Kekeliruan berpikir formal ini terjadi di dalam silogisme kategoris yang term penghubungnya tidak
terdistribusikan pada premisnya baik dalam premis mayor danatau premis term minor. Hal
ini dikarenakan term pengubunngnya term M berkuantitas partikular dua‐duanya. Contohnya:
Semua burung adalah hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur. Semua
merpati adalah hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur. Jadi,
semua merpati adalah burung.
3. Proses Ilisit Illicit Process
Perubahan kuantitas term mayor danatau term minor yang lebih kecil pada premis menjadi lebih
luas pada kesimpulan di dalam silogisme kategoris. Contohnya: Beberapa orang Indonesia adalah pemalas.
Semua pemalas adalah orang yang tak bisa maju.
Jadi, semua orang Indonesia adalah orang yang tak bisa maju.
Kesalahan berpikir formal ini terletak pada peralihan dari beberapa orang Indonesia yang
merujuk kepada sebagian orang Indonesia partikular ke semua orang Indonesia yang merujuk
kepada keseluruhan orang Indonesia universal.
4. Premis‐premis Afirmatif, Kesimpulan Negatif
Kekeliruan berpikir formal ini terjadi jika dalam silogisme kategoris digunakan premis mayor dan
minornya proposisi afirmatif, tetapi dalam kesimpulan digunakan proposisi negatif. Contohnya:
Semua orang Indonesia adalah orang yang giat belajar. Beberapa
orang Indonesia adalah ahli logika. Sebagian
ahli logika bukan orang yang giat belajar.
5. Salah Satu Premis Negatif, Kesimpulan Afirmatif
Kekeliruan berpikir formal ini terjadi jika dalam silogisme kategoris digunakan salah satu premis
mengunakan proposisi negati, tetapi kesimpulan yang dihasilkan berupa proposisi afirmatif.
Contohnya: Semua kerbau bukan hewan berkaki tiga.
Semua kerbau adalah hewan mamalia.
Jadi, semua hewan mamalia adalah hewan berkaki tiga.
6. Dua Premis Negatif
Kekeliruan berpikir formal ini terjadi jika dalam silogisme kategoris baik premis mayor dan premis
minornya menggunakan proposisi negatif yang menyebabkan kesimpulan tidak tepat. Contohnya:
Semua ayam bukan hewan berkaki empat. Semua
hewan berkaki empat bukan bebek. Jadi,
semua bebek bukan ayam. Meskipun
terkesan tepat semua bebek bukan ayam, tetapi silogisme kategoris ini tidak sahih karena
tidak ada kesimpulan yang dapat diturunkan dari dua proposisi negatif.
7. Afirmasi Konsekuen
Kekeliruan berpikir formal ini terjadi jika dalam silogisme hipotesis mengafirmasi konsekuen dalam
pembuatan kesimpulan. Kesimpulan itu diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara
anteseden dan konsekuennya tidak niscaya, tetapi diperlakukan seolah‐olah hubungan itu
suatu keniscayaan. Contohnya: Kalau lampu dimatikan, ayah sedang tidur.
Ternyata ayah sedang tidur.
Jadi, lampu dimatikan.
Bentuk silogisme hipotesis ini keliru dikarenakan konsekuen ‘ayah sedang tidur’ tidak hanya
dapat disimpulkan dari ‘lampu dimatikan’, melainkan dapat juga karena hal lain. Misalnya,
‘minum obat tidur’ dan lain‐lain. Kekeliruan berpikir formal afirmasi konsekuen merupakan
bentuk tidak sahih yang menyerupai modus ponens.
5
8. Negasi Anteseden
Kekeliruan berpikir formal ini terjadi dalam silogisme hipotesis menegasi anteseden dalam pembuatan
kesimpulan. Kesimpulan itu diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara anteseden
dan konsekuennya tidak niscaya, tetapi diperlakukan seolah‐olah hubungan itu suatu keniscayaan.
Contohnya: Jika guru pandai, maka murid pandai.
5
Penjelasan terkait dengan modus ponens bisa dilihat pada pembahasan silogisme hipotesis.
Ternyata guru tidak pandai.
Jadi, murid tidak pandai.
Bentuk silogisme hipotesis ini keliru dikarenakan antesenden yang tidak terjadi Ternyata guru
tidak pandai tidak berarti konsekuen murid pandai tidak terjadi. Artinya, murid bisa saja
pandai, kendati guru tidak pandai. Kekeliruan berpikir formal negasi anteseden merupakan
bentuk tidak sahih yang menyerupai modus tollens.
6
9. Kekeliruan Disjungsi
Kekeliruan berpikir formal ini terjadi dalam silogisme disjungsi yang mengafirmasi salah satu pilihan,
kemudian menyimpulkan bahwa pilihan lainnya tidak terjadi. Contohnya: Ani memakai kalung atau gelang.
Ternyata Ani memakai kalung.
Jadi, Ani tidak memakai gelang.
Bentuk silogisme disjungsi ini keliru dikarenakan ada kemungkinan ketiga, yaitu dua pilihan
terjadi bersamaan Ani memakai kalung dan gelang. Dalam konteks ini, silogisme disjungsi yang
sahih adalah menegasikan salah satu pilihan, kemudian menyimpulan pilihan lainnya terjadi.
Contohnya: Tono memakai sepatu atau sandal.
Ternyata Tono tidak memakai sepatu.
Jadi, Tono memamakai sandal.
III. . Kekeliruan Berpikir Nonformal
Kekeliruan berpikir nonformal perlu diperjelas ke dalam bagian‐bagiannya yang disertai contoh‐ contoh
yang logis dalam berlogika.
III.6.2.1 Kekeliruan Berpikir Nonformal Relevansi
Kekeliruan berpikir nonforma relevesi terjadi apabila kesimpulan yang ditarik tidak memiliki
relevansi dengan premis‐premisnya atau sebaliknya. Dengan kata, lain tidak adanya hubungan logis
antara premis‐premis dengan kesimpulan, walaupun bisa saja secara psikologis menampakkan adanya
6
Penjelasan terkait dengan modus tollens bisa dilihat pada pembahasan silogisme hipotesis.
hubungan. Kesan akan adanya hubungan secara psikologis ini yang biasanya banyak terjadi pada
kekeliruan berpikir nonformal relevansi. Berikut beberapa jenis kekeliruan berpikir nonformal relevansi
yang secara umum terjadi dalam kehidupan sehari‐hari:
1. Argumentum ad misericordiam