Metode Pengumpulan Data Kesimpulan Kerangka Pemikiran

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Data runtut waktu time series berupa data bulanan dari tahun 2007-2011. Sumber data yang diperoleh berasal dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Peternakan Sumatera Utara, serta instansi-instansi yang menyediakan data terkait dengan penelitian ini.

3.3 Metode Analisis Data

Sesuai dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian, maka model analisis yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga daging sapi yaitu dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda multiple regression model, yaitu suatu model dimana variabel tak bebas bergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Model matematis dalam regresi linier berganda adalah: Y= a+b 1 X 1 +b 2 X 2 +b 3 X 3 +b 4 Yt -1 +e Keterangan: Y = Harga Daging Sapi RpKg a = Koefisien Intersep b 1 -b 4 = Koefisien Regresi X 1 = Produksi Daging Sapi Kg X 2 = Impor Sapi Kg X 3 = Konsumsi Daging Sapi Kg Y t-1 = Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya RpKg e = Kesalahan Pengganggu Universitas Sumatera Utara Hipotesis yang digunakan adalah: H : Produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya, tidak berpengaruh terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara. H 1 : Produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya, berpengaruh terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara.

3.3.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat ketepatan. Besarnya koefisien determinasi merupakan besaran yang paling baik digunakan untuk mengukur kesesuaian goodness of fit garis regresi. R 2 terletak antara 0 dan 1. Jika R 2 sama dengan 1, berarti bahwa semakin cocok menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Sebaliknya, jika R 2 sama dengan 0, model tersebut tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam Y. Kecocokan model dikatakan lebih baik jika R 2 semakin dekat dengan 1Gujarati, 1995.

3.3.2 Nilai t hitung

Analisis untuk menguji signifikan nilai koefisien regresi secara parsial yang diperoleh dengan metode OLS adalah statistik uji t t test. Kriteria pengujian: Jiika Sig. t 0,1 maka H diterima dan H 1 ditolak Jika Sig. t ≤ 0,1 maka H ditolak dan H 1 diterima Universitas Sumatera Utara

3.3.3 Nilai F hitung

Nilai F hitung digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel tergantungnya. Jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel tergantung maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. Kriteria pengujian: Jika sig F 0,1 maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika sig F ≤ 0,1 maka H0 ditolak dan H1 diterima

3.3.4 Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu e berdistribusi normal atau tidak. Dimana pada variabel pengganggu tidak mempunyai nilai yang diharapkan rata-rata nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varians yang konstan Gujarati, 2995. Salah satu cara mendeteksi normalitas adalah dengan plot probabilitas normal. Melalui plot ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan dan distribusi normal, maka nilai-nilai data titik-titik dalam grafik akan terletak disekitar garis diagonal Hadiwijoyo, 2009.

3.3.5 Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Asumsi tidak terjadinya autokorelasi ditunjukkan oleh nilai e yang mempunyai rata-rata nol dan variannya konstan Gujarati, 1995. Universitas Sumatera Utara Untuk mengetahui adanya gejala autokorelasi pada suatu model regresi yaitu dengan menggunakan uji Durbin Watson DW. Penentuan daerah nilai DW meggunakan nilai kritis dU nilai batas atas dan dL nilai batas bawah berdasarkan jumlah sampel dan banyaknya variabel bebas. Terdapat beberapa standar dalam menentukan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi serta menentukan dimana nilai DW berada adalah sebagai berikut: a. Jika DW dL : Terdapat autokorelasi positif b. dL DW dU : Tidak dapat disimpulkan c. dU DW 4-dU : Tidak terdapat autokorelasi d. 4-dUDW 4-dL : Tidak dapat disimpulkan e. DW 4-dL : Terdapat autokorelasi negatif

3.3.6 Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana terjadi hubungan linear sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas yang menjelaskan dari model regresi. Konsekuensi dari multikolinearitas yaitu jika ada kolinearitas sempurna di antara variabel bebas maka koefisien regresinya tidak tertentu dan kesalahan standarnya tak terhingga. Jika kolinearitasnya tingkat tinggi tetapi tidak sempurna, penaksiran koefisien regresi adalah mungkin dan hasilnya koefisien tidak dapat ditaksir dengan tepat Gujarati, 1995. Uji multikorelasi bertujuan untuk mengetahui adanya masalah multikorelasi gejala multikolinearitas atau tidak. Multikorelasi adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah yang terjadi pada hubungan di antara variabel bebas. Uji multikorelasi perlu dilakukan jika jumlah variabel independen variabel bebas lebih dari satu. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas, sebagai berikut: 1. Nilai R 2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris yang sangat tinggi, tetapi secara individual variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat. 2. Menganalisis korelasi di antara variabel bebas. Jika di antara variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi lebih besar dari 0,90, hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. 3. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai VIF variance-inflating factor. Jika VIF 10, tingkat kolinearitas dapat ditoleransi Firdaus, 2004.

3.4 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahapahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.4.1 Defenisi

1. Daging sapi adalah bagian dari tubuh sapi yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan. 2. Produksi daging adalah jumlah ketersediaan daging sapi pada suatu wilayah yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu dari peternakan lokal Kg. 3. Impor sapi adalah kegiatan perdagangan sapi dari luar negeri yang masuk ke Indonesia dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dengan tujuan memenuhi kebutuhan daging sapi lokal Kg. 4. Konsumsi daging sapi adalah banyaknya jumlah daging sapi yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam waktu tertentu KgKapita Universitas Sumatera Utara 5. Harga daging sapi domestik adalah harga daging sapi lokal yang berlaku di Sumatera Utara Rpkg. 6. Sapi bakalan adalah bibit sapi yang akan dipelihara baik dilakukan oleh perusahaan penggemukan sapi dalam waktu beberapa bulan hingga mencapai bobot sapi siap untuk di produksi dagingnya. 7. Harga daging sapi bulan sebelumnya adalah harga daging sapi yang menggunakan harga daging bulan sebelumnya untuk menentukan harga daging sapi pada saat ini RpKg.

3.4.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2013. 2. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara yaitu produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya. 3. Data yang digunakan adalah data time series bulanan dari tahun 2007-2011. Universitas Sumatera Utara BAB IV DESKRIPSI PENELITIAN 4.1 Deskripsi Wilayah 4.1.1 Kondisi Geografis Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 1 ˚- 4˚ Lintang Utara dan 98 ˚- 100 ˚ Bujur Timur. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km 2 . Secara administratif, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dan memiliki batas wilayah sebagai berikut: • Utara : Provinsi Aceh • Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat • Barat : Samudera Hindia • Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka Berdasarkan topografi wilayah Sumatera Utara dibagi atas 3 daerah yaitu: 1. Pantai Barat terdiri dari Kabupaten: Nias, Nias Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan Kota Padang Sidempuan. 2. Dataran Tinggi terdiri dari Kabupaten: Tapanuli Utara, Toba Samosir, Simalungun, Dairi, Karo, Humbang Hasundutan, dan Pakpak Bharat. 3. Pantai Timur terdiri dari Kabupaten: Labuhan Batu, Asahan, Deli Serdang, Langkat dan Kota: Medan dan Binjai. Karena terletak dekat garis Khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa Universitas Sumatera Utara meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 34,2 ˚C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yng landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada di dearah ketinggian yang suhunya minimal bisa mencapai 20 ˚C. Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi dengan musim pancaroba. Kelembaban udara rata-rata 78-91 dengan curah hujan 800-4000 mmtahun dan penyinaran matahari 43.

4.1.2 Rasio Kepadatan Penduduk

Provinsi Sumatera Utara memiliki luas wilayah 71.680,68 km 2 . Pada tahun 2012 jumlah penduduk untuk wilayah Sumatera Utara mencapai 13.103.596 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 183 jiwakm 2 . Berdasarkan tabel 7, wilayah terluas di Provinsi Sumatera Utara berada di Kota Medan sebesar 265,10 km 2 , dengan jumlah penduduk 2.117.224 jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Medan mencapai 7.987 jiwakm 2 . Sedangkan wilayah terkecil untuk Provinsi Sumatera Utara dimiliki oleh Kabupaten Pakpak Bharat dengan luas wilayah 1.218,30 km 2 dengan jumlah penduduk 40.884 jiwa. Kepadatan penduduk untuk Kabupaten Pakpak Bharat mencapai 34jiwakm 2 . Universitas Sumatera Utara Tabel 7 : Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sumatera Utara 2011 KabupatenKota Luas Wilayah Km 2 Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk JiwaKm 2 Kabupaten Nias 980,32 132.605 135 Mandailing Natal 6.620,70 408.731 62 Tapanuli Selatan 4.352,86 266.282 61 Tapanuli Tengah 2.158,00 314.142 146 Tapanuli Utara 3.764,65 281.868 75 Toba Samosir 2.352,35 174.748 74 Labuhanbatu 2.561,38 418.992 164 Asahan 3.675,79 674.521 184 Simalungun 4.386,60 825.366 189 Dairi 1.927,80 272.578 141 Karo 2.127,25 354.242 167 Deli Serdang 2.486,14 1.807.173 727 Langkat 6.263,29 976.582 156 Nias Selatan 1.625,91 292.417 180 Humbang Hasundutan 2.297,20 173.255 75 Pakpak Bharat 1.218,30 40.884 34 Samosir 2.433,50 120.772 50 Serdang Bedagai 1.913,33 599.941 314 Batu bara 904,96 379.400 419 Padang Lawas Utara 3.918,50 225.621 58 Padang Lawas 3.892,74 227.365 58 Labuhanbatu Selatan 3.116,00 280.269 90 Labuhanbatu Utara 3.545,80 333.793 94 Nias Utara 1.501,63 128.434 86 Nias Barat 544,09 82.572 152 Kota Sibolga 10,77 85.271 7.917 Tanjungbalai 61,52 155.889 2.534 Pematangsiantar 79,97 236.893 2.962 Tebing Tinggi 38,44 146.606 3.814 Medan 265,10 2.117.224 7.987 Binjai 90,24 248.456 2.753 Padangsidempuan 114,65 193.322 1.686 Gunungsitoli 469,36 127.382 271 Sumatera Utara 71.680,68 13.103.596 183 Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statsitik Provinsi Sumatera Utara, 2013 Universitas Sumatera Utara Perkembangan penduduk untuk wilayah Sumatera Utara dapat dilihat dari jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin. Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk tertinggi untuk wilayah Sumatera Utara terdapat pada jenis kelamin perempuan sebesar 6.5559.504 jiwa, sedangkan jumlah laki-laki sebesar 6.544.092 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi berada pada golongan umur 5-9 tahun sebesar 1.458.801 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 752.129 jiwa dan perempuan 706.672 jiwa. Sedangkan untuk jumlah penduduk terendah terdapat pada golongan umur 60-64 tahun sebesar 285.150 dengan jumlah laki-laki 132.909 jiwa dan perempuan 152.241 jiwa. Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Golongan Umur Tahun Laki-Laki Jiwa Perempuan Jiwa Jumlah Jiwa 0 – 4 732.656 694.839 1.427.495 5 – 9 752.129 706.672 1.458.801 10 – 14 721.596 681.556 1.403.152 15 – 19 641.981 626.059 1.268.040 20 – 24 565.045 574.551 1.139.596 25 – 29 539.250 541.393 1.080.643 30 – 34 506.864 504.274 1.001.138 35 – 39 453.479 459.973 913.452 40 – 44 406.192 417.633 823.825 45 – 49 354.147 370.305 724.452 50 – 54 301.078 307.192 608.270 55 – 59 222.538 224.381 446.919 60 – 64 132.909 152.241 285.150 65+ 214.228 298.435 512.663 JumlahTotal 6.544.092 6.559.504 13.103.596 Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statsitik Provinsi Sumatera Utara, 2013 4.1.3 Provinsi Sumatera Secara Ekonomi Pembangunan ekonomi daerah adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja dan pemerataan pembagian masyarakat. Peranan dan kontribusi sektor ekonomi Universitas Sumatera Utara dalam menciptakan nilai tambah dan menggambarkan kemampuan produksi barang dan jasa dari masing-masing sektor ekonomi. Untuk mengetahui struktur ekonomi Provinsi Sumatera Utara maka dapat dilihat kontribusi dari setiap sektor dalam pembentukan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga yang berlaku. Tabel 9: Struktur Perekonomian Provinsi Sumatera Utara 2007-2011 persen Lapangan usaha 2007 2008 2009 2010 2011 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 41.010 48.872 54.431 63.182 70.636 2. Pertambangan dan Penggalian 2.405 2.981 3.230 3.790 4.341 3. Industri Pengolahan 45.531 51.641 55.051 63.293 70.672 4. Listrik, Gas, Air Bersih 1.898 2.073 2.325 2.610 2.966 5. Konstruksi 10.543 12.763 14.902 17.520 20.173 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 34.846 41.281 44.942 52.384 60.033 7. Pengangkutan dan Komunikasi 16.364 18.569 21.041 24.907 28.833 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 11.588 14.410 15.729 18.204 21.888 9. Jasa-Jasa 17.630 21.342 24.705 29.810 34.615 Produk Domestik Regional Bruto 181.820 213.932 236.354 275.700 314.157 Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2013 Berdasarkan tabel 9, menyatakan kondisi Sumatera Utara dari segi ekonomi pada tahun 2007-2011 Produk Domestik Regional Bruto PDRB setiap tahun terus meningkat. Provinsi Sumatera Utara mampu menghasilkan PDRB sebesar 181.820 persen pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 314.157 persen pada tahun 2011. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan pemberi kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB Sumatera Utara sebesar 41.010 persen di tahun 2007 dan meningkat menjadi 70.636 persen pada tahun 2011. Berdasarkan struktur ekonomi yang dilihat dari lapangan usaha, Industri Pengolahan merupakan lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar Universitas Sumatera Utara dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya yaitu mencapai 45.531 persen pada tahun 2007 dan terus meningkat hingga tahun 2011 menjadi 70.672 persen. Sedangkan untuk kontribusi terendah diberikan oleh listrik, air dan gas sebesar 1.898 persen pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 2.966 pada tahun 2011.

4.2 Deskripsi Variabel

Berdasarkan judul penelitian yang akan diteliti, ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara yaitu produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya. Adapun perkembangan dari setiap faktor-faktor yang digunakan yaitu :

4.2.1 Harga Daging Sapi

Harga daging sapi di Sumatera Utara dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi yang terus meningkat sedangkan pasokan daging sapi masih rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi bagi masyarakat. Peningkatan harga daging sapi dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel harga daging sapi di Sumatera Utara tahun 2007-2011. Tabel 10. Harga Daging Sapi di Provinsi Sumatera Utara 2007-2011 Tahun Harga Daging Sapi RpKg 2007 49.687 2008 56.854 2009 56.812 2010 62.250 2011 67.687 Sumber: Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2013 Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa harga daging sapi tertinggi di Sumatera Utara terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 67.687kg. Sedangkan untuk harga terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 49.687kg. Universitas Sumatera Utara Perkembangan harga daging sapi juga dapat dilihat pada gambar 3, dimana terjadinya peningkatan harga daging sapi di Sumatera Utara dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Gambar 3. Perkembangan Harga Daging Sapi di Sumatera Utara 2007-2011 Perkembangan harga daging sapi juga dapat dilihat dari kurva perkembangan harga daging sapi di Sumatera Utara pada gambar 3. Dimana harga daging sapi di Sumatera Utara terus meningkat dari tahun 2007 hingga tahun 2011, walaupun terjadi penurunan harga daging sapi pada tahun 2009. Puncak harga daging sapi terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 67.687 kg.

4.2.2 Produksi Daging Sapi

Menurut Sugeng 2000, produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber daging belum memenuhi kebutuhan karena jumlahnya masih jauh dibawah target yang diperlukan konsumen. Faktor penentu ketersediaan daging sapi domestik adalah populasi sapi potong. Sebagian besar ternak di Indonesia sekitar 75 persen masih dilakukan oleh peternakan rakyat Universitas Sumatera Utara yang skala usahanya hanya 1-5 ekor dan dilakukan hanya sebagai usaha sampingan. Tabel 11. Produksi Daging Sapi di Sumatera Utara dari 2007-2010 Tahun Produksi Daging Sapi TonTahun 2007 9.596,07 2008 12.957,96 2009 13.633,07 2010 15.707,60 2011 18.299,35 Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2013 Produksi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya dipengaruhi oleh jumlah penduduk serta tingkat konsumsi daging sapi di suatu wilayah. Untuk di Sumatera Utara produksi tertinggi berada di kota Medan dengan jumlah sebesar 3.233,36 ton pada tahun 2011. Berdasarkan tabel 11, produksi daging sapi tertinggi untuk wilayah Sumatera Utara terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 18.299,35 ton. Sedangkan untuk produksi terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 9.596,07 ton.

4.2.3 Impor Sapi di Sumatera Utara

Kebutuhan daging sapi di setiap daerah khusunya Sumatera Utara setiap tahunnya terus meningkat. Kebutuhan ini tidak hanya mengandalkan peternakan sapi lokal. Jadi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah melakukan kebijakan dengan mengimpor sapi bakalan. Sapi-sapi ini kemudian akan dipelihara oleh beberapa industri penggemukan sapi potong beberapa bulan hingga mencapai bobot sapi siap untuk di produksi. Sapi-sapi ini di impor dari Australia, dimana daerah ini sudah terbebas dari penyakit PMK Penyakit Mulut dan Kuku. Universitas Sumatera Utara Tabel 12. Impor Sapi di Sumatera Utara dari 2007-2011 Tahun Impor Sapi ton 2007 5.366,00 2008 7.803,00 2009 7.459,00 2010 10.678,00 2011 7.049,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2013 Berdasarkan tabel 12, adapun jumlah pasokan impor sapi bakalan tertinggi untuk wilayah Sumatera Utara terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 10.678.000 kgtahun. Sedangkan untuk jumlah pasokan impor terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 5.366.000 kg.

4.2.4 Konsumsi Daging Sapi

Daging sapi merupakan bahan makanan yang mengandung banyak mineral serta bermanfaat sebagai zat pengatur tumbuh. Daging sapi memiliki citarasa yang khas yang tidak dimiliki jenis daging lainnya. Konsumsinya meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya jumlah konsumsi dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk serta pendapatan seseorang. Hal ini juga didukung dengan kesadaran konsumen terhadap pentingnya kandungan protein yang dimiliki oleh daging sapi yang penting bagi tubuh. Berdasarkan tabel 13, dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi daging sapi tertinggi pada Provinsi Sumatera Utara terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,309 kgkapitatahun Sedangkan untuk konsumsi terendah terjadi pada tahun 2009 mencapai 0,154 kgkapitatahun. Universitas Sumatera Utara Tabel 13. Konsumsi Daging Sapi di Provinsi Sumatera Utara dari 2007-2011 Tahun Konsumsi Daging Sapi KgKapitaTahun 2007 0.206 2008 0.206 2009 0.154 2010 0.206 2011 0.309 Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2013

4.2.5 Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya

Adanya peningkatan harga daging sapi setiap bulannya di Sumatera Utara. Penggunaan harga daging pada bulan sebelumnya bertujuan untuk menghilangkan terjadinya autokorelasi pada variabel. Dimana autokorelasi terjadi karena adanya pengaruh data dari waktu sebelumnya. Universitas Sumatera Utara BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisis Fakytor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Sumatera Utara

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan data bulanan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Adapun yang akan diteliti adalah apakah produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara. 5.1.1 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah variabel pengganggu e memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilihat dari posisi normal sebaran data dengan menggunakan standard deviasi dari histogram dan menggunakan One-Sample Kolmogorof –Smirnov test. Gambar 4. Histogram Universitas Sumatera Utara Berdasarkan gambar 4, dapat dilihat bahwa histogram memiliki kurva yang simetris, berarti dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Kemudian berdasarkan lampiran 14, One Sample Kolmogorov Smirnov Test diperoleh bahwa data berdistribusi normal.

5.1.2 Uji Autokorelasi

Uji autokorelais adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada waktu lain. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson DW. Berdasarkan hasil regresi maka diperoleh nilai DW DurbinWatson sebesar 2,216. Untuk melihat apakah dalam model regresi tersebut terjadi gejala autokorelasi atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai DW dengan nilai dU nilai batas atas dan dL nilai batas bawah. Penentuan nilai dL dan dU berdasarkan jumlah sampel dan jumlah variabel bebas yang digunakan dalam model regresi. Dalam model regresi terdapat 60 sampel data dan 4 variabel bebas. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka diperoleh nilai d

5.1.3 Uji Multikolinearitas

Gambar 5. Daerah Uji Durbin Watson Berdasarkan gambar 5, nilai DW yang diperoleh berada pada daerah tidak ada autokorelasi karena nilai dUDW4dU. 1,44 1,73 2,27 2,56 Universitas Sumatera Utara

5.1.3 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan VIF dari masing-masing variabel dibawah ini: Tabel 14. Nilai Coefficient dan VIF Variabel Tolerance VIF Produksi Daging Sapi 0,425 2.352 Impor Sapi 0,968 1.033 Konsumsi Daging Sapi 0,585 1.708 Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya 0,421 2.376 Sumber: Lampiran 7 Berdasarkan 14, nilai Tolerance dari masing-masing variabel besar dari 0,1 dan korelasi antara variabel independen bebas juga dapat dilihat dari nilai VIF variance-inflating factor yaitu 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel yang digunakan dalam persamaan tidak terjadi multikolinearitas.

5.2 Pembahasan

Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai penyedia kebutuhan pangan hewani bagi masyarakat. Menurut Sujarwo 2012, Sapi adalah salah satu hewan pemakan rumput yang berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang kemudian diubah menjadi bahan bergizi tinggi dan diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Akhir dari suatu peternakan untuk sapi potong adalah menghasilkan karkas berkuantitas tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila mampu menghasilkan karkas sebesar 59 persen dari berat badan sehingga diperoleh 46,50 persen rencahan daging yang dapat dikonsumsi. Tidak semua bagian dari tubuh sapi bisa menjadi karkas dan dapat dikonsumsi manusia. Karkas merupakan bagian terpenting yang Universitas Sumatera Utara meliputi bagian tulang dan daging yang telah dipisahkan dari bagian kepala, kaki, kulit dan jeroan. Ketersediaan daging sapi dipengaruhi oleh populasi ternak di suatu daerah. Populasi sapi potong yang ada belum mampu memenuhi permintaan daging sapi, sehingga pemerintah membuat kebijakan dengan mengimpor sapi bakalan untuk meningkatkan jumlah populasi sapi potong dalam negeri. Saat ini pemerintah sedang melakukan swasembada daging sapi dengan tujuan meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan strategi penyediaan bahan pangan daging sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat. Harga daging sapi di berbagai daerah terus meningkat. Ini dikarenakan ketersediaannya belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi bagi masyarakat. Kebutuhan untuk daging sapi baru terpenuhi sekitar 70 dari peternakan lokal. Adapun factor-faktor lainnya yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara, namun karena adanya keterbatasan data yang diperoleh maka data yang digunakan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara adalah produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya. Berdasarkan persamaan pada metode analisis data yang digunakan sebagai variabel bebas terdiri dari produksi daging sapi X 1 , impor sapi X 2 , konsumsi daging sapi X 3 , dan harga daging sapi bulan sebelumnya Y t-1 . Dari variabel- variabel independen bebas tersebut aka dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara sebagai variabel dependen terikat. Universitas Sumatera Utara

5.2.1 Interpretasi Hasil Tabel 15. Analisis Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Daging

Sapi Penduga Koefisien Regresi Signifikan t Signifikan F Constant 3599,102 0,255 X 1 = Produksi Daging Sapi -0,001 0,488 X 2 = Impor Sapi 0,002 0,006 X 3 = Konsumsi Daging Sapi 183230,32 0,099 Y t-1 = Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya 0,894 0,000 R 2 = 0,854 0,000 Sumber: Diperoleh dari hasil analisis regresi Lampiran 6 dan 7. Berdasarkan tabel diatas maka dapat diperoleh persamaan sebagai berikut: Y = 3599,102 - 0,001 X 1 + 0,002 X 2 + 183230,32 X 3 + 0,894Y t-1 + e Dari persamaan tersebut dapat diperoleh konstanta sebesar 3599,102, nilai ini menunjukkan bahwa harga daging sapi di Sumatera Utara sebesar Rp. 3.599,102kg apabila tidak dipengaruhi oleh produksi daging sapi X 1 , impor sapi X 2 , konsumsi daging sapi X 3 , dan harga daging sapi bulan sebelumnya Y t-1 .

5.2.2 Interpretasi Model

Dari persamaan tersebut, dapat diinterpretasikan pengaruh produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Produksi Daging Sapi X 1 Untuk produksi daging sapi nilai koefisien regresi sebesar -0,001, artinya nilai ini menunjukkan ketika produksi daging sapi menurun sebesar 1.000 ton per bulan, maka harga daging sapi di Sumatera Utara akan meningkat sebesar Rp. 1.000 per kg per bulan, dimana faktor lain dianggap tetap. 2. Impor Sapi X 2 Pada impor sapi nilai koefisien regresi sebesar 0,002, artinya nilai ini menunjukkan ketika impor sapi naik sebesar 1.000 ton maka harga daging sapi di Sumatera Utara akan meningkat sebesar Rp. 2.000 per kg per bulan, dimana faktor lain dianggap tetap. 3. Konsumsi Daging Sapi X 3 Pada konsumsi daging sapi nilai koefisien regresi sebesar 183230,32 artinya nilai ini menunjukkan ketika konsumsi daging sapi meningkat sebesar 1 kg maka harga daging sapi akan meningkat sebesar Rp. 18.3230,32 per kg dimana faktor lain dianggap konstan. 4. Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya Y t-1 Pada harga daging sapi bulan sebelumnya nilai koefisien regresi sebesar 0,894 artinya nilai ini ketika harga daging sapi bulan sebelumnya meningkat sebesar Rp. 10.000 per kg maka harga daging sapi di Sumatera Utara juga akan meningkat sebesar Rp. 8.940 per kg, dimana faktor lain dianggap tetap.

5.2.3 Uji Kesesuaian Model

Dari tabel Lampiran diperoleh nilai R-square R 2 sebesar 0,854. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya mampu menjelaskan Universitas Sumatera Utara variabel terikat harga daging sapi di Sumatera Utara sebesar 85,4 , sementara 14,6 dipengaruhi oleh faktor lain di luar dari model persamaan.

5.2.4 Uji F Uji Simultan

Dari tabel Lampiran 6 diperoleh nilai signifikan F sebesar 0,000 yaitu lebih kecil dibandingkan dengan α sebesar 0,1 10. Dengan demikian H ditolak dan H 1 diterima. Hal ini menunjukkan variabel bebas secara serempak memiliki pengaruh secara nyata terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara.

5.1.5 Uji t Uji Parsial Dari tabel Lampiran 7 diperoleh nilai signifikan t:

1. Produksi Daging Sapi Sapi potong merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan pangan hewani. Saat ini produksi daging sapi lokal masih rendah sehingga belum mampu memenuhi permintaan masyarakat. Menurut Direktorat Jendral Peternakan 2003 dalam Hadiwijoyo 2009, bahwa sebagian besar usaha ternak di Indonesia baru mampu memenuhi kebutuhan daging sapi domestik sekitar 75 persen dari peternakan rakyat yang skala usahanya hanya 1-5 ekor sapi dan usaha tersebut dilaksanakan sebagai usaha sampingan. Berdasarkan hasil penelitian uji parsial untuk variabel produksi daging sapi X 1 sebesar 0,488 yaitu lebih besar dibandingkan dengan α 0,1 10. Dengan demikian H diterima dan H 1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh produksi daging sapi terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara adalah tidak nyata. Universitas Sumatera Utara Kemudian berdasarkan koefisien regresi produksi daging sapi menurun sebesar 1.000 ton per bulan, maka harga daging sapi di Sumatera Utara akan meningkat sebesar Rp. 1.000 per kg, dimana faktor lain dianggap tetap. Hal ini sesuai dengan teori bahwa ketika jumlah barang yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah barang yang diminta maka harga barang tersebut meningkat. 2. Impor Sapi Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan daging sapi domestik khusunya Sumatera Utara adalah melakukan impor sapi. Sapi-sapi tersebut diimpor dari Australia karena memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, tahan panas dan tingkat kesuburannya yang tinggi. Tujuan Indonesia melakukan impor sapi bakalan adalah untuk dipelihara dalam waktu beberapa bulan dengan pemberian pakan yang cukup hingga sapi mencapai bobot siap untuk diproduksi. Menurut Hadi 1999 dalam Kariyasa 2010 mengatakan bahwa jika tidak ada perubahan teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi serta tidak adanya peningkatan populasi sapi, maka senjang antara produksi daging sapi dengan jumlah permintaan akan semakin melebar, sehingga berdampak pada volume impor yang semakin membesar. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai impor sapi X 2 diperoleh sebesar 0,006 yaitu lebih kecil dibandingkan dengan α 0,1 10. Dengan demikian H 1 diterima dan H ditolak. Hal ini menunjukkan pengaruh impor sapi terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara adalah nyata. Kemudian berdasarkan koefisien regresi impor sapi naik sebesar 1.000 ton maka harga Universitas Sumatera Utara daging sapi di Sumatera Utara akan meningkat sebesar Rp. 2.000 per kg, dimana faktor lain dianggap tetap. 3. Konsumsi Daging Sapi Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan Kariyasa 2010, komoditas daging sapi bagi sebagian penduduk Indonesia masih merupakan barang mewah, sehingga meningkatnya jumlah penduduk tidak secara otomatis meningkatkan jumlah permintaan daging sapi. Bagi sebagian masyarakat Indonesia konsumsi daging sapi hanya dilakukan pada hari-hari tertentu saja, misalnya hari besar keagamaan. Berdasarkan hasil yang diperoleh konsumsi daging sapi X 3 diperoleh sebesar 0,099 yaitu lebih kecil dibandingkan dengan α 0,1 10. Dengan demikian H 1 diterima dan H ditolak. Hal ini menunjukkan pengaruh konsumsi daging sapi terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara adalah nyata. Kemudian berdasarkan koefisien regresi, jika konsumsi daging sapi meningkat sebesar 1 kg maka harga daging sapi juga akan meningkat sebesar Rp. 18.3230,32 per kg dimana faktor lain dianggap konstan. 4. Kemudian Harga daging sapi bulan sebelumnya Berdasarkan hasil penelitian harga daging sapi bulan sebelumnya Y t-1 sebesar 0,000 yaitu lebih besar dibandingkan α 0,1 10. Dengan demikian H ditolak dan H 1 diterima. Hal ini menunjukkan pengaruh harga daging sapi bulan sebelumnya terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara adalah nyata. Kemudian berdasarkan koefisien regresi harga daging sapi bulan sebelumnya jika meningkat sebesar Rp. 10.000 per kg maka harga daging sapi di Sumatera Utara juga akan meningkat sebesar Rp. 8.940 per kg, dimana faktor lain dianggap tetap. Universitas Sumatera Utara BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara maka dapat disimpulkan bahwa secara secara serempak produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara. Sedangkan secara individu impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumya berpengaruh nyata terhadap harga daging sapi di Sumatera, sedangkan produksi daging sapi tidak berpengaruh nyata terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara. 6.2 Saran 6.2.1 Pemerintah 1. Bagi pemerintah untuk mengendalikan harga daging sapi khususnya di Sumatera Utara yaitu meningkatkan produksi daging sapi dengan memanfaatkan potensi usaha penggemukan yang dibantu oleh pemerintah dengan memberikan bantuan modal atau sistem perkreditan yang mudah diakses dan tidak memberatkan peternak. Jika kebutuhannya belum juga terpenuhi pemerintah diharapkan dapat meningkatkan impor sapi untuk memenuhi kebutuhan daging sapi domestik. 2. Adanya fasilitas seperti pusat informasi dengan tujuan agar peternak mengetahui perkembangan harga ternak dan harga daging sapi yang akurat Universitas Sumatera Utara dan mudah diakses oleh setiap peternak, sehingga jika terjadi kenaikkan harga dapat dinikmati antara peternak dan pedagang sapi secara wajar.

6.2.2 Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk menambah waktu pengamatan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Daging Sapi Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia adalah sapi asli Indonesia dan Sapi Impor. Jenis-jenis sapi potong tersebut mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya ukuran tubuh, warna bulu maupun genetiknya laju pertumbuhan Tim Karya Mandiri, 2009. Ternak sapi mampu menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama daging sapi. Menurut Sudarmono 2008, daging sapi sangat besar manfaatnya dalam memenuhi kebutuhan gizi berupa protein hewani. Karena sapi merupakan hewan pemakan rumput yang berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang kemudian diubah menjadi bahan bergizi tinggi dan diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Protein dari daging sapi sangat penting karena mengandung semua asam amino esensial termasuk yang mengandung mineral S yang tidak dimiliki oleh protein nabati dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mudah dicerna. Selain itu daging sapi juga merupakan sumber utama mineral Ca, P, Zinc, Fe serta vitamin B2, B6 dan B12 yang penting bagi tubuh manusia Talib, 2008. Daging sapi yang dijual umumnya dalam kondisi tua atau muda. Tekstur daging sapi yang diperoleh dari kedua jenis sapi pun berbeda. Daging sapi muda berwarna merah terang dengan serat-serat yang halus, konsistensinya lembek, serta bau dan rasanya berbeda dengan daging sapi dewasa. Sementara itu, daging Universitas Sumatera Utara sapi tua berwarna merah pucat, berserabut halus dengan sedikit pucat, konsistensi liat, serta bau dan rasa sangat beraroma Fikar, 2010. Daging sapi yang mutunya baik biasanya hanya diperoleh sekitar 40 dari berat hewan secara keseluruhan dan sekitar 70 dari berat karkas. Karkas merupakan bagian tulang dan daging yang telah terpisah dari kepala, kulit, kaki dan jeroan Darmono, 1998.

2.1.2 Produksi Daging Sapi Lokal

Sapi pedaging secara umum terdiri dari dua jenis sapi utama yaitu Bos taurus dan Bos indicus. Jenis sapi lainnya di luar dari jenis sapi utama berasal dari hasil perkawinan silang antara sapi dengan spesies lain seperti banteng, bison dan kerbau yang disebut dengan Bos bibos. Sedangkan untuk Indonesia jenis sapi yang dijadikan sebagai sumber daging adalah Sapi Bali, Sapi Ongole, Sapi PO Peranakan Ongole dan Sapi Madura Tim Karya Mandiri, 2009. Ternak sapi potong sebagai salah sumber makanan berupa daging. Produktivitas daging sapi saat ini masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih jauh dari target yang dibutuhkan konsumen. Hal ini dikarenakan produksi daging sapi yang masih rendah dan dipengaruhi oleh tingkat populasi ternak sapi yang masih jauh dari jangkauan. Sebagian besar ternak sapi potong masih diusahakan dalam skala kecil, dengan penggunaan lahan dan modal yang masih terbatas Sugeng, 2000. Menurut Dwiyanto 2006, masalah produksi dan reproduksi sapi pedaging belum optimal. Waktu rata-rata umur sapi Indonesia untuk pertama melahirkan masih lambat yaitu lebih dari 4,5 tahun dan jarak kelahiran yang panjang hingga 18 bulan. Hal ini perlu adanya manajemen perawatan ternak Universitas Sumatera Utara sehingga dapat mempercepat umur sapi melahirkan menjadi 3,5 tahun. Perawatan yang baik, seekor sapi mampu menghasilkan 1 ekor anak dalam setahun. Sapi betina yang produktif jika dipelihara dengan baik, mampu menghasilkan anak 2-3 ekor sepanjang hidupnya. Produksi daging sapi disetiap daerah umumnya berbeda-beda tergantung dari ketersediaan sapi lokal dan tingkat kebutuhan. Adapun jumlah produksi daging sapi di beberapa daerah di Sumatera Utara. Tabel 4. Produksi Daging Sapi di Sumatera Utara 2011 KabupatenKota Produksi Ton Nias 69,10 Mandailing Natal 370,33 Tapanuli Selatan 217,22 Tapanuli Tengah 103,63 Tapanuli Utara 49,17 Toba Samosir 51,14 Labuhan Batu 341,35 Asahan 988,65 Simalungun 1.644,03 Dairi 60,46 Karo 2.064,15 Deli Serdang 2.678,79 Langkat 663,33 Nias Selatan 15,22 Humbang Hasundutan 6,73 Pakpak Bharat 15,90 Samosir 63,02 Serdang Bedagai 75,57 Batu Bara 1.722,01 Padang Lawas 187,60 Padang Lawas Utara 1.677,93 Labuhan Batu Utara 203,64 Labuhan Batu Selatan 23,45 Sibolga 19,08 Tanjung Balai 147,34 Pematang Siantar 112,49 Tebing Tinggi 151,20 Medan 3.233,36 Binjai 930,31 Padang Sidempuan 392,97 Nias Utara 11,06 Nias Barat 4,99 Gunung Sitoli 4,11 Jumlah 18.299,35 Sumber: Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2013 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 4, Produksi daging sapi di Provinsi Sumatera Utara mencapai 18.299,35 ton, dengan produksi terbanyak di Kota Medan mencapai 3.233,36 ton, sedangkan untuk produksi terendah berada pada daerah Gunung Sitoli sebesar 4,11 ton pada tahun 2011.

2.1.3 Impor Sapi

Dalam penyediaan daging sapi terdapat tiga pelaku utama yang perlu diperhatikan karena peranan ketiganya yang cukup signifikan dalam pencapaian ketahanan pangan daging sapi. Ketiga pelaku tersebut adalah peternakan sapi rakyat yang mengusahakan sapi lokal, industri penggemukan sapi yang mengandalkan sapi bakalan impor dan industri daging dan jeroan yang menggunakan produk daging sapi asal impor Talib, 2008. Rendahnya produksi sapi domestik menyebabkan rendahnya pula memenuhi kebutuhan akan daging sapi. Usaha yang telah dilakukan untuk menangani kekurangan sapi potong diantaranya adalah mengimpor sapi bakalan yang dilakukan sejak awal tahun 1990 dan terus meningkat hingga puncaknya tahun 1997, yaitu sebanyak 428 ribu ekor Dwiyanto, 2006. Awalnya pemenuhan permintaan daging dapat disediakan oleh peternakan rakyat. Akan tetapi karena semakin tinggi populasi masyarakat Indonesia maka kemampuan peternakan rakyat dalam memenuhi permintaan daging makin rendah. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan impor sapi bakalan yang akan digemukkan di dalam negeri selama beberapa bulan Anonimus 1, 2010. Ada 7 negara yang menguasai hampir 70 sebagai produsen sapi tetapi tidak semua negara produsen termasuk sebagai negara eksportir utama. Amerika Serikat, Brasil dan Cina adalah 3 negara produsen yang memiliki lebih dari 50 Universitas Sumatera Utara sapi potong dunia. Sedangkan Brasil, Australia, New Zealand, India dan Kanada menguasai 75 ekspor sapi potong dunia Talib, 2008. Indonesia mengimpor sapi hidup dari Australia. Jenis sapi yang diimpor yaitu Sapi Bos indicus seperti jenis sapi Brahman atau jenis campuran silang seperti sapi jenis Braford dan Droughtmaster. Sapi-sapi jenis ini sangat berhasil diternakkan di daerah tropis. Karena mempunyai ciri-ciri tahan panas, tahan terhadap kekeringan, dan serangan kutu. Sapi tersebut juga mempunyai ciri- ciri sapi jenis Bos taurus, misalnya laju pertumbuhannya tinggi, produksi susunya banyak, dan tingkat kesuburannya tinggi Anonimus 3, 2010. Sapi bakalan impor diperoleh dari Australia, walaupun harga ketika tiba di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, cuaca, jarak tetapi tetap diminati oleh pihak industri penggemukan sebagai prioritas utama, karena harga beli oleh industri lebih menguntungkan daripada menggunakan sapi lokal Talib, 2008. Indonesia memilih mengimpor sapi dari Australia dan Selandia Baru selain lebih dekat juga berkaitan dengan kebijakan country based atau mengimpor sapi berbasis keamanan dan kesehatan disatu negara. Sapi yang berasal dari negara lain seperti India dan Brazil belum bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku PMK. Tujuan dari penolakan masuknya sapi dari negara tersebut karena dikhawatirkan penyakit dapat menular pada ternak yang ada di Indonesia Anonimus 4, 2012. Terdapat berbagai jenis kebutuhan pangan bangsa Indonesia yang masih disediakan melalui kegiatan impor. Ini dikarenakan ketersediaan kebutuhan Universitas Sumatera Utara pangan bagi masyarakat masih jauh dari yang dibutuhkan. Adapun total impor bahan pangan yang dilakukan pada tahun 2009. Tabel 5. Total Nilai Impor Bahan Pangan Indonesia Periode Januari- Juli 2009 No Impor Bahan Pangan Indonesia Januari-Juli 2009 1 Susu 31,04 2 Sapi Bakalan 25,53 3 Daging Sapi 9,86 4 Mentega 3,83 5 Wol dan Limbah Wol 3,44 6 Keju 3,08 7 HatiJeroan Sapi 2,55 8 Obat Hewan 2,20 9 HatiJeroan Non Sapi 2,14 10 Telur Konsumsi 0,48 11 Daging KambingDomba 0,23 Sumber: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol1 No.2, 2013 Berdasarkan tabel 5, impor sapi bakalan merupakan impor terbanyak kedua setelah susu yaitu sebesar 25,53 sedangkan untuk impor daging sapi terbanyak ketiga dari seluruh total impor bahan pangan di Indonesia pada Januari- Juli 2009 yaitu sebesar 9,86.

2.1.4 Konsumsi Daging Sapi

Pangan yang dikonsumsi oleh penduduk terdiri dari pangan pokok dan pangan hewani. Pangan pokok sebagai sumber karbohidrat sebagian besar dipenuhi dari konsumsi beras, sedangkan pangan hewani protein banyak diperoleh dari konsumsi daging, ikan, telur dan susu. Protein hewani ini berperan dan berfungsi sebagai zat pembangun struktur tumbuh, zat pengatur biokatalisator, sumber energi dan sebagai hormon Nugroho, 2008. Penduduk mengacu pada sejumlah manusia yang berdiam dalam suatu wilayah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dalam suatu wilayah akan menambah pula jumlah kebutuhan hidup. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka Universitas Sumatera Utara kebutuhan daging sapi juga akan meningkat. Sebaliknya, semakin rendah jumlah penduduk maka kebutuhan daging sapi juga akan berkurang Supranto, 2007. Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Setiap bahan pangan mempunyai kandungan gizi yang berbeda-beda baik jumlah maupun jenisnya. Bahkan sesama bahan pangan pun ada yang berbeda jumlahnya, untuk daging sapi mempunyai kandungan protein paling tinggi dibanding dengan daging hewan lainnya Anonimus5, 2009.

2.1.5 Harga Daging Sapi

Laju permintaan daging sapi yang lebih tinggi dari laju pasokan domestik menyebabkan harga daging sapi domestik selalu meningkat, hingga pasokan impor semakin membesar. Harga impor yang lebih murah justru menyesuaikan dengan harga domestik yang cenderung naik Ilham, 2009. Dari aspek konsumsi berdasarkan budaya dan rasa, posisi daging sapi tidak tergantikan dengan daging lain. Ketersediaan daging sapi selalu dibutuhkan baik pada kelompok kelas pendapatan tinggi, sedang maupun rendah. Perilaku konsumen yang demikian menyebabkan harga daging sapi terus meningkat. Pemicu kenaikkan harga terutama pada saat menjelang hari besar keagamaan seperti menjelang bulan puasa dan hari raya Ilham, 2009. Pada usaha sapi potong harga relatif stabil, namun cenderung terus meningkat. Jika terjadi peningkatan harga tidak akan turun kembali. Walaupun harga daging sapi akan turun namun tidak akan kembali pada kondisi semula. Apalagi pada kondisi yang lebih rendah. Selain itu, konsumen daging sapi Universitas Sumatera Utara umumnya kelas menengah ke atas. Pada konsumen ini, kenaikkan harga tidak berpengaruh nyata terhadap permintaannya Ilham, 2009. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan Kemendag, rata-rata kenaikan harga komoditas daging sapi per tahun mencapai 9,0. Dengan kenaikan harga tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai angka 14,4 dibandingkan pada tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 50.036kg menjadi Rp 57.259kg. Harga daging sapi pada periode tahun 2003-2012 mengalami gejolak kenaikan harga sebesar 27,3. Secara nasional, perkembangan harga daging sapi pada tahun 2012 sampai dengan bulan September 2012 berangsur- angsur mengalami kenaikan dari awal Januari dan mulai mengalami lonjakan harga pada bulan Juli menjelang puasa, yaitu mencapai angka 3,36 dari Rp 74.393kg menjadi Rp 76.895kg. Sedangkan tingkat harga pada bulan Agustus 2012 terus bergerak naik mencapai 3,78 dari Rp 76.895kg menjadi Rp 79.800kg Anonimus 7, 2012.

2.1.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara” oleh Ronald Siahaan 2011. Hasil penelitian menyatakan bahwa usaha peternakan sapi potong di Sumatera Utara periode tahun 2001-2010 masih didominasi oleh peternakan rakyat, dengan sistem pemeliharaan yang masih sederhana dan tradisional. Permintaan daging sapi dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga daging, pendapatan per kapita, harga telur dan harga ayam. Penawaran daging sapi dipengaruhi oleh jumlah sapi impor, harga daging, jumlah sapi yang diinseminasi, harga sapi, daging impor dan jumlah populasi sapi. Jumlah sapi impor merupakan Universitas Sumatera Utara faktor paling besar mempengaruhi jumlah penawaran, sementara harga sapi hidup mempengaruhi jumlah penawaran daging sapi. Elastisitas harga terhadap permintaan daging sapi adalah inelastis. Elastistas pendapatan terhadap permintaan daging sapi adalah inelastis. Elastisitas silang terhadap daging ayam dan daging sapi adalah subsitusi. Elastistas harga terhadap penawaran daging sapi adalah inelastis. Penelitian yang berjudul “Pengaruh impor daging sapi terhadap tingkat harga daging sapi domestik Indonesia tahun 1993-2009” oleh Kurniawan 2011. Penelitian ini menguji pengaruh produksi daging sapi domestik, konsumsi daging sapi domestik, harga daging sapi dunia, nilai kurs dan volume impor daging sapi terhadap tingkat harga daging sapi domestik dunia tahun 1993-2009. Untuk mengujinya peneliti menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Squared OLS. Hasil penelitiannya adalah bahwa produksi daging sapi domestik, konsumsi daging sapi domestik, haga daging sapi dunia, nilai kurs dan volume impor daging sapi secara signifikan mempengaruhi tingkat harga daging sapi domestik Indonesia.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Permintaan

Permintaan suatu barang berkaitan dengan jumlah permintaan atas suatu barang pada tingkat harga tertentu. Konsumen dapat menentukan jumlah barang yang dikonsumsi tergantung pada harga tersebut. Pada umunya semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan akan barang tersebut. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang, maka semakin banyak jumlah permintaan akan barang tersebut Bangun, 2007 Universitas Sumatera Utara Menurut Bangun 2007, Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu komoditi ditentukan oleh banyak faktor, seperti: 1. Harga komoditi itu sendiri Jika harga semakin murah, permintaan terhadap suatu produk akan bertambah. Hal ini berkaitan dengan hukum permintaan, jika harga suatu barang meningkat cateris paribus, jumlah suatu barang yang diminta akan berkurang, dan begitu sebaliknya. 2. Harga komoditi lain yang berkaitan erat dengan komoditi tersebut Pengaruh harga komoditas lain terhadap jumlah permintaan suatu barang tergantung pada jenis barangnya. Jenis barang yang ditentukan yaitu barang subsitusi dan barang komplementer. 3. Pendapata rumah tangga dan pendapata masyarakat Tingkat pendapatan mencerminkan daya beli. Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka daya beli akan suatu barang juga akan meningkat. 4. Selera Semakin tinggi minat dan keinginan konsumen terhadap suatu barang, maka akan semakin tinggi pula tingkat permintaannya. Sebaliknya semakin berkurang keinginan konsumen akan suatu barang maka permintaanta juga akan berkurang. 5. Jumlah penduduk Jumlah penduduk merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar pula kecendrungan masyarakat untuk meningkatkan jumlah permintaan. Universitas Sumatera Utara 6. Perkiraan harga di masa mendatang Perkiraan harga suatu barang di masa yang akan datang akan mempengaruhi jumlah permintaan suatu barang. Apabila diramalkan terjadi kenaikkan harga suatu barang tertentu dimasa yang akan datang, maka permintaan barang tersebut akan bertambah. Sebaliknya, apabila diramalkan harga suatu barang akan turun dimasa yang akan datang maka permintaan suatu barang akan berkurang. Perubahan permintaan dapat dibedakan menjadi: 1. Pergerakan sepanjang kurva permintaan Perubahan permintaan sepanjang kurva permintaan terjadi bila harga komoditi yang diminta berubah naik atau turun. Penurunan harga komoditi tersebut akan menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikkan harga komoditi mengurangi jumlah yang diminta. 2. Pergeseran kurva permintaan Pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabkan oleh perubahan permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain harga komoditi tersebut.

2.2.2 Teori Penawaran

Penawaran menggambarkan hubungan antara harga dengan jumlah penawaran atas suatu barang. Apabila harga naik, maka jumlah penawaran akan suatu barang bertambah, dan sebaliknya jika harga barang turun, maka jumlah barang yang ditawarkan akan berkurang Bangun, 2007. Universitas Sumatera Utara Menurut Bangun 2007, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran: 1. Harga komoditi itu sendiri Jika harga suatu barang menurun maka jumlah barang yang akan ditawarkan juga akan menurun. Hal ini berkaitan dengan hukum penawaran, jika harga suatu barang meningkat cateris paribus, maka jumlah komoditi yang ditawarkan juga akan meningkat dan juga sebaliknya. 2. Harga komoditi lain Adanya perubahan harga produk alternatif lain yang menyebabkan terjadinya jumlah peningkatan produksi atau semakin menurun. 3. Biaya produksi Besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan maka akan mempengaruhi jumlah input yang di pakai. Jika harga dari input produksi menurun maka produsen akan cenderung membeli input dalam jumlah yang relatif besar. 4. Tingkat teknologi Penggunaan teknologi baru sebagai pengganti teknologi lama akan mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. 5. Jumlah lembaga pemasaran Apabila jumlah lembaga pemasaran suatu produk semakin banyak, maka penawaran produk tersebut akan bertambah.

2.2.3 Teori Harga

Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga pasar dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Analisis permintaan dan penawaran digunakan untuk menggambarkan mekanisme pasar. Universitas Sumatera Utara Tanpa campur tangan pemerintah, permintaan dan penawaran dengan sendirinya akan mencapai keseimbangan harga dan jumlah komoditi yang diperjualbelikan Sugiarto, 2000. Kurva penawaran menunjukkan jumlah barang yang bersedia dijual oleh para produsen pada harga yang akan diterimanya di pasar, sambil mempertahankan agar setiap faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran tetap. Sedangkan kurva permintaan menyatakan berapa banyak konsumen bersedia membeli karena harga per unit berubah Pyndick, 2003. Harga suatu barang ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar. Keseimbangan pasar tersebut terjadi jika jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Hukum harga menyatakan, bahwa perubahan penawaran akan menyebabkan berubahnya harga dalam arah yang berlawanan dengan asumsi permintaan tetap. Apabila permintaan tetap, kenaikkan penawaran akan menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya penurunan penawaran akan menyebabkan naiknya harga Sukirno, 2002. Menurut Lipsey 1995, bahwa permintaan dan penawaran berinteraksi dalam menentukan harga dalam suatu pasar. Kondisi keseimbangan akan tercapai jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik produsen maupun konsumen sama-sama diuntungkan. Gambar 1, pada kondisi harga di titik Pd, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibandingkan jumlah yang diminta konsumen, terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran excess demand. Dalam hal ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan Universitas Sumatera Utara harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Pada kondisi ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga. Selanjutnya, jika harga berada pada Pu, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih besar dibandingkan jumlah yang diminta konsumen, dalam hal ini terjadi kelebihan penawaran atas permintaan excess supply. Kondisi ini dimana produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut bisa terjual. Jadi pada excess supply akan ada suatu tekanan ke bawah terhadap harga. Akhirnya kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kedua pihak, baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Kondisi inilah yang disebut sebagai kondisi keseimbangan, dimana jumlah dan harga yang terjadi sama-sama disetujui oleh kedua pihak. Gambar 1. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran Penawaran Permintaan Jumlah Pu Pe Pd Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Pemikiran

Sapi merupakan salah satu jenis ternak sebagai penyedia kebutuhan pangan hewani. Penyediaan kebutuhan daging sapi di Sumatera Utara diperoleh dari peternakan sapi rakyat dan industri penggemukan sapi potong. Dimana peternakan rakyat baru mampu memenuhi kebutuhan daging sapi sekitar 70 sedangkan sisanya 30 disediakan oleh industri penggemukan sapi potong. Peternakan rakyat masih menggunakan sistem pemeliharaan yang tradisional. Dimana para peternak hanya memiliki lahan dan modal yang masih terbatas. Sehingga kemampuan peternak rakyat belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi domestik. Industri penggemukan sapi potong memperoleh sapi bakalan dari Australia. Indonesia memilih Australia karenakan sapi potong yang ada di negara tersebut sudah terbebas dari penyakit mulut dan kuku PMK. Sapi yang diimpor berumur 1-2 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur tersebut sapi sedang mengalami masa pembentukan rangka dan pembentukan jaringan daging. Sistem penggemukan dilakukan yaitu dengan pemberian pakan yang cukup seperti mineral, vitamin dan protein dalam waktu beberapa bulan hingga sapi mencapai bobot ideal untuk menghasilkan daging yang berkualitas. Tingkat konsumsi masyarakat untuk daging sapi terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Aziz 2003, Sejumlah barang yang diminta konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti selera, musim, pendapatan dan harga barang lainnya yang berkaitan. Begitu juga dengan tingkat konsumsi daging sapi di Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara umumnya dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan, taraf hidup seseorang, hari besar keagamaan serta kesadaran akan pentingnya kebutuhan gizi protein hewani. Ketersediaan daging sapi belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Jumlah penawaran daging sapi masih rendah, sedangkan permintaannya terus meningkat yang akhirnya menyebabkan harga daging sapi juga ikut meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut adapun beberapa faktor yang mempengaruhi harga daging sapi lokal di Sumatera Utara yaitu produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya. Adapun kerangka pemikiran berkaitan dengan faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Sumatera Utara 2.4 Hipotesis Berdasarkan identifikasi masalah, hipotesis penelitian adalah ada pengaruh dari produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara. 1. Produksi Daging Sapi 2. Impor Sapi 3. Konsumsi Daging Sapi 4. Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya Harga Daging Sapi : Faktor-Faktor : Mempengaruhi Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang