43 sebayanya tidak menunjukkan pola perilaku sosial pada anak, berarti anak
mendapat penolakan dari teman sebayanya. Anak yang memiliki pola perilaku prososial akan mendapatkan pola perilaku prososial juga dari teman yang lain.
D. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Glynis, dkk 2012 dari University of Bristol, UK pada anak sekolah dasar menunjukkan hasil bahwa kebanyakan anak-
anak dengan kesulitan bahasa dan komunikasi mengalami penolakan pertemanan atau menerima proporsi respon negatif lebih daripada teman
sekelas yang umum. Penerimaan teman sebaya dikaitkan dengan tingkat keparahan anak-anak yang mengalami kesulitan bahasa dan komunikasi
sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan seseorang dalam berbahasa maupun berbicara sangat penting kaitannya dengan interaksi sosial dan
penerimaan teman sebaya. 2. Walker 2009 dari Queensland University of Technology, dalam
penelitiannya mengemukakan terdapat beberapa hal yang menentukan penerimaan teman sebaya pada anak usia dini antara lain yaitu play behavior
perilaku bermain, emotional expression ekspresi emosional, dan verbal communication komunikasi verbal. Salah satu hal yang dapat menentukan
penerimaan teman sebaya adalah komunikasi verbal. Black dalam Walker, 2009 mengemukakan bahwa keterampilan komunikasi telah diidentifikasi
sebagai kontributor penting untuk pemeliharaan interaksi sosial anak-anak. Untuk terlibat dalam bermain kooperatif, anak-anak harus mampu
44 mempertahankan hubungan dengan wacana yang berlangsung serta ditandai
dengan timbal balik, atau berbelok untuk tanggap terhadap lawan bicaranya.
E. Kerangka Pikir
Dalam kehidupan sosial komunikasi antar individu sangatlah penting untuk dapat saling berinteraksi satu sama lain. Agar dapat berkomunikasi dengan
orang lain dibutuhkan kemampuan berbahasa yang baik. Kemampuan berbahasa anak dapat dilihat salah satunya dari keterampilan anak dalam berbicara.
Berbicara merupakan suatu penyampaian maksud yang berupa ide atau pikiran seseorang kepada orang lain secara lisan sehingga orang lain dapat mengerti apa
yang dipikirkan oleh seseorang Suhartono, 2005: 20. Terdapat beberapa faktor
yang dapat dijadikan ukuran kemampuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. aspek kebahasaan dan non kebahasaan.
Menurut Nurbiana Dhieni, dkk 2005 aspek kebahasaan meliputi faktor-faktor sebagai berikut: a ketepatan ucapan; b penempatan tekanan, nada, sendi, dan
durasi yang sesuai; c pilihan kata; d ketepatan sasaran pembicaraan sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi faktor-faktor sebagai berikut: a sikap tubuh,
pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; b kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; c kenyaringan suara dan kelancaran
dalam berbicara; d relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu. Dalam berbicara terdapat hal-hal berkaitan dengan aspek kebahasaan dan
nonkebahasaan yang perlu diperhatikan. Ketepatan ucapan atau pelafalan bunyi yaitu anak harus dapat mengucapkan atau melafalkan bunyi-bunyi bahasa secara
45 tepat dan jelas. Jika anak mampu mengucapkan bunyi dengan jelas saat berbicara,
maka orang lain teman sebaya yang diajak berbicara akan mudah mengetahui maksud yang disampaikan. Selanjutnya, penempatan tekanan atau intonasi, nada,
sendi dan durasi yang sesuai akan menjadi daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan merupakan salah satu faktor penentu dalam keefektifan berbicara. Jika
anak mampu menyampaikan pesan dengan intonasi yang tepat, maka teman sebaya sebagai penerima pesan dapat memahami maksud yang disampaikan.
Selain itu, durasi yang tepat saat menyampaikan pesan juga dapat membuat teman sebaya tidak bosan saat mendengarkan apa yang sedang disampaikan.
Kosa kata yang banyak dapat mendukung anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Akan tetapi dalam berbicara anak juga perlu memperhatikan pilihan
kata yang tepat untuk diucapkan pada lawan bicara. Pilihan kata yang diucapkan sangat penting untuk diperhatikan agar kata yang diucapkan tidak menyinggung
perasaan teman sebayanya karena bicara dapat berpengaruh terhadap pikiran dan perasaan orang lain. Jika anak mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan
kepada teman sebayanya, maka hal tersebut akan membuatnya tidak populer bagi temannya atau bahkan menerima penolakan dari teman sebayanya. Sebaliknya,
mengatakan hal-hal yang menyenangkan, mempertinggi kesempatan anak-anak untuk diterima oleh teman sebayanya. Selain itu, bicara juga dapat berpengaruh
terhadap perilaku orang lain. Jika anak berbicara dengan baik dan dengan penuh keyakinan, maka dapat mempengaruhi teman sebayanya untuk berbuat seperti
yang dikehendakinya. Sebaliknya, anak yang berbicara ragu-ragu dan dengan
46 perbendaharaan kata terbatas atau tata bahasanya jelek dapat menerima
penolakan dari teman sebayanya. Ketepatan sasaran pembicaraan penting untuk disesuaikan dengan konteks
pembicaraan sehingga apa yang dibicarakan lebih mudah dipahami oleh teman sebaya. Selain itu, dalam berbicara harus memperhatikan sikap. Sikap yang
dimaksud adalah sikap tenang dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa dalam berbicara sehingga teman yang diajak bicara
lebih merasa nyaman melakukan pembicaraan. Sebaliknya, gerak-gerik dan mimik yang tepat juga dapat berfungsi untuk membantu memperjelas atau
menghidupkan pembicaraan. Kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain teman
sebaya juga penting untuk diperhatikan. Dengan menghargai pendapat orang lain berarti telah belajar menghormati pemikiran orang lain sehingga dapat terjalin
saling menghargai. Selain itu, tingkat kenyaringan suara juga harus disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan ruang dengar yang ada.
Tingkatannya yaitu tidak terlalu nyaring dan tidak terlalu lemah sehingga orang lain dapat mendengar dengan jelas. Selanjutnya, kelancaran dalam berbicara akan
dapat mempermudah untuk menangkap isi pembicaraan yang disampaikan. Teman sebaya akan lebih nyaman berkomunikasi dengan anak yang lancar
berbicara daripada dengan anak yang terbata-bata dalam berbicara sedangkan relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu yaitu hal yang
disampaikan memiliki urutan yang runtut dan memiliki arti yang logis serta
47 adanya saling keterkaitan atau hubungan dari hal yang disampaikan sehingga
teman sebaya akan lebih mudah memahami apa yang dimaksud. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara
sangat diperlukan dalam hubungan sosial karena dengan berbicara anak dapat berkomunikasi dan menjalin interaksi dengan orang lain terutama kelompok
teman sebaya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rita Eka Izzaty, dkk 2013: 107 bahwa bicara merupakan salah satu alat komunikasi terpenting yang
digunakan dalam hidup berkelompok atau bersosial. Salah satu karakteristik anak yang akan menjadi pemimpin adalah kemampuan bicaranya lebih baik daripada
anggota kelompok lainnya. Oleh karena itu, anak-anak yang kemampuan bicaranya tinggi dan pandai berkomunikasi dengan orang lain akan lebih mudah
diterima oleh teman sebayanya. Sebaliknya, anak yang keterampilan bicaranya rendah, pendiam dan tidak pandai berkomunikasi dengan orang lain akan sulit
diterima oleh teman sebayanya atau dapat dikatakan penerimaan teman sebayanya rendah, bahkan dapat mengalami penolakan sehingga sosialisasi anak
menjadi terbatas. Berdasarkan paparan di atas dapat dibuat skema kerangka pikir dalam
penelitian ini dengan gambaran sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
Keterampilan Berbicara x Penerimaan Teman
Sebaya y
48
F. Hipotesis