Status Gizi Pasien HIVAIDS Rawat Inap Status Gizi Pasien HIVAIDS Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014

Rerata 79,4 71,2 237 162 114 Dari tabel 4.8, dapat diketahui bahwa kandungan zat gizi vitamin C yang berdasarkan standar diet, pemenuhan kebutuhan vitamin C pasien HIVAIDS masih kurang. Makanan sumber vitamin C tinggi untuk melindungi tubuh dari infeksi dan membantu dalam pemulihan masih kurang dan kurang bervariasi setiap harinya seperti pisang dan semangka, dan terkadang jeruk. Berbeda dengan pasien kelas Super VIP dan VIP diberikan buah apel, pir, dan jus buah pada menu selingan yang penting dalam menambah nafsu makan pasien.

4.5. Status Gizi Pasien HIVAIDS Rawat Inap

Data mengenai status gizi diperoleh dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh IMT dimana berat badan kg dibagi dengan kuadrat tinggi badan m yang dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9. Distribusi Status Gizi Pasien HIVAIDS Rawat Inap Berdasarkan Indeks Massa Tubuh di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014 No Status Gizi n 1. 2. 3. Kurus tingkat berat Kurus tingkat ringan Normal 9 1 2 75,0 8,3 16,7 Jumlah 12 100,0 Dari tabel 4.9. dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien HIVAIDS yang rawat inap memiliki indeks massa tubuh IMT 17,0 yang berarti memiliki status gizi kurus tingkat berat sebanyak 9 orang 75. Pasien kurus tingkat berat sudah terjadi awal masuk rumah sakit dan setelah dirawat inap. Universitas Sumatera Utara Berikut distribusi gejala penyakit dan infeksi oportunistik terhadap status gizi pasien HIVAIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014. Tabel 4.10. Tabulasi Silang Gejala Penyakit Dan Infeksi Oportunistik Terhadap Status Gizi Pasien HIVAIDS Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014 Status Penyakit Status Gizi Kurus tingkat berat Kurus tingkat ringan Normal n n n Gejala Penyakit Diare kronis 1 8,3 0,0 1 8,3 Batuk 4 33,3 0,0 2 16,7 Demam 3 25,0 0,0 0,0 Sesak nafas 1 8,3 0,0 1 8,3 Muntah 1 8,3 0,0 0,0 Lemas 4 33,3 0,0 0,0 Dyspepsia 2 16,7 0,0 0,0 Infeksi Oportunistik Tuberkulosis paru 9 75,0 1 8,3 2 16,7 Limfadenitis 2 16,7 0,0 0,0 Dari tabel 4.10. dapat diketahui bahwa mayoritas pasien HIVAIDS yang status gizi kurus tingkat berat mengalami tuberkulosis paru sebanyak 9 orang 75,0, dan sebagian besar pasien mengalami dengan status gizi kurus tingkat berat sebanyak 4 orang 33,3 mengalami lemas dan batuk. Universitas Sumatera Utara BAB V PEMBAHASAN

5.1. Penatalaksanaan Diet HIVAIDS Pada Pasien Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap penatalaksananan diet bagi pasien HIVAIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, bahwa pemberian diet belum sesuai secara keseluruhan yang dapat dilihat dari frekuensi, jumlah dan kandungan zat gizi yang diberikan. Makanan yang diberikan kepada pasien HIVAIDS ditentukan oleh penata gizi ruangan sesuai kebutuhan gizi pasien khususnya bagi pasien yang mengalami kesulitan mencerna makanan. RSUP H. Adam Malik Medan memberikan standar makanan umum berupa makanan biasa, makanan lunak, dan makanan saring bentuk lunak, bukan makanan dalam bentuk diet yaitu diet TKTP tinggi kalori tinggi protein. Hal itu disebabkan pasien berada pada kelas II dan III, yang dipengaruhi oleh biaya perawatan di rumah sakit. Penderita HIVAIDS tidak hanya membutuhkan obat-obatan untuk menghentikan aktifitas virus, memulihkan sistem imun, dan mengurangi infeksi oportunistik, juga harus didukung dengan konsumsi makanan yang seimbang sesuai kebutuhan Nursalam dan ninuk, 2007. Pemenuhan kebutuhan gizi penderita HIVAIDS bertujuan untuk melawan virus HIV, mengatasi gangguan gizi pasien, mencapai status gizi baik, menghambat laju perkembangan HIV menjadi AIDS serta menurunkan resiko kematian. Menurut penelitian Ferry, dkk 2008, pemberian diet yang tepat kepada pasien HIVAIDS sesuai kebutuhan dengan memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan akan berpengaruh terhadap penyembuhan yang cepat dan Universitas Sumatera Utara mengurangi biaya pengobatan. Kebutuhan zat gizi yang tidak terpenuhi akan menurunkan sistem imun hingga terjadi penurunan status gizi. Menurut Kemenkes 2010, penentuan kebutuhan gizi pasien HIV disesuaikan dengan stadium penyakitnya. Kebutuhan energi pasien dengan stadium 1 mengikuti kebutuhan normal dengan memperhatikan gizi seimbang, stadium 2 meningkat 10 dari kebutuhan normal, serta stadium 3 dan 4 meningkat 20-30 dari kebutuhan normal. Kebutuhan gizi setiap pasien HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan berbeda-beda berdasarkan pengkajian gizi akan tetapi pendistribusian makanan tidak sesuai dengan kebutuhan gizi yang diberikan oleh instalasi gizi. Berdasarkan penelitian Gunarti 2008, di RSU Dr. Saiful Anwar Malang diperoleh bahwa kandungan zat gizi makro meliputi zat gizi energi, protein, lemak, dan karbohidrat sangat mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien. Dengan melakukan perhatian khusus terhadap pemberian diet yang seharusnya kepada pasien HIVAIDS, baik frekuensi, jumlah pemberien diet serta memperhatikan kandungan zat gizi dalam makanan, maka akan memberikan dampak yang baik terhadap tingkat kesembuhan pasien. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi makanan pasien HIVAIDS oleh instalasi gizi RSUP H. Adam Malik Medan belum sesuai berdasarkan keadaan pasien. Pemberian diet dilakukan 4 empat kali dalam satu hari yaitu 3 tiga kali menu utama dan 1 satu kali menu selingan. Menurut Almatsier 2006, pasien rawat inap harus diberikan 3 tiga kali makan utama dan 3 tiga kali makan selingan. Menurut Kemenkes 2010, pasien HIVAIDS pada umumnya akan mengalami kesulitan makan, sesak nafas, anoreksia, mual, demam, maupun muntah, Universitas Sumatera Utara oleh sebab itu, pemberian makanan harus memperhatikan gangguan gizi yang dialami pasien. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian makanan tidak dilakukan berdasarkan identitas pasien dengan keluhan yang dialami, dan jenis makanan yang diberikan sama dengan pasien yang tidak mengalami gangguan gizi yang sama. Hal itu akan semakin memperburuk keadaan kesehatan dan status gizi pasien HIVAIDS. Pemberian makanan dengan frekuensi sering atau jam makan yang ditambah dan disertai pengawasan dalam mengonsumsi makanan akan mempercepat proses pengobatan. Pemberian diet yang tepat sesuai kebutuhan gizi pasien di Instalasi gizi RSUP H. Adam Malik Medan, dilaksanakan melalui pengolahan bahan makanan di dapur gizi. Hal itu didukung dengan adanya pedoman diet, standar porsi, standar alat, maupun standar resep. Dengan adanya standar tersebut diharapkan pasien HIVAIDS yang dirawat inap dapat mencapai status gizi lebih baik dan mempercepat pengobatan. Kekurangan yang terjadi adalah pengolahan makanan pasien HIVAIDS tidak dilaksanakan di dapur makanan berdiet, yang lebih memperhatikan jumlah kalori setiap pasien. Standar porsi makanan sangat berperan dalam penyelenggaraan makanan dikaitkan dengan nilai gizi makanan. Apabila porsi makanan kurang maka nilai gizi pasien kurang. Menurut penelitian Erni Mustafa, dkk, 2012 penimbangan setiap bahan makanan sebelum pengolahan makanan perlu dilakukan sesuai dengan standar porsi yang telah ditetapkan seperti nasi, daging, ikan, tahu, tempe, sayur, maupun buah untuk mencapai kebutuhan gizi yang ditetapkan. Berdasarkan penelitian yang Universitas Sumatera Utara dilakukan, makanan biasa maupun makanan lunak belum seluruhnya mencapai jumlah makanan sesuai dengan porsi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian di Instalasi gizi RSUP H. Adam Malik, penimbangan bahan makanan biasa atau makanan tidak berdiet yang diberikan kepada pasien HIVAIDS tidak dilakukan sebelum diolah sehingga mengakibatkan kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi. Penimbangan hanya dilakukan untuk kebutuhan total jumlah pasien rawat inap. Pendistribusian makanan setiap tempat makanan pasien hanya dengan perkiraan saja. Berdasarkan hasil penelitian penelitian Razak 2009 dan Restiana, dkk 2012, sebagian besar pasien HIV rawat inap memiliki asupan rendah terhadap kalori, protein, dan zat gizi lain sehingga memperburuk status gizi pasien. Kandungan zat gizi yang kurang dalam pemberian diet tiap hari siklus menu kepada setiap pasien HIVAIDS disebabkan oleh porsi makanan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan gizi pasien, serta bahan makanan yang kaya akan sumber energi, protein, lemak, karbohidrat, maupun vitamin masih sedikit jumlahnya. Menurut Almatsier 2006, diet pasien HIVAIDS haruslah sesuai dengan diet HIVAIDS baik dalam hal jenis pemberian maupun kandungan zat gizinya yang meliputi kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, dan vitamin C.

5.1.1. Kandungan Zat Gizi Kalori

Kebutuhan akan zat gizi kalori pasien HIVAIDS rawat inap berbeda-beda berdasarkan keadaan penyakit dan status gizi pasien. Kebutuhan kalori akan semakin meningkat apabila pasien mengalami infeksi oportunistik maupun penurunan berat badan drastis. Pasien yang telah mencapai stadium AIDS akan menerima kalori yang Universitas Sumatera Utara lebih tinggi dengan pemberian kecil dan sering. Apabila asupan kalori kurang maka akan menjadi pendorong utama penurunan berat badan Kemenkes, 2010. Pemberian kalori tinggi sebesar 40-45 kkalkg BB setiap hari dan disesuaikan dengan gangguan gizi pasien. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 10 hari pemberian makanan pada pasien HIVAIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, zat gizi kalori yang diberikan dapat dilihat pada tabel 4.3, rata-rata pemberian sebesar 1795,6 kkal dalam makanan biasa dan 1699,8 kkal dalam makanan lunak. Kandungan zat gizi kalori yang memenuhi kecukupan gizi pasien HIVAIDS rawat inap berdasarkan standar makanan biasa sebesar 84, makanan lunak masih sebesar 81, serta masih jauh dari standar diet TKTP untuk makanan biasa sebesar 67. Kandungan kalori yang rendah dapat mengindikasikan kandungan protein, lemak, karbohidrat juga akan rendah. Pemberian kalori tinggi seharusnya dapat dicapai pihak rumah sakit untuk mendukung pengobatan pasien HIVAIDS. Kebutuhan kalori yang tinggi dapat dicapai dengan mengonsumsi protein tinggi seperti telur, susu, ayam, dan juga menggunakan lemak MCT minyak kelapa, mentega, kacang-kacangan, ikan goreng tepung, buah, teh manis yang dikonsumsi secara perlahan. Di RSUP H. Adam Malik, makanan sumber kalori tinggi masih kurang seperti nasi putih, ikan goreng, sayur, maupun buah yang kurang jumlahnya dan bervariasi setiap harinya.

5.1.2. Kandungan Zat Gizi Protein

Pemberian protein tinggi pasien HIVAIDS sesuai diet TKTP sebesar 2-2,5 gkg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak, Universitas Sumatera Utara membangun otot, organ dan sistem kekebalan tubuh. Pemberian protein tinggi sangat diperlukan bagi pasien yang mengalami penurunan berat badan Almatsier, 2006. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 10 hari pemberian diet pada pasien HIVAIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, zat gizi protein yang diberikan dapat dilihat pada tabel 4.4, rata-rata pemberian sebesar 65,9 g dalam makanan biasa dan 62,2 g dalam makanan lunak. Kandungan zat gizi protein yang memenuhi kecukupan gizi pasien HIVAIDS rawat inap berdasarkan standar makanan biasa sebesar 87, makanan lunak masih sebesar 80, serta masih jauh dari standar diet TKTP untuk makanan biasa sebesar 64 sebesar 103 g. Makanan sumber protein tinggi dapat diperoleh dari sumber hewani dan nabati seperti daging, telur, ayam, ikan, tempe, tahu, kacang-kacangan dan produk olahannya. Instalasi gizi RSUP H. Adam Malik Medan sudah memberikan makanan sumber protein tinggi akan tetapi dalam porsi kurang untuk memenuhi kebutuhan protein yang seharusnya. Penambahan telur tidak lagi dilakukan pada setiap menu utama disebabkan pasien dirawat dikelas II dan kelas III dan diganti dengan pemberian susu dancow 200 ml pada menu selingan. Selain itu, makanan sumber protein yang tidak dianjuran bagi pasien HIVAIDS masih diberikan seperti kacang merah yang berefek buruk bagi pasien.

5.1.3. Kandungan Zat Gizi Lemak

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 10 hari pemberian diet pada pasien HIVAIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, zat gizi lemak yang diberikan dapat dilihat pada tabel 4.5, rata-rata pemberian sebesar 48,3 g dalam makanan biasa dan 54,3 g dalam makanan lunak. Jumlah ini masih kurang untuk Universitas Sumatera Utara standar makanan biasa dan makanan lunak, serta masih jauh dari kebutuhan zat gizi lemak diet TKTP I menurut Almatsier 2006 sebesar 73 g. Kebutuhan akan zat gizi kalori pasien HIVAIDS rawat inap berbeda-beda berdasarkan keadaan penyakit dan gangguan gizi yang dialami. Pasien sesak nafas dianjurkan mengonsumsi makanan tinggi lemak MCT. Lemak MCT diperlukan karena mudah diserap dan tidak menyebabkan diare serta digunakan untuk pembentukan sel. Pasien yang mengalami diare diberikan makanan sumber rendah lemak serta pasien yang mengalami malabsorbsi lemak dianjurkan mengonsumsi makanan sumber lemak nabati dan MCT. Instalasi gizi RSUP H. Adam Malik Medan tidak memperhatikan hal tersebut, pemberian jenis makanan disama bagi semua pasien yang menerima makanan lunak maupun makanan biasa. Lemak yang baik dapat memberikan energi ekstra yang dibutuhkan tubuh. Kebutuhan lemak pasien HIVAIDS diberikan cukup sebesar 10-25 dari kebutuhan energi total. Makanan sumber lemak seperti minyak, margarine, santan, dan kelapa dalam jumlah terbatas dapat diberikan pada pasien dan tidak dianjurkan memberikan makanan yang mengandung lemak tinggi seperti makanan digoreng, bersantan kental. Instalasi gizi RSUP H. Adam Malik sering menyediakan makanan biasa yang digoreng seperti ikan, ayam, telur, tahu, tempe akan tetapi dalam jumlah minyak sedang.

5.1.4. Kandungan Zat Gizi Karbohidrat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 10 hari pemberian diet pada pasien HIVAIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, zat gizi karbohidrat yang diberikan dapat dilihat pada tabel 4.6, rata-rata pemberian sebesar Universitas Sumatera Utara 267,8 g dalam makanan biasa dan 242,8 g dalam makanan lunak. Jumlah ini masih kurang untuk standar makanan biasa dan makanan lunak, serta masih jauh dari kebutuhan zat gizi karbohidrat diet TKTP I menurut Almatsier 2006 sebesar 420 g. Kebutuhan karbohidrat pasien HIVAIDS harus dalam jumlah yang tepat dan cukup dari sisa kebutuhan energi total. Pasien dapat mengonsumsi semua bahan makanan kecuali makanan yang menimbulkan gas seperi ubi jalar. Pasien yang mengalami sesak nafas dianjurkan mengonsumsi rendah karbohidrat dan diberikan makanan posisi setengah tidur. Instalasi gizi RSUP H. Adam Malik Medan menyediakan makanan sumber karbohidrat masih dalam jumlah sedikit sehingga kebutuhan zat gizi kalori masih jauh dari standar diet yang seharusnya.

5.1.5. Kandungan Zat Gizi Vitamin A dan Vitamin C

Penderita HIV positif perlu mendapatkan vitamin tinggi untuk sistem kekebalan tubuh. Menurut penelitian Ive Maryani, dkk 2012, pasien HIVAIDS juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sumber antioksidan tinggi seperti vitamin A, vitamin C, dan vitamin E, untuk melindungi sel-sel, mempercepat penyembuhan luka, memperbaiki nafsu makan dan stabilitator berat badan. Selain itu, pemberian vitamin C akan menghambat menurunnya laju limfosit dan viral load. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 10 hari pemberian diet pada pasien HIVAIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, zat gizi vitamin A dan vitamin C yang diberikan dapat dilihat pada tabel 4.7 dan tabel 4.8, rata-rata pemberian vitamin A sebesar 1437,3 ug dan vitamin C 79,4 mg dalam makanan biasa serta vitamin A sebesar 534,7 ug dan vitamin C 71,2 mg dalam makanan lunak. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan zat gizi vitamin A dan vitamin C diet TKTP I Universitas Sumatera Utara menurut Almatsier 2006 berturut-turut sebesar 2746 ug dan 114 mg. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Ive Maryani, dkk 2012 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menemukan pasien HIVAIDS sebagian besar memiliki asupan antioksidan rendah seperti vitamin A, vitamin C, dan vitamin E, yang akan beresiko menurunkan sistem kekebalan tubuh terhadap virus HIV. Makanan mengandung vitamin tinggi bagi pasien HIVAIDS yaitu 150 angka kecukupan gizi AKG seperti vitamin A dan vitamin C, dan bila perlu ditambahkan dalam bentuk suplemen dengan dosis yang cukup. Bahan makanan sumber vitamin A seperti sayuran hijau tua, kuning, sayuran berwarna orange, atau merah dan buah, hati, telur utuh, susu,dan bahan makanan sumber vitamin C seperti buah jeruk, pepaya, pisang, apel, dan sebagainya. Instalasi gizi RSUP H. Adam Malik Medan masih kurang dalam menyediakan bahan makanan sumber vitamin tinggi, setiap hari menyediakan pisang dan semangka bagi pasien HIVAIDS, selain itu, sayuran yang tidak dianjurkan pada pasien HIVAIDS masih diberikan seperti sawi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Carole Leach menemukan bahwa pemberian makanan yang beragam dan kaya nutrisi sebelum memulai pengobatan antiretroviral akan memperkecil kemungkinan berkembangnya HIV dan kemungkinan kecil pasien meninggal Leach, 2012. Di RSUP H. Adam Malik Medan diketahui bahwa pemberian buah-buahan sumber vitamin yang penting sebagai antioksidan masih sedikit yang diberikan, dan juga tidak adanya pemberian jus buah pada pasien HIVAIDS yang rawat inap jam menu selingan. Selain itu, pemberian jenis buah-buahan pada menu siang maupun sore seharusnya mengandung sumber vitamin tinggi dan buah yang beraneka-ragam. Universitas Sumatera Utara Pemenuhan asupan zat gizi yang optimal melalui pemberian diet yang sesuai dengan standar sangat bermanfaat dalam mengurangi jangka waktu perawatan dan mempercepat proses penyembuhan, mengurangi infeksi, menurunkan mortalitas serta memperbaiki status gizi pasien.

5.2. Status Gizi Pasien HIVAIDS Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014

Status gizi merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi disebut juga keadaan kesehatan yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara makanan, tubuh dan lingkungan hidup manusia Supariasa dkk, 2001. Status gizi pasien HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan diketahui melalui pengukuran indeks massa tubuh IMT, kemudian hasilnya dibandingkan dengan kategori ambang batas indeks massa tubuh untuk Indonesia. Berdasarkan hasil pengukuran yang dapat dilihat pada tabel 4.9, diketahui bahwa mayoritas pasien tergolong pada status gizi kurus tingkat berat sebanyak 9 orang 75, berstatus gizi kurus tingkat ringan sebanyak 1 orang 8,3, dan status gizi normal sebanyak 2 orang 16,7. Penelitian yang dikutip oleh Jafar 2004 membenarkan bahwa pasien HIVAIDS dewasa 40-44 menderita gizi kurang hingga wasting. Hal itu disebabkan orang dengan HIV akan kehilangan nafsu makan, gangguan absorbsi dan metabolisme gizi, infeksi oportunistik. Status gizi juga dipengaruhi oleh gejala penyakit, kesulitan makan, dan durasi pemberian antiretroviral Daniel, et al, 2013. Status gizi kurus tingkat berat yang mayoritas dialami pasien HIVAIDS rawat inap Universitas Sumatera Utara dengan gejala penyakit maupun infeksi oportunistik yaitu tuberkulosis paru 75,0, lemas 33,3, dan batuk 33,3. Pada saat penelitian, sebagian pasien yang sudah mengalami status gizi kurus tingkat berat saat masuk rawat inap di RSUP H. Adam Malik yang akan beresiko terjadinya mortalitas jika tidak didukung pengobatan dan terapi diet yang tepat, dan sebagian pasien lagi mengalami status gizi kurus setelah mengalami perawatan jangka waktu lama maksimal lebih dari satu bulan. Pasien yang mengalami status gizi kurus kurang dimonitoring dan dievaluasi berdasarkan penurunan berat badan dan makanan yang diberikan setiap hari. Jumlah kandungan zat gizi yang telah dianalisis masih kurang dari standar diet akan semakin memperburuk status gizi pasien. Penurunan status gizi jika tidak ditangani secara tepat akan memperburuk penyakit infeksi, memperlama rawat inap, dan bahkan mempercepat perkembangan HIV menjadi AIDS serta mempercepat kematian. Universitas Sumatera Utara BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan