12
Formula dasar Garis Kemiskinan Nonmakanan GKNM adalah sebagai berikut :
2.3 Dimana :
= Pengeluaran minimum nonmakanan atau garis kemiskinan nonmakanan daerah j kotadesa dan provinsi p
= Rasio pengeluaran komoditisubkelompok nonmakanan k menurut daerah hasil SPKKD 2004 dan daerah j kota+desa
= Nilai pengeluaran perkomoditisubkelompok nonmakanan daerah j dan provinsi p dari Susenas modul konsumsi
k = Jenis komoditi nonmakanan terpilih
2.1.5 Indikator Kemiskinan
Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada tiga indikator dasar kemiskinan yang digunakan :
1. Head Count Index
HCI-P yaitu persentase penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan. 2.
Indeks Kedalaman Kemiskinan Poverty Gap Index-P
1
merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan melihat seberapa miskin orang miskin itu. Semakin tinggi nilai Indeks Kedalaman
Kemiskinan, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan.
13
3. Indeks Keparahan Kemiskinan Poverty Severity Index-P
2
memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Semakin tinggi nilai indeks keparahan kemiskinan menunjukkan semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Angka P
1
dan P
2
yang besar menunjukkan buruknya kondisi kemiskinan di suatu wilayah.
Foster-Greer-Thorbecke 1984 dalam BPS 2007 telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu :
2.4 Dimana :
= 0,1,2 = Garis Kemiskinan
= Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan i=1,2,…,q
= Jumlah penduduk Jika α = 0, diperoleh Head Count Index P
, jika α = 1 diperoleh Indeks Kedalaman Kemiskinan Poverty Gap Index-P
1
dan jika α = 2 diperoleh Indeks Keparahan Kemiskinan Poverty Severity Index-P
2
.
2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan
14
sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar Todaro dan Smith, 2006. Pertumbuhan
ekonomi merupakan perubahan nilai PDB Produk Domestik Bruto riil antarwaktu. Sehingga laju pertumbuhan PDB riil PDB atas dasar harga konstan
yang berikutnya dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDB menyatakan pendapatan total atau pengeluaran total nasional atas output barang
dan jasa Mankiw, 2006. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menimbulkan efek
meretas ke bawah tricke down effect. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan merangsang penciptaan lapangan pekerjaan sehingga mampu mengurangi
pengangguran, kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun proses trickle down effect ini tidak akan terjadi dengan baik apabila pertumbuhan
ekonomi tidak didorong oleh sektor-sektor yang padat karya atau sektor-sektor dimana orang miskin berada seperti sektor pertanian.
Penelitian yang dilakukan Prasetyo 2010, menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan.
Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk
menurunkan tingkat kemiskinan. Ravallion 2006 dalam penelitiannya tentang pengaruh pertumbuhan dan
ketimpangan terhadap kemiskinan di China dan India tahun 1980-2000 menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengentasan
kemiskinan di India dan China, namun ketimpangan pendapatan akan
15
menghambat pengentasan kemiskinan. Penelitian yang dilakukan Siregar dan Wahyuniarti 2007 menyimpulkan bahwa pertumbuhan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penurunan kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar.
2.1.7 Tingkat Pendidikan