Tangis Beru Si Jahe

BAB III KONTINUITAS DAN PERUBAHAN PENYAJIAN NYANYIAN TANGIS

BERU SI JAHE

3.1 Tangis Beru Si Jahe

Tangis beru si jahe merupakan nyanyian ratapan seorang gadis yang akan dipinang dan dinyanyikan menjelang pernikahannya. Nyanyian ini berisikan tentang ungkapan kesedihan karena harus berpisah dengan anggota keluarganya dengan tujuan agar anggota keluarga yang mendengarkan merasa iba dan terharu kemudian mereka akan memberikan nasihat-nasihat dan bantuan berupa materi kepada si gadis yang akan menikah tersebut. Nyanyian ini pada umumnya disajikan dengan gaya repetitif dengan mengutamakan teks daripada melodi strofic-logogenic. Namun dalam perkembangannya beberapa tahun belakangan ini tangis beru si jahe bukan lagi disajikan untuk upacara adat namun menjadi salah satu bentuk hiburan dan telah difestivalkan. Tangis beru si jahe hanya dinyanyikan oleh perempuan. Tangis beru si jahe disajikan dan ditujukan kepada orangtua beru si jahe, kerabat terdekat dengan cara mendatangi rumah mereka masing-masing. Selain itu, orang-orang yang didatangi oleh beru sijahe tersebut akan memberi dia makan nakan pengindo tangis dimana tinggi rendahnya status sosial adat beru si jahe tersebut ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah kepala ayam yang nantinya akan dibawa menuju tempat mertuanya. Semakin banyak kepala ayam yang diterima oleh beru si jahe, maka akan semakin tinggi pula status sosial adatnya dihadapan keluarga suaminya. Universitas Sumatera Utara Pada umumnya teks dari tangis beru si jahe berisikan tentang kiasan dan perumpamaan. Seperti yang dapat dilihat dalam teks berikut di Bab IV “Nang...mela podinken enda berumu, tah terjampa-jampa berumu mengkuso kusoi bage manuk medemken berumu i ladang ni kalak le nang ni beruna. Bisa saja nanti putrimu ini merasa bingung karena dia tidak tau apa yang akan dia perbuat.” Selain teks tersebut masih banyak lagi perumpamaan yang terkandung dalam teks nyanyian tersebut baik yang menangisi inangna ibunya maupun yang menangisi puhun pamannya. Yang dinyanyikan pada umumnya kebalikan dari kenyataan, hal tersebut dikarenakan si gadis merasa bahwa seolah-olah orang tuanya sudah tidak perduli bahkan mencampakkan dia. Selain itu dia nantinya tidak bisa merasakan kebahagiaan seperti apa yang dirasakan selama ini di lingkungan keluarganya. Bahkan dia menuduh bahwa keluarganya menganggap dia sudah mati seperti yang disebut dalam teks nyanyian menangisi Puhunna berikut “Nang...nggo mo kepeken karinana memurpurken daging si melala inang ni beruna dekket bapani berruna puhun ni turang dekket bapani bere berena. Ternyata orang tuaku menganggap aku seperti orang sudah mati demikian halnya dengan engkau paman.”

3.2 Deskripsi Penyajian Nyanyian Tangis Beru Si Jahe dalam Tradisi