Kualitas air laut. Analisis Strategi Pengelolaan Lingkungan

54 tercemar biasanya kurang dari 0.1 mgl berada dalam bentuk sebagai nitrogen pada air permukaan, konsentrasi total amoniak terukur biasanya kurang dari 0.2 mgl. konsentrasi yang tinggi dapat menjadikan indicator bahwa terdapat pencemaran organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan aliran permukaan dari kegiatan pertanian Chapman, 1996. Tingginya nilai amoniak pada lokasi pengambilan sampel 5, 6 dan 7 tersebut dimungkinkan karena adanya introduksi bahan organik kedalam perairan yang berasal dari limbah domestik di sekitar lokasi pelabuhan dan limbah ikan. Sebagaimana menurut Effendi 2003 konsentrasi amonia yang tinggi dapat menjadikan indikator bahwa terdapat pencemaran organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan aliran permukaan dari kegiatan pertanian. Selain itu, Harrison 1999 menyebutkan bahwa amoniak merupakan salah satu parameter kimia yang menjadi indikator pencemaran dari limbah domestik dan pertanian. Selain itu, disampaikan juga bahwa tingginya konsentrasi amoniak di lokasi pelabuhan dan pemukiman diduga berasal dari aktivitas pelabuhan, terutama dari buangan kapal-kapal dan buangan limbah yang berasal dari aktivitas manusia seperti tinja. Terdapat perbedaan nilai parameter amoniak antara pada saat pengambilan musim barat dimana kondisi gelombang di perairan saat sampling relatif besar dengan saat musim peralihan dimana kondisi perairan relatif tenang. Hasil analisis diketahui pada saat musim barat nilai konsentrasi amoniak lebih rendah disbanding saat musim peralihan. Perbedaan nilai tersebut sebagaimana juga perbedaan parameter lainnya dalam uraian di atas, dimungkinkan karena pengaruh arus dan pasang surut. Laapo et. al. 2009 menyebutkan perubahan parameter pencemaran air dapat dipengaruhi proses pencucian flushing time dan pengenceran air laut seawater dilution melalui parameter kecepatan arus. Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan dalam densitas air laut atau disebabkan oleh gerakan gelombang Nontji, 2002. Surbakti et al. 2009 menyampaikan bahwa pola arus perairan Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh pola pasang surut. Saat kondisi pasang, massa air cenderuug masuk ke dalam Teluk dengan kecepatan maksimum 0.43 mdet, sedangkan saat kondisi surut, massa air akan bergerak ke luar teluk dengan kecepatan maksimum 0.48mdet. Selain itu, disampaikan juga bahwa karakter pasang surut di perairan Teluk Palabuhanratu menunjukkan bahwa sifat pasut yang terjadi di perairan Teluk Palabuhanratu adalah pasang surut campuran dominan semidiurnal dimana umumnya pasang surut terjadi dua kali sehari narnun pada saat pasut perbani neap tide pasang surut terjadi sehari. Karakter pasang surut pasut di perairan Teluk Palabuhanratu merupakan perambatan dari pengaruh pasut yang terjadi di Samudera Indonesia. Hal ini terjadi karena perairan Teluk Palabuhanratu berhubungan langsung dengan perairan laut lepas Samudera Hindia Wyrtki, 1961; Pariwono, 1988. Teluk Palabuhanratu merupakan perairan yang berada di pantai selatan Jawa Barat, yang memiliki hubungan langsung dengan Samudera Hindia sehingga karakteristik oseanografi perairan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik oseanografi Samudera Hindia. Untuk itu, kondisi oseanografi khususnya pola arus di perairaan Teluk Palabuhanratu lebih dipengaruhi oleh adanya fenomena pasang surut. Saat pasang, massa air bergerak ke dalam teluk dan pada kedalaman kurang lebih 200 m di sebelah barat daya Palabuhanratu, sebagian massa air dibelokkan ke arah sisi 55 barat menyusuri pantai Cimaja, Cisolok, Palabuhanratu. Sebagian massa air lainnya dibelokkan ke sisi timur menyrsuri pantai Cidadap, Cimandiri dan Tanjung Kembang PRTK, 2004. Hasil perhitungan dengan analisis Indek Pencemar terhadap parameter amoniak yang melebihi baku mutu tersebut baik pada musim barat maupun musim peralihan, di peroleh nilai Pij antara 1.81 sampai dengan 2.3 sebagaimana disajikan pada Gambar 5. Sesuai dengan kriteria indek pencemar dalam Keputusan Menteri lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003 tentang penentuan Status Mutu Air, dengan nilai Pij antara 1.81 sampai dengan 2.3 dapat di kategorikan kondisi perairan yang tepatnya di lokasi kolam pelabuhan dermaga I tercemar ringan. Namun demikian, nilai cemar ringan tersebut hanya berdasarkan perhitungan dari satu parameter amoniak saja. Bila dilihat dari parameter lain yang tidak sesuai dengan baku mutu, sebagaimana disampaikan pada uraian sebelumnya terdapat juga parameter fisika berupa kecerahan, sampah, lapisan minyak dan kebauan yang melebihi baku mutu. C e m a r ri ng a n B a ik .3 9 .2 8 .3 .5 9 .7 9 2 .0 6 .3 9 .3 4 .4 4 .6 1 .4 4 2 .1 3 2 .3 1 .8 1 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.6 ST.7 In d e k s P e n ce m a ra n Lokasi Pengamatan Kualitas Air Laut Periode I Periode II Gambar 13. Hasil analisis indeks pencemaran Dalam rangka mengetahui tingkat pencemaran di lingkungan pelabuhan ini, juga dilakukan dengan perhitungan metode STORET. Perhitungan dengan metoda STORET KepMenLH No. 115 tahun 2003 dihitung dengan penjumlahan nilai minimum, rata-rata dan maksimum dari nilai dihasilkan nilai parameter yang melebihi baku mutu yaitu amoniak parameter kimia serta kecerahan parameter fisika. Hasil penjumlahan nilai dari perhitungan dengan metoda STORET di ketahui pada ST.1 sampai ST.4 dihasilkan nilai = -4. Kemudian ST.5 = -14, ST.6 = -14 dan ST.7 = -12. Sesuai dengan kriteria Keputusan Menteri lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003 tentang Penentuan Status Mutu Air, maka dapat disimpulkan kategori kualitas air pada ST.1- ST.3 yang berada di lokasi kolam pelabuhan II dan ST. 4 yang berada di luar kolam pelabuhan termasuk kategori ringan. Sementara itu ST.5 ST.6 dan ST.7 yang terdapat di kolam pelabuhan I termasuk dalam kategori cemar sedang. Sama halnya dengan perhitungan metode Indeks pencemar, hasil perhitungan dengan metode STORET, diformulasikan menurut nilai parameter 56 melebihi baku mutu yang dapat dihitung dengan metode ini, yaitu untuk parameter amoniak dan kecerahan saja. Sementara itu parameter lain berupa sampah, lapisan minyak dan kebauan yang melebihi baku mutu tidak masuk dalam formulasi perhitungan. Analisis kluster cluster observation terhadap kualitas air pada musim barat dan peralihan, digunakan untuk mengetahui kemiripan antar pada 7 pengamatan terhadap 15 parameter kualitas air yang dianalisa pH, salinitas, BOD5, ammonia, sulfida, minyak dan lemak, fenol total, surfaktan, raksa, kadmium, tembaga, timbal, seng, total coliform dan fecal coli. Hasil analisis kluster pada musim peralihan yang ditampilkan dengan dendrogram pengelompokan stasiun pengamatan diketahui terdapat 3 kelompok. Kelompok 1 dengan grafik garis merah meliputi stasiun 1, 2, 3, 4, dan 7, kelompok 2 stasiun 5 dan kelompok stasiun 6. Sementara itu pada musim peralihan yang ditampilkan dengan dendrogram pengelompokan stasiun pengamatan diketahui terdapat 3 kelompok. Kelompok 1 dengan grafik garis merah meliputi stasiun 1, 2, 4, dan 7, kelompok 2 stasiun 3 dan 5, sementara itu kelompok 3 hanya stasiun 6. Perbandingan antara musim barat dan musim peralihan, stasiun 6 relatif sama tepisah sendiri pada kelompok 3 dan berdasarkan nilai parameter yang terukur konsentrasinya relatif lebih tinggi dengan stasiun lainnya. Observations S im il a ri ty St-6 St-5 St-4 St-7 St-2 St-3 St-1 -62.78 -8.52 45.74 100.00 Kualitas Air Musim Barat Gambar 14. Dendrogram kualitas air musim barat. 57 observation S im il a ri ty St-6 St-5 St-3 St-7 St-4 St-2 St-1 -54.32 -2.88 48.56 100.00 Kualitas Air Musim Peralihan Gambar 15. Dendrogram kualitas air musim peralihan. Selain parameter tersebut di atas juga dilakukan pengambilan sampel terhadap parameter DO dissolved oxygen dan BOD biological oxygen demand. Hasil pengukuran dengan oksigen terlarut dengan DO meter pada musim barat nilai DO yang terdeteksi berkisar antara 5,7 – 6,4 mgl. Nilai DO tertinggi terdeteksi pada ST.1 dan ST.7 yaitu 6,4. Nilai DO terendah yaitu pada ST.4 yang berada diluar lokasi pelabuhan. Sementara itu pada musim peralihan diketahui nilai DO yang teridentifikasi berkisar antara 5,2 – 5,8 mgl degan nilai tertinggi pada ST.2=6,2 mgl dan terendah pada ST.5= 5, 2 mgl. Secara umum kisaran nilai tersebut menurut Debby et al. 2009 masih termasuk dalam kategori cemar ringan 4,5-6,4 mgl. Oksigen terlarut merupakan parameter penting yang dibutuhkan oleh semua organisme perairan. Ketidakhadiran oksigen dalam perairan akan sangat berbahaya bagi kehidupan akuatik. Dalam volume udara yang bersih dan kering terdapat 20,95 oksigen. Sebagian besar oksigen dalam air berasal dari atmosfer. Oleh karena itu, kemampuan suatu badan air untuk mengisi oksigen kembali dengan cara kontak dengan atmosfer merupakan hal yang sangat penting Debby et al., 2009. Sementara itu, menurut Fardiaz dan Srikandi 1992 oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar bagi biota taut. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota laut tidak boleh kurang dari 6 mgl. Suatu perairan dikatakan tercemar jika konsentrasi oksigen terlarut berada di bawah batas minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan biota Nilai BODdalam hal ini BOD 5 yang terdeteksi hasil analisa laboratorium diketahui berkisar pada musim barat berkisar antara 4,1 – 5,8 mgl. Nilai tertinggi di jumpai pada ST.1 sebesar 5,2 dan terandah sebesar 4,1 mgl pada ST.5 ST.7. Sementara itu pada musim peralihan berkisar antara 3,8 – 5,5 mgl. Nilai tertinggi di jumpai pada ST.3 sebesar 5,5 mgl dan terandah sebesar 3,8 mgl pada ST.4. 58 Biological oxygen demand BOD didefenisikan sebagai kuantitas penggunaan oksigen dalam miligram per liter, yang berlangsung selama degradasi mikrobiologis bahan buangan yang mengandung bahan organik. Dilanjutkan bahwa asumsi dasar penggunaan metode BOD5 adalah bahwa oksigen sebagian besar dikonsumsi oleh mikroorganisme aerobik selama metabolisma bahan organik. Nilai BOD seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, menggambarkan dekomposisi bahan organik lemak, protein, selulosa secara biologis. Selanjutnya mikroorganisme memanfaatkan bahan organik tersebut sebagai makanan energi dan untuk proses metabolisma itulah dibutuhkan oksigen Debby et al., 2009. Kebutuhan oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen, juga tinggi. Artinya, jika nilai kebutuhan oksigen biologis tinggi, maka kandungan bahan organiknya juga tinggi. Ini menunjukkan perairan tersebut tercemar oleh bahan organik. Air yang hampir murni mempunyai nilai kebutuhan oksigen biologis kira-kira 1 mglt. Air dengan kebutuhan oksigen biologis 3 mglt, dianggap cukup murni. Tetapi jika nilai kebutuhan oksigen biologis di atas 5 mgIt, maka air dikatakan tidak murni lagi. Jika suatu perairan memiliki kebutuhan oksigen biologis antara 1-3 mglt dapat dikatakan bahwa perairan tersebut tidak tercemar, tapi jika nilai kebutuhan okssigen biologis antara 4 — 7 mgIt dikatakan tercemar Fardiaz dan Srikandi, 1992.

b. Sedimen

Hasil analisis laboratorium terhadap sedimen pada dua kali pengambilan sampel musim barat dan musim timur di pada tujuh stasiun diperairan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu disampaikan pada Tabel 11 dan Tabel 12 serta pada Lampiran 1. Parameter sedimen yang dianalisis yaitu parameter fisika berupa tekstur tiga fraksi dan parameter logam sesuai dengan parameter logam yang dianalisis pada parameter kualitas airnya. Tabel 11. Tekstur sedimen pengambilan sampel musim barat Stasiun Pasir Debu Liat Tekstur Sedimen ST-1 93,97 4,62 1,41 Pasir ST-3 81,9 13,56 4,54 Pasir Berlempung ST-4 76,23 17,54 6,23 Pasir Berlempung ST-5 67,56 16,92 15,52 Lempung Berpasir ST-7 56,56 43,1 0,34 Lempung Berpasir Tabel 12. Kandungan logam sedimen pengambilan sampel musim peralihan No, Parameter Satuan DL St-1 St-3 St-4 St-5 St-7 STD 1 Raksa Hg mgkg 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 2 Kadmium Cd mgkg 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,15 3 Tembaga Cu mgkg 0,50 9,80 28,80 44,80 23,80 15,20 50 4 Timbal Pb mgkg 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 12,5 5 Seng Zn mgkg 0,50 57,00 83,20 98,00 71,20 93,60 70 Standar: Natural in Sea Bottom Geological Layer Krauskopt,K.B., 1979 59 Tabel 13. Tekstur sedimen pengambilan sampel musim peralihan Stasiun Pasir Debu Liat Tekstur Sedimen ST-1 59,04 25,07 15,89 Lempung Berpasir ST-3 52,66 29,5 17,84 Lempung ST-4 60,92 23,46 15,62 Lempung Berpasir ST-5 47,22 34,73 18,05 Lempung ST-7 52,1 28,83 19,07 Lempung Tabel 14. Kandungan Logam Sedimen Musim Peralihan No. Parameter Satuan DL St-1 St-3 St-4 St-5 St-7 STD 1 Raksa Hg mgkg 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 2 Kadmium Cd mgkg 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,15 3 Tembaga Cu mgkg 0,50 13,40 55,20 1,20 59,20 32,40 50 4 Timbal Pb mgkg 0,50 0,50 0,50 0,50 23,00 9,60 12,5 5 Seng Zn mgkg 0,50 17,60 58,80 2,00 6,00 42,00 70 Standar: Natural in Sea Bottom Geological Layer Krauskopt,K.B., 1979 Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada dua lokasi sampling di kolam pelabuhan dermaga I ST.5 dan ST.7, dua lokasi sampling di pelabuhan dermaga II ST.1 dan ST.3 dan satu lokasi sampling di luar lokasi pelabuhan ST.4. Hasil analisis terhadap tekstur sedimen berdasarkan 3 fraksi yaitu pasir, debu, dan liat, di ketahui pada periode pengambilan sampel musim barat di lokasi kolam pelabuhan dermaga I tekstur sedimen lempung berpasir, kolam pelabuhan pelabuhan II pasir berlempung dan di luar kolam pelabuhan pasir. Sementara itu, pada musim peralihan di lokasi kolam pelabuhan dermaga I tekstur sedimen lempung, kolam pelabuhan pelabuhan II lempung ST.3 dan lempung berpasir ST.1, serta di luar kolam pelabuhan lempung berpasir. Perbedaan tekstur sedimen tersebut dimungkinkan karena perbedaan musim yang sejalan dengan perubahan kondisi gelombang. Tinggi gelombang di Palabuhanratu sangat ditentukan oleh kecepatan angin yang besar. Selama musim barat kecepatan angin berkisar antara 1 – 5 knot yang bertiup dari arah barat daya menyebabkan gelombang laut yang sangat besar menuju pantai. Sementara itu pada saat musim peralihan, kondisi gelombang perairan relatif tenang, dimana angin bertiup dari barat daya 1 – 3,7 knot PPNP, 2009. Sebagaimana disampaikan oleh Djamaludin 2000, bahwa material sedimen yang terdeposisi di daerah pantai dan laut dalam dikontrol oleh dua faktor. Faktor tersebut adalah transpor material pelapukan di daratan ke laut dan transpor yang terjadi di dalam laut itu sendiri. Proses pergerakan butiran sedimen menyusur pantai ditimbulkan oleh gerakan gelombang yang menyebabkan sedimen bergerak dalam keadaan tersuspensi. Hal tersebut sejalan juga dengan kondisi perbedaan kondisi tekstur sedimen di dalam kolam pelabuhan dan di luar kolam pelabuhan. Persentase partikel butiran halus pada sedimen pada dalam kolam pelabuhan yang relative terlindung lebih besar di banding pada lokasi luar kolam pelabuhan. Nontji 2002, menyatakan dengan adanya dua kali pasang dan dua kali surut pada perairan estuari, yang menyebabkan perairan relatif tidak tenang sehingga 60 pengendapan butiran halus dalam perairan menjadi relatif singkat, karena itu pengendapan lebih banyak terjadi pada tempat yang terlindung. Sedimen terdiri dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik berasal