Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam

36 Kekurangan modal bukan merupakan satu-satunya kelemahan golongan miskin dalam membangun usahanya, tetapi juga kemauan untuk maju, kesiapan mental, dan kesiapan manajemen usaha. Pada tahap awal pendistribusian zakat terutama zakat produktif, pihak amil zakatBAZLAZ memberikan pemberdayaan dalam bentuk pembinaan yaitu mendidik dan mengarahkan mustahik agar memiliki keinginan untuk maju dan berkembang, kemudian mendampingi mustahik dalam menjalankan usahanya sehingga kegiatan usahanya tersebut dapat berjalan dengan baik dan agar para mustahik semakin meningkatkan kualitas keimanan dan keislamannya Hafidhuddin, 2002: 149-150. Pendayagunaan zakat melalui program-program zakat bersifat konsumtif hanya berlaku dalam jangka pendek, sedangkan program pemberdayaan melalui distribusi zakat produktif ini harus diutamakan. Makna pemberdayaan dalam arti yang luas ialah memandirikan mitra, sehingga mitra dalam hal ini mustahiq tidak selamanya tergantung kepada amil.

2.1.11 Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam

Zakat produktif adalah zakat di mana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga sengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus Asnaini, 2008: 64. Al-Qur’an, al-Hadis dan Ijma’ tidak menyebutkan secara tegas tentang cara pemberian zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatakan tidak ada dalil naqli dan sharih yang mengatur tentang bagaimana pemberian zakat itu kepada Universitas Sumatera Utara 37 para mustahik. Ayat 60 surat at-Taubah 9, oleh sebagian besar ulama dijadikan dasar hukum dalam pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya menyebutkan pos-pos di mana zakat harus diberikan. Tidak menyebutkan cara pemberian zakat kepada pos-pos tersebut. Teknik pelaksanaan pembagian zakat bukan sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis, dapat disesuaikan dengan kebutuhan di suatu tempat. Dalam artian perubahan dan perbedaan dalam cara pembagian zakat tidaklah dilarang dalam Islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut. Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI Jakarta berdasarkan hasil lokakarya Zakat, menentukan kebijakan pembagian zakat sebagai berikut Tim Penelitian dan Seminar Zakat DKI, 20 Juni 1975: 1. Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif dan ekonomis, sehingga pada akhirnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib zakat. 2. Hasil pengumpulan zakat selama belum dibagikan kepada mustahiq dapat merupakan dana yang bias dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan dalam bank pemerintah berupa deposito, sertifikat atau giro biasa. Menurut kiai Sahal 2003 melalui Badan Pengembangan Masyarakat Pesantren BPPM Pati pengelolaan dana zakat kepada kaum fakir miskin melalui pendekatan kebutuhan dasar bertujuan mengetahui kebutuhan dasar masyarakat fakir miskin, sekaligus mengetahui apa latar belakang kemiskinan itu. Apabila Universitas Sumatera Utara 38 si miskin itu mempunyai keterampilan menjahit, maka diberi mesin jahit, kalau keterampilannya mengemudi becak, si fakir miskin itu diberi becak. Maka dalam hal ini, member motivasi kepada masyarakat miskin juga merupakan sesuatu yang sangat mendasar, agar mereka mau berusaha dan tidak sekedar menunggu uluran tangan orang kaya. KH Sahal juga melembagakan dana zkat melalui koperasi. Dana zakat yang terkumpul tidak langsung diberikan dalam bentuk uang. Mustahik diserahi zakat berupa uang, tetapi kemudian ditarik kembali sebagai tabungan si miskin untuk keperluan pengumpulan modal. Menurutnya cara ini, mereka fakir miskin dapat menciptakan pekerjaan dengan modal yang dikumpulkan dari harta zakat. Begitu pula Dompet Dhuafa Republika sebagai salah satu lembaga zakat non pemerintah, sejak bulan Desember 1999 telah mengagendakan pengembangan pemberdayaan zakat model kelompok dengan program Masyarakat Mandiri yang telah dilaksanakan pada awal tahun 2000. Sebagian dana ZIS yang terkumpul diproduktifkan dengan meninjamkannya kepada sasaran Masyarakat Mandiri untuk dijaikan modal usaha dan pengembangan usaha bagi mereka. Memang belum terlalu tampak hasilnya akan tetapi ini merupakan langkah awal yang perlu diperhatikan dan ditekuni oleh lembaga zakat khususnya, karena dengan zakat produktif akan memungkinkan masyarakat lebih merasakan betapa besarnya makna dan fungsi zakat bagi mereka. Apa yang telah dilakukan oleh Bazis DKI, BPPM Pati dan Dompet Dhuafa Republika Jakarta adalah memproduktifkan dana zakat. Memproduktifkan atau membudidayakan zana zakat pada prinsipnya tidaklah Universitas Sumatera Utara 39 bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Khusunya pada pensyari’atan zakat. Karena zakat produktif akan membuat harta di bumi ini berputar di antara semua manusia, tidak hanya pda sebagian orang, apalagi di antara orang-orang kaya saja. Dimana hal ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr 59 ayat 7 yang artinya: “Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” Salah satu tujuan zakat adalah agar harta benda tidak menumpuk pada satu golongan saja, dinikmati orang-orang kaya sedang orang-orang miskin larut dengan ketidakmampuannya dan hanya menonton saja. Dalam berbagai bidang kehidupan fakir miskin harus diperhitungkan dan diikutsertakan apalagi jumlah mereka tidaklah sedikit. Di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan lainnya, agar tidak terjadi gejolak ekonomi, kesenjangan sosial dan masyarakat yang terbelakang karena kebodohan dan rendahnya tingakt pendidikan mayarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan zakat produktif. Karena bila zakat selalu atau semuanya diberikan dengan cara konsumtif, maka bukannya mengikutsertakan mereka tetapi malah membuat mereka malas dan selalu berharap kepada kemurahan hati si kaya, membiasakan mereka tangan di bawah, meminta dan menunggu belas kasihan. Padahal ini sangat tidak disukai dalam ajaran Islam. Universitas Sumatera Utara 40 Islam sangat menganjurkan supaya umatnya berusaha agar dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, termasuk dapat membayar zakat, infak dan sedekah serta ibadah-ibadah lain yang dalam pelaksanaannya diperlukan biaya atau dana dan kemampuan secara materil. Anjuran berusaha ini sebagaimana terkandung dalam surat al-Mulk 67 ayat 15 yang artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan amaknlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu kembali setelah dibangkitkan” dan dalam surat al-Jumu’ah 62 ayat 10 yang artinya: “Maka apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Perintah “berjalanlah ke segala penjurunya” dan “bertebaranlah kamu di muka bumi” adalah perintah untuk berusaha dan bekerja. Anjuran berusaha inilah hendaknya diiringi dengan bantuan dan pertolongan modal untuk berusaha atau mengembangkan usaha mereka karena sudah pasti yang namanya fakir miskin tidak memiliki kemampuan yang lebih untuk membiayai usaha yang dapat menjamin hidupnya di masa depan karena hartanya hanya cukup untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Dikutip dalam bukunya Asnaini yang berjudul Zakat Produktif Dalam Persepektif Hukum Islam, pemaknaan zakat seperti ini pada dasarnya telah dilakukan sejak lama, Imam Nawawi dalam kitab al -Majmu’ mengatakan bahwa “Apa yang diberikan kepada orang fakir dan miskin, hendaknya dapat mengeluarkan mereka dari lembah kemiskinan kepada taraf hidup yang layak Universitas Sumatera Utara 41 cukup, yaitu sejumlah pemberian yang dapat dijadikan dasar untuk mencapai suatu tingkat hidup tetentu” Asnaini, 2008. Hukum zakat produktif adalah boleh bahkan sangat dianjurkan bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini. Upaya melaksanakan pengelolaan zakat secara produktif akan mewujudkan fungsi zakat yang sebenarnya. Masyarakat Indonesia akan dapat membantu mengatasi kemiskinan yang saat ini sedang dihadapi, karena masyarakat akan mandiri khususnya dalam mengatasi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah beberapa penilitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini : 1. Mila Sartika 2008 melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahik pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta.” Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan mustahiq sebagai variabel dependen dan jumlah dana zakat untuk kegiatan produktif sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa jumlah dana zakat berpengaruh terhadap pendapatan mustahiq. Semakin tinggi jumlah bantuan yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan mustahiq. 2. Garry Nugraha Winoto 2011 melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Dana Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahik Penerima Zakat Universitas Sumatera Utara