Tinjauan Umum Mengenai Kepailitan

56

BAB III KEPAILITAN DALAM SUATU BANK

A. Tinjauan Umum Mengenai Kepailitan

1. Filosofis Lahirnya Hukum Kepailitan Di dalam ilmu penegtahuan hukum perdata, di samping hak menagih vonderingsrecht, apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditur memiliki hak menagih kekayaan debitur, sebesar piutangnya kepada debitur tersebut verhaalstrecht. 48 a. Pemenuhan prestasi; Apabila seorang debitur, mengabaikan atau mengalpakan kewajiban dan karean itu melakukam ncacat prestasi, maka krediturnya dapat menuntut: b. Ganti rugi pengganti dua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal-balik, maka sebagai gantinya kreditur dapat menuntut; c. Pembatalan persetujuan plus ganti rugi. 49 Mariam Darus juga menyebutkan bahwa seorang kreditur memiliki hak-hak bila debiturnya ingkar janji: a. Hak menuntut pemenuhan perikatan nakomen; b. Hak menuntut pemutusan perikatan tau apabilaperikatan itu bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan ontbinding; c. Hak menuntut ganti rugi schade vergoeding; 48 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 9 49 F. Tengker, Hukum Suatu Pendekatan Elementer , Bandung, 1993, hlm. 80 Universitas Sumatera Utara d. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi; e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengna ganti rugi. 50 Paul H. Brietzke menyebutkan, “Creditors who provide capital through debt finance are searching for the lowest risk return ratio they can find anywhere in the world, so as to maximise the value of funds thy have available to lend.” 51 a. Debitur bertangggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya baik yang berupa barang bergerak maupun barang yang tudak bergerak, baik yang ada pada saat ini maupun yang akan ada di kemudian hari yang menjadi jaminanatas semua utangnya Pasal 1131, Pasal 1133. Tuntutan terhadap kewajiban debitur untuk melaksanakan prestasinya itu menurut hukum adalah sebagai berikut: b. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam hak-hak kebendaan, maka hak-hak pribadi yang timbul pada saat-saat yang berbeda akan memiliki peringkat yang sama paritas creditorium Pasal 1132 c. Dalam hlm seorang debitur mempunyai bebrapa kreditur yang pada saat bersama –sama secara berturut-turut mengajukan tuntutan atas harta kekayaan debitur, maka mereka akan dipenuhi tuntutannya menurut tertib pengajuan tagihan itu dilakukan. Hlm ini berarti, kreditur yang akan mengajukan tagihan terlebih dahulu akan memperoleh pembayarannya lebi dahulu dibandingkan dengan kreditur yang lain. 50 Mariam Darus Badrulzaman, Opcit, hlm.21 51 Paul H. Bietzke, Securation and Bankruptcy in Indonesia: Theme and Variations, Indonesia, 2000, hlm.61 Universitas Sumatera Utara Lembaga hukum kepailitan merupakan perangkat yang disediakan olwh hukum untuk menyelesaikan utang piutang diantara kreditur dengan debitur. Filosofi hukum kepailitan adalah untuk mengatasi permasalahan apabila seluruh harta debitur tidak cukup untu membayar seluruh hutang-utangnya kepada para krediturnya. Hakikat tujuan adanya kepailitan adalah adanya proses yang berhubungan dengan pembagian harta kekayaan dari debitur kepada para krediturnya. Kepailitan merupakan jalan keluar untuk proses pendistribusian harta kekayaan debitur yang nantinya merupakan boedel pailit secara pasti dan adil. Kepailitan merupakan exit from financial distress yaitu salah 1 jalan keluar dari persoalan yang membeli secara financial yang sudah tidak bisa diselesaikan. 52 Undang-undang kepailitan khususnya tidak membicarakan persoalan mengenai apakah debitur dapat dimintai pertanggungjawaban atas kekayaan finansialnya. 53 Undang-undang Kepailitan bervicara secara netral tentang kepailitan menyangkut debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar. 54 Undnag- undang kepailitan tidak berbicara mengapa seorang jatuh bangkrut. Undan-undang kepailitan tidak membedakan antara seorang yang pailit karena melakukan penipuan atau yang jatuh pailit di luar kesalahannya. Undang-undang ini hanya mengatur bahwa pada saat ditagih orang tersebut tidak membayar utangnya 55 Zainal Asikin menyebutkan bahwa, “hukum kepailitan mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu melalui hukum kepailitan akan diadakan suatu penyitaanumum eksekusi massal terhadap seluruh harta kekayaan debitor, yang 52 Sunarmi, Hukum Kepailitan, Medan, Usu Press, 2009, hlm. 16 53 MR. J.B. Huizink, Insoventie, alih bahasa LInus Dolujawa, Jakarta, 2004, hlm.1 54 ibid 55 Sunarmi, Opcit, hlm. 17 Universitas Sumatera Utara selanjutnya akan dibagikan kepada kreditor secara seimbang dan adil dibawah pengawasanpetugas yang berwenang.” 56 Instrumen hukum kepailitan sangat penting di dalam hukum kita, karena jika instrumen hukum itu tidak ada, kesemrawutan setidak-tidaknya yang menyangkut pelaksanaan hak-hak ganti kerugian akan timbul. 57 Dari ketentuan dua pasal di atas jelas ditegaskan bahwa seorang debitor diwajibkan untuk membayar seluruh utang-utangnya dengan seluruh harta kekayaannya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada saat ini maupun yang akan ada dikemudian hari. Ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata merupakan jaminan adanya kepastian hukum yang memberikan perlindungan kepada para kreditor. Debitor dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditor. Apabila debitor lalai yang berarti telah terjadi wan prestasi, maka Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi dari dua asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menentukan bahwa semua benda bergerak dan tidak bergerak dari seorang debitor, baik yang sekarang ada, maupun yang akan diperolehnya yang masih akan ada, menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya. Pasal 1132 KUH Perdata menentukan bahwa benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para kreditornya bersama-sama dan hasil penjualan atas benda-benda itu akan dibagi diantara mereka secara seimbang, menurut imbangan perbandingan tagihan-tagihan mereka, kecuali bilamana diantara mereka atau para kreditor terdapat alasan-alasan pendahuluan yang sah. 56 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Di Indonesia, Jakarta, 1991, hlm.24 57 Mr.J.B. Huizink, Opcit, hlm.1 Universitas Sumatera Utara seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitor akan dibagi secara seimbang kepada kreditor berdasarkan perimbangan jenis piutang dan besar kecilnya piutang masing- masing. 58 a. Kekecualian atas Pasal 1131 adalah bahwa sementara barang walaupun dimiliki debitur, namun tidak dapat digunakan untuk memenuhi taguhan kreditur seperti barang yang tidak dapat disita, barang-barang yang termasuk rincian Pasal 22 UU Kepailitan. Debitur dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditur. Apabila debitur lalai yang berarti telah menjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitur akan dibagi secara seimbang kepada kreditur berdasarkan perimbangan jenis piutang dan besar-kecilnya piutang masing-masing. Pada prinsip yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata terdapat 3 tiga pengecualian, yaitu: b. Sebaliknya ada barang-barang yang tidak dimiliki debitur, namun dapat menjadi obyek eksekusi para kreditur dan hasil penjualannya dapat dipakai guna menyelesaikan tagihan kreditur, yakni barang milik pihak ketiga yang diagunkan sebagai jaminan atas pembayaran kembali uang debitur. c. Hak kreditur tertentu untuk didahulukan berdasarkan Pasal 1133 KUHPerdata Menurut Pradjoto, secara eksplisit dua pasal tersebut mrngisyaratkan 58 Sunarmi, Opcit, hlm. 18 Universitas Sumatera Utara beberapa hlm, yaitu: 1. Bahwa debitr akan dipaksa untuk menjalankan prestasinya membayar sejumlah utangnya terhadap kreditur dengan jaminan seluruh harta kekayaannya. Inilah yang disebut dengan jaminan kepastian hukum bagi para kreditur untuk memperoleh pelunasan dari debitur. 2. Semua kreditur pada prinsipnya memiliki hak yang sama, kecuali juka terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan pelunasannya. Alasan ini semata-mata didasarkan kepada hak yang diberikan oleh Undang- undang, yaitu mereka yang memiliki hak-hak istimewa seperti: hak atas tanggungan maupun hak gadai. 3. Dalam hlm harta kekayaan debitur memiliki nilai yang lebih dari cukup untuk memenuhi pelunasan terhadap seluruh utangnya, maka persoalan yang berkaitan dengan istilah kreditur utama dan kreditur konkuren menjadi tidak relevan. 4. Ada sita eksekusi atas seluruh kekayaan debitur. Sita dilakukan sepenuhnya terhadap harta kekayaan. Sita eksekusi dilakukan semata-mata untuk kepentingan debitur. 59 Selanjutnya disebutkan oleh beliau, bahwa generic dari ketentuan tersebut di atas mengisyaratkan bahwa hukum menghendaki adanya perlindungan bagi kreditur dan paksaan bagi debitur untuk melunasi kewajiban keuangannya. Olreh karena sifat pakaan kepada debitur ini jugta harus memperhatikan asas keadilan, maka perumusan yang terperinci mengenai hukum kepailitan menjadi 59 Pradjoto, RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan, Makalah disampaikan dalam Seminar Sosialisasi RUU tentang Kepailitan oleh BPHN dan ELLIPS PROJECT, 27 Juli 1999, Jakarta Universitas Sumatera Utara persoalaan yang imperative sifatnya. Itulah sebabnya ketentuan tentang kepailitan dirumuskan secara tersendiri, guna mencegah lahirnya proses penyitaan maupun proses eksekusi yang dilakukan oleh kreditur secara individual. Hlm ini disebabkan hakikat dari ketentuan tentang kepailitan adalh identik dengan adanya usaha bersama dari para kreditur untuk melakukan penyitaan umum terhadap harta debitur. Di dalam kepailitan dihindari terjadinya berbagai kemungkinan factual dan yuridis yang mungkin timbul di dalam kegiatan khusus untuk mendapatkan barang-barang milik debitur. Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang milik debitur untuk kepentingan kreditur secara bersama. Semua barang dieksekusi dan hasilnya dikurangi biaya eksekusi. 60 2. Pengertian Kepailitan Dalam hlm ini UU Kepailitan kelihatannya kebih berpihak kepada kepentingan kreditur. Ketentuan dalam UU No.4 Tahun 1998 belum sepenuhnya berdasarkan asas pemberian perlindungan yang seimbang bagi para pihak yang terkait dan berkepentingan dalam kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UU No. 4 Tahun 1998. Oleh karena itu UU No.37 Tahun 2004 dilahirkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU No.4 Tahun 1998. Istilah pailit dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau 60 MR. J.B. Huzungk, Opcit, hlm. 2 Universitas Sumatera Utara berhenti membayar utangnya disebut dengan Le faille. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris digunakan istilah to fail, dan di dalam bahasa Latin digunakan istilah failire. 61 Di Negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah “bankrupt” dan “bankruptcy”. Terhadap perusahaan- perusahaan debitor yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”. Sedangkan pengertian kepailitan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang peristiwa kepailitan. 62 Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan financial distress dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilanyang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional prorate parte dan sesuai dengan struktur kreditor. 63 61 Zainal Asikin, Opcit, hlm. 16 62 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 28 Februari 2003, hlm. 16 63 Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktek dan Peradilan, Jakarta, 2008, hlm.1 Universitas Sumatera Utara Dalam kepustakaan, kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor untuk melunasi utang-utangnya kepada kreditor. 64 Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau Bankrupt adalah “the state or conditional of a person individual, partnership, corporation, municipality who is unable to pay its debt as they are, or became due. The teerm includes a person against whom am involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt” 65 Dari pengertian bankrupt yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary di atas diketahui bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar” dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan proses pengajuan ke Pengadilan, baik atas permintaan debitor itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. Selanjutnya pengadilan akan memeriksa dan memutuskan tentang ketidakmampuan seorang debitor. Keputusan tentang pailitnya debitor haruslah berdasarkan keputusan Pengadilan, dalam hlm ini adalah Pengadilan Niaga yang diberikan kewenangan untuk menolak atau menerima permohonan tentang ketidakmampuan debitor. Keputusan Pengadilan ini diperlukan untuk memenuhi asas publisitas, sehingga perihlm ketidakmampuan seorang debitor itu akan dapat diketahui oleh umum. Seorang debitor tidak dapat dinyatakan pailit 64 Algra, N.E., Inleiding To Het Nederlands Privaatrecht, Tjeenk Willink, Groningen, 1974, hlm. 425 65 Ahmad Yani, Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 11 Universitas Sumatera Utara sebelum ada putusan pailit dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi kepailitan merupakan eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwenang, sehingga sesungguhnya kepailitan bertujuan untuk: a. Mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditor secara perorangan. b. Ditujukan hanya mengenai harta benda debitor, bukan pribadinya. Jadi debitor, tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum. 66 Hakikat dari sitaan umum terhadap harta kekayaan debitor adalah bahwa maksud adanya kepailitan adalah untuk menghentikan aksi terhadap perebutan harta pailit oleh para kreditornya serta untuk menghentikan lalu lintas transaksi terhadap harta pailit oleh debitor yang kemungkinan akan merugikan para kreditornya. Dengan adanya sitaan umum tersebut, maka harta pailit dalam status dihentikan dari segala macam transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta pailit tersebut diurus oleh kurator. Ronald A. Anderson dan Walter A. Kumf berpendapat bahwa: “Bankruptcy and insolvency laws provide a means by which the debtor may yield or be compelled to yield to a court the property has so that he will be relieved of all 66 Bernardette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,CV. Mandar Maju, Bandung, hlm.1 Universitas Sumatera Utara unpaid debts andcan start economic life a new.” 67 Kepailitan memang tidak merendahkan martabatnya sebagai manusia, tetapi apabila ia berusaha untuk memperoleh kredit, disanalah baru terasa baginya dosa artinya sudah pernah dinyatakan pailit. Dengan perkataan lain, kepailitan memengaruhi “credietwaardigheid”-nya dalam arti yang merugikannya, ia tidak akan mudah mendapatkan kredit. Terminologi kepailitan sering dipahami secara tidak tepat oleh kalangan umum. Sebagian mereka menganggap kepailitan sebagai vonis yang berbau tindakan kriminal serta merupakan suatu cacat hukum atas subyek hukum, karena itu kepailitan harus dijauhkan serta dihindari sebisa mungkin. Kepailitan secara apriori dianggap sebagai kegagalan yang disebabkan karena kesalahan dari debitor dalam menjalankan usahanya sehingga menyebabkan utang tidak mampu dibayar. Oleh karena itu, kepailitan sering diidentikkan sebagai pengemplangan utang atau penggelapan terhadap hak-hak yang seharusnya dibayarkan kepada kreditor. 68 a. R. Soekardono menyebutkan kepailitan adalah penyitaan umum atas harta kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Balai Mengenai defenisi kepailitan itu sendiri tidak ditemuka n dalam Faillissement Verordening maupun dalam Undang-undang No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas ada baiknya diketahui pendapat dari beberapa sarjana tentang pengertian pailit tersebut. 67 Ronald A. Anderson, Walter A. Kumf, Business Law: Princinpal and Cases Fourth Edition, South Western Publishing Co. Cincimati, Ohio, 1967, hlm. 82 68 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hlm.2 Universitas Sumatera Utara Harta Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan pemberesan boedel dari orang yang pailit. b. Menurut Memori van Toelichting Penjelasan Umum. Kepailitan adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan siberutang guna kepentingannya bersama para yang mengutangkan. 69 c. Siti Soemarti Hartono mengatakan kepailitan adalah suatu lembaga hukum dalam hukum perdata Eropa sebagai realisasi dari dua asas pokok dalam hukum perdata Eropa yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. d. Mohammmad Chidir Ali berpendapat bahwa kepailitan adalah pembeslahan massal dan pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya diantara para kreditor dengan di bawah pengawasan pemerintah. Selanjutnya menjelaskan: 1. Pembeslahan massal, mempunyai pengertian bahwa dengan adanya vonis kepailitan, maka semua harta pailit kecuali yang tercantum dalam Pasal 20 Faillissement Verordening, dibeslag untuk menjamin semua hak-hak kreditor si pailit. 2. Pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya menurut posisipiutang dari para kreditor yaitu: a. Golongan kreditor separatis. b. Golongan kreditor preferen. 69 R. Suryatin, Hukum Dagang I dan II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hlm.264 Universitas Sumatera Utara c. Golongan kreditor konkuren. 3. Dengan di bawah pengawasan pemerintah. Artinya, bahwa Pemerintah ikut campur dalam pengertian mengawasi dan mengatur penyelenggaraan penyelesaian boedel si pailit, dengan mengerahkan alat-alat perlengkapannya yaitu: a. Hakim Pengadilan Niaga d. Hakim Komisaris e. Kurator Dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum, pailit diartikan sebagai debitor yang berutang yang berarti membayar utang-utangnya. Hlm ini tercermin dalam Pasal 1 Faillissement Verordening Peraturan Kepailitan yang menentukan: “Setiap pihak yang berutang debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, dengan putusan hakim, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih pihak berutangnya kreditornya, dinyatakan dalam keadaan pailit”. Dari rumusan Pasal 1 Faillissement Verordening di atas dapat diketahui bahwa agar debitor dapat dinyatakan pailit, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Terdapat keadaan berhenti membayar, yakni bila seorang debitor sudah tidak mampu atau tidak mau lagi membayar utang-utangnya. 2. Harus terdapat lebih dari seorang kreditor, dan salah seorang dari mereka itu piutangnya sudah dapat ditagih. Universitas Sumatera Utara Istilah berhenti membayar tidak mutlak harus diartikan debitor sama sekali berhenti membayar utang-utangnya. Tetapi debitor dapat dikatakan dalam keadaan berhenti membayar, apabila ketika diajukan permohonan pailit ke Pengadilan, debitor berada dalam keadaan tidak dapat membayar utangnya. 70 dapat atau tidak mau membayar. Perihlm “keadaan berhenti membayar” tidak dijumpai perumusannya baik di dalam Undang-undang, Yurisprudensi, maupun pendapat para sarjana. Hanya ada pedoman umum yang disetujui, yaitu untuk pernyataan kepailitan tidak perlu ditujukan bahwa debitor tidak mampu untuk membayar utangnya, dan tidak diperdulikan, apakah berhenti membayar itu sebagai akibat dari tidak 71 “Kepailitan adalah sita umum atas semua harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengertian pailit tercermin dalam pasal 1 ayat 1 yang menentukan : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.” Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengertian pailit dijumpai dalam Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan: 70 Mohammad Chaidir Ali, Yurisprudensi Hukum Dagang, Alumni, Bandung, 1982, hlm.475 71 Siti Soemarni Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm.8 Universitas Sumatera Utara Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.” Pasal 1 angka 1 ini secara tegas menyebutkan bahwa kepailitan adalah sita umum, bukan sita individual. Karena itu disyaratkan dalam Undang-undang Kepailitan bahwa untuk mengajukan permohonan pailit harus memiliki 2 dua atau lebih kreditor. Seorang debitor yang hanya memiliki 1 satu kreditor tidak dapat dinyatakan pailit. Hlm ini bertentangan dengan prinsip sita umum. Bila hanya satu kreditor maka yang berlaku adalah sita individual. Sita individual bukanlah sita dalam kepailitan. Dalam sita umum maka seluruh harta kekayaan debitor akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan Kurator. Debitor tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Pernyataan pailit ini tidak boleh diputuskan begitu saja, melainkan harus didahului dengan pernyataan pailit oleh Pengadilan, baik atas permohonan sendiri secara sukarela maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. Selama debitor belum dinyatakan pailit oleh Pengadilan, selama itu pula yang bersangkutan masih dianggap mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Pernyataan pailit ini dimaksudkan untuk menghindari penyitaan dan eksekusi perseorangan atas harta kekayaan debitor yang tidak mampu melunasi utang- utangnya lagi. Dengan adanya pernyataan pailit di sini, penyitaan dan eksekusi harta kekayaan debitor dilakukan secara umum untuk kepentingan kreditor-kreditornya. Semua kreditor mempunyai hak yang sama terhadap pelunasan utang-utang debitor, harta kekayaan yang telah disita dan dieksekusi tersebut harus dibagi-bagi Universitas Sumatera Utara secara seimbang, sesuai dengan besar-kecilnya piutang masing-masing. Dengan demikian, pernyataan pailit hanya menyangkut harta kekayaan milik debitor saja, tidak termasuk status dirinya. 72 3. Syarat mengajukan kepailitan Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dapat dilihat pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang berbunyi bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebh kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri atau maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. 73 a. Syarat adanya 2dua kreditur atau lebih Syarat-syarat permohonan pailit sebagaimana telah ditentukan Pasal 2 ayat 1 dapat dijelaskan sebagai berikut: Adanya persyaratan concursus creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek dimana rasio kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk kemudian setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau accoord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda 72 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm.12 73 Ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Universitas Sumatera Utara debitor untuk kemudian dibagi-bagikan hasil perolehannya kepada semua kreditor sesuai urutan tingkat kreditor yang telah diatur oleh undang-undang. 74 Jika debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi Undang-Undang Kepailitan kehilangan raison d’etre-nya. Bila debitor hanya memiliki satu kreditor, maka seluruh harta kekayaan debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari passu pro rata parte, dan terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu kreditor. 75 Undang-undang Kepailitan tidak mengatur secara tegas mengenai pembuktian bahwa debitor mempunyai dua kreditor atau lebih, namun oleh karena di dalam hukum kepailitan berlaku pula hukum acara perdata, maka Pasal 116 HIR berlaku dalam hlm ini. Pasal 116 HIR atau Pasal 1865 Burgerlijk Wetboek menegaskan bahwa beban wajib bukti burden of proof dipakai oleh pemohon atau penggugat untuk membuktikan diri posita gugatannya, 76 maka pemohon pernyataan pailit harus dapat membuktikan bahwa debitor mempunyai dua atau lebih kreditor sebagaimana telah dipersyaratkan oleh undang-undang kepailitan. maka sesuai dengan prinsip pembebanan wajib bukti di atas, 77 74 75 Jono, , , , hlm.5 76 Lihat ketentuan Pasal 116 HIR dan Pasal 1865 KUHPerdata 77 Sutan Remi Sjaydeni, , , hlm.64-65 Ketentuan mengenai adanya syarat dua atau lebih kreditor di dalam permohonan pernyataan pailit, maka terhadap definisi mengenai kreditor harus Universitas Sumatera Utara diketahui terlebih dahulu. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tidak memberikan definisi yang jelas mengenai “kreditor”. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, harus dibedakan pengertian kreditor dalam kalimat “...mempunyai dua atau lebih kreditor…”, dan “...atas permohonan seorang atau lebih kreditornya...”. 78 Dalam kalimat pertama, yang dimaksud kreditor adalah sembarang kreditor, baik kreditor separatis, kreditor preferen, maupun kreditor konkuren. Sedangkan dalam kalimat kedua, kata “kreditor” disini dimaksudkan untuk kreditor konkuren. Kreditor konkuren berlaku dalam definisi kreditor pada kalimat kedua dikarenakan seorang kreditor separatis tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat kreditor separatis telah terjamin sumber pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang dibebani dengan hak jaminan. 79 Pendapat Sutan Remy Sjahdeini ini diperkuat pula oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 07 KN1999 tanggal 4 Februari 1999 yang mengemukakan dalam pertimbangan hukumnya bahwa kreditor separatis yang tidak melepaskan haknya terlebih dahulu sebagai kreditor separatis, bukanlah kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. 80 Disahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka telah didapat pengertian “kreditor” sebagaimana terdapat di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang- 78 Jono, Opcit, hlm. 8 79 Ibid, hlm.9 80 Sutan Remi Sjahdeni, Op.cit, hlm. 65 Universitas Sumatera Utara Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 81 Berkaitan dengan ada tidaknya pelepasan hak agunan kreditor separatis terhadap pengajuan permohonan pailit, terhadap kreditor telah diatur secara jelas di dalam Pasal 138 undang-undang yang sama. 82 b. Syarat harus adanya utang Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan yang baru ini, maka kreditor separatis dan kreditor preferen dapat tampil sebagai kreditor konkuren tanpa harus melepaskan hak-hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya, tetapi dengan catatan bahwa kreditor separatis dan kreditor preferen dapat membuktikan bahwa benda yang menjadi agunan tidak cukup untuk melunasi utangnya debitor pailit. Pengertian mengenai utang di dalam hukum kepailitan Indonesi mengikuti setiap perubahan aturan kepailitan yang ada. Di dalam Faillissementsverordening tidak diatur tentang pengertian utang. Faillissementsverordening menentukan bahwa putusan pernyataan pailit dikenakan terhadap “de schuldenaar, die in en toestand verkeert daj hij heft apgehouden te betalen”. Dari ketentuan ini, dapat diterjemahkan dalam beberapa versi, yaitu : 1. pertama : “setiap debitor orang yang berutang yang tidak mampu membayar utangnya yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang tersebut 2. kedua : setiap berutang yang berada dalam keadaan telah berhenti membayar utang-utangnya 3. ketiga : setiap debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya. 83 81 Ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan 82 Ketentuan Pasal 138 UU Kepailitan 83 Jono, Opcit, hlm.10 Universitas Sumatera Utara Sama hlmnya dengan Faillissementsverordening, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan juga tidak mengatur pengertian utang. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 menentukan debitor dapat dinyatakan pailit apabila “tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada kreditor”. Undang-undang ini hanya menentukan utang yang tidak dibayar oleh debitor adalah utang pokok atau bunga. Hlm ini berarti permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dapat dilakukan apabila ia dalam keadaan berhenti membayar utang atau ketika ia tidak membayar bunganya saja. 84 Menurut Jerry Hoff, istilah hukum “utang” dalam Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan menunjuk kepada hukum kewajiban dalam hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari perjanjian maupun undang-undang dimana hlm tersebut terdapat kewajiban untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. 85 Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terdapat perubahan pengertian tentang utang. Utang diartikan sebagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul karena perjanjian atau undang-undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. 86 Berdasarkan pengertian utang di atas, permohonan pernyataan pailit dikabulkan apabila “debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak 84 Siti Anisah, OP.cit, hlm. 53 85 Lihat ketentuan Pasal 1233 dan 1234 KUHPerdata 86 Pasal 1 Angka 6 UU Kepailitan Universitas Sumatera Utara membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan satu atau lebih kreditornya”. 87 Namun telah diaturnya pengertian mengenai utang dan syarat dikabulkannya permohonan pernyataan pailit di dalam undang-undang ini ternyata dianggap belum mampu mengakomodasi ketentuan tentang persyaratan permohonan pernyataan pailit yang banyak diterapkan oleh Negara lain, seperti misalnya mengenai batasan minimal nominal utang yang dapat diajukan pailit. Batasan minimal nominal utang yang dimiliki oleh debitor sebagai syarat permohonan pernyataan pailit dianggap penting untuk membatasi jumlah permohonan pernyataan pailit. Pembatasan ini sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap kreditor mayoritas dari kesewenangwenangan kreditor minoritas, dan untuk mencegah kreditor dengan piutang sangat kecil dibandingkan dengan aset yang dimiliki debitor, mengabulkan permohonan pernyataan pailit, dan dikabulkan oleh hakim. 88 c. Syarat adanya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan syarat untuk dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan, yaitu : 1. terdapat minimal 2 dua orang kreditor 2. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dan 3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. 89 87 Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan 88 Siti Anisah, Op.cit, hlm.71 89 Bagus Irawan, , , , hlm. 16 Universitas Sumatera Utara Syarat yang ada pada poin ketiga di atas, menunjukkan bahwa adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi prestasinya. Menurut Jono, hak ini menunjukkan adanya utang yang harus lahir dari perikatan sempurna yaitu adanya schuld dan haftung. 90 Schuld yang dimaksud disini adalah kewajiban setiap debitor untuk menyerahkan prestasi kepada kreditor, dan karena itu debitor mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan haftung adalah bentuk kewajiban debitor yang lain yaitu debitor berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor guna pelunasan utang tadi, apabila debitor tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut. 91 Di sisi lain, suatu utang dikatakan jatuh tempo dan dapat ditagih yaitu apabila utang itu sudah waktunya untuk dibayar. Penggunaan istilah jatuh tempo merupakan terjemahan dari istilah “date of maturity”. Date of maturity atau tanggal jatuh tempo adalah tanggal yang ditetapkan sebagai batas waktu maksimal terhadap utang atau kewajiban. 92 Pengertian jatuh tempo itu sendiri ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jatuh tempo mempunyai pengertian batas waktu pembayaran atau penerimaan sesuatu dengan yang ditetapkan; sudah lewat waktunya; kadaluarsa. Tidak dipergunakannya istilah jatuh waktu disini karena istilah ini tidak ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. 93 90 Jono, Op.cit, hlm 21 91 Menurut pakar hukum dan yurisprudensi, schuld dan hafting dapat dibedakan, tetapi pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan. Asas pokok haftung terdapat dalam Pasal 1131 KUHPerdata. 92 Sumadji P., Kamus Ekonomi Lengkap, Wipress, 2006, hlm.231 93 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, balai Pustaka, Jakarta, 1996, hlm. 404 Universitas Sumatera Utara Pengertian tempo mempunyai arti waktu, batas waktu, janji waktu yang dijanjikan. 94 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menentukan pengertian utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Pengaturan suatu utang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan juga wanprestasi dari salah satu pihak dapat mempercepat jatuh tempo utang, yang diatur di dalam perjanjian. Ketika terjadi default, jatuh tempo utang telah diatur, maka pembayaran utang dapat dipercepat dan menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih seketika itu juga sesuai dengan syarat dan ketentuan perjanjian. 95 Implementasi Penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang lebih banyak terjadi ketika debitor tidak memenuhi kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu sebagaimana yang telah diperjanjikan. 96 Kata “keadaan berhenti membayar” dalam Pasal 1 ayat 1 Faillissementsverordening berubah menjadi “tidak membayar” dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Debitor tidak membayar utang- utangnya kepada para kreditornya tidak memerlukan klasifikasi apakah debitor benar-benar tidak mampu melakukan pembayaran utang atau karena tidak mau 94 Ibid, hlm. 1033 95 Ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata 96 Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan Universitas Sumatera Utara membayar kendati debitor memiliki kemampuan. 97 1. Ketika debitor tidak membayar utang karena berhenti membayar utangnya, Dalam praktik pengadilan niaga muncul beberapa criteria debitor tidak membayar utangnya, antara lain: 2. Debitor tidak membayar utang ketika debitor tidak membayar dengan seketika dan sekaligus lunas kepada para kreditornya, 3. Debitor tidak membayar utang ketika debitor berhenti melakukan pembayaran terhadap angsuran yang telah disepakati sehingga debitor dapat dikatakan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana telah diperjanjikan, 4. Debitor tidak melakukan pembayaran atas utangnya meskipun terhadap perjanjian awal telah dilakukan amandemen. Tindakan ini menunjukkan bahwa debitor bersikap ingkar janji kepada kreditornya. 5. Debitor tidak pernah membayar utangnya yang terakhir meskipun tersebut di dalamnya 98 d. Pihak dalam permohonan pailit Berdasarkan Pasal 2 ayat 1, 2, 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menunjukkan bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi seorang debitor adalah : 1. Debitor yang bersangkutan 2. Kreditor atau para kreditor 97 Siti Anisah, Op.cit, hlm. 78 98 Ibid, hlm.83 Universitas Sumatera Utara 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum 4. Bank Indonesia apabila debitornya adalah bank 5. Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM apabila debitornya adalah 6. perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian 1. Menteri Keuangan apabila debitornya adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. 99 4. Prosedur permohonan Pailit Prosedur kepailitan dimulai dengan adanya permohonan pailit terhadap debitur yang memenuhi syarat, sesuai dengan ketentuan Paasal 2 Ayat 1 Undang- undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa: “Debitur yang memiliki 2 atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas setidaknya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri ataupun permohonan satu atau lebih krediturnya.” Dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan di atas, maka pemrohonan pailit terhadap debitur tersebut, dapat diajukan oleh satu atau lebih krediturnya ke pemgadilan niaga, yang merupakan badan pengadilan yang berhak memproses, memeriksa dan mengadili perkara kepailitan. Apabila permohonan pailit tersebut dikabulkan, maka pengadilan niaga akan mengeluarkan putusan yang menyatakan debitur tersebut dalam keadaan pailit. 99 Lihat ketentuan Pasal 2 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 UU Kepailitan Universitas Sumatera Utara Berdasarkan ketentuan dalam UU Kepailitan, ditentukan bahwa kreditur yang mengajukan permohonan kepailitan, merupakan pihak yang bertindak selaku pemohon pailit dan merupakan pihak yang mempunyai tagihan kepada debitur yang dimohonkan pailit. Debitur dan kepailitan dapat berupa badan hukum maupun institusi. Selain dapat diajukan oleh kreditur, berdasarkan Pasal 2 ayat 2 UU Kepailitan, untuk kepentingan umum permohonan kepailitan atas nama debitur dapat juga diajukan oleh kejaksaan. Prosedur dan proses kepailitan di pengadilan niaga, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Pasal 6 ayat 1 UU Kepailitan. b. Panitea pengganti mendaftarkan permohonan pernyataan pailit Pasal 6 ayat 2 UU Kepailitan. c. Paling lambat 2 dua hari setelah tanggal pendaftaran panitera menyampaikan permohonan kepada Ketua Pengadilan Niaga Pasal 6 ayat 4 UU Kepailitan. d. Paling lambat 3 tiga hari sejak tanggal permohonan pailit, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan tanggal sidang Pasal 6 ayat 5 UU Kepailitan. e. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan paling lambat 20 dua puluh hari setelah tanggal permohonan pailit didaftarkan Pasal 6 ayat 5 UU Kepailitan. Universitas Sumatera Utara f. Putusan Pengadilan Niaga atas permohonan pernyataan pailit, harus diucapkan paling lambat 60 enam puluh hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan Pasal 8 ayat 5 UU Kepailitan. g. Dalam putusan pernyataan pailit tersebut, harus diangkat kurator dan hakim pengawas Pasal 15 ayat 1 UU Kepailitan. Dalam mengajukan permohonan pailit, disyaratkan bahwa debitur haruslah memiliki dua atau lebih kreditur. Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditur dikenal dengan concursus creditorium. Kreditur yang mengajukan permohonan pailit bisa saja hanya satu atau beberapa kreditur yang mempunyai tagihan kepada debitur pailit. Seringkali kreditur dan sebitur yang dimohonkan pailit jumlahnya sangat banyak, sehingga Pengadilan Niaga dapat membentuk panitia kreditur dan kemudian menyelenggarakan rapat kreditur yang dipimpin hakim pengawas, untuk memudahkan kurator berhubungan dengan kreditur atas permintaan para kreditur. Setelah pernyataan pailit diucapkan, dalam putusan pailit atau dengan ketetapan kemudian dibentuk panitia kreditur yang terdiri dari 3 tiga orang yang dipilih oleh kreditur yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dinyatakan bahwa: “Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbuka secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi”. Dalam penjelasan Pasal 8ayat 4 UU Kepailian, bahwa yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua Universitas Sumatera Utara atau lebih kreditur dan fata adanya hutang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan jumlah utang, antara yang didalihkan atau diajukan oleh pemohon pailit dari termohon pailit, tidak menghlmangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit. Dengan dikabulkannya permohonan pernyataan pailit atas debitur oleh Pengadilan Niaga, sejak saat itu debitur dinyatakan pailit. Debitur telah atau berada dalam keadaan tidak mampu membayar atau insolven dan dilakukan likuidasi harta kekayaan debitur yang kemudian dibagikan kepada para krediturnya. Dengan diputuskan pailit terhadap debitur, debitur berada dalam keadaan insolven dan dilakukan pembagian harta kekayaan debitur, maka kepailitan kemudian berakhir.

B. Kepailitan dalam bank

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab PT. Eric Dirgantara Tour & Travel Terhadap Penumpang Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

1 75 113

Kedudukan Dan Tanggung Jawab Komisaris Independen Pada Perseroan Terbuka Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (Riset : PT. Central Proteinaprima Tbk.)

0 44 131

Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

0 44 146

Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 90 158

Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

0 36 133

Tanggung Jawab Pengelola Mal Terhadap Pelanggaran Hak Cipta yang Dilakukan oleh Penyewa Menurut Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

0 54 127

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS TERHADAP KURATOR YANG MERUGIKAN HARTA PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004.

0 0 1

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 0 2

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 0 17

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 2 38