24
perkembangan sendiri setiap anak memiliki tempo kecepatan sendiri - sendiri.
E. Tuna Rungu
1. Tuna rungu
Haenudin 2013: 53-54 tuna rungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan atau kekurang
mampuan mendengar, sehingga ia mengalami gangguan dalam melaksanakan kehidupannya sehari - hari. Secara garis besar tuna rungu
dapat dibedakan menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar. Istilah tuna rungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tuna rungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
Apabila dilihat secara fisik, anak tuna rungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, tetapi ketika dia berkomunikasi barulah diketahui
bahwa mereka tuna rungu. Untuk mengetahui lebih lanjut hakikat tuna rungu, dibawah ini
akan dikemukakan beberapa pendapat, antara lain Van Uden 1997 dalam Murni Winarsih 2007:6 sebagai berikut :
A deaf person is one whose hearing is disabled to an axtent ussualy 70 dBISO or greater that precludes the understanding of speech
through the ear alone without our with the use of hearing aid. A hard of hearing person is one whose hearing is disabled to an extent
ussualy 35 to 69 dB ISO that makes difficult, but does not precludes the understanding of speech through the ear alone without or with
the use of hearing aid.
25
Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dikatakan tuli jika kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 ISO dB, atau
lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar.
Sedangkan seseorang dikatakan kurang dengar apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 35dB sampai 69 dB ISO, sehingga ia
mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau dengan alat bantu mendengar ABM.
2. Jenis – Jenis Ketuna runguan
Ketuna runguan secara anatio fisiologis dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis Haenudin, 2013: 62- 63 yaitu :
a. Tuna rungu hantaran Konduksi, yaitu ketuna runguan yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat - alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah. Ketuna runguan
konduksi A Conductive hearing loss terjadi karena pengurangan intensitas bunyi yang mencapai telinga bagian dalam, dimana syaraf
pendengaran berfungsi.
b. Tuna rungu syaraf Sensorineural, yaitu ketuna runguan yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat - alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan
getaran ke pusat pendengaran pada Lobus Temporalis.
26
c. Tuna rungu campuran, yaitu ketuna runguan yang disebabkan
kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf
pendengaran.
Jadi jenis dari tuna rungu tersebut dibagi menjadi tiga yaitu tuna rungu hantaran yang diakibatkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat
- alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah, tuna rungu syaraf ditimbulkan karena tidak berfungsinya alat - alat pendengaran
bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran, serta tuna rungu campuran yaitu ketuna runguan yang
disebabkan karena kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan
pada syaraf pendengaran. 3.
Karakteristik Tuna rungu
Haenudin 2013: 66-67 anak tuna rungu apabila dilihat dari segi fisiknya tidak ada perbedaan dengan anak pada umumnya, tetapi sebagai
dampak dari ketuna runguan mereka memiliki karaktersitik khas. Berikut ini merupakan karakteristik anak tuna rungu dilihat dari segi intelegensi,
bahasa dan bicara, serta emosi dan social. a.
Karakteristik dalam Segi Intelegensi Karakteristik dalam segi intelegensi secara potensial anak tuna
rungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal pada umumnya, ada yang pandai, sedang, dan ada yang bodoh. Namun demikian secara
fungsional intelegensi mereka berada dibawah anak normal, hal ini disebabkan oleh kesulitan anak tuna rungu dalam memahami bahasa.
27
Perkembangan intelegensi anak tuna rungu tidak sama cepatnya dengan anak yang mendengar, karena anak yang mendengar belajar
banyak dari apa yang mereka dengar, dan hal tersebut merupakan proses dari latihan berpikir. Keadaan tersebut tidak terjadi pada anak
tuna rungu, karena anak tuna rungu memahami sesuatu lebih banyak dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang mereka dengar. Oleh
sebab itu sering kali anak tuna rungu disebut sebagai “Instan Permata”. Dengan kondisi seperti itu anak tuna rungu lebih banyak memerlukan
waktu dalam proses belajarnya terutama untuk mata pelajaran yang diverbalisasikan.
b. Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara
Anak tuna rungu dalam segi bicara dan bahasa mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa
dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga para tuna rungu dalam
segi bahasa memiliki ciri yang khas, yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kalasan dan kata - kata yang
bersifat abstrak. c.
Karakteristik dalam Segi Emosional dan Sosial Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tuna
rungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tuna rungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk
memahami dan
mengikutinya secara
menyeluruh sehingga
28
menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang percaya diri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama
dengan anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk melakukan komunikasi secara lisan.
F. Kecerdasan