78
siswa membicarakan menggunakan bahasa tubuh mereka . Padahal bahasa isyarat mereka berhubungan dengan teori kecerdasan gerak
tubuh dimana untuk mengekspresikan perasaan ataupun ide, mereka melakukannya dengan fungsi gerak tubuh masing - masing anak. Tapi
sayangnya masyarakat belum bisa menerimanya.
2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Anak Tuna rungu
Selanjutnya mengenai faktor pendukung dari pada kebijakan bahasa isyarat tersebut untuk mengembangkan kecerdasan intelegensi
anak yang pertama adalah dibentuknya suatu komunitas bernama magelang deaf community. Komunitas ini sangatlah berguna bagi anak -
anak peyandang tuna rungu , di sini mereka bebas untuk mengekspresikan diri mereka melalui gerakan tangan sesuai dengan teori kecerdasan gerak
tubuh yaitu keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide - ide dan perasaan.
MDF magelang deaf community memiliki anggota yang cukup banyak juga, dengan adanya komunitas ini anak tuna rungu tidak akan
merasa canggung saat mereka akan menyampaikan aspirasi mereka dengan sesama penyandang tuna rungu.
Faktor pendukung kedua yaitu lebih mengedepankan mengenai keaktifam siswa untuk mengembangkan kebijakan bahasa isyarat tersebut.
Keaktifan anak akan memberikan keberanian dan kemauan untuk terus mempelajari bahasa isyarat. Dilain hal dengan adanya bahasa ibu yang
menjadi tumpuan awal anak untuk berkomunikasi akan menambah
79
keaktifan anak untuk terus belajar mengenai bahasa agar berkembang menuju kearah kecerdasan intelegensi anak.
Pendukung yang ketiga adalah dengan adanya suatu evaluasi untuk melihat seberapa jauh dan berkembangnya kecerdasan anak melalui
kebijakan bahasa isyarat ini .evaluasi yang dilakukan setiap minggunya akan menghasilkan berbagai macam problematika yang akan dibahas serta
dapat di atasi dengan solusi bersama – sama melalui evaluasi tersebut
kemudian di atasi dengan cepat dan tepat sasaran.
3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam
Mengembangkan Kecerdasan Anak Tuna rungu
Sedangkan untuk faktor penghambat implementasi kebijakan bahasa isyarat tersebut adalah dari segi komunikasi. Memang komunikasi
tidak semuanya menghambat, namun ada beberapa yang mungkin memang dianggap menjadi penghambat ketika penerapan kebijakan
bahasa isyarat tersebut dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan intelegensi anak. Komunikasi yang belum maksimal akan menghasilkan
kecerdasan anak yang kurang maksimal pula. Berbanding apabila anak mempunyai suatu kelebihan maka disitu pula anak akan mengembangkan
kecerdasan mereka. Namun antara kecerdasan anak yang menengah kebawah dan mnengah keatas tidak terpaut jauh selisihnya.
Hal ini menunjukan bahwa dalam penerapan kebijakan bahasa isyarat dalam mengembangkan kecerdasan anak tuna rungu ini sudah
berjalan dengan baik dengan adanya testimoni dari anak dan guru yang
80
mengampu tersebut, hanya ada beberapa kendala yang memang masih bisa diupayakan untuk ditangani.
81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan