Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD N semester 2 se-Kecamatan Gamping Sleman.

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD N SEMESTER 2 Se- KECAMATAN GAMPING SLEMAN

Aldika Sabdarey Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping, Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping yang menggunakan KTSP. Sampel dalam penelitian ini adalah 242 siswa yang ditetapkan dengan menggunakan ketentuan Krejcie dan Morgan.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa siswa kelas V SD mengalami miskonsepsi pada konsep hubungan antara gaya, gerak dan energi, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, suatu karya/model yang menerapkan sifat-sifat cahaya, proses pembentukan tanah, dan struktur bumi. Miskonsepsi paling rendah (8,25%) terjadi pada konsep suatu karya/model berprinsip pada sifat-sifat cahaya dan miskonsepsi paling tinggi (54,53%) pada konsep pesawat sederhana. Selain itu, diperoleh hasil tentang tidak adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping dilihat dari jenis kelamin siswa. Analisis data dilakukan dengan uji Mann-Whitney. Peneliti memperoleh harga sig (2-tailed) 0,231, karena lebih dari 0,05 maka artinya tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping dilihat dari jenis kelamin siswa.


(2)

ABSTRACT

Misconception of physical science students of fifth grade semester 2 in elementary school in Gamping district of Sleman

Aldika Sabdarey Sanata Dharma University

2016

The research established due to the lack of understanding amongst fifth grade students in Gamping district. The research was purposed to find out and describe the misconception difference amongst the student based on the gender.

This research belong to quantitative observation. Survey methodology used as the research’s instrument. The population of this research were those fifth graders of all state elementary school in Gamping district, while the sample were 242 students chosen by using Krejcie and Morgan theory to analyze the data.

The result showed that the fifth graders experienced misconception in the relationship between concept of motion, move and energy, simple machine, light’s characteristic, soil formation process, and earth structure. The lowest percentage showed by using the characteristic of light was 8,25%, while the highest percentage was 54,53% by using simple machine concept. However, by using Mann Whitney theory, there is no misconception difference based on gender. The researcher obtained (2-tailed) 0,231. Because the (2-tailed) is more than 0,05, it proves that there is no significant difference in misconception amongst fifth graders of state elementary schools in Gamping district.


(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD N SEMESTER 2 Se- KECAMATAN GAMPING SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Aldika Sabdarey NIM : 121134223

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD N SEMESTER 2 Se- KECAMATAN GAMPING SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Aldika Sabdarey NIM : 121134223

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

ii SKRIPSI


(6)

iii SKRIPSI


(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk Orang-orang tercinta yaitu

Jonathan Sutrisno dan Setyo Purwanti Icabela Nugraheni

Totok Arriestian Wicaksono Universitas Sanata Dharma

yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, semangat, dan materi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini


(8)

v MOTTO

“Melakukan perbuatan hari ini lebih baik daripada hari kemarin dan perbuatan hari esok lebih baik daripada hari ini”

(Aldika Sabdarey)

“Perjalanan dari ribuan mil diawali dari satu langkah” (Lao Tzu)


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 September 2016

Peneliti,


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Aldika Sabdarey

Nomor Mahasiswa : 121134223

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Semester 2 Se-kecamatan

Gamping Sleman”

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan kata, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 8 September 2016 Yang menyatakan


(11)

viii ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD N SEMESTER 2 Se- KECAMATAN GAMPING SLEMAN

Aldika Sabdarey Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping, Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping yang menggunakan KTSP. Sampel dalam penelitian ini adalah 242 siswa yang ditetapkan dengan menggunakan ketentuan Krejcie dan Morgan.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa siswa kelas V SD mengalami miskonsepsi pada konsep hubungan antara gaya, gerak dan energi, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, suatu karya/model yang menerapkan sifat-sifat cahaya, proses pembentukan tanah, dan struktur bumi. Miskonsepsi paling rendah (8,25%) terjadi pada konsep suatu karya/model berprinsip pada sifat-sifat cahaya dan miskonsepsi paling tinggi (54,53%) pada konsep pesawat sederhana. Selain itu, diperoleh hasil tentang tidak adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping dilihat dari jenis kelamin siswa. Analisis data dilakukan dengan uji Mann-Whitney. Peneliti memperoleh harga sig (2-tailed) 0,231, karena lebih dari 0,05 maka artinya tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping dilihat dari jenis kelamin siswa.


(12)

ix ABSTRACT

Misconception of physical science students of fifth grade semester 2 in elementary school in Gamping district of Sleman

Aldika Sabdarey Sanata Dharma University

2016

The research established due to the lack of understanding amongst fifth grade students in Gamping district. The research was purposed to find out and describe the misconception difference amongst the student based on the gender.

This research belong to quantitative observation. Survey methodology used as the research’s instrument. The population of this research were those fifth graders of all state elementary school in Gamping district, while the sample were 242 students chosen by using Krejcie and Morgan theory to analyze the data.

The result showed that the fifth graders experienced misconception in the relationship between concept of motion, move and energy, simple machine, light’s characteristic, soil formation process, and earth structure. The lowest percentage showed by using the characteristic of light was 8,25%, while the highest percentage was 54,53% by using simple machine concept. However, by using Mann Whitney theory, there is no misconception difference based on gender. The researcher obtained (2-tailed) 0,231. Because the (2-tailed) is more than 0,05, it proves that there is no significant difference in misconception amongst fifth graders of state elementary schools in Gamping district.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD N Semester 2 se-Kecamatan Gamping Sleman” dapat peneliti selesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Karena itu, dengan kesungguhan hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan demi terlaksananya penelitian ini hingga penyusunan skripsi.

Ucapan terimakasih ini peneliti sampaikan kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan kritik, saran, dorongan, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.


(14)

xi

5. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, dorongan, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

6. Validator yang telah memvalidasi perangkat instrumen penelitian yang peneliti buat.

7. Seluruh SD Negeri se-Kecamatan Gamping yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian.

8. Kedua orang tua Jonathan Sutrisno dan Setyo Purwanti yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan materi.

9. Kakak Icabela Nugraheni yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

10.Totok Arriestian Wicaksono yang sudah menemani setiap proses pembuatan skripsi, dari awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya dengan baik. Terima kasih atas segala kesabaran, semangat, dan dukungannya.

11.Teman-teman penelitian payung yang telah membantu dan memberikan dukungan. Dan ini adalah perjuangan kita mahasiswa tingkat akhir yang tidak terlupakan.

12.Teman-teman X - P G S D A d a n CAPE (Cah PGSD E) yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bentuk dukungan yang tak henti-hentinya hingga semester akhir ini.

13.Agatha Ceandy, Theresia Dian Nofitri, Tuti Aprilia sahabat yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat.


(15)

xii

14.Segenap pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang turut memberikan bantuan dan dukungan. Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk berbagai pihak dunia pendidikan.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kajian Pustaka ... 9

1. Konsep ... 9

2. Konsepsi ... 10

3. Miskonsepsi ... 11

4. Penyebab Miskonsepsi ... 13

5. Hakikat Pembelajaran IPA ... 20

6. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar .... 22

7. Pembelajaran IPA di SD kelas V Semester... 23


(17)

xiv

B. Penelitian Relevan ... 36

C. Kerangka Berpikir ... 43

D. Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

A. Jenis Penelitian ... 45

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

C. Populasi dan Sampel ... 47

1. Populasi ... 47

2. Sampel ... 48

D. Variabel Penelitian ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

F. Instrumen Penelitian ... 55

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 56

1. Uji Validitas ... 56

2. Uji Reliabilitas ... 63

H. Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

A. Hasil Penelitian ... 70

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 70

2. Deskripsi Responden Penelitian ... 72

3. Deskripsi Data Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping ... 74

4. Analisis Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD Dilihat dari Jenis Kelamin Siswa ... 102

a) Uji Normalitas ... 102

b) Uji Homogenitas ... 103

c) Uji Hipotesis ... 104

B. Pembahasan ... 105

BAB V PENUTUP ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Keterbatasan Penelitian ... 109

C. Saran ... 109

DAFTAR REFERENSI ... 110

LAMPIRAN ... 113


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Acuan Penentu Sampel Menurut Krejcie dan Morgan ... 48

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Tabel Krejcie ... 50

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ... 55

Tabel 3.4 Skala Likert ... 57

Tabel 3.5 Ketentuan Pelaksanaan Instrumen ... 58

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Muka Soal Pilihan Ganda ... 60

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Konstruk Soal Pilihan Ganda ... 62

Tabel 3.8 Koefisien Reliabilitas ... 64

Tabel 3.9 Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 64

Tabel 4.1 KD dan Nomor Item Soal Pilihan Ganda... 74

Tabel 4.2 Data Miskonsepsi Siswa KD 5.1 ... 75

Tabel 4.3 Data Miskonsepsi Siswa KD 5.2 ... 79

Tabel 4.4 Data Miskonsepsi Siswa KD 6.1 ... 86

Tabel 4.5 Data Miskonsepsi Siswa KD 6.2 ... 93

Tabel 4.6 Data Miskonsepsi Siswa KD 7.1 ... 96

Tabel 4.7 Data Miskonsepsi Siswa KD 7.2... 99

Tabel 4.8 Rekapitulasi Total Siswa yang Mengalami Miskonsepsi ... 101

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ... 103

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas ... 104


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan I ... 26

Gambar 2.2 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan II ... 26

Gambar 2.3 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan III ... 27

Gambar 2.4 Contoh Penggunaan Katrol Tetap ... 28

Gambar 2.5 Katrol Bebas ... 29

Gambar 2.6 Katrol Majemuk ... 29

Gambar 2.7 Literature Map ... 42

Gambar 3.1 Rumus Product Moment ... 61

Gambar 3.2 Rumus Cronbach-Alpha ... 63

Gambar 4.1 Diagram Batang Jenis Kelamin Siswa ... 72

Gambar 4.2 Diagram Batang Siswa yang Mengalami Miskonsepsi ... 73


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 114

Lampiran 2 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 115

Lampiran 3 Data Jenis Kelamin Siswa SD Negeri Se-Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman ... 116

Lampiran 4 Hasil Rekap Nilai Expert Judgement Soal Pilihan Ganda ... 117

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas Soal Pilihan Ganda ... 126

Lampiran 6 Hasil Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 127

Lampiran 7 Data Siswa yang Mengalami Miskonsepsi ... 128

Lampiran 8 Instrumen Soal ... 129

Lampiran 9 Kunci Jawaban ... 136

Lampiran 10 Hasil Uji Normalitas ... 137

Lampiran 11 Hasil Uji Homogenitas ... 138

Lampiran 12 Hasil Uji Hipotesis ... 139


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini akan menguraikan tentang beberapa hal diantaranya latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

A. Latar Belakang Masalah

Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional (Nurhadi, 2003: 1). Menurut Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh UNESCO, pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas pendidikan sebagai upaya mewujudkan salah satu amanat Pembukaan UUD RI 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah perlu membenahi sistem pendidikan nasional agar tujuan pendidikan nasional yakni untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dapat tercapai (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 dalam Sanjaya, 2010: 65).


(22)

Pendidikan di Indonesia terdiri dari beberapa jenjang salah satunya adalah pendidikan Sekolah Dasar (SD). Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia meliputi delapan (8) mata pelajaran. Hal ini tercantum pada Pemendiknas Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa mata pelajaran pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran di SD yang mencakup tentang alam sekitar yang diperoleh melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan (Iskandar, dalam Anita, 2013: 31). IPA (sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Hal itu sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) yang menyebutkan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan akan membuat siswa mengaplikasikan teori yang ada dalam pembelajaran IPA sehingga hasil pembelajaran tersebut dapat terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari.


(23)

Konsep IPA penting dilaksanakan supaya siswa mengetahui benar tentang konsep. Tujuannya agar dapat memahami materi dengan baik pula. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan 5 (lima) orang guru di SD Negeri Kecamatan Gamping, diperoleh informasi bahwa nilai siswa-siswa pada mata pelajaran IPA dibawah KKM. Artinya, pemahaman konsep IPA pada siswa masih rendah. Hal ini dapat menimbulkan miskonsepsi IPA oleh siswa. Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli (Suparno, 2005: 8). Terjadinya miskonsepsi ini juga dapat disebabkan oleh kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep (Suparno, 2005: 40).

Setiap siswa memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa adalah jenis kelamin. Hal ini disampaikan oleh Hamalik (2007: 91) yang menjelaskan bahwa tingkat intelegensi laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki (sebagai suatu kelompok) memperlihatkan variabilitas yang lebih besar daripada anak perempuan dalam penyebaran intelegensi. Artinya, lebih banyak anak laki-laki yang menunjukkan keunggulan dalam intelegensi dibandingkan dengan anak perempuan. Sebagai contoh, dalam satu kelas tidak semua anak laki-laki lemah dalam intelegensi tetapi pasti ada satu anak laki-laki yang unggul daripada anak laki-laki lain.

Penelitian yang sama mengenai salah konsep atau miskonsepsi sudah pernah dilakukan tiga (3) peneliti yaitu Anggraeni (2015), Pujayanto (2009) Abdi dan Adi (2012). Berdasarkan 3 penelitian tersebut belum ada


(24)

yang membahas mengenai IPA Fisika secara keseluruhan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Gamping, Sleman”. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa serta perbedaan miskonsepsi dilihat dari jenis kelamin, sehingga nantinya dapat dilakukan penanganan-penanganan agar miskonsepsi tersebut tidak berkelanjutan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa masalah yang mendasari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar siswa selama proses pembelajaran IPA Fisika pada siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.

2. Rendahnya pemahaman konsep IPA fisika pada siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.

C. Batasan Masalah

Sehubungan dengan keterbatasan waktu, peneliti membatasi lingkup permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut.

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Gamping, Sleman.


(25)

2. Fokus penelitian pada miskonsepsi IPA Fisika.

3. Fokus penelitian pada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

4. Supaya materi tidak terlalu luas maka peneliti menggunakan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut.

a. Standar Kompetensi (SK)

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model.

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber.

b. Kompetensi Dasar (KD)

5.1Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

5.2Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

6.1Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

6.2Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.


(26)

7.1Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan.

7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Gamping?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Gamping?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Gamping.

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Gamping.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bermakna bagi:


(27)

1. Bagi guru

Penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan atau wawasan mengenai miskonsepsi serta masukan bagi guru agar kedepannya lebih berhati-hati dan membaca berbagai macam sumber dalam mengajar, sehingga miskonsepsi pada siswa dapat diminimalisir.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman tentang penelitian yang diteliti.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Miskonsepsi adalah salah konsep yang di bawa seseorang atau konsep-konsep yang salah yang menunjuk pada suatu konsep-konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ahli dalam bidang itu.

2. Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu ilmu pengetahuan yang tersusun secara terbimbing tentang alam semesta dengan segala isinya.


(28)

3. Miskonsepsi Ilmu Pengetahuan Alam adalah pemahaman yang salah terhadapsuatu konsep IPA.

4. Siswa Kelas V SD adalah siswa yang sedang duduk ditingkatan kelas V dengan rentang usia 10-11 tahun.

5. Gamping adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berpusat di Dusun Patukan, Kelurahan Ambarketawang.

6. Jenis kelamin adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut biologis dan non biologis. Sudut pandang tersebut mencakup aspek fisik, sosial, budaya, maupun psikologis.


(29)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bagian ini berisi tentang kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan uraian hasil pengkajian peneliti terhadap berbagai referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian. Penelitian ini dapat mengkaji beberapa hal sebagai berikut.

1. Konsep

Konsep merupakan penyajian internal sekelompok stimulus, konsep tidak dapat diamati, konsep harus disimpulkan dari perilaku (Ratna, 2011: 62). Sedangkan Rosser (dalam Ratna, 2011: 63) mengungkapkan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep adalah suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus. Konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya (Dahar, 2002: 62).


(30)

Tidak jarang bahwa konsep siswa, meskipun tidak cocok dengan konsep ilmiah, dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki atau diubah selama dalam pendidikan formal. Misalnya, konsep tentang massa dan berat yang campur aduk. Karena dalam kehidupan sehari-hari mereka membeli beras dalam kg, maka mereka mengatakan bahwa berat beras adalah 10 kg. Padahal, sebenarnya yang benar adalah massa beras itu 10 kg, atau berat beras itu 10 Newton (dalam Suparno, 2005: 3).

Menurut Djamarah (2011: 31), konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Sedangkan konsep yang harus didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah suatu ide abstrak yang distimulus yaitu objek untuk memecahkan masalah harus mengetahui konsep-konsep yang diperolehnya kemudian memberikan arti dan pengalaman.

1. Konsepsi

Menurut Berg (dalam Suryanto, 2002: 13), pemahaman setiap murid terhadap suatu konsep disebut dengan konsepsi. Contohnya jika dua kutub magnet yang sama yaitu Utara dan Utara didekatkan, maka akan didapatkan murid yang mempunyai pemahaman berbeda satu sama lain tentang konsep


(31)

magnet tersebut. Ada yang memiliki pemahaman bahwa magnet saling tolak menolak, ada juga murid yang memiliki pemahaman bahwa magnet tidak mau menyatu, ada juga yang memiliki pemahaman magnet saling mendorong atau memberi gaya.

Rustaman (2012: 26) menyebutkan bahwa konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal dari kata to conceive yang artinya cara menerima. Sementara Budi (1992: 114-115) menyatakan bahwa konsepsi adalah sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh dari indera maupun kondisi lingkungan.

Berdasarkan pendapat yang sudah disampaikan oleh ahli dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah suatu pemahaman seseorang terhadap konsep.

2. Miskonsepsi

Suparno (2005: 27) menyebutkan bahwa miskonsepsi terdapat pada semua bidang sains, seperti fisika, bilogi, kimia, dan astronomi. Tidak ada bidang sains yang dikecualikan dari miskonsepsi. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang miskonsepsi fisika. Dalam bidang fisika, miskonsepsi meliputi semua subbidang yang ada, seperti mekanika, optika dan gelombang, panas dan termodinamika, listrik dan magnet, fisika modern, dan tata surya (Suparno, 2005: 28).

Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep. Konsep awal itu mereka dapatkan sewaktu


(32)

berada di sekolah dasar, sekolah menengah, dari pengalaman dan pengamatan di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu (Suparno, 2005: 4). Misalnya, siswa berpendapat bahwa pada saat seseorang mendorong mobil dan mobil belum bergerak, tidak ada gaya yang bekerja pada mobil tersebut. Konsep tersebut salah karena meskipun mobil tidak bergerak, pada mobil itu terjadi gaya yang diakibatkan oleh dorongan orang tersebut.

Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan naif. Novak (dalam Suparno, 2005: 4), mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.

Miskonsepsi adalah konsep awal yang mereka bawa terkadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep yang diterima para ahli atau konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah (Suparno, 2005: 2). Sedangkan menurut Tyas (2013: 12) miskonsepsi adalah suatu interpretasi yang salah akan suatu konsep dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Brown (dalam Suparno, 2005: 4) menjelaskan miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima.


(33)

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah salah konsep yang dibawa seseorang atau konsep-konsep yang salah yang menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ahli dalam bidang itu.

3. Penyebab Miskonsepsi

Suparno (2005: 29) menyebutkan bahwa secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa terdiri dari berbagai hal seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Suparno (2005: 34-42) menjelaskan mengenai penyebab miskonsepsi seperti berikut ini.

a. Siswa

1) Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa

Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal ini sering kali mengandung miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari orangtua,


(34)

teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa. Prakonsepsi yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran anak sejak lahir tidak diam, tetapi terus aktif untuk memahami sesuatu.

Suparno (2005: 35) mengatakan bahwa miskonsepsi akan lebih banyak lagi, jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada anak tersebut mempunyai banyak miskonsepsi, seperti orangtua, tetangga, teman, dan lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan anak akan mempengaruhi pembentukan konsep anak.

2) Pemikiran Asosiatif Siswa

Menurut Arons (dalam Suparno, 2005: 35-36), asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonsepsi. Contohnya, siswa mengasosiasikan gaya dengan aksi atau gerakan. Gaya oleh banyak siswa dianggap selalu menyebabkan gerakan. Maka jika siswa tidak melihat suatu benda bergerak, mereka memastikan tidak ada gaya.

Marshall dan Gilmour (dalam Suparno, 2005:36), melaporkan bahwa pengertian yang berbeda dari kata-kata antara siswa dan guru juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata dan istilah yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran diasosiasikan lain oleh siswa, karena dalam kehidupan mereka kata dan istilah itu mempunyai arti lain. Misalnya, sewaktu guru menjelaskan tentang atom sebagian dari molekul, anak yang mendengar langsung


(35)

mengasosiasikannya dengan “plastik” karena di kehidupan mereka, atom digunakan untuk menyebut plastik.

3) Pemikiran Humanistik

Siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi (Gilbert dalam Suparno, 2005: 36). Benda-benda dan situasi dipikirkan dalam term pengalaman orang dan secara manusiawi.

4) Reasoning yang Tidak Lengkap/Salah

Comins (dalam Suparno, 2005: 38) menyatakan bahwa miskonsepsi juga disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan karena informasi yang diperoleh atau data yang didapatkan tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan secara salah dan ini menyebabkan timbulnya miskonsepsi siswa, sedangkan reasoning yang salah dapat juga terjadi karena logika yang salah dalam mengambil kesimpulan atau dalam menggeneralisasi, sehingga terjadi miskonsepsi.

5) Intuisi yang Salah

Intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara objektif dan rasional diteliti (Suparno, 2005:


(36)

38-39). Pemikiran intuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan mengakibatkan miskonsepsi.

6) Tahap Perkembangan Kognitif Siswa

Suparno (2005: 39) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Secara umum, siswa yang masih di tahap operational concrete bila mempelajari suatu bahan yang abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut. Dalam tahap perkembangan pemikiran operational concrete, siswa baru dapat berpikir berdasarkan hal-hal yang konkret, yang nyata dapat dilihat dengan indra.

7) Kemampuan Siswa

Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa. Secara umum, siswa yang inteligensi matematis-logisnya kurang tinggi, akan mengalami kesulitan dalam menangkap konsep fisika, terlebih yang abstrak. Siswa yang IQ-nya rendah juga dengan mudah melakukan miskonsepsi karena mereka dalam mengonstruksi pengetahuan fisika tidak dapat mengonstruksi secara lengkap dan utuh. Mereka tidak menangkap konsep yang benar dan merasa bahwa itulah konsep yang benar, maka terjadi miskonsepsi (Suparno, 2005: 41).


(37)

8) Minat Belajar

Secara umum dapat dikatakan, siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang tidak berminat pada fisika. Hal ini didasarkan pada siswa yang tidak tertarik atau benci pada fisika, biasanya kurang berminat untuk belajar fisika dan kurang memperhatikan penjelasan guru mengenai pengertian fisika yang baru. Akibatnya, mereka akan lebih mudah salah menangkap dan membentuk miskonsepsi.

Sedangkan siswa yang menyukai fisika biasanya lebih menaruh perhatian kepada penjelasan guru. Mereka senang mempelajari bahan fisika dari buku-buku secara lebih teliti dan mendalam. Akibatnya, mereka dapat menangkap konsep fisika dengan lebih lengkap dan mendalam.

b. Guru/Pengajar

Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi. Beberapa guru fisika tidak memahami konsep fisika dengan baik, sehingga salah pengertian ini diteruskan kepada siswa (Arons dalam Suparno, 2005: 42). Beberapa guru mengajarkan suatu bahan secara keliru. Oleh karena siswa menganggapnya sebagai benar, maka siswa memegang konsep itu kuat-kuat. Akibatnya, miskonsepsi siswa sangat kuat dan sulit diperbaiki.


(38)

c. Buku Teks

Buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Para peneliti menemukan bahwa beberapa miskonsepsi datang dari buku teks (Lona dalam Suparno, 2005: 44-45). Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat juga menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.

Selain buku teks, ada juga buku fiksi sains. Comins (dalam Suparno, 2005: 46) mengatakan bahwa meski di satu sisi buku ini baik, karena membuat anak senang membaca dan nantinya mempelajari fisika, tetapi dalam banyak hal dapat juga menyesatkan dan memunculkan miskonsepsi pada diri anak.

d. Konteks

1) Pengalaman

Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi. Sebagai contoh kasus kekekalan energi. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa mengalami bahkan mereka akan merasa lelah setelah bekerja keras. Motor akan kehabisan bahan bakar bila dipakai terlalu lama dan bahan bakarnya tidak diisi kembali. Tampak bahwa energi hilang dan tidak kekal. Di sini siswa berpikir tentang kekekalan energi dalam pengertian yang terbatas dan tidak dalam pengertian yang luas (Stavy dalam Suparno, 2005: 47).


(39)

2) Bahasa Sehari-hari

Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti lain dengan bahasa fisika (Gilbert dalam Suparno, 2005: 48). Misalnya, dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dengan satuan kg. Tetapi dalam Fisika, berat adalah suatu gaya, dan satuan adalah Newton. Mereka telah menggunakan istilah itu bertahun-tahun dan tetap menggunakan istilah itu di luar sekolah, maka sangat sulit untuk mengubah pengertian yang telah tertanam tersebut.

3) Teman Lain

Orang muda sangat senang belajar dalam kelompok bersama teman-teman kelompoknya. Kelompok sering didominasi oleh beberapa orang yang suaranya vokal. Bila siswa yang dominan atau vokal itu mempunyai miskonsepsi, maka jelas mereka dapat mempengaruhi siswa lain dalam hal miskonsepsi.

4) Keyakinan dan Ajaran Agama

Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab miskonsepsi dalam bidang fisika. Hal itu diungkapkan Commins (dalam Suparno, 2005: 49) dalam meneliti miskonsepsi tentang astronomi. Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan.


(40)

e. Metode Mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek yaitu memunculkan miskonsepsi siswa. Menurut teori Gardner, siswa akan lebih mudah menangkap bahan fisika bila fisika disajikan dengan berbagai inteligensi yang kuat pada diri siswa (Suparno, 2004: 1).

4. Hakikat Pembelajaran IPA

IPA didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. IPA (sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya (Samatowa, 2010: 1). Conan (dalam Samatowa, 2010: 1) mendefinisikan sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut. Whitehead (dalam Samatowa, 2010: 1) menyatakan sains dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman. Orde pertama didasarkan pada hasil observasi terhadap gejala/fakta (orde observasi), dan kedua didasarkan pada konsep-konsep manusia mengenai alam (orde konsepsional).


(41)

Darmojo (dalam Samatowa, 2010: 2) berpendapat bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Selain itu Nash (dalam Samatowa, 2010: 3) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya.

Pembelajaran IPA adalah interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran IPA terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan nilai hasil pembelajaran (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 26).

Hakikat pembelajaran IPA yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian (Susanto, 2013: 167), yaitu:

a. Ilmu pengetahuan alam sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis.

b. Ilmu pengetahuan alam sebagai proses yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam.


(42)

c. Ilmu pengetahuan alam sebagai sikap yaitu sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu ilmu pengetahuan yang tersusun secara terbimbing tentang alam semesta dengan segala isinya.

5. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Di sekolah dasar, IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dikenal dengan pembelajaran sains. Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep pembelajaran yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri.

Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP dalam Susanto, 2013: 171) menjelaskan tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar, yaitu untuk: a) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.


(43)

e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

6. Pembelajaran IPA di SD kelas V semester 2

Materi pembelajaran IPA di kelas V semester 2 merupakan materi yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti akan menguraikan materi yang digunakan yakni sebagai berikut.

a. Gaya

Standar Kompetensi

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energy, serta fungsinya. Kompetensi Dasar

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

Indikator

5.1.1 Menyebutkan macam-macam gaya.

5.1.2 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi gaya. Materi Pokok

Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan benda bergerak disebut gaya. Gaya yang dikerjakan pada suatu benda akan


(44)

mempengaruhi benda tersebut. Gaya terhadap suatu benda dapat mengakibatkan benda bergerak, berubah bentuk, dan berubah arah (Sulistyanto, 2008: 89).

Azmiyawati (2008: 82-93) menyatakan ada beberapa macam gaya yaitu.

1) Gaya Gravitasi

Sulistyanto dan Wiyono (2008: 98) mengatakan bahwa gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta. Gravitasi menyebabkan benda bergerak ke bawah. Buah yang jatuh dari pohonnya, air yang mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah merupakan beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa gravitasi menyebabkan benda bergerak ke bawah.

2) Gaya Gesek

Asmiyawati dkk (2008: 84) menjelaskan gaya gesek merupakan gaya yang menimbulkan hambatan ketika dua permukaan benda saling bersentuhan. Misalnya, ketika seseorang mendorong kardus terjadi gesekan antara permukaan kardus dengan lantai. Gaya gesekan tersebut akan menghambat gerakan kardus.

3) Gaya Magnet

Gaya magnet dapat menyebabkan tertariknya benda-benda di sekitarnya. Magnet mempunyai dua kutub. Pada keadaan bebas, magnet akan selalu menunjuk ke arah utara dan selatan. Ujung


(45)

magnet yang mengarah ke utara disebut kutub utara, sedangkan ujung magnet yang mengarah ke selatan disebut kutub selatan. Biasanya kedua ujung magnet diberi warna yang berbeda untuk membedakan kedua ujung magnet itu.

b. Pesawat Sederhana Standar Kompetensi

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya. Kompetensi Dasar

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

Indikator

5.2.1 Mengidentifikasi ciri-ciri pesawat sederhana.

5.2.2 Menyebutkan contoh jenis tuas atau pengungkit jenis pertama. 5.2.3 Menyebutkan penerapan pesawat sederhana dalam kehidupan

sehari-hari.

5.2.4 Menjelaskan perbedaan pengungkit. 5.2.5 Menjelaskan fungsi bidang miring. Materi Pokok

Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat sederhana (Sulistyanto, 2008: 109).


(46)

Pesawat sederhana dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu tuas, bidang miring, katrol, dan roda berporos (Sulistyanto, 2008: 110-112). 1) Tuas

Tuas lebih dikenal dengan nama pengungkit. Berdasarkan posisi atau kedudukan beban, titik tumpu, dan kuasa, tuas digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

a) Tuas golongan pertama

Pada tuas golongan pertama, kedudukan titik tumpu terletak di antara beban dan kuasa.

b) Tuas golongan kedua

Pada tuas golongan kedua, kedudukan beban terletak di antara titk tumpu dan kuasa.


(47)

c) Tuas golongan ketiga

Pada tuas golongan ketiga, kedudukan kuasa terletak di antara titk tumpu dan beban.

2) Bidang Miring

Bidang miring digunakan untuk memudahkan memindahkan benda. Dengan bantuan bidang miring, gaya yang dikeluarkan untuk mendorong benda menjadi lebih kecil daripada diangkat, walaupun lintasan yang ditempuh menjadi lebih panjang.

Prinsip kerja bidang miring juga dapat ditemukan pada beberapa perkakas, seperti kapak, pisau, obeng, sekrup, baut.

3) Katrol

Katrol merupakan roda yang berputar pada porosnya. Biasanya pada katrol juga terdapat tali atau rantai sebagai penghubungnya. Katrol digolongkan menjadi tiga, yaitu katrol tetap, katrol bebas, dan katrol majemuk (Sulistyanto, 2008: 117).


(48)

a) Katrol Tetap

Katrol tetap adalah katrol yang tidak berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda. Contoh katrol tetap adalah kerekan pada sumur timba atau katrol pengangkat barang.

Pada gambar 2.4, katrol ditambatkan pada tempat tertentu dan posisi katrol tidak berubah. Tali atau rantai dililitkan pada lingkaran berlekuk. Pada ujung tali ditarik kuasa ke bawah.

b) Katrol Bebas

Katrol bebas adalah katrol yang berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda. Katrol bebas bisa kita temukan pada alat-alat pengangkat peti kemas di pelabuhan.


(49)

Pada gambar 2.5, menunjukkan bahwa pada katrol bebas, beban digantungkan di tengah-tengah katrol. Salah satu ujung talinya terikat, sedangkan pada tali lainnya dapat ditarik ke atas.

c) Katrol Majemuk

Katrol majemuk merupakan perpaduan dari katrol tetap dan katrol bebas.


(50)

Pada gambar 2.6 menunjukkan bahwa kedua katrol dihubungkan dengan tali. Pada katrol majemuk, beban dikaitkan pada katrol bebas. Salah satu ujung tali dikaitkan pada penampang katrol tetap. Jika ujung tali yang lainnya ditarik, maka beban akan terangkat beserta bergeraknya katrol bebas ke atas.

4) Roda Berporos

Roda berporos merupakan roda yang di hubungkan dengan sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama. Contoh penggunaan roda berporos terdapat pada roda sepeda, roda gerobak, setir kapal, setir mobil.

c. Sifat-sifat Cahaya Standar Kompetensi

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model.

Kompetensi Dasar

6.1 Mendiskripsikan sifat-sifat cahaya. Indikator

6.2.1 Mengetahui alat dan bahan yang digunakan untuk membuat karya/model yang menerapkan sifat-sifat cahaya.

Materi Pokok

Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda


(51)

akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus benda bening, dan dapat dipantulkan (Sulistyanto, 2008: 125).

d. Proses terbentuknya tanah Standar Kompetensi

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber.

Kompetensi Dasar

6.1Mendiskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Indikator

7.1.1 Menggolongkan jenis-jenis batuan.

7.1.2 Menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan.

Tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah (Azmiyawati, 2008: 124). Azmiyawati (2008: 125) mengungkapkan terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan kerak bumi dilihat dari proses terbentuknya yaitu:

1) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.


(52)

2) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)

Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari batuan yang terkikis atau dari endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan. 3) Batuan Malihan (Metamorf)

Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen yang mengalami perubahan (metamorfosis). Batuan sedimen ini mengalami perubahan karenamendapat panas dan tekanan dari dalam Bumi. Jika mendapat panas terus menerus,batuan ini akan berubah menjadi batuan malihan.

Proses Pembentukan Tanah karena Pelapukan Batuan

Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan. Batuan dapat mengalami pelapukan karena berbagai faktor, di antaranya cuaca dan kegiatan makhluk hidup. Pelapukan yang disebabkan olehfaktor cuaca ini disebut pelapukan fisika. Adapun makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan, misalnya pepohonan dan lumut. Pelapukan yang disebabkan oleh aktivitas makhluk hidup ini disebut pelapukan biologi. (Azmiyawati, 2008: 128). e. Susunan Bumi

Dalam susunan bumi, peneliti membahas tentang selimut bumi dan lapisan penyusun bumi.


(53)

1) Selimut Bumi

Berbicara tentang Bumi, kita tidak boleh melupakan selubung udara yangmenyelimuti Bumi. Selubung udara itu disebut atmosfer. Azmiyawati (2008: 139-140) mengungkapkan bahwa atmosfer terdiri atas lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer.

Lapisan troposfer terbentang sejauh 10 km dari permukaan bumi. Lapisan troposfer merupakan lapisan yang paling dekat dengan bumi. Lapisan inilah yang memengaruhi cuaca.

Di atas lapisan troposfer terdapat lapisan stratosfer. Lapisan stratosfer berjarak 10–50 km di atas permukaan bumi. Udara di lapisan stratosfer sangat dingin dan tipis.

Lapisan di atas stratosfer yaitu mesosfer. Lapisan mesosfer berjarak 50-80 km di atas permukaan bumi.

Lapisan di atas mesosfer yaitu lapisan termosfer. Lapisan termosfer terbentang pada ketinggian 80–500 km di atas permukaan bumi. Di lapisan ini terjadi efek cahaya yang disebut aurora. Lapisan yang paling jauh dari permukaan bumi yaitu lapisan eksosfer. Eksosfer ada di ketinggian 700 km di atas permukaan bumi. Setelah lapisan eksosfer adalah angkasa luar. (Azmiyawati, 2008: 139-140).

2) Lapisan Penyusun Bumi

Azmiyawati (2008: 141) mengungkapkan ada tiga lapisan penyusun Bumi yaitu:


(54)

a) Kerak

Kerak adalah lapisan terluar permukaan bumi yang berupa batuan keras dan dingin setebal 15–60 km.

b) Selubung atau Mantel

Selubung atau mantel merupakan lapisan di bawah kerak yang tebalnya mencapai 2.900 kilometer. Lapisan mantel merupakan lapisan yang paling tebal. Lapisan ini terdiri atas magmakental yang bersuhu 1.400°C–2.500°C.

c) Inti

Inti terdiri atas dua bagian, yaitu inti luar dan inti dalam. Lapisan inti luar merupakan satu-satunya lapisan cair. Lapisan ini mempunyai tebal ±2.255 kilometer, sedangkan lapisan inti dalam setebal ±1.200 kilometer. Inti dalam merupakan bola logam yang padat dan mampat, bersuhu sangat panas sekitar 4.500°C.

6. Jenis Kelamin

Jenis kelamin ada dua yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut Mutmainah (2006: 1) jenis kelamin adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut non biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis. Berdasarkan Coate dan Frey (2007: 1) terdapat beberapa pendekatan yang mempengaruhi perbedaan jenis kelamin, yaitu:


(55)

a. Pendekatan Struktural

Pendekatan ini menyatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan peran lainnya. Sosialisasi awal dipengaruhi oleh reward dan insentif yang dieberikan kepada individu di dalam suatu profesi. Karena sifat dan pekerjaan yang sedang dijalani membentuk perilaku melalui sistem reward dan insentif, maka laki-laki dan perempuan akan merespon dan mengembangkan nilai etis dan moral secara sama di lingkungan yang sama.

b. Pendekatan Sosialisasi Gender

Pendekatan ini menyatakan bahwa pria dan wanita membawa seperangkat nilai dan yang berbeda ke dalam suatu lingkungan kerja maupun ke dalam suatu lingkungan belajar. Perbedaan nilai dan sifat berdasarkan jenis kelamin ini akan mempengaruhi pria dan wanita dalam membuat keputusan dan praktik.

Jenis kelamin manusia mempengaruhi perbedaan intelegensi seseorang. Hamalik (2007: 91) menjelaskan bahwa tingkat intelegensi laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki (sebagai suatu kelompok) memperlihatkan variabilitas yang lebih besar daripada anak perempuan dalam penyebaran intelegensi. Artinya, lebih banyak anak laki-laki yang lemah dalam intelegensi dibandingkan dengan


(56)

perempuan, namun banyak anak laki-laki yang menunjukkan superioritas dalam intelegensi dibandingkan anak perempuan.

Berdasarkan penjelasan di atas tentang tingkat intelegensi siswa laki-laki dan perempuan berbeda, perbedaan intelegensi tersebut berpengaruh pada tingkat kemampuan siswa. Siswa yang kurang memiliki kemampuan dalam mempelajari suatu konsep akan merasa kesulitan dalam mempelajari konsep tersebut.

A. Penelitian Relevan

Peneliti menemukan beberapa penelitian yang relevan atau mempunyai keterkaitan dengan judul penelitian. Penelitian tersebut antara lain:

Penelitian pertama oleh Anggraeni (2015) dengan judul “Miskonsepsi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas V di Sekolah Dasar”. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan miskonsepsi di buku IPA, miskonsepsi saat pembelajaran IPA, menentukan penyebab miskonsepsi dan persentase miskonsepsi pada buku yang digunakan guru di dalam kelas saat pembelajaran IPA kelas 5. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat miskonsepsi pada buku teks yang digunakan guru, sehingga miskonsepsi dibawa oleh guru ke dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Persentase adanya miskonsepsi pada buku sebesar 5,45%, angka tersebut termasuk


(57)

kategori kurang sekali sehingga perlu diperbaiki dengan pemilihan buku secara selektif.

Penelitian tersebut relevan dengan yang dilakukan oleh peneliti karena membahas mengenai miskonsepsi. Persamaan dengan penelitian ini adalah materi IPA Fisika untuk kelas 5. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian yaitu guru kelas V, sedangkan penelitian ini untuk siswa kelas 5.

Penelitian kedua dilakukan oleh Pujayanto (2009) dengan judul “Profil Miskonsepsi Siswa SD Pada Konsep Gaya dan Cahaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya miskonsepsi pada konsep Gaya dan Cahaya yang dimiliki siswa kelas 5 SD. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan kualitataif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa memiliki miskonsepsi pada konsep Gaya dan Cahaya. Pada sebagian besar konsep terjadi miskonsepsi dengan tingkatan yang berbeda-beda. Persentase miskonsepsi pada penelitian ini lebih dari 30%.

Penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan peneliti, karena membahas mengenai miskonsepi dan subjek penelitian ini adalah kelas 5 dengan materi Gaya dan Cahaya. Namun, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai materi. Jika penelitian ini hanya membahas mengenai Gaya dan Cahaya, maka penelitian yang dilakukan oleh peneliti membahas keseluruhan materi kelas 5 semester 2 seperti gaya, pesawat sederhana, cahaya, sifat-sifat cahaya, proses pembentukan tanah, dan struktur bumi.


(58)

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Abdi dan Adi (2012) dengan judul “Miskonsepsi siswa kelas V SDN Sidorejo Lor 04 Salatiga Tentang Gaya Gravitasi dan Pembelajaran Remidiasinya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi materi gaya gravitasi sampai dapat dibedakan siswa-siswa yang mengalami miskonsepsi, tidak tahu konsep dan menguasai konsep dengan baik; memberikan perbaikan atau remidiasi kepada siswa yang mengalami miskonsepsi. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment). Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan pedoman wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat miskonsepsi yang dialami siswa pada masing-masing sub konsep. Peneliti mengambil penelitian ini sebagai salah satu penelitian yang relevan karena membahas mengenai miskonsepsi. Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah materi mengenai gaya gravitasi, subjek penelitian yaitu siswa kelas 5 SD, dan instrumen pengambilan data yang digunakan yaitu tes dan pedoman wawancara, sedangkan perbedaannya adalah jenis penelitian yang digunakan yaitu eksperimen semu dan kuantitatif. Penelitian yang keempat dilakukan oleh Winny dan Taufik (2009) dengan judul “Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA di SMA Dengan Menggunakan CRI (Certainly Oof Respons Index) Dalam Upaya Perbaikan Urutan Pemberian Materi IPBA pada KTSP”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi materi IPBA di SMA dengan menggunakan CRI. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA kelas XI yang tersebar di tiga


(59)

sekolah di Bandung, Jawa Barat. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa tes dengan bentuk pilihan ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan CRI dapat dengan mudah dibedakan siswa yang mengetahui konsep dengan baik, mengalami miskonsepsi, maupun yang sama sekali tidak tahu konsep. Dari keseluruhan konsep-konsep materi IPBA, cenderung banyak siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak tahu mengenai materi IPBA dibanding yang tahu konsep.

Penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan peneliti karena membahas mengenai miskonsepsi. Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pengumpulan data yang menggunakan instrumen tes pilihan ganda. Sedangkan perbedaannya adalah subjek penelitian dan metode yang digunakan.

Penelitian kelima dilakukan oleh Nuyami (2014) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Terhadap Self-Efficacy Siswa SMP Ditinjau Berdasarkan Gender”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) perbedaan self-efficacy siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-self dan model pembelajaran konvensional, (2) perbedaan self-efficacy siswa laki-laki dan perempuan, (3) pengaruh interaksi model pembelajaran dan jenis kelamin, (4) perbedaan self-efficacy yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif think-pair-spare dan model pembelajaran konvensional untuk siswa laki-laki, (5) perbedaan self-efficacy yang belajar dengan model pembelajaran


(60)

kooperatif think-pair-spare dan model pembelajaran konvensional untuk siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasy eksperiment dengan rancangan Posttest Only Non-Equivalent Control Group Design. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik simple random sampling

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan self-efficacy siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-self dan model pembelajaran konvensional (F= 34,040; p<0,05), (2) terdapat perbedaan self-efficacy siswa laki-laki dan perempuan (F= 132,871; p<0,05), (3) terdapat pengaruh interaksi model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap efficacy (F=8,67, p,0,05), (4) terdapat perbedaan self-efficacy yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif think-pair-spare dan model pembelajaran konvensional untuk siswa laki-laki (F= 18,962; p<0,05), (5) terdapat perbedaan self-efficacy yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif think-pair-spare dan model pembelajaran konvensional untuk siswa perempuan (F=15,141; p<0,05). Siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share,, self-efficacy yang lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena sama-sama menbahas perbedaan jenis kelamin. Persamaan penelitian ini dengan pneleitian yang dilakukan peneliti adalah menggunakan


(61)

teknik simple random sampling untuk pengambilan sampel. Perbedaannya adalah subjek penelitian dan jenis penelitian.

Penelitian relevan yang dipakai dalam penelitian ini dapat dilihat pada literature map yang tampak pada gambar 2.7.


(62)

Gambar 2.7 Literature Map Penelitian yang Relevan

Miskonsepsi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas V di

Sekolah Dasar Anggraeni (2015)

Profil Miskonsepsi Siswa SD Pada Konsep Gaya dan Cahaya

Pujayanto (2009)

Miskonsepsi siswa kelas V SDN Sidorejo Lor 04 Salatiga Tentang Gaya

Gravitasi dan Pembelajaran Remidiasinya Abdi dan Adi (2012)

Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA di SMA Dengan Menggunakan CRI (Certainly Oof Respons Index) Dalam

Upaya Perbaikan Urutan Pemberian Materi IPBA pada KTSP Winny dan Taufik (2009)

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Terhadap Self-Efficacy Siswa SMP

Ditinjau Berdasarkan Gender Nuyami (2014)

Penelitian ini: Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester

2 SD Negeri se-Kecamatan Gamping


(63)

Berdasarkan gambar 2.7 dapat dijelaskan bahwa kelima penelitian sebelumnya mendasari penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

B. Kerangka Berpikir

IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek yang menggunakan metode ilmiah. Ilmu Pengetahuan Alam juga merupakan pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. IPA tidak dapat dijadikan keberhasilan tingkat pemahaman siswa terhadap suatu konsep materi yang diajarkan. Kenyataannya masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi khususnya pada materi IPA Fisika yang diajarkan. Miskonsepsi adalah salah konsep yang terjadi pada siswa. Miskonsepsi yang diteliti bisa membantu permasalahan yang terjadi di sekolah dasar untuk mengatasi miskonsepsi yang dialami siswa.

Berdasarkan penjelasan yang sudah disampaikan, maka untuk menemukan miskonsepsi yang dilakukan siswa pada mata pelajaran IPA Fisika kelas V SD terkait materi gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, periskop, proses terbentuknya tanah, proses pembentuan tanah karena pelapukan batuan, susunan bumi dan mengetahui perbedaan miskonsepsi dilihat dari pekerjaan orang tua dilakukan penelitian. Penelitian ini berjudul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Gamping, Sleman”. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu tes pilihan ganda. Dari hasil tes kemudian jawaban dianalisis untuk menemukan


(64)

miskonsepsi yang dilakukan siswa dan mengetahui perbedaan miskonsepsi dilihat dari jenis kelamin siswa.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori dalam kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Ada miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Gamping, Sleman terjadi di konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, proses terbentuknya tanah karena pelapukan, struktur bumi.

2. Tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Gamping, Sleman.


(65)

45 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bagian ini, akan dibahas beberapa hal mengenai jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, dan yang terakhir teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif survei. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian berorientasi pada data-data empiris berupa angka atau suatu fakta yang bisa dihitung (Mahdi dan Mujahidin, 2014: 104). Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Sofian dan Tukiran, 2012: 3).

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa penelitian kuantitatif survei adalah penelitian yang berupa angka yang bisa dihitung yang diambil dari sampel dan menggunakan kuesioner. Penelitian ini mengumpulkan data dari responden melalui tes tertulis. Penelitian kuantitatif survei ini digunakan untuk mengetahui miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping, Sleman dan perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.


(66)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Peneliti melaksanakan penelitian di SD Negeri se-Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Penelitian dilakukan di kecamatan ini karena sebagian besar siswa kesulitan menguasai konsep IPA pada suatu materi. Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa guru kelas V SD Negeri se-Kecamatan Gamping. Pemilihan SD ini juga khusus sekolah yang menerapkan Kurikulum KTSP atau Kurikulum 2006.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2015 sampai Januari 2016. Penelitian dimulai bulan Maret 2015 dengan menyusun proposal awal, dilanjutkan pada bulan April 2015 mengurus surat ijin ke kantor Kesatuan Bangsa serta dilanjutkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) setelah mengurus ijin ke BAPPEDA dengan memberikan surat tembusan kepada Bapak Bupati Sleman, Dinas Pendidikan dan Olahraga (DIPORA) Sleman, dan Kementrian Agama Sleman. Peneliti sebelum menyerahkan surat ijin ke pihak Kecamatan Gamping, UPT Kecamatan Gamping, dan SD Negeri Se-Kecamatan Gamping, peneliti menyusun instrumen penelitian pada bulan April 2015. Bulan awal Mei 2015 peneliti memvalidasi soal instrumen kepada validator dan melakukan revisi. Hasil validasi soal kemudian diujicobakan di beberapa SD Negeri se-Kecamatan Gamping pada


(67)

pertengahan bulan Mei 2015. Peneliti melanjutkan penelitian pada akhir bulan Mei sampai awal Juni 2015 untuk melakukan pengambilan data pada 23 SD Negeri se-Kecamatan Gamping. Pengolahan data dilakukan oleh peneliti pada bulan Juli-Agustus 2015, dilanjutkan penyusunan laporan pada bulan September 2015 sampai Juli 2016, dan pada bulan Agustus 2016 peneliti melakukan ujian skripsi dan melakukan revisi.

Jadwal penelitian tersebut memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Dengan jadwal tersebut, maka setiap langkah yang dilaksanakan akan lebih terkendali dan terorganisir karena sudah terjadwal sebelumnya.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi artinya jumlah keseluruhan suatu objek penelitian. Nawawi (dalam Mahdi, 2014: 110) mengartikan populasi sebagai semua objek penelitian yang bisa saja berwujud manusia, benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Gamping, Sleman yang berjumlah 663 siswa

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Mamang, 2010: 186). Sampel yang diambil dari populasi


(68)

harus betul-betul representatif atau mewakili. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan tabel Krejcie dan Morgan dengan taraf kepercayaan 95% dan kesalahan 5%. Untuk menentukan besar sampel Krejcie dan Morgan, Fenandez (dalam Sumanto, 2014: 210) memberikan acuan penentu sampel yang dapat dilihat dalam bentuk tabel 3.1. Krejcie dan Morgan.

Tabel 3.1. Acuan Penentu Sampel Menurut Krejcie dan Morgan

N S N S N S

10 10 220 140 1200 291

15 14 230 144 1300 297

20 19 240 148 1400 302

25 24 250 152 1500 306

30 28 260 155 1600 310

35 32 270 159 1700 313

40 36 280 162 1800 317

45 40 290 165 1900 320

50 44 300 169 2000 322

55 48 320 175 2200 327

60 52 340 181 2400 331

65 56 360 186 2600 335

70 59 380 191 2800 338

75 63 400 196 3000 341

80 66 420 201 3500 346

85 70 440 205 4000 351

90 73 460 210 4500 354

95 76 480 214 5000 357

100 80 500 217 6000 361

110 86 550 226 7000 364

120 92 600 234 8000 367

130 97 650 242 9000 368

140 103 700 248 10000 370

150 108 750 254 15000 377

160 113 800 260 20000 379

170 118 850 265 30000 380

180 123 900 269 40000 381

190 127 950 274 50000 382

200 132 1000 278 75000 382


(69)

Keterangan : N = Populasi S = Sampel

Berdasarkan populasi penelitian yaitu 663 siswa, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini sebesar 242 siswa. Diambilnya sampel penelitian sebesar 242 siswa karena populasi siswa SD Negeri se-Kecamatan Gamping dekat dengan populasi 650 yang sudah ditetapkan pada tabel Krejcie dan Morgan. Agar persentase pembagian sampel setiap sekolah imbang, maka sampel ditentukan sebanding dengan banyaknya subyek dalam tiap sekolah, yaitu dengan cara :

Keterangan :

SP : Sampel Penelitian

N : Jumlah siswa kelas V masing-masing SD Jp : Jumlah polulasi siswa kelas V SD se-Kecamatan

Gamping

Jumlah sampel : Jumlah sampel sesuai dengan tabel krejcie

Hasil dari penghitungan dengan menggunakan rumus krejcie dapat dilihat pada tabel 3.2.


(70)

Tabel 3.2. Hasil Penghitungan Tabel Krejcie

No Nama SD Rombongan

Belajar

Jumlah

Siswa Sampel Penelitian Pembulatan

1. SD N Gamping A 26 26 x 242 = 9,49663

663 9

2. SD N Mejing 1 A 31 31 x 242 = 11,31663

663 11

3. SD N Mejing 2

A 29 29 x 242 = 10,58

663 11

B 28 28 x 242 = 10,22

663 10

4. SD N Balecatur 1 A 37 37 x 242 = 13,50663

663 14

5. SD N Balecatur 2 A 23 23 x 242 = 8,39663

663 8

6. SD N

Kembangjitengan A 32

32 x 242 = 11,68 663

663 12

7. SD N Gamol A 25 25 x 242 = 9,12663

663 9

8. SD N Banyuraden A 17 17 x 242 = 6,2663

663 6

9. SD N Nogotirto

A 26 27 x 242 = 9,85663

663 10

B 26 25 x 242 = 9,12

663 9

10. SD N Demakijo 1

A 34 34 x 242 = 12,41

663 12

B 35 35 x 242 = 12,77

663 13

11. SD N Demakijo 2 A 34 34 x 242 = 12,41663

663 12

12. SD N Baturan 1 A 33 33 x 242 = 12,04 663

663 12

13. SD N Baturan 2 A 19 19 x 242 = 6,93663

663 7

14. SD N Jambon 1 A 13 13 x 242 = 4,74509

663 5

15. SD N Jambon 2 A 25 25 x 242 = 9,12 663

663 9

16. SD N Nyamplung A 16 16 x 242 = 5,84663


(71)

17. SD N Patran A 31 31 x 242 = 11,31663

663 11

18. SD N Bedog A 20 20 x 242 =7,30663

663 7

19. SD N Tegalyoso A 27 27 x 242 = 9,85 663

663 10

20. SD N Nogosaren A 13 13 x 242 = 4,74 663

663 5

21. SD N Mayangan A 29 29 x 242 = 10,58 663

663 11

22. SD N Kanoman A 23 23 x 242 = 8,39 663

663 8

23. SD N Tuguran A 13 13 x 242 = 4,74 663

663 5

Jumlah 663 242

Setelah menentukan besar sampel pada masing-masing sekolah, kemudian peneliti akan melanjutkan menggunakan teknik simple random sampling yaitu cara pemilihan sampel dimana anggota dari populasi dipilih satu persatu secara random (semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih) dimana jika sudah dipilih tidak akan dipilih lagi (Ronny, 2003: 139). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan undian yang dibuat dari kertas kecil bertuliskan nomor absen siswa sebagai nomor pada populasi kemudian peneliti memilih kertas yang sudah digulung untuk menentukan subjek penelitian pada sampel setiap sekolah.

D. Variabel Penelitian

Hadi (dalam Mahdi, 2014: 107) menyatakan variabel penelitian adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari


(72)

variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012: 39).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat saling mempengaruhi. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah jenis kelamin siswa, sedangkan variabel terikatnya (dependent) adalah miskonsepsi siswa.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kuantitatif ini terdapat teknik pengumpulan yang dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu wawancara, angket, observasi, studi dokumenter (Sukmadinata, 2008: 216).

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan selain observasi. Siregar (2010: 130) berpendapat bahwa “wawancara merupakan proses memperoleh keterangan atau data untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara”. Senada dengan pendapat sebelumnya Kunandar (2008: 157) mengungkapkan bahwa “Wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang


(73)

yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dianggapperlu dan memiliki relevansi terhadap permasalahan penelitian tindakan kelas.”

Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa teknik pengumpulan data wawancara adalah suatu proses pengumpulan data yang dilakukan dengan cara bertanya jawab antara peneliti dengan obyek yang akan diteliti untuk mendapatkan informasi atau penjelasan. Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara dengan 2 guru di SD Negeri se-Kecamatan Gamping, untuk memperoleh data tentang pemahaman siswa secara mendalam mengenai pemahaman konsep IPA. Selain melakukan wawancara dengan guru, peneliti juga melakukan wawancara dengan siswa untuk mengetahui pemahaman konsep IPA Fisika.

2. Studi Dokumentasi

Mahdi dan Mujahidin (2014: 119) mengatakan bahwa, studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen untuk memperoleh data yang akan diperlukan dalam penelitian. Studi dokumentasi adalah merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimbau dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadinata, 2010: 221). Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa studi dokumentasi


(1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

jenis_kelamin skor_total

N 242 242

Normal Parametersa,b Mean 1.42 52.79

Std. Deviation .494 13.904

Most Extreme Differences

Absolute .383 .104

Positive .383 .104

Negative -.298 -.075

Kolmogorov-Smirnov Z 5.966 1.622

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .010

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(2)

LAMPIRAN 11

Hasil Uji Homogenitas

Descriptives

skor_total

N Mean Std. Deviation

Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Minimu m

Maximu m Lower Bound Upper Bound

laki-laki 141 52.02 13.771 1.160 49.73 54.31 25 85 Perempu

an 101 53.86 14.087 1.402 51.08 56.64 20 85

Total 242 52.79 13.904 .894 51.03 54.55 20 85

ANOVA

skor_total

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 199.256 1 199.256 1.031 .311

Within Groups 46392.996 240 193.304

Total 46592.252 241

Test of Homogeneity of Variances

skor_total

Levene Statistic df1 df2 Sig.


(3)

Mann-Whitney Test

Ranks

jenis_kelamin N Mean Rank Sum of Ranks

skor_total

laki-laki 141 116.97 16492.50

Perempuan 101 127.83 12910.50

Total 242

Test Statisticsa

skor_total Mann-Whitney U 6481.500 Wilcoxon W 16492.500

Z -1.197

Asymp. Sig. (2-tailed) .231 a. Grouping Variable: jenis_kelamin


(4)

LAMPIRAN 13

Hasil Dokumentasi


(5)

(6)

142

CURRICULUM VITAE

Aldika Sabdarey merupakan anak

kedua dari pasangan Setyo Purwanti dan

Sutrisno. Lahir di Temanggung pada tanggal

08 Juli 1994. Pendidikan awal dimulai dari

Taman Kanak-kanak Masehi Parakan tahun

1999-2000. Pendidikan dilanjutkan ke jenjang

Sekolah Dasar Masehi Parakan tahun

2000-2006.

Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama

Masehi Parakan pada tahun 2006 dan lulus pada tahun

2009.Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Kejuruan Akuntansi 17 Parakan pada tahun 2009 dan lulus

pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma pada

tahun 2012.

No

Nama Kegiatan

Tahun

Peran

1.

Program

Pengembangan

Kepribadian

Mahasiswa I Universitas Sanata Dharma

2012

Peserta

2.

Program

Pengembangan

Kepribadian

Mahasiswa II Universitas Sanata Dharma

2012

Peserta

3.

Penguasaan Bahasa Inggris Aktif

2014

Peserta

4.

English Club Program For 4 Semester

2014

Peserta

5.

Kursus Mahir Dasar Pramuka (KMD)

2012

Peserta

6.

Inisiasi Fakultas (Infisa)

2012

Peserta

7.

Seminar Stadium Generale

2013

Peserta

8.

UNA Seminar and Workshop on Anti Bias

2012

Peserta

9.

Seminar for Stadium Generale

2013

Peserta