QS Al-Kahfi ayat 65 SEPUTAR PENAFSIRAN KISAH KHIDIR DAN MUSA

C. QS Al-Kahfi ayat 65

             Artinya, “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba- hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” Keduanya melewati tempat yang ditentukan, hingga kelelahan. Musa dan pemuda berjalan berbalik menyusuri jejak semula yang telah mereka lalui, demi menuju ke batu tempat mereka beristirahat. ”Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” QS al-Kahfi : 65 Banyak ulama yang berpendapat bahwa kata ’abdan اﺪﺒﻋ, hamba dalam ayat ini adalah Nabi Khidir. Quraish Shihab menjelaskan, penafsiran kata ’abdan beragam dan bersifat irrasional. Khidir sendiri bermakna hijau. Nabi Saw bersabda, bahwa penamaan tersebut karena suatu ketika ia duduk di bulu yang berwarna putih, tiba-tiba warnanya beerubah menjadi hijau HR. Bukhari melalui Abu Hurairah. Quraish menambahkan, agaknya penamaan serta warna itu sebagai simbol keberkatan yang menyertai hamba Allah yang istimewa itu. 91 Tentang Khidir, al-Maragi telah menyebutkan dengan pendapat yang kuat. Khidir adalah laqab untuk teman Musa yang bernama Balwan bin Mulkan. Sementara itu, kebanyakan ulama berpendapat ia adalah seorang nabi. Pendapat itu didukung oleh beberapa dalil. Pertama, firman Allah SWT, ” Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami” rahmat dalam potongan ayat ini adalah nubuwwah berdasarkan firman Allah yang berbunyi, “Apakah mereka membagikan rahmat dari Tuhan-mu” Kedua, firman Allah SWT, ” telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami,” potongan ayat ini menunjukkan bahwa Khidir telah diberi ilmu tanpa 91 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 94. perantara dan petunjuk seorang mursyid. Hal ini hanya didapati oleh para nabi. Ketiga, Musa berbicara kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu,” ayat ini menunjukkan bahwa Musa ingin belajar pada Khidir. Dan nabi tidak belajar kecuali kepada nabi. Keempat, firman Allah, “dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.” maksudnya, aku mengerjakannya berdasarkan wahyu dari Allah. Dan ini menunjukkan dalil nubuwwah. 92 Dalam ayat ini pula, keterangan tentang Khidir bertambah. Yaitu, Khidir diberikan rahmat dan ilmu. Terkait dua bekal yang diberikan kepada Khidir ini, para ulama kemudian memberi tafsir tentang rahmat dan ilmu yang diberikan kepada Khidir. Istilah indi ﺪﻨﻋ dan ladun نﺪﻟ dinilai oleh Ibnu Asyur hanya sebagai penganekaragaman agar tidak terulang dua kata yang sama dalam satu redaksi. Sementara itu, al-Biqai dan Thabathabai tidak berpendapat demikian. Mengutip Abu Hasan al-Harrari, pemakaian kata indi pada rahmat menunjukkan bahwa rahmat yang diberikan kepada Khidir adalah sesuatu yang jelas, nampak. Dengan demikian, rahmat itu nampak dan jelas pada diri Khidir. Sedangkan ilmu yang digandeng sebelumnya dengan kata ladun, menurut Abu Hasan menunjukkan sesuatu yang tidak nampak. Yaitu, berupa ilmu bathin yang tersembunyi, yang pasti hal tersebut adalah milik dan berada di sisi Allah semata-mata. Thabathabai berpendapat serupa, namun tak sama. Thabathabai lebih jelas lagi, bahwa nikmat Allah yang zahir dapat diperoleh dari beraneka ragam sebab. Sedang nikmat Allah yang bathin tidak melalui satu sebab pun. hal ini seperti kenabian dan kewalian. Dan dalam ayat ini dengan kata indi, menunjukkan rahmat yang diberikan lebih khusus lagi, tanpa pihak lain dan bersifat bathiniyyah yang pada hal ini adalah kenabian. Namun tambahnya, penggunaan kata jamak indina, menunjukkan ada kerja malaikat dalam penyampaian wahyu itu. Sedangkan pemberian ilmu yang menggunakan kata ladun, menurut 92 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 172-173. Thabathabai juga bukan merupakan pemberian ilmu dengan cara biasa. Ini menunjukkan ilmu yang diberikan bukan ilmu kasby, namun ia adalah anugrah khusus bagi para auliya. 93

D. QS Al-Kahfi ayat 66-68