10
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
Untuk memahami pengertian prestasi belajar matematika, akan diuraikan istilah prestasi, belajar, dan matematika.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau dilakukan, baik berupa ketrampilan, sikap maupun tingkah laku Poerwadarminta, 1994:62. Prestasi
dapat juga dikatakan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
baik secara
individual maupun
secara kelompok
Syaiful Djamarah, 1994:19. Pengertian belajar erat hubungannya dengan teori belajar, beberapa teori
belajar antara lain adalah : a. Teori Behaviorisme
Dalam teori ini manusia adalah sebagai produk lingkungan. Kepribadian manusia dibentuk oleh lingkungan. teori ini selanjutnya dikenal
dengan nama teori belajar Stimulus Respon karena dikatakan sebagai proses hubungan langsung antara stimulus yang datang dengan respon yang
ditampilkan oleh individu. Respon tertentu akan muncul dari individu jika diberi stimulus dari luar. Orang akan bereaksi jika diberikan rangsangan oleh
lingkungan luarnya. Demikian juga stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang lama, akan berakibat pada berubahnya perilaku
individu Dian Yuanita, 2007:1. Thorndike dalam Dian Yuanita 2007:1
11 menyatakan bahwa syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan
stimulus respon ini adalah adanya unsur: dorongan drive, rangsangan stimulus, respons, dan penguatan reinforcement. Berdasar teori ini belajar
adalah peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya perangsang. Pandangan behaviorisme tentang belajar dalam Herman Hudoyo
2005:19 adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Kegiatan dalam mental sehingga terjadi
perubahan tingkah laku itu bergantung kepada perolehan pengalaman seseorang. Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan reinforcement. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalaui stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Menurut Bandura dalam Bimo Walgito
2004:175 belajar adalah proses perubahan perilaku yang dibentuk melalui umpan balik informatif yang dihasilkan oleh perilaku langsung individu dalam
interaksinya dengan lingkungannya, misalnya melalui melihat, mengamati, dan bahkan meniru orang lain di sekitarnya. Dengan demikian maka peristiwa
12 belajar bisa menyenangkan, menyedihkan, atau bisa apa saja sesuai dengan
kondisi mental orang yang sedang belajar tadi. Teori ini menjadikan pola pembelajaran yang berpusat pada guru teacher centered learning, bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati dan diukur Yansen Marpaung. 2003:2.
b. Teori Humanisme Menurut teori ini, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan sudut pandang pengamatnya. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, yakni: 1 proses pemerolehan
informasi baru, 2 personalisasi informasi ini pada individu. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya Dian Yuanita, 2007:2
c. Teori Konstruktivisme Menurut Glasersfeld dalam Sutriyono 1998:4 tentang teori belajar
konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata, sehingga pengetahuan yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-
13 prinsip terkait satu sama lain bagaikan “jaringan laba-laba” tidak sekadar
tersusun herarkis. Belajar juga dapat dikatakan sebagai aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas Winkel, 1991:36. Dalam
Konstruktivisme, belajar efektif adalah belajar yang bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi
harus dengan melakukan aktivitas membaca, bertanya, menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi Erman
Suherman, 2008. Selanjutnya, Vernon A Madnesen 1983 dan Peter Sheal 1989 dalam Erman Suherman 2008 mengemukakan bahwa kebermaknaan
belajar tergantung bagaimana belajar. Jika belajar hanya dngan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10, dari mendengar 20, dari melihat 30,
mendengar dan
melihat 50,
mengatakan-komunikasi mencapai
70 , dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai 90.
Adapun pengertian belajar menurut Klein 1996:2: Learning can be defined as an experiential process resulting in a
relatively permanent change in behavior that cannot be explained by temporary states , maturation , or innate response tendencies.
Yang dapat diartikan belajar adalah sebuah proses pengalaman yang menghasilkan perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku. Perubahan
oleh keadaan sementara, kematangan atau kecenderungan respon bawaan tidak dapat dikatakan sebagai belajar.
14 Menurut Biggs dalam Muhibbin Syah 2003:67 belajar dapat dapat
didefinisikan dalam tiga rumusan yaitu: 1 Secara kuantitatif, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. 2 Secara institusional tinjauan kelembagaan, belajar
dipandang sebagai proses validasi pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah dipelajari, siswa yang telah belajar dapat diketahui dalam
hubungannya dengan proses mengajar yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai. 3 Secara kualitatif tinjauan mutu ialah proses memperoleh arti-
arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Berdasar teori-teori belajar dan pengertian belajar di atas, belajar adalah aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan
lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas, sehingga dapat
memecahkan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi. Proses belajar harus mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga
potensi dirinya kognitif, afektif, dan psikomotor dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan
pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa
15 untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan
membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Matematika
dapat disajikan
dengan definisi
atau pengertian:
1 Cabang ilmu pengetahan eksak dan terorganisir secara sistematik 2 Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi 3 Pengetahuan tentang penalaran
logik dan berhubungan dengan bilangan 4 Pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk 5 Pengetahuan tentang
struktur-struktur yang logik 6 Pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat R. Soedjadi, 2000:11. Matematika adalah pengetahuan yang berpola dan herarkis,
cara berpikir matematika adalah deduktif, abstrak dan generalisasi Herman Hudoyo, 2005:38.
Jadi matematika merupakan suatu sistem yang mengandung konsep- konsep abstrak, memerlukan suatu simbol untuk membentuk suatu konsep baru.
Konsep baru tersebut terbentuk karena adanya pemahaman konsep sebelumnya, sehingga konsep matematika tersusun secara hirarkis. Suatu kebenaran
matematika dikembangkan berdasar dengan alasan yang logis. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke
pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru Sutriyono,
2001:5
16 Pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak
secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Pembelajaran matematika di sekolah dapat
efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran matematika memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang
mencakup latar belakang keluarga, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan kenyataan-kenyataan hidup yang lain. Pengertian-pengertian yang dibawa siswa
ketika memulai proses belajar, pendapat dan pemahaman yang diperoleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka, juga perasaan, sikap dan nilai-
nilai yang diyakini, itu semua merupakan konteks nyata siswa Drost dalam H.J. Sriyanto, 2008.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury dalam Tohir Zainurie 2007
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu 1 siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki, 2 matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, 3 strategi siswa lebih bernilai, dan 4 siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar matematika yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan
17 dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi
.
Prestasi belajar merupakan suatu ukuran keberhasilan siswa setelah mengalami proses belajar. Menurut S. Nasution 2000:21 prestasi belajar adalah
hasil belajar dari suatu individu, individu tersebut berinteraksi secara aktif dan positif dengan lingkungannya.
Prestasi belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian Ngalim Purwanto, 1994:84 Selanjutnya Buchori 1985:91 menyatakan prestasi belajar adalah hasil
yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajar, baik buruknya angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai
siswa dalam periode tertentu. Dengan demikian, maka prestasi belajar matematika adalah hasil belajar
yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam selang waktu tertentu. Prestasi belajar matematika merupakan patokan yang dapat menunjukkan
kemampuan siswa dan dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan keberhasilan pendidikan.
2. Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika