Perkembangan Usaha Ternak Sapi Perah di Indonesia

28 b. Penerimaan Kotor Total Usahatani Penerimaan kotor atau total usahatani adalah penerimaan dalam jangka waktu biasanya satu tahun atau satu musim, baik yang dijual tunai maupun yang tidak dijual tidak tunai, seperti konsumsi keluarga, bibit, dan pakan ternak. Menurut Siregar 1990, penerimaan usahaternak sapi perah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penjualan susu, penjualan sapi-sapi afkir, dan penjualan pedet yang tidak digunakan untuk mengganti sapi laktasi merupakan penerimaan tunai usaha ternak sapi perah. Penjualan limbah kotoran ternak sapi perah yang digunakan untuk input usahatani peternak, penjualan susu untuk konsumsi keluarga merupakan penerimaan tidak tunai.

2.3 Perkembangan Usaha Ternak Sapi Perah di Indonesia

Menurut Sudono 1999, koperasi sapi perah merupakan perusahaan yang bergerak di dalam produksi susu segar dan kemudian dipasarkan ke industri susu sebagai bahan baku susu olahan dan produk asal susu lainnya. Koperasi dalam memproduksi susu segar bermitra dengan peternak rakyat yang menjadi anggota koperasi. Sebagai anggota koperasi, peternak adalah juga pemegang saham melalui simpanan wajib dan simpanan pokok dan sebagainya. Dengan demikian keberhasilan koperasi dalam bisnis susu segar secara langsung merupakan keberhasilan para peternak anggota itu sendiri. Sebaliknya jika terjadi mismanajemen dalam pengurusan koperasi akan merugikan perkembangan peternak anggota koperasi. Pada kenyataannya, berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa usaha sapi perah rakyat selama 25 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan, malah cenderung statis, khususnya dalam ukuran usaha yang tetap bertahan pada skala 2-3 ekor per peternak. Pada sisi koperasi 16 29 dilaporkan pula bahwa hanya 20 persen dari total koperasi sapi perah yang dapat dinyatakan beroperasi secara layak dengan tingkat produksi yang relatif tinggi. Permintaan susu dalam negeri relatif besar dan terus mengalami pertumbuhan dan baru dapat dipenuhi 30 persen sedangkan sisanya dipenuhi melalui impor. Beberapa tahun lagi, Indonesia akan memasuki pasar bebas dunia, dan ini berarti koperasi harus segera mencari jalan keluar bagi peningkatan produksi dan menjadi tuan di rumah sendiri. Sekalipun setelah krisis ekonomi, susu impor menurun dan penyerapan susu segar dalam negeri meningkat, IPS Industri Pengolahan Susu akan lebih menyukai impor susu karena harganya akan lebih murah. Meskipun saat ini, harga susu dunia melonjak hingga lebih dari 100 akibat kekeringan di Australia. Selama Januari hingga Juni 2007, harga bahan baku susu berupa full cream milk powder impor naik dari 2.900 dolar AS per ton menjadi 4.500 dolar AS per ton. Kebutuhan susu dalam negeri yang dapat dipasok dari produksi dalam negeri baru mencapai 45 360.000 ton dari total kebutuhan 800.000 ton, sehingga sisanya masih diimpor dari luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka produksi dalam negeri harus ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Secara nasional, sebagian besar agribisnis sapi perah merupakan peternakan rakyat yang ditangani koperasi, sehingga sebagian besar 90 produksi susu ditangani oleh koperasi. Peternakan rakyat menurut Badan Pusat Statistik tahun 2000, populasi sapi perah sebanyak 354,3 ribu ekor dengan skala kepemilikan 2-3 ekor per KK dan produktivitas rendah sekitar 9-10 liter per ekor per hari. Hal ini disebabkan antara lain kualitas pakan yang belum baik dan pemeliharaan yang belum optimal. Skala usaha KUD sebagian besar 60 kapasitas produksinya masih rendah, yaitu di 17 30 bawah 5.000 liter per hari. Skala kepemilikan sapi perah 2-3 ekor per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah berakibat kehidupan peternak stagnan, bahkan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. 2.4 Penelitian Terdahulu Anisa 2008 melakukan penelitian dengan judul Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usaha Ternak Sapi Perah di Wilayah kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa rata-rata peternak memiliki sapi laktasi kurang dari 10 ekor atau hanya 3,18 ST dari rata-rata kepemilikan sapi 4,03 ST. rataan produksi susu di daerah penelitian adalah 14,68 liter per ekor per hari. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa biaya produksi terbesar yang dikeluarkan peternak alah biaya pakan yaitu mencapai 54 persen pada peternak skala I dengan pemilikan sapi 3,91 ST dan 69,17 persen, pada peternak skala II dengan pemilikan sapi 4,29 ST. komponen biaya terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah biaya pembelian ternak dan biaya tenaga kerja. Penerimaan usaha ternak sapi perah di daerah penelitian yang paling utama adalah dari penjualan susu. Penerimaan sampingan usaha ternak sapi perah di lokasi penelitian berasal dari penjualan ternak, penjualan karung, penjualan kotoran ternak, nilai perubahan ternak dan susu yang dikonsumsi oleh keluarga peternak. Selanjutnya, Penelitian yang sama dilakukan oleh Sinaga 2003 dengan judul Pendugaan Fungsi Biaya Usaha Ternak Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan KUNAK Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha maka semakin tinggi produktivitas sapi laktasi. Produksi optimal dicapai pada saat produksi susu 670,99 liter per bulan per peternak atau 99,70 liter per ekor per 18 31 bulan atau pada saat penerimaan peternak hasil penjualan susu sebesar Rp 1.072.769,75 per peternak per bulan. Nurhayati 2000 melakukan penelitian dengan judul Pendugaan Fungsi Biaya dan Analisis Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah di Wilayah KUD Mukti Kabupaten Bandung, menunjukkan besarnya Biaya Variabel untuk skala usaha sampai tiga ekor sapi laktasi adalah Rp 365.270,00 per peternak per bulan dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah Rp 576.038,00 per peternak per bulan. Ini berarti bahwa semakin besar skala usaha maka semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan. 19 32

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Manajemen Usaha Ternak

Saragih 1998 menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral dibutuhkan untuk pembentukan jaringan tubuh, sumber protein, energi dan aktivitas sel-sel dalam tubuh. Susu dapat dihasilkan dari ternak yang diperah. Saat ini, ternak yang dapat menghasilkan susu untuk dikonsumsi oleh manusia hampir semuanya berasal dari ternak sapi dan kambing perah. Susu dari sapi perah harganya lebih murah dan kuantitas dipasaran lebih banyak dibandingkan susu dari ternak kambing. Industri Pengolahan Susu IPS supaya dapat memenuhi kebutuhan konsumen, harus memperoleh bahan baku susu segar dari industri peternakan. Industri peternakan di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu usaha peternakan rakyat dan usaha intensif untuk tujuan komersil. Industri peternakan dalam negeri saat ini hanya mampu memasok 30 bahan baku susu segar untuk memenuhi permintaan IPS. Hal ini menunjukkan bahwa 70 bahan baku susu segar masih harus diimpor. Dengan melihat kondisi ini, maka usaha ternak sapi perah harus ditingkatkan lagi populasi dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha peternakan rakyat merupakan usaha budidaya ternak yang dikelola oleh petani peternak di pedesaan dengan skala kepemilikan ternak kecil dengan rata-rata kepemilikan kurang dari 5 ekor. Usaha tani ternak sapi perah rakyat umumnya hanya dijadikan sambilan oleh para petani jika mereka sewaktu-waktu membutuhkan biaya yang cukup besar. 20