti berikut ini :

1) Memiliki hal yang membedakan konsep satu dengan konsep yang lainnya yaitu adalah atribut konsep. Hal tersebut membuat munculnya kekhasan dari setiap konsep. 2) Banyaknya atribut dalam konsep disebut dengan jumlah atribut. Hal ini yang menyebabkan jumlah setiap atribut dalam satu konsep dengan konsep yang lainnya berbeda. 3) Penunjuk lebih dominannya bebebapa atribut daripada

atribut yang lain adalah kodominan atribut.

Contoh sederhana atribut suatu konsep adalah atribut konsep suatu buku tulis. Atributnya adalah kertas, sampul buku, warna buku putih, digunakan untuk menulis, dll.


(34)

c. Jenis-jenis Konsep

Selain memiliki ciri-ciri, konsep juga memiliki beberapa jenis seperti yang diungkapkan Amien (dalam Risqi, 2015: 10). Jenis-jenis konsep dalam hal ini dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Konsep klasifikasional, merupakan jenis konsep yang bentuknya berdasarkan pada klasifikasi beberapa fakta yang kemudian dimasukkan ke dalam suatu bagan yang terorganisir.

2) Konsep korelasional, jenis konsep ini berisi tentang berbagai kejadian yang saling berhubungan.

3) Konsep teoritik, merupakan jenis konsep yang membantu setiap orang agar lebih mudah ketika mempelajari berbagai fakta, kejadian ataupun peristiwa yang memiliki sistem terorganisir.

d. Perolehan Konsep

Konsep dapat diperoleh atau didapatkan melalui dua cara, yaitu dengan pembentukan konsep dan asimilasi konsep sesuai dengan yang diungkapkan Ausubel (dalam Dahar 2011: 64). Selain itu, yang disampaikan oleh Gagne (dalam Dahar 2011: 64) bahwa pembentukan dari suatu konsep tersebut sama dengan belajar konsep yang konkret atau nyata. Yang terutama dalam pembentukan konsep ini adalah bentuk yang telah didapatkan oleh anak sebelum ia memasuki dunia sekolah. Sedangkan


(35)

asimilasi konsep adalah suatu cara yang dilakukan untuk mendapatkan konsep ketika sekolah dan sesudah sekolah.

Berikut ini adalah cara yang digunakan dalam perolehan konsep :

1) Pembentukan Konsep

Pembentukan konsep ini merupakan suatu proses induktif, di mana anak akan mengabtraksi atribut tertentu yang sama dengan stimulus, apabila anak tersebut dihadapkan pada stimulus lingkungan tertentu. Dalam hal ini, pembentukan konsep merupakan bentuk dari belajar penemuan. Tidak hanya pada anak-anak saja, namun orang tua juga mengalami hal tersebut dalam proses kehidupannya tetapi tingkat kerumitannya akan lebih tinggi. Pola yang diikuti dalam pembentukan konsep ini adalah pola contoh atau pola “egrule” (eg = example = contoh).

Contoh pembentukan konsep yang terjadi pada anak adalah ketika sebelum ia memasuki dunia sekolah, ia sudah memperoleh tentang konsep-konsep mengenai meja, tas, sepatu, berjalan, dan konsep-konsep sederhana lain yang mereka temui di kehidupannya.

Misalnya konsep induktif tentang meja. Anak mengetahui bahwa benda tersebut terbuat dari kayu,


(36)

memiliki empat kaki, memiliki permukaan datar, kemudian memahami bahwa benda tersebut merupakan benda padat. Dari proses tersebut, siswa mengetahui bahwa benda tersebut adalah meja.

2) Asimilasi Konsep

Asimilasi konsep ini berlawanan dengan pembentukan konsep yang sifatnya induktif. Asimilasi konsep bersifat deduktif. Hal tersebut dikarenakan dalam hal ini anak akan memperoleh nama konsep dan juga atribut konsep. Sesuai dengan pendapat dari Ausubel (dalam Dahar, 2011: 65) hal ini berarti bahwa siswa belajar tentang konsep baru, sehingga pada akhirnya mereka bisa menghubungkan setiap atribut dengan ide-ide yang telah ada di dalam kemampuan kognitif yang telah mereka miliki sebelumnya.

Untuk memperoleh konsep secara asimilasi ini, siswa yang belajar haruslah sudah mempunyai pengertian atau definisi yang formal terlebih dahulu dari konsep itu sendiri. Contohnya adalah siswa harus mengetahui dulu konsep tentang binatang zebra. Zebra adalah hewan yang memiliki garis hitam putih di badannya. Dengan hal tersebut siswa akan mengetahui perbedaan antara hewan satu dengan yang lainnya, karena setiap konsep memang


(37)

berbeda atributnya. Hal ini biasanya disebut dengan belajar konsep atau “rule-eg”.

2. Konsepsi

Konsepsi berdasarkan yang diungkapkan oleh Berg (dalam Ramadhani, 2015: 15) adalah suatu penafsiran setiap individu terhadap suatu konsep. Setiap individu sebelum ia memasuki dunia sekolah tentu saja sudah memiliki bekal pemahaman tentang suatu konsep yang ia pahami dengan caranya sendiri. Konsepsi tersebut ia dapatkan bisa dari pengalaman-pengalamannya sendiri maupun dari apa yang disampaikan oleh lingkungan di sekitarnya. Konsep yang ia pahami tersebut bisa memiliki dua kemungkinan, bisa salah atau juga bisa benar.

Dari uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa konsepsi merupakan pemahaman seseorang terhadap suatu konsep yang ia jabarkan berdasarkan pemahamannya sendiri sesuai dengan pemikirannya.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Tentunya istilah miskonsepsi sudah banyak dikenal diberbagai kalangan pendidikan. Namun mungkin pada dasarnya setiap orang belum mengetahui benar definisi atau pengertian dari miskonsepsi itu sendiri. Miskonsepsi atau salah konsep tersebut adalah sesuatu yang menunjuk pada suatu konsep yang


(38)

memang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang telah diterima oleh pakar yang memang mengetahui mengenai bidang tersebut (Suparno, 2005: 4).

Miskonsepsi adalah suatu pandangan yang masih naif atau gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang sudah diterima, hal tersebut merupakan ungkapan dari Brown (dalam Suparno, 2005: 4). Selain itu miskonsepsi yang diungkapkan oleh Novak (dalam Suparno, 2005: 4) adalah suatu interpretasi atau penerapan berbagai konsep yang ada dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.

Berdasarkan dari beberapa definisi yang telah diungkapkan oleh sejumlah ahli tersebut, peneliti menyimpulkan miskonsepsi adalah ketidaksesuaian suatu konsep yang diterima oleh seseorang dengan konsep yang sebenarnya dan yang telah didasarkan pada suatu pengertian ilmiah.

b. Faktor Penyebab Miskonsepsi

Suparno (2005: 34) menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi dalam diri siswa. penyebabnya adalah sebagai berikut :

1) Mahasiswa atau Siswa

Penyebab ini biasanya yang sering menjadi hal utama munculnya miskonsepsi pada siswa. Hal ini dikarenakan (a) pemahaman awal siswa/prakonsepsi yang sekian lama


(39)

tertanam dalam pikirannya, yang berasal dari orang tua, teman atau lingkungan sekitarnya. Namun, dalam hal ini sesuatu yang ada di pikiran siswa akan terus berkembang sesuai dengan situasi yang dihadapinya, menurut Piaget (dalam Suparno, 2005: 35), (2) pemikiran asosiatif pada siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi, karena siswa sudah mempunyai suatu konsep yang memiliki arti tertentu sebelum ia ikut dalam pembelajaran di kelas dan menurut Marshall dan Gilmour (Suparno, 2005: 36) biasanya konsep tersebut akan mereka asosiasikan secara berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh guru. Kemudian (3) pemikiran humanistik atau pandangan manusiawi menjadi penyebab lain munculnya miskonsepsi. Pemikiran humanistik ini berarti bahwa siswa memandang benda-benda di sekitarnya secara manusiawi atau menganggap benda tersebut hidup seperti manusia. Lalu (4) penalaran atau reasoning siswa yang tidak lengkap/salah juga dapat menyebabkan miskonsepsi, hal ini terjadi karena alasan bahwa informasi yang siswa dapatkan tidak lengkap, selain itu karena adanya penarikan kesimpulan yang salah. Selanjutnya (5) intuisi atau perasaan dalam diri siswa yang salah juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Pemahaman intuitif ini


(40)

biasanya muncul dari hasil pengamatan suatu benda, kegiatan, atau kejadian yang terus-menerus, yang kemudian menghasilkan pengertian secara spontan. Hal tersebut yang bisa menyebabkan munsulnya miskonsepsi, karena siswa tidak berpikir secara kritis. Ada juga penyebab miskonsepsi yang lain, yaitu (6) tahap perkembangan kognitif siswa. Jika materi yang disampaikan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, maka hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi karena siswa belum bisa mencerna apa yang ia dapatkan. Ada di mana saatnya siswa belum mengerti sesuatu hal yang abstrak, sehingga ia perlu contoh yang nyata untuk dia bisa memahami dan mengerti suatu konsep dengan benar. Hal lain yang dapat menyebabkan miskonsepsi adalah (7) kemampuan siswa dan (8) minat belajar dari siswa itu sendiri. Jika seorang siswa kurang memiliki kemampuan dalam suatu bidang pelajaran, maka biasanya ia akan sulit untuk mengikuti proses pembelajaran dan sulit untuk menangkap konsep-konsep materi pelajaran yang disampaikan. Selain itu, beberapa siswa memang tidak berminat pada mata pelajaran tertentu. Siswa tidak mau mendengarkan ketika guru menjelaskan, tidak mau membaca sumber-sumber


(41)

belajar, sehingga hal tersebut menimbulkan miskonsepsi dalam diri siswa tersebut.

2) Guru

Miskonsepsi juga dapat terjadi karena pengaruh dari guru. Hal tersebut dapat terjadi karena guru sendiri memiliki pemahaman yang kurang atau salah mengenai bahan yang disampaikannya kepada siswa, sehingga pemahaman yang salah tersebut akan diteruskan kepada siswa (Suparno, 2005: 42).

3) Buku Teks

Suparno (2005: 44) menerangkan bahwa buku teks panduan pembelajaran suatu mata pelajaran dapat saja menyebabkan miskonsepsi. Hal ini bisa terjadi karena bahasa yang digunakan dalam buku tersebut sulit dan bisa juga karena memang penjelasannya kurang atau bahkan salah, tetapi hal itu masih terus menerus dilanjutkan. 4) Konteks

Miskonsepsi yang terjadi karena konteks ini dapat berasal dari beberapa hal, seperti pengalaman siswa yang menyebabkan adanya pengertian yang terbatas, bahasa sehari-hari yang digunakan menimbulkan kebiasaan penggunaan istilah yang salah. Selain itu ada juga karena pengaruh dari teman-teman lain di sekitar, adanya


(42)

dominansi dari seseorang dapat menyebabkan miskonsepsi tersebut karena jika seseorang yang dominan tersebut sudah berbicara dan yakin benar, padahal kenyataannya salah, tetap saja orang lain atau siswa lain mempercayai kata-kata orang tersebut. Hal lain yang menyebabkan miskonsepsi adalah ajaran agama terkadang sulit disambungkan dengan ilmu pengetahuan secara ilmiah (Suparno, 2005: 49).

5) Metode Mengajar

Seorang guru yang hanya menggunakan satu metode saja dalam mengajar memang baik, hanya saja juga akan menimbulkan efek yang tidak baik terhadap pemahaman siswa. Maka, guru perlu untuk membuka diri untuk menggunakan metode mengajar yang lain (Suparno, 2005: 50).

6) Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh siswa berasal dari lingkungan, tantangan atau materi yang dipelajari. Dalam hal ini, siswa membangun sendiri pengetahuannya sehingga bisa saja terjadi kesalahan pemahaman yang kemudian menimbulkan miskonsepsi dalam pemikiran siswa tersebut (Suparno, 2005: 30).


(43)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab miskonsepsi dapat berasal dari berbagai macam hal. Mulai dari diri siswa sendiri, pembentukan pengetahuan awal seseorang, guru yang mengajarkan materi, konteks kehidupan seseorang, buku pelajaran yang digunakan dan metode mengajar yang dilakukan oleh guru.

4. Hakikat Pembelajaran IPA a. Hakikat IPA

Hakikat IPA menurut pernyataan Darmojo (dalam Samatowa, 2011: 2) adalah ilmu pengetahuan yang objektif dan rasional mengenai alam semesta beserta seisinya. Selain hal tersebut, IPA juga merupakan suatu cara untuk mengamati apa saja yang berhubungan dengan alam. Dalam hal ini perspektif IPA terbentuk dari hubungan antara fenomena satu dengan fenomena yang lain yang pengamatannya bersifat analisis, lengkap, dan cermat. Pada umumnya, IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai berbagai kejadian dan peristiwa yang terjadi di alam.

IPA ini mengkaji mengenai berbagai gejala alam yang didasarkan dari pengamatan dan berbagai percobaan, yang kemudian hasilnya disusun secara sistematis. Karena IPA ini merupakan ilmu yang berhubungan dengan ilmu alam yang sistematis dan berdasarkan percobaan serta pengamatan, maka


(44)

disebutkan Samatowa (2011: 3) bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang memiliki objek serta dalam pengamatannya menggunakan metode secara ilmiah.

Pada hakikatnya IPA ini disusun berdasarkan IPA sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai dimensi sikap, seperti pernyataan Iskandar (dalam Berek, 2015: 9) berikut ini: 1) IPA sebagai produk

IPA sebagai produk ini adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang mana ilmu ini mempelajari tentang berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi di alam. IPA sebagai produk ini kemudian akan menghasilkan berbagai fakta, konsep, prinsip dan teori-teori (hukum) yang ada di dalam IPA.

2) IPA sebagai proses

IPA bukanlah ilmu yang hanya merupakan kumpulan dari pengetahuan tentang berbagai benda atau makhluk yang hidup saja, namun IPA ini juga memerlukan cara untuk bekerja, cara untuk berpikir serta cara untuk menemukan pemecahan suatu permasalahan. Proses IPA ini dilakukan oleh para ahli atau ilmuwan dengan cara yang sistematis.


(45)

Selain IPA bisa dinyatakan sebagai suatu produk dan proses dalam hal perkembangan pengetahuan, IPA ini juga dinyatakan sebagai suatu dimensi sikap. Dimensi sikap ini dikarenakan IPA dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa, mengajarkan ketelitian serta mengajarkan tanggung jawab kepada siswa.

b. Hakikat Pembelajaran IPA

Hakikat pembelajaran IPA secara umum adalah ilmu yang berhubungan dengan bagaimana cara untuk mencari tahu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam secara sistematis. Hal ini dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh tidak hanya sebatas pada penguasaan berbagai fakta, konsep ataupun prinsip saja tetapi juga diharapkan bisa digunakan sebagai suatu proses penemuan atau sering disebut dengan inkuiri (Standar Isi SK/KD KTSP, 2006: 161).

Pembelajaran IPA ini pada dasarnya melaksanakan prosesnya dengan memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk mengenal, memahami serta mengeksplorasi alam di sekitarnya. Pembelajaran IPA yang paling tepat menurut Samatowa (2011: 5) adalah pembelajaran mengenai latihan berbagai keterampilan proses IPA yang telah disesuaikan dan dibentuk kembali sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Dalam hal ini, keterampilan proses dalam IPA menurut


(46)

Paolo dan Marten (dalam Samatowa, 2011: 5) terdiri dari mengamati, memahami apa yang diamati, meramalkan apa yang terjadi dengan pengetahuan baru yang dimiliki dan menguji tebakan atau ramalan, apakah itu benar atau tidak.

Dalam pembelajaran IPA ini siswa perlu untuk melakukan coba-coba, sehingga jika terjadi kesalahan atau kegagalan maka siswa tersebut bisa untuk mencoba lagi. IPA juga tidak selalu menyediakan jawaban untuk setiap masalah secara instan, sehingga berdasarkan hal berikut seorang guru harus selalu siap untuk memodifikasi pembelajaran tentang alam ini sesuai dengan perkembangan penemuan yang baru.

Samatowa (2011: 6) menyatakan bahwa pembelajaran IPA yang dimasukkan ke dalam kurikulum memiliki tujuan untuk: 1) Membantu suatu bangsa dalam perkembangan

pembangunan melalui teknologi yang semakin mutakhir. 2) Membantu siswa untuk belajar berpikir secara kritis,

dengan metode inkuiri.

3) Mematahkan anggapan IPA sebagai mata pelajaran hafalan dengan mengajarkan berbagai eksperimen yang dilakukan oleh siswa.

4) Membentuk kepribadian siswa secara menyeluruh dengan adanya nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya.


(47)

Pembelajaran IPA memiliki ciri khusus yaitu adanya interaksi langsung siswa dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian IPA mengambangkan nilai yang bermanfaat dalam kehidupannya secara pribadi maupun masyarakat sekarang maupun di masa depan. Hal lain adalah bahwa pembelajaran IPA juga akan mempengaruhi konsepsi pada siswa. Jika siswa memperoleh suatu konsep dasar yang sederhana, maka dengan pembelajaran IPA anak akan semakin mengembangkan pemahaman yang lebih jauh tentang kosep tersebut. Kemudian dengan pembelajaran IPA secara hafalan dan pemahaman suatu konsep, siswa perlu diberikan kesempatan untuk mengambangkan rasa ingin tahunya dan bagaimana ia mengungkapkan penjelasannya secara logis.

Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang sifatnya aktif, karena menekankan kegiatan siswa dari pada gurunya. Pembelajaran IPA juga memiliki aspek pokok yaitu siswa menyadari keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki, siswa memiliki rasa ingin tahu terhadap pengetahuan baru dan kemudian siswa bisa menerapkannya dalam kehidupan secara nyata.

Aspek penting menurut Samatowa (2011: 10) yang perlu diperhatikan guru untuk mengembangkan pembelajaran IPA pada siswa adalah :


(48)

1) Guru perlu memahami konsepsi dan pengetahuan relevan yang telah dimiliki oleh siswa sejak sebelum pembelajaran dimulai.

2) Hal utama dalam pembelajaran IPA adalah aktivitas siswa di alam secara nyata.

3) Yang menjadi bagian penting dan utama dalam pembelajaran IPA adalah kegiatan bertanya.

4) Pembelajaran IPA memberikan kesempatan untuk siswa dalam mengembangkan kemampuannya berpikir dan menjabarkan suatu masalah.

5. Pembelajaran IPA untuk Kelas V SD

Dalam penelitian ini, pembelajaran kelas V SD yang digunakan adalah materi semester 2 tentang gaya, gerak dan energi, pesawat sederhana, cahaya, serta bumi dan alam semesta khususnya struktur bumi, pelapukan dan jenis tanah.

a. Gaya, Gerak dan Energi

Gaya adalah gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan benda menjadi bergerak (Sulistyanto, 2008: 89). Gaya yang dikerjakan pada suatu benda akan mempengaruhi benda tersebut, sehingga benda dapat bergerak, berubah bentuk maupun berubah arah. Kekuatan yang dikeluarkan untuk melakukan gaya tersebut disebut dengan energi (Priyono,


(49)

2009:99). Berdasarkan sumbernya, gaya dapat dibedakan menjadi gaya gesek, gaya magnet, dan gaya gravitasi.

1) Gaya gesek

Gaya gesek merupakan gaya yang timbul atau muncul pada dua permukaan benda yang saling bersinggungan (Priyono, 2009:100). Akibat dari dua benda yang bersinggungan tersebut maka salah satu benda akan bergerak. Gaya gesek ini dipengaruhi oleh permukaan bidang sentuh. Semakin licin permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil gaya geseknya. Selain itu, gaya gesek juga dipengaruhi oleh luas permukaan bidang singgung. Semakin luas bidang singgungnya, maka semakin besar gaya geseknya.

Contoh gaya gesek dalam kehidupan sehari-hari yang mudah ditemui adalah gaya gesek antara jalan dengan roda kendaraan. Selain itu, gaya gesek antara sepatu sepak bola dan lapangan.

2) Gaya Magnet

Gaya magnet adalah tarikan atau dorongan yang disebabkan oleh magnet (Sulistyanto, 2008:90). Benda yang dapat ditarik oleh gaya magnet disebut benda magnetis, sedangkan benda yang tidak dapat ditarik oleh gaya magnet disebut benda non magnetis.


(50)

Contoh penggunaan magnet dalam kehidupan sehari-hari adalah pada pengunci kotak pensil atau tas, kompas, speaker radio, dll.

3) Gaya Gravitasi

Gaya gravitasi bumi disebut juga dengan gaya tarik bumi (gravitasi bumi). Gravitasi merupakan gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang memiliki massa atau berat di alam semesta (Sulistyanto, 2008:98).

Gravitasi menyebabkan benda selalu bergerak ke bawah. Contohnya adalah bola yang dilempar ke atas maka akan kembali ke bawah lagi, air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, dan juga buah yang jatuh dari pohon.

b. Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana adalah alat teknik yang digunakan untuk mempermudah atau meringankan pekerjaan maupun usaha manusia (Priyono, 2009:111). Pesawat sederhana dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tuas, bidang miring, dan katrol.

1) Tuas

Sistem kerja sebuah tuas terdiri dari beban, titik tumpu dan kuasa. Tuas jenis pertama contohnya jungkat-jungkit dengan titik tumpu berada di antara beban dan kuasa. Tuas jenis kedua letak beban berada di antara titik


(51)

tumpu dan kuasa, contohnya gerobak pasir dan pemecah kemiri. Tuas jenis ketiga letak kuasanya di antara titik tumpu dan beban, contohnya sekop.

2) Bidang Miring

Bidang miring merupakan permukaan rata yang menghubungkan dua tempat yang berbeda ketinggiannya (Sulistyanto, 2008: 115). Keuntungan menggunakan bidang miring adalah lebih mudah untuk memindahkan suatu benda ke tempat yang tinggi dengan gaya yang lebih kecil. Namun ada juga kelemahan bidang miring, yaitu jarak yang ditempuh untuk memindahkan benda akan semakin jauh.

Contoh benda yang menggunakan prinsip kerja bidang miring adalah sekrup, pisau, dan kapak. Selain itu, jalan di pegunungan yang dibuat berkelok-kelok juga merupakan penerapan bidang miring.

3) Katrol

Katrol adalah roda yang berputar pada porosnya (Priyono, 2009: 117). Katrol juga merupakan jenis pengungkit karena memiliki titik tumpu, kuasa dan beban. Terdapat tiga jenis katrol, yaitu katrol tetap, katrol bebas dan katrol majemuk.


(52)

Katrol tetap adalah katrol yang posisinya tidak berubah atau berpindah ketika digunakan. Misalnya katrol yang digunakan pada sumur timba. Katrol bebas merupakan katrol yang posisinya dapat berubah atau berpindah ketika digunakan, biasanya terdapat pada alat-alat pengangkat peti kemas di pelabuhan. Katrol majemuk adalah perpaduan antara katrol tetap dan katrol bebas. c. Sifat-sifat Cahaya

Kita dapat melihat suatu benda karena adanya cahaya. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan kembali menuju ke mata kita sehingga benda dapat terlihat. Cahaya memiliki beberapa sifat, seperti (1) merambat lurus, (2) menembus benda bening, dan (3) dapat dipantulkan, (4) dapat dibiaskan dan (5) dapat diuraikan (Priyono, 2009: 123-128).

Selain ketiga sifat tersebut, terdapat juga sifat cahaya berdasarkan bentuk cermin. Sifat cahaya yang mengenai cermin datar memiliki sifat (1) bayangan benda tegak dan semu, (2) besar dan tinggi bayangan sama dengan tinggi dan besar benda sebenarnya, (3) jarak benda dengan cermin sama dengan jarak bayangan, (4) arah benda dan arah bayangan berkebalikan.

Sifat bayangan jika suatu benda dekat dengan cermin cekung adalah semu, diperbesar, dan tegak. Jika benda berada jauh dari cermin cekung maka bayangannya nyata dan terbalik.


(53)

Sedangkan sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung adalah semu, tegak, dan diperkecil.

d. Bumi dan Alam Semesta

Alam semesta menyimpan semua kebutuhan yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kekayaan yang disediakan oleh alam memberikan banyak manfaat.

1) Proses Terbentuknya Tanah

Bumi terdiri atas berbagai macam batuan yang berada di lapisan paling atas bumi atau kerak bumi. Batuan tersebut lama-kelamaan akan mengalami pelapukan. Pelapukan adalah hancurnya batuan dari bentuk yang besar menjadi butiran yang kecil, hingga menjadi sangat halus atau menjadi tanah (Priyono, 2009: 137). Pelapukan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pelapukan mekanik (fisika), pelapukan biologi, dan pelapukan kimia.

Pelapukan mekanik adalah pelapukan yang terjadi karena adanya proses fisika. Pelapukan ini hanya mengubah bentuk atau wujud dari suatu benda. Pelapukan ini disebabkan oleh perubahan suhu, angin, air, dan gelombang laut.

Pelapukan kimia merupakan pelapukan yang menyebabkan struktur kimi benda menjadi berubah. Hal


(54)

ini dapat terlihat jelas pada besi yang berkarat. Besi yang warnanya berubah menjadi coklat kemerahan akan menjadi sangat rapuh. Perkaratan ini terjadi karena oksigen di alam bersenyawa dengan air. Selain itu, hujan asam dari hasil kegiatan industri yang mengandung asam sulfur dan asam nitrat juga dapat menyebabkan pelapukan pada logam dan asam.

Pelapukan biologi adalah pelapukan yang terjadi karena adanya aktivitas makhluk hidup. Misalnya tumbuhnya lumut pada permukaan batuan akan menyebabkan batuan tersebut menjadi lapuk.

2) Jenis Tanah dan Jenis Batuan

Tanah yang berada di suatu tempat dengan tempat yang lain tersusun dari bahan yang berbeda-beda, sehingga jenis tanahnya berbeda pula. Jenis tanah di suatu tempat bergantung pula pada jenis batuan yang mengalami pelapukan. Jenis tanah dapat dibedakan menjadi jenis tanah berpasir, tanah liat, tanah berhumus dan tanah berkapur.

Jenis batuan berbeda-beda tergantung pada jenis kandungannya. Selain itu jenis batuan juga berbeda-beda karena proses pembentukkannya. Ada batuan beku yang terbentuk dari magma yang membeku. Kemudian ada


(55)

batuan endapan (batuan sedimen) yang terbentuk dari endapan hasil pelapukan. Selanjutnya ada juga batuan malihan (batuan metamorf) yang terbentuk dari batuan sedimen yang mengalami perubahan.

6. Miskonsepsi dalam IPA

Miskonsepsi dalam IPA terjadi atau terdapat pada semua bidang IPA tanpa ada pengecualian (Suparno, 2005: 9). Miskonsepsi tersebut terjadi pada bidang biologi, kimia astronomi dan fisika.

Dalam penelitian ini yang disoroti adalah miskonsepsi tentang fisika. Bidang-bidang fisika yang sering ditemui mengalami miskonsepsi adalah bidang mekanika, listrik, panas, optika, sifat-sifat materi, bumi dan antariksa, serta fisika modern. Dalam bidang mekanika terdapat banyak miskonsepsi yang terjadi, terutama pada materi gerak, vektor, gaya, massa dan berat, hukum Newton, kerja, kekekalan energi dan momentum, serta mekanika fluida. Seperti yang dingkapkan Suparno (2005:11) dalam bidang fisika, materi mekanika ini memiliki masalah miskonsepsi yang terbanyak menurut penelitian, jumlah studinya sekitar 300. Selain materi mekanika, yang paling sering ditemukan miskonsepsinya adalah materi panas dan termodinamika, gelombang dan optika, listrik dan magnet, fisika modern, astronomi dan bumi antariksa.


(56)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi IPA adalah miskonsepsi yang terjadi di semua cabang ilmu IPA, baik fisika, biologi maupun kimia.

7. Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini menggunakan jenis kelamin sebagai variabel yang akan dilihat perbedaannya tentang miskonsepsi IPA Fisika, Fakih (dalam Nuruzzaman, 2005: 17) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah suatu sifat yang dibagikan ke dalam dua jenis kelamin manusia, yang mana sifat tersebut ditentukan dengan cara biologis, yang mana sifat tersebut sudah melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya seorang laki-laki adalah manusia yang dapat menghasilkan sel sperma, sedangkan perempuan adalah manusia yang memiliki ovarium atau rahim yang nantinya bisa melahirkan, dan juga memiliki kelenjar susu untuk menyusui. Hal ini sifatnya permanen dan merupakan anugerah dari Tuhan YME. Jenis kelamin pada masa sekarang ini juga dikenal dengan istilah gender. Gender yang memiliki arti seks atau jenis kelamin, dpat juga diartikan sebagai suatu sifat maupun karakter yang terdapat dan melekat pada kedua jenis kelamin yang dibentuk secara sosial dan budaya (Amanah, 2012: 30).

Sesuai dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan (dalam Amanah 2012: 30) definisi gender mengacu pada berbagai peran yang dibentuk dan dibebankan kepada perempuan dan laki-laki oleh masyarakat. Berbagai peran ini dapat berubah dari waktu ke waktu


(57)

dan dipelajari dalam setiap budaya yang berbeda. Gender ini mengacu pada perilaku seseorang yang dipelajari dan berbagai harapan masyarakat yang kemudian membedakan antara femininitas dan maskulinitas, artinya gender ini tidak seperti seks yang dibedakan berdasarkan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan.

Terdapat perbedaan secara emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan seperti yang diungkapkan Unger (dalam Amanah, 2012: 32). Pada tabel 2.1 berikut ini akan disajikan perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan menurut Unger.

Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Emosional dan Intelektual Laki-laki (Masculine) Perempuan (Feminin) 1. Sangat agresif

2. Independen 3. Tidak emosional

4. Dapat menyembunyikan emosi

5. Lebih objektif

6. Tidak mudah terpengaruh 7. Tidak submisif

8. Tidak mudah goyah terhadap krisis

9. Lebih aktif 10. Lebih logis

11. Lebih ambisius, dll.

1. Tidak terlalu agresif 2. Lebih emosional

3. Sulit menyembunyikan emosi 4. Mudah terpengaruh

5. Lebih pasif

6. Kurang rasa percaya diri 7. Kurang ambisi

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin adalah ciri biologi yang sifatnya permanen yang dimiliki oleh seorang laki-laki maupun perempuan. Dari tabel 2.1 di atas juga dapat diketahui bahwa pemikiran laki-laki lebih logis daripada pemikiran


(58)

perempuan. Selain itu, terdapat juga berbagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan, baik dari segi emosional ataupun psikologi. Dagun (dalam Amanah, 2012: 31) mengatakan bahwa pada sekolah campuran (laki-laki & perempuan) ternyata siswa perempuan kurang berminat dan memiliki prestasi rendah dalam bidang Matematika dan IPA. Biasanya siswa perempuan lebih menonjol pada bidang Biologi saja dan dibandingkan dengan bidang Fisika hanya sedikit.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang pertama merupakan penelitian yang dilakukan

oleh Bati (2015). Penelitian ini berjudul “Identifikasi Miskonsepsi

Pembelajaran Matematika Materi Volume Bangun Ruang (Tabung, Balok, Kubus) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar, dengan jenis penelitiannya adalah kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian yang dilakukan Alan tersebut adalah untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas V SD Negeri Tempak 1 pada tahun pelajaran 2014/2015 tentang materi menghitung volume bangun ruang khususnya balok, kubus dan tabung serta menemukan berbagai faktor yang menyebabkannya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) siswa mengalami miskonsepsi dalam materi menghitung balok yakni siswa salah dalam menentukan rumus yang tepat untuk menghitung volume balok, (2) miskonsepsi dalam menghitung volume tabung yaitu siswa tidak tepat dalam penggunaan phi antara 3,14


(59)

dan . Dalam hal tersebut miskonsepsi yang dialami oleh siswa adalah jenis miskonsepsi teoritik.

Relevansi penelitian Alan tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama membahas tentang miskonsepsi dan subjeknya adalah siswa kelas V SD. Hanya saja terdapat perbedaan, yaitu penelitian Alan tersebut membahas tentang miskonsepsi Matematika, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Kusuma (2014). Penelitian ini

berjudul “Miskonsepsi Tentang Fotosintesis Pada Siswa Kelas V SDN 4 Trebugan Situbondo Tahun Pelajaran 2013/2014”. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, mendeskripsikan tingkat miskonsepsi tentang fotosintesis pada siswa kelas V SDN 4 Trebugan Situbondo tahun pelajaran 2013/2014, yang kedua, mendeskripsikan faktor penyebab miskonsepsi tentang fotosintesis pada siswa kelas V SDN 4 Trebugan Situbondo tahun pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa miskonsepsi tertinggi terjadi pada konsep hasil fotosintesis dengan persentase 62%, sedangkan persentase miskonsepsi terendah terdapat pada konsep tempat terjadinya fotosintesis dan penerapan fotosintesis dengan persentase 15%. Persentase miskonsepsi siswa pada konsep pengertian fotosintesis dan reaksi fotosintesis sebesar 46%, konsep peran klorofil sebanyak 38%, konsep bahan fotosintesis 31%, konsep pernyataan tentang fotosintesis, percobaan fotosintesis dan waktu


(60)

terjadinya fotosintesis sebanyak 23%. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa ditemukan adanya miskonsepsi pada siswa SDN 4 Trembugan dan penyebabnya bersumber dari siswa sebanyak 62%, guru dan siswa 23%, guru 15%, maupun buku sebanyak 7%.

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama membahas tentang miskonsepsi dalam IPA dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas V SD. Dalam penelitian tersebut membahas miskonsepsi tentang fotosintesis, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika.

Penelitian yang ketiga merupakan penelitian yang dilakukan oleh Pujayanto (2007), dengan judul “Miskonsepsi IPA (Fisika) Pada Guru SD”. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah ternyata terbukti bahwa guru SD mengalami miskonsepsi IPA (Fisika) pada pokok bahasan Gaya dan Cahaya. Dapat diketahui bahwa profil miskonsepsi yang dimiliki guru (lebih dari 30%) dan besar persentase miskonsepsinya sebagai berikut: (1) gaya dapat berupa tarikan atau dorongan, gaya magnet selalu berupa tarikan (45%); (2) gaya gravitasi dapat berupa dorongan maupun tarikan (40%); (3) massa benda di bumi sama dengan massa benda di bulan, berat benda di bumi sama dengan berat benda di bulan (60%); (4) setiap dua bendabersentuhan muncul gaya gesekan (60%); (5) pesawat sederhana meringankan kerja manusia,berarti pada umumnya dengan menggunakan pesawat sederhana gaya (kuasa) dan energi yangdigunakan menjadi lebih kecil (100%); (6) cahaya merambat lurus,


(61)

berarti cahaya tidak dapatdipantulkan oleh permukaan tembok tetapi dapat dibiaskan oleh sebuah medium atau perantara (85%); (7)bendadapat dilihat jika benda tersebut sebagai sumber cahaya atau ada cahaya dari mata yang sampai kebenda (50%); (8) cahaya lampu neon dapat diurai menjadi cahaya warna pelangi, karena cahayalampu neon adalah cahaya putih seperti cahaya putih matahari (55%).

Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika SD. Penelitian tersebut membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika untuk guru SD, sedangkan penelitian ini membahas tentang miskonsepsi Fisika untuk kelas V SD.

Penelitian yang keempat merupakan penelitian yang berjudul “Usaha Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui Pembelajaran Dengan

Pendekatan Konflik Kognitif”. Penelitian ini dilakukan oleh Mosik dan Maulana (2010). Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan konflik dalam pembelajaran fisika mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap miskonsepsi. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran fisika mempunyai pengaruh terhadap miskonsepsi fisika, dengan taraf signifikansi 5%, hipotesis penelitian yang menyatakan rata-rata miskonsepsi eksperimen lebih kecil dari rata-rata miskonsepsi kontrol diterima. Selain itu, pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran fisika juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap


(62)

hasil belajar fisika, dengan signifikansi 5%, hipotesis penelitian yang menyatakan rata-rata hasil belajar eksperimen lebih besar dari rata-rata hasil belajar kelas kontrol diterima, sehingga terlihat adanya pengaruh miskonsepsi terhadap hasil belajar.

Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika. Penelitian tersebut membahas tentang usaha untuk mengurangi terjadinya miskonsepsi Fisika, sedangkan penelitian ini membahas tentang miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas V SD.

Penelitian yang kelima ini berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode

Mind Mapping Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Sekolah Dasar Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pada Siswa Kelas IV SD Pangudi Luhur

Ambarawa Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.” Penelitian ini dilakukan

oleh Purwoko (2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode mind mapping terhadap hasil belajar siswa yang ditinjau dari perbedaan jenis kelamin. Jenis kelamin pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui metode mind mapping lebih berpengaruh pada siswa laki-laki atau perempuan. Hasil penelitian ini adalah kelas kontrol memiliki rata-rata 74,269 dan kela eksperimen 82,87. Nilai signifikansi yang diperoleh dari penghitungan anova 2 jalan 0,000 dengan kesalahan 5% hasil tersebut menunjukkan bahwa metode mind mapping berpengaruh terhadap hasil belajar. Sedangkan penghitungan dalam perbedaan jenis kelamin menunjukkan nilai 0,003 yang menunjukkan bahwa jenis kelamin


(63)

berpengaruh terhadap metode yang digunakan. Peneliti menggunakan perbandingan gain yang dibandingkan dari hasil pretest dan nilai postest kemudian dicari selisih antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dari hasil perhitungan terebut ada selisih 10,449, sehingga kesimpulannya adalah bahwa metode mind mapping lebih berpengaruh terhadap siswa dengan jenis kelamin laki-laki.

Relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah karena penelitian yang dilakukan sama-sama meninjau dari sisi jenis kelamin.Hanya saja dalam penelitian ini membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika untuk kelas V SD, sedangkan penelitian di atas membahas tentang penggunaan metode mind mapping terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD.


(64)

Gambar 2.1 Literatur Map Penelitian

Berdasarkan gambar 2.1 di atas, penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian yang mendasari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian tersebut dijadikan dasar oleh peneliti karena relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang termasuk pokok untuk siswa SD. Pembelajaran IPA untuk SD tersebut biasanya membahas tentang dasar-dasar dalam ilmu alam yang harus dipahami oleh setiap siswa. Pembelajaran IPA ini sering dihubungkan dengan kegiatan percobaan-percobaan, hal inilah yang membuat antusiasme siswa tinggi untuk mengikuti pembelajaran IPA. Namun sebelum melakukan percobaan seperti

Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V

Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Seyegan

Kabupaten Sleman Miskonsepsi Tentang

Fotosintesis Pada Siswa Kelas V SDN 4 Trebugan Situbondo

Tahun Pelajaran 2013/2014

Miskonsepsi IPA (Fisika) Pada Guru

SD

Siswa Sekolah Dasar Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pada Siswa Kelas IV SD Pangudi Luhur

Ambarawa Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 Usaha Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Konflik Kognitif Identifikasi Miskonsepsi Pembelajaran Matematika Materi Volume Bangun Ruang

(Tabung, Balok, Kubus) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar


(65)

itu, tentunya siswa juga perlu memahami konsep-konsep materinya terlebih dahulu. Dalam penyampaian konsep-konsep tersebut, guru perlu untuk memahami terlebih dahulu apa yang akan disampaikan. Hal ini sangatlah menjadi perhatian karena beberapa materi di dalam pembelajaran IPA bisa saja terjadi miskonsepsi.

Miskonsepsi tersebut sebaiknya dihindari atau bahkan dihilangkan karena jika terus menerus tertanam dalam pemikiran siswa, maka seterusnya siswa akan memiliki bekal konsep yang salah atau tidak tepat hingga ia beranjak dewasa dan sampai di tingkat pendidikan yang tinggi. Miskonsepsi ini bukan sepenuhnya kesalahan dari guru, tetapi dapat juga berasal dari faktor siswa sendiri. Namun dalam hal ini peran guru sangatlah penting untuk memperbaiki miskonsepsi yang terjadi pada siswa tersebut.

Dalam penelitian ini yang menjadi pembahasan adalah pembelajaran IPA untuk kelas V SD semester 2, terutama pada materi IPA Fisika. Ruang lingkup IPA Fisika untuk kelas V ini adalah mengenai gaya, gerak dan energi (KD 5.1), pesawat sederhana (KD 5.2), sifat-sifat cahaya (KD 6.1) serta pelapukan (7,1). Materi-materi tersebut dipilih sebagai bahan penelitian karena memang sering terjadi miskonsepsi pada bagian-bagian tersebut. Biasanya miskonsepsi yang terlihat pada diri siswa adalah mereka belum bisa membedakan antara tuas golongan 1, 2, dan 3 beserta contoh-contohnya. Hal ini terlihat ketika siswa mengerjakan soal, terutama ketika soal tersebut berbentuk uraian yang mengharuskan siswa untuk menjabarkan atau menjelaskan jawabannya. Selain itu, siswa juga terkadang


(66)

bingung dengan materi tentang struktur lapisan bumi dan struktur atmosfer bumi. Sering ditemui siswa yang menggambarkan struktur lapisan bumi padahal soal yang tersedia meminta untuk menggambarkan dan menjelaskan struktur atmosfer bumi.

Munculnya miskonsepsi siswa pada materi-materi tersebut bisa saja karena pengetahuan awal siswa yang memang sudah salah, atau karena penjelasan guru yang hanya berpatokan pada buku yang ternyata buku tersebut juga salah. Dengan mengerjakan soal-soal, maka dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi melalui jawaban-jawaban yang dituliskan, selain itu dengan wawancara secara langsung juga dapat mengungkap miskonsepsi yang terjadi melalui jawaban langsung siswa. Dari hal tersebut juga dapat dilihat apakah ada perbedaan miskonsepsi pemahaan yang terjadi antara siswa laki-laki dan perempuan.

Sesuai dengan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Seyegan berdasarkan jenis kelamin. Dengan penelitian ini, peneliti berharap pada nantinya penelitian ini bisa menjadi sumber belajar bagi para pembaca, khususnya mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi alat pengingat bahwa miskonsepsi yang terjadi harus segera ditangani dan ditanggulangi, agar tidak terus menerus terjadi kesalahan pemahaman konsep.


(67)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Seyegan terjadi pada konsep gaya, pesawat sederhana, cahaya, struktur bumi, pelapukan dan jenis tanah.

2. Ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester genap se-Kecamatan Seyegan.


(68)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III ini membahas tentang metodologi penelitian. Yang dibahas adalah mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode penelitian survei. Penelitian kuantitatif sendiri adalah penelitian yang data-datanya disajikan dalam bentuk angka-angka dan menggunakan analisis melalui statistik (Sugiyono, 2011: 7). Metode survei adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan populasi dalam jumlah yang besar, namun sampel yang digunakan relatif kecil (Sukmadinata, 2008: 82). Sedangkan sesuai dengan yang diungkapkan Suparno (2010: 8) bahwa penelitian kuantitatif survei adalah penelitian yang digunakan untuk mencari data, sehingga kemudian bisa dipakai untuk menentukan sifat atau karakteristik yang khas dari suatu kelompok. Penelitian kuantitatif survei ini akan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika di kelas V SD antara siswa laki-laki dan perempuan.


(1)

Lampiran 16. Hasil Uji Validitas Muka

No Pertanyaan

Nama

Siswa

Hasil Wawancara

1.

Soal pilihan ganda nomer

berapa yang anda anggap

sulit ? mengapa soal

tersebut dianggap sulit?

AX

Soal no 18, karena bahasa sulit

dipahami.

BD

Soal no 20, karena soal

membingungkan

ZX

Soal no 24, karena soal

membingungkan

BG

Soal no 34, karena kata-kata

pada pilihan b dan d susah

dipahami

YN

Soal no 35, karena tidak


(2)

Lampiran 17. Hasil Wawancara

Hasil wawancara dengan siswa

Pertanyaan Jawaban responden Apakah kamu paham tentang semua materi,

terutama materi IPA yang diajarkan di kelas V semester 2 ini?

Tidak semua materi mudah kami pahami, ada materi yang mudah dipahami, tetapi ada beberapa materi yang sangat sulit dipahami.

Materi-materi apa saja yang kurang kamu pahami dalam pelajaran IPA di semester 2 ini?

Materi yang kurang kami pahami adalah tentang cahaya dan gaya.

Apa yang menyebabkan kamu kurang paham pada materi tersebut?

Yang menyebabkan adalah karena kurangnya kegiatan praktik langsung yang diajarkan oleh guru, kebanyakan hanya dengan ceramah.

Hasil wawancara dengan guru

Pertanyaan Jawaban responden Bagaimana hasil belajar siswa kelas V pada materi

IPA fisika di semester 2?

Sebagian siswa ada yang mencapai KKM, namun sebagian lagi masih di bawah KKM.

Bagaimana anda sebagai guru menyikapi hasil belajar siswa kelas V yang belum menguasi atau belum mencapai nilai sesuai KKM yang sudah ditentukan untuk mata pelajaran IPA?

Yang saya lakukan untuk menyikapi dan memperbaiki hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran IPA adalah dengan melakukan les dan juga remidi.

Hal apa yang dipersiapkan oleh guru agar siswa lebih mudah dalammemahami konsep materi IPA khususnya fisika di semester 2?

Hal yang akan saya persiapkan adalah dengan lebih banyak menggunakan alat peraga IPA dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk siswa.


(3)

Lampiran 18. Daftar Cek Jenis Kelamin

No. Nama Sekolah Kelas Paralel

Sampel Penelitian

Jenis Kelamin

L P

1. SD N Margoagung A 21

2. SD N Ngetal A 34

3. SD N Ngino 1 A 22 4. SD N Ngino 2 A 24 5. SD N Margokaton A 14 6. SD N Susukan A 19

B 16

7. SD N Margomulyo 1 A 28 8. SD N Margomulyo 2 A 21 9. SD N Kandangan 1 A 24 10. SD N Kandangan 2 A 15 11. SD N Gendengan A 32 12. SD N Cibuk Lor A 19 13. SD N Gentan A 41 14. SD N Bokong A 15 15. SD N Sompokan A 23

B 22

16. SD N Klaci A 28

17. SD N Jamblangan A 31 18. SD N Ngemplaksari A 13 19. SD N Tegal Klaci A 23

20. SD N Pete A 38


(4)

(5)

(6)

CURRICULUM VITAE

Marcelina Riski Yunita Jayanti merupakan anak pertama

dari pasangan Heribertus Sukirman dan Chatarina

Suparti. Lahir di Kulon Progo, 10 Juni 1994. Pendidikan

pada awalnya dimulai dari TK Kanisius Pelem Dukuh

tahun 1998-2000. Jenjang pendidikan dasar di SD

Kanisius

Pelem

Dukuh

pada

tahun

2000-2006.

Dilanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama di

SMP Negeri 3 Girimulyo pada tahun 2006-2009. Kemudian pada tahun

2009-2012 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Sentolo.

Pada tahun 2012, penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dengan masuk

ke Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Selama masa pendidikan, penulis menjadi pelajar yang

terlibat aktif dalam berbagai kegiatan. Kegiatan pada saat SD adalah sebagai

dokter kecil dan siswa berprestasi tingkat Kabupaten Kulon Progo. Pada saat SMP

dan SMA, penulis terlibat aktif dalam kegiatan Organisasi SiswaIntra Sekolah

(OSIS). Pada jenjang pendidikan tinggi, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

universitas, misalnya panitia INSIPRO PGSD 2013, INSIPRO PGSD 2014 dan

Malam Kreativitas PGSD.