individu maupun sebagai subjek hukum pribadi naturlijke persoon, hanya berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.
25
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman di dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan pada tanggal 17-19 Desember
1985, telah berhasil merumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas itu adalah asas kepercayaan. asas persamaan hukum,
keseimbangan, kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan.
26
C. Syarat – Syarat Perjanjian
Secara yuridis suatu perjanjian baru dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun syarat sahnya perjanjian atau kontrak telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Syarat yang pertama sahnya suatu perjanjian atau kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan
adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:
27
a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;
b. Bahasa yang sempurna secara lisan;
25
Ibid. Hal 93
26
Salim, H.S., Op.Cit. Hal 13
27
Ibid. Hal 33
Universitas Sumatera Utara
c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena
dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;
d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Yang dimaksud dengan sepakat adalah penyataan persesuaian kehendak
antara satu orang atau lebih maupun badan hukum dengan pihak lainnya. Yang dimaksud dengan “sesuai” adalah pernyataannya, karena kehendak tidak dapat
dilihat atau diketahui oleh orang lain. Sehubungan dengan adanya persesuaian antara kehendak dengan pernyataan seperti yang telah dijelaskan diatas,
adakalanya pernyataan yang timbul tidak sesuai dengan kehendak yang ada dalam batin. Mengenai hal ini terdapat teori yang dijadikan pemecahannya, yaitu :
28
1 Teori Kehendak wilstheorie, bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada
persesuaian antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian tidak jadi.
2 Teori Pernyataan verklaringstheorie, kehendak merupakan proses
batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadinya perbedaan antara
kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.
28
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Bandung : Bina Cipta Bandung, 1987. Hal 57.
Universitas Sumatera Utara
3 Teori Kepercayaan vertouwenstheorie, tidak setiap pernyataan
menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian
Mengenai terjadi atau timbulnya kesepakatan dalam suatu perjanjian terdapat empat teori, yaitu :
29
a Teori Pernyataan uitingsheorie, kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
menerima penawaran itu menulis surat jawaban yang menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
b Teori Pengiriman verzendtheorie, kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menerima penawaran mengirimkan telegram, surat, atau telex. Menurut teori ini tanggal cap pos pada saat pengiriman jawaban penerimaan dipakai
sebagai pegangan kapan saat lahirnya perjanjian. c
Teori Pengetahuan vernemingstheorie, menurut teori ini kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie,
tetapi penerimaan itu belum diterimanya tidak diketahui secara langsung. d
Teori Penerimaan ontvangstheorie, kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan
akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang- orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,
29
Ibid. Hal 58.
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 Tahun
sebagaimana dijelasakan dalam Pasal 330 KUH Perdata.
30
Mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri orang perorangan ini diatur dalam Pasal 1329 sampai
dengan Pasal 1331 KUH Perdata. Pasal 1329 KUH Perdata dinyatakan bahwa: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh
undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Sementara itu, dalam Pasal 1330 KUH Perdata dinyatakan bahwa, tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-
undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian.
3. Suatu Hal tertentu
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan maksud suatu hal tertentu, dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1333 KUH Perdata,
dinyatakan bahwa:“Suatu perjanjian harus mempunyai sesuatu sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asa saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.Rumusan dalam pasal tersebut
hendak menegaskan bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk
30
I.G. Rai Widjaya, Op.Cit. Hal 47.
Universitas Sumatera Utara
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, namun semua jenis perikatan itu pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu
kebendaan yang tertentu.
31
Dalam Pasal 1234 KUH Perdata dinyatakan bahwa: “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu”. Adapun maksud dari rumusan pasal tersebut adalah sebagai berikut:
32
a. Memberikan sesuatu;
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu, kebendaan yang akan diserahkan berdasarkan suatu perikatan tertentu tersebutharuslah sesuatu yang telah
ditentukan secara cepat. b.
Berbuat sesuatu; Pada perikatan untuk berbuat atau melakukan sesuatu, dalam pandangan KUH
Perdata, hal yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak dalam perikatan tersebut debitor pastilah juga berhubungan dengan suatu kebendaan tertentu,
baik itu berupa kebendaan berwujud maupun kebendaan tidak berwujud. c.
Tidak berbuat sesuatu Dalam perikatan untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu, KUH
Perdata juga menegaskan kembali bahwa apapun yang ditentukan untuk tidak dilakukan atau tidak diperbuat, pastilah merupakan kebendaan, baik yang
berwujud maupun tidak berwujud yang pasti harus telah dapat ditentukan pada saat perjanjian dibuat.
4. Adanya causasebab yang halal
31
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Jakarta : RajaGrafindo, 2003. Hal 155.
32
Ibid. Hal 156
Universitas Sumatera Utara
Suatu sebab yang halal atau tidak terlarang dalam perjanjian telah ditentukan dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata. Meskipun
KUH Perdata tidak memberikan definisi tentang suatu sebab, namun dari rumusan Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa yang disebut dengan sebab yang
halal, adalah: 1 bukan tanpa sebab; 2 bukan sebab yang palsu; ataupun 3 bukan sebab yang terlarang. Oleh karena itu selanjutnya dalam Pasal 1336 KUH
Perdata dinyatakan lebih lanjut bahwa: “Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain selain daripada yang
dinyatakan itu adalah sah”.
33
Rumusan mengenai sebab yang halal menjadi hanya sebab yang tidak terlarang, Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan bahwa: “Suatu sebab terlarang,
apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Dalam rumusan yang demikianpun sesungguhnya
undang-undang tidak memberikan batasan mengenai makna sebab yang tidak terlarang. Dengan demikian berarti apa yang disebut dengan sebab yang halal
dalam Pasal 1320 j.o Pasal 1337 KUH Perdata tidak lain adalah prestasi dalam perjanjian yang melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh
para pihak, yang tanpa adanya prestasi yang ditentukan tersebut, maka perjanjian tersebut tidak mungkin dan tidak akan pernah ada diantara pihak.
34
D. Akibat Hukum Perjanjian