50 Permasalahan sampah di PPN Palabuhanratu tidak hanya berakibat buruk
pada lingkungan namun dapat membawa dampak turunan pada kesehatan masyarakat pelabuhan. Fakta empirik menunjukkan, dengan besaran aktivitas
kepelabuhanan yang ada sekarang ini, pengelolaan sampah pelabuhan hanya terbatas pada kumpul angkut buang. Artinya, sampah dari satu tempat
dikumpulkan, diangkut lalu dibuang ke tempat lain bak penampungan sampah dan dibuang ke TPA.
Seiring dengan perkembangan pelabuhan yang direncannakan akan dikembangkan menjadi PPS Pelabuhan Perikanan Samudera pelaksanaan
pengelolaan limbah dengan kumpul angkut dan buang, bukan tidak mungkin menambah permasalahan pengelolaan sampah yang jauh lebih besar lagi. Hal ini
dikarenkan produksi sampah berhubungan linier dengan produktivitas dan aktivitas manusia. Dengan demikian, peningkatan jumlah sampah berbanding
lurus dengan jumlah manusia dan aktivitasnya. Penanganan yang dilakukan terhadap sampah yang ada, lazimnya adalah selain dengan penumpukan,
pengumpulan, dan juga dilakukan dengan meningkatkan frekuensi pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir TPA menjadi lebih banyak. Permasalahan yang
sering timbul antara lain adalah semakin terbatasnya lokasi tempat pembuangan akhir sampah tersebut. Selain itu, Sampai kini andalan utama menyelesaikan
masalah limbah yaitu pemusnahan dengan landfilling di TPA.
Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Sebagai salah satu fungsi
pemerintahan, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08MEN2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan pada pasal 3 ayat 5 huruf
k disebutkan bahwa fungsi pemerintahan di pelabuhan perikanan adalah pengendalian lingkungan. Operasional pelabuhan perikanan, pada dasarnya telah
memiliki standar dalam kegiatan pengelolaan lingkungan terkait dengan kebersihan lingkungan di pelabuhan. Sebagaimana disampaikan dalam Keputusan
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap No. 16KEP-DJPT2013. Namun demikian mengingat keputusan tersebut baru diterbitkan maka pelaksanaannya
belum optimal.
Berdasarkan Permen LH No. 5 Tahun 2009 pasal 5 tentang pengelolaam limbah di pelabuhan, disampaikan bahwa pengelola pelabuhan dapat menyediakan
fasilitas pengelolaan limbah untuk seluruh atau sebagian jenis limbah dan dapat menerima danatau mengelola limbah dari kegiatan rutin operasional pelabuhan.
Selanjutnya pengelola pelabuhan wajib mengisi dan menandatangani sertifikat penyerahan limbah dan melaporkan penerimaan limbah kepada Administrator
Pelabuhan atau Kepala Kantor Pelabuhan sebelum menerbitkan sertifikat penyerahan limbah. Selanjutnya, sertifikat penyerahan limbah tersebut diberikan
kepada pemilik danatau operator kapal yang telah menyerahkan limbah.
Isu tentang manajemen lingkungan kini menjadi kajian yang sangat intens terkait dengan semakin tingginya kasus-kasus pencemaran dan kerusakan
lingkungan akibat pesatnya era industrialisasi Amine, 2003. Realitas ini akhirnya tidak bisa terlepas dari tuntutan terhadap pemenuhan produk yang ramah
lingkungan atau lebih dikenal dengan green product Aoyagi-Usui, 2003. Terkait ini, maka harus ada langkah alternatif untuk mengurangi dampak industrialisasi.
51 Undang-Undang No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup telah mengamanatkan bahwa, setiap kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak harus memiliki dokumen lingkungan dan melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Dalam hal ini, berdasarkan jenis usaha danatau kegiatannya, Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dalam
operasionalnya harus memiliki dokumen AMDAL analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Namun demikian, wawancara dengan pihak pengelola pelabuhan
dalam pelaksanaan operasionalnya PPN Palabuhanratu tidak memiliki sistemdokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan AMDAL.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan penanganan terhadap limbah pada dasarnya sangat terkait dengan peran masyarakat. Pengertian masyarakat tidak
hanya terbatas penduduk di permukiman, tapi juga semua penghasil limbah, termasuk pengusaha kecil. Hal tersebut juga tidak dapat terlepas dari peran dan
campur tangan pemerintah. Menurut Wibisono 1995 problem penanganan limbah diantaranya karena perubahan kinerja pengelolaan limbah sebagai akibat
akibat perubahan tatanan pemerintahan. Lebih lanjut Wirdah 2006 menyampaikan ada hubungan erat antara penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dengan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Bahkan ada korelasi sangat positif antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik.
Nasir et al,. 2011 mengemukakan bahwa Penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan mempengaruhi dan menentukan pengelolaan lingkungan hidup
yang baik. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup yang baik mencerminkan tingkat penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Tanpa
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sulit mengharapkan akan adanya pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Nasir et al. 2011 juga mengemukakan
pada dasarnya untuk menangani limbah, pemerintah telah menentukan perencanaan strategis 2006-2010 dalam Kebijakan Nasional Bidang
Persampahan yaitu:
a. Pengurangan sampah semaksimal mungkin yaitu dimulai dari sumbernya, b. Mengedepankan peran dan partisipasi masyarakat sebagai mitra
pengelolaannya, c. Perkuatan kapasitas kelembagaan pengelolaan persampahan,
d. Pemisahan fungsi regulator dan operator, e. Pengembangan kemitraan dengan swasta,
f. Peningkatan pelayanan untuk mencapai sasaran, g. Model penerapan prinsip pemulihan biaya secara bertahap,
Peningkatan efektifitas penegakan hukum. Terkait uraian tersebut dia atas, maka perlu adanya standar operasiprosedur
pelaksanaan pengelolaan limbah serta pembentukan kelembagaannya di PPN Palabuhanratu.
52
Kualitas Lingkugan PPN Palabuhanratu
Kondisi kualitas lingkungan perairan kolam PPN Palabuhanratu digambarkan berdasarkan hasil pengambilan sampel dan analisis laboratorium
terhadap parameter kualitas air, biota air dan sedimen.
a. Kualitas air laut.
Hasil analisis laboratorium terhadap parameter kualitas air laut sesuai dengan KepMenLH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk
pelabuhan, diketahui terdapat beberapa parameter fisika dan kimia yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya. Parameter tersebut meliputi kecerahan,
sampah, lapisan minyak, amoniak dan kebauan Lampiran 1.
Kecerahan perairan baik pada musim barat maupun musim peralihan pada setiap stasiun tidak memenuhi baku mutu. Tingkat kecerahan yang tidak sesuai
dengan baku mutu di perairan sekitar pelabuhan, selain disebabkan oleh pengaruh kondisi alam seperti subtrat dasar perairan, arus, gelombang serta kedalaman
perairannya, juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia di sekitarnya. Sebagimana disampaikan pada uraian aktivitas pengelolaan lingkungan diketahui bahwa sistem
drainase yang ada umumnya menuju kolam pelabuhan dan belum terdapat fasilitas IPAL. Dengan demikian, aliran limbah daan aliran air pemukaan yang pada sistem
drainase akan berpengaruh terhadap kekeruhan perairan pelabuhan.
Xu et. al. 2004 meyampaikan bahwa, kegiatan di pelabuhan dan aliran air permukaan dari daratan run-off berpengaruh terhadap perubahan parameter
fisika perairan. Adanya aktifitas pelabuhan dan aliran air permukaan dari daratan dapat menurunkan tingkat kecerahan perairan yaitu sekitar 65. Selain itu, Sari
2003 juga menyampaikan bahwa pada perairan sekitar dermaga kecerahan perairan berkisar antara 0,29-0,31. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya
aktivitas disekitar dermaga dan adanya limbah cair yang masuk kedalam kolam pelabuhan.
Timbulan sampah yang dilakukan dengan pengamatan visual pada musim barat ditemukan disetiap lokasi sampling. Sementara itu pada musim peralihan
timbulan sampah ditemukan pada lokasi sampling ST.3 yang berada di kolam pelabuhan II serta ST.5 sampai dengan ST.7 pada kolam pelabuhan I. Sampah
yang teridentifikasi pada setiap lokasi stasiun, dimungkinkan berasal dari aktivitas manusia di daratan di lingkungan pelabuhan dan sekitar lokasi pelabuhan. Sampah
yang terdapat dikolam pelabuhan berupa limbah plastik sisa kemasan baik kantong maupun botol. Pengamatan dilapangan, timbulan sampah di temukan
relatif banyak pada saat pengamatan musim barat. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh gelombang dan arus.
Sampah berupa plastik terapung akan bergerak dinamis sesuai dengan pergerakan arus dan gelombang. Sehingga pada musim barat dengan kondisi
gelombang dan arus relatif besar masuk kolam pelabuhan, membawa sampah keluar masuk dalam perairan pelabuhan baik dari lingkungan pelabuhan maupun
sekitarnya. Hal tersebut, sejalan dengan pengamatan yang dilakukan pada musim peralihan. Dengan kondisi arus dan gelombang relatif tenang, timbulan sampah
yang terramati berada dipinggiran kolam pelabuhan pada daerah terperangkap diantara kapal yang sedang sandar labuh. Selain itu dicirikan juga dengan hasil
53 pengamatan pada lokasi ST.1 dimulut kolam pelabuhan yang relatif terbuka dan
ST.4 diluar kolam pelabuhan tidak ditemukan adanya sampah. Pengamatan terhadap parameter kebauan dan lapisan minyak secara
organoleptik dan visual, diketahui pada kedua musim di beberapa lokasi pengamatan tersebut diketahui terdapat bau busuk dan lapisan minyak. Bau dan
lapisan minyak tersebut teridentifikasi hampir disetiap stasiun kecuali ST.1 di mulut kolam pelabuhan II dan ST.4 yang terletak di luar kolam pelabuhan.
Lapisan minyak yang terdapat di kolam pelabuhan dimungkinkan berasal dari kegiatan tambat labuh, perbaikan perawatan kapal dan pengisian perbekalan.
Kegiatan tambat labuh yang membuang air buangan kapal, perbaikan dan perawatan kapal yang menggunakan BBM dan pengisian BBM dikolam
pelabuhan berdampak terhadap adanya lapisan minyak di kolam pelabuhan.
Fardiaz dan Fatih 1992 menyampaikan, minyak memiliki sifat tidak larut dalam air sebagai akibat perbedaan berat jenisnya, maka cecerantumpahan
minyak di air akan terlihat secara visual tetap mengapung. Karena minyak mengandung senyawa volatile, selama beberapa hari sekitar 25 dari volume
minyak akan menguap dan sisanya akan mengemulsi dengan air, sehingga minyak dapat bercampur dangan air. Sebagian besar emulsi minyak akan mengalami
degradasi melalui fotooksidasi spontan dan oksidasi oleh mikroorganisme. Setelah kurang, lebih 3 bulan, sekitar 15 volume minyak yang mencemari perairan,
masih tetap berada di air.
Kebauan yang teridentifikasi di perairan kolam pelabuhan terutama di lokasi kolam pelabuhan dermaga I berupa bau busuktidak sedap. Bau tersebut
dimungkinkan sebagai akibat dari limbah cair domestik dan padat organik yang tidak dikelola dengan baik dan masuk kedalam kolam pelabuhan. Sari 2003
menyampaikan bahwa tumpukan dan aliran limbah domestik disekitar dermaga dan masuk kolam pelabuhan, menyebabkan rendahnya estetika dan bau kurang
sedap.
Kondisi amoniak yang terukur melebihi baku mutu yaitu pada lokasi pengambilan sampel stasiun ST.5 dan ST.6 pada waktu pengambilan sampel
musim barat dan lokasi stasiun ST.5, ST.6 dan ST.7 pada pengambilan waktu pengambilan sampel musim peralihan. Lokasi pengambilan sampel tersebut secara
keseluruhan berada dalam kolam pelabuhan dermaga I.
Sumber amoniak di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik dan anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, eksresi biota air, reduksi gas
nitrogen dalam air oleh mikro organisme dan dari disfusi udara di atmosfir. Sumber amoniak yang lain adalah berasal dari limbah industri dan limbah
domestik. Parameter amoniak juga merupakan salah satu dari enam parameter kimia di perairan yang dijadikan sebagai indikator pencemaran dan dalam
konsentrasi tertentu bersifat racun terhadap ikan Harrison, 1999.
Perairan alami pada tekanan dan suhu normal, amoniak berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amoniun amoniak total.
Selain berbentuk gas, amoniak juga membentuk komplek dengan beberapa ion logam dan dapat terserap kedalam bahan-bahan partikel suspensi dan koloid dan
mengendap di dasar perairan Chapman, 1996.
Amonia yang terukur dalam perairan merupakan amoniak total NH
3
dan NH
4 +
, dimana amoniak bebas NH
3
tidak dapat terionisasi sedangkan ammonium dapat terionisasi. Jumlah dan kadar amoniak pada perairan yang tidak
54 tercemar biasanya kurang dari 0.1 mgl berada dalam bentuk sebagai nitrogen
pada air permukaan, konsentrasi total amoniak terukur biasanya kurang dari 0.2 mgl. konsentrasi yang tinggi dapat menjadikan indicator bahwa terdapat
pencemaran organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan aliran permukaan dari kegiatan pertanian Chapman, 1996.
Tingginya nilai amoniak pada lokasi pengambilan sampel 5, 6 dan 7 tersebut dimungkinkan karena adanya introduksi bahan organik kedalam perairan
yang berasal dari limbah domestik di sekitar lokasi pelabuhan dan limbah ikan. Sebagaimana menurut Effendi 2003 konsentrasi amonia yang tinggi dapat
menjadikan indikator bahwa terdapat pencemaran organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan aliran permukaan dari kegiatan pertanian.
Selain itu, Harrison 1999 menyebutkan bahwa amoniak merupakan salah satu parameter kimia yang menjadi indikator pencemaran dari limbah domestik dan
pertanian. Selain itu, disampaikan juga bahwa tingginya konsentrasi amoniak di lokasi pelabuhan dan pemukiman diduga berasal dari aktivitas pelabuhan,
terutama dari buangan kapal-kapal dan buangan limbah yang berasal dari aktivitas manusia seperti tinja.
Terdapat perbedaan nilai parameter amoniak antara pada saat pengambilan musim barat dimana kondisi gelombang di perairan saat sampling relatif besar
dengan saat musim peralihan dimana kondisi perairan relatif tenang. Hasil analisis diketahui pada saat musim barat nilai konsentrasi amoniak lebih rendah
disbanding saat musim peralihan. Perbedaan nilai tersebut sebagaimana juga perbedaan parameter lainnya dalam uraian di atas, dimungkinkan karena pengaruh
arus dan pasang surut. Laapo et. al. 2009 menyebutkan perubahan parameter pencemaran air dapat dipengaruhi proses pencucian flushing time dan
pengenceran air laut seawater dilution melalui parameter kecepatan arus.
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan dalam densitas air laut atau disebabkan oleh
gerakan gelombang Nontji, 2002. Surbakti et al. 2009 menyampaikan bahwa pola arus perairan Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh pola pasang surut. Saat
kondisi pasang, massa air cenderuug masuk ke dalam Teluk dengan kecepatan maksimum 0.43 mdet, sedangkan saat kondisi surut, massa air akan bergerak ke
luar teluk dengan kecepatan maksimum 0.48mdet. Selain itu, disampaikan juga bahwa karakter pasang surut di perairan Teluk Palabuhanratu menunjukkan bahwa
sifat pasut yang terjadi di perairan Teluk Palabuhanratu adalah pasang surut campuran dominan semidiurnal dimana umumnya pasang surut terjadi dua kali
sehari narnun pada saat pasut perbani neap tide pasang surut terjadi sehari.
Karakter pasang surut pasut di perairan Teluk Palabuhanratu merupakan perambatan dari pengaruh pasut yang terjadi di Samudera Indonesia. Hal ini
terjadi karena perairan Teluk Palabuhanratu berhubungan langsung dengan perairan laut lepas Samudera Hindia Wyrtki, 1961; Pariwono, 1988. Teluk
Palabuhanratu merupakan perairan yang berada di pantai selatan Jawa Barat, yang memiliki hubungan langsung dengan Samudera Hindia sehingga karakteristik
oseanografi perairan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik oseanografi Samudera Hindia. Untuk itu, kondisi oseanografi khususnya pola arus di perairaan
Teluk Palabuhanratu lebih dipengaruhi oleh adanya fenomena pasang surut. Saat pasang, massa air bergerak ke dalam teluk dan pada kedalaman kurang lebih 200
m di sebelah barat daya Palabuhanratu, sebagian massa air dibelokkan ke arah sisi