56
BAB III KEPAILITAN DALAM SUATU BANK
A. Tinjauan Umum Mengenai Kepailitan
1. Filosofis Lahirnya Hukum Kepailitan
Di dalam ilmu penegtahuan hukum perdata, di samping hak menagih vonderingsrecht, apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar
utangnya, maka kreditur memiliki hak menagih kekayaan debitur, sebesar piutangnya kepada debitur tersebut verhaalstrecht.
48
a. Pemenuhan prestasi;
Apabila seorang debitur, mengabaikan atau mengalpakan kewajiban dan karean itu melakukam ncacat prestasi, maka krediturnya dapat menuntut:
b. Ganti rugi pengganti dua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan
penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal-balik, maka sebagai gantinya kreditur dapat menuntut;
c. Pembatalan persetujuan plus ganti rugi.
49
Mariam Darus juga menyebutkan bahwa seorang kreditur memiliki hak-hak bila debiturnya ingkar janji:
a. Hak menuntut pemenuhan perikatan nakomen;
b. Hak menuntut pemutusan perikatan tau apabilaperikatan itu bersifat timbal
balik, menuntut pembatalan perikatan ontbinding; c.
Hak menuntut ganti rugi schade vergoeding;
48
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 9
49
F. Tengker, Hukum Suatu Pendekatan Elementer , Bandung, 1993, hlm. 80
Universitas Sumatera Utara
d. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;
e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengna ganti rugi.
50
Paul H. Brietzke menyebutkan, “Creditors who provide capital through debt finance are searching for the lowest risk return ratio they can find
anywhere in the world, so as to maximise the value of funds thy have available to lend.”
51
a. Debitur bertangggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya baik yang
berupa barang bergerak maupun barang yang tudak bergerak, baik yang ada pada saat ini maupun yang akan ada di kemudian hari yang menjadi
jaminanatas semua utangnya Pasal 1131, Pasal 1133. Tuntutan terhadap kewajiban debitur untuk melaksanakan prestasinya itu menurut
hukum adalah sebagai berikut:
b. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam hak-hak kebendaan, maka
hak-hak pribadi yang timbul pada saat-saat yang berbeda akan memiliki peringkat yang sama paritas creditorium Pasal 1132
c. Dalam hlm seorang debitur mempunyai bebrapa kreditur yang pada saat
bersama –sama secara berturut-turut mengajukan tuntutan atas harta kekayaan debitur, maka mereka akan dipenuhi tuntutannya menurut tertib
pengajuan tagihan itu dilakukan. Hlm ini berarti, kreditur yang akan mengajukan tagihan terlebih dahulu akan memperoleh pembayarannya lebi
dahulu dibandingkan dengan kreditur yang lain.
50
Mariam Darus Badrulzaman, Opcit, hlm.21
51
Paul H. Bietzke, Securation and Bankruptcy in Indonesia: Theme and Variations, Indonesia, 2000, hlm.61
Universitas Sumatera Utara
Lembaga hukum kepailitan merupakan perangkat yang disediakan olwh hukum untuk menyelesaikan utang piutang diantara kreditur dengan debitur.
Filosofi hukum kepailitan adalah untuk mengatasi permasalahan apabila seluruh harta debitur tidak cukup untu membayar seluruh hutang-utangnya kepada para
krediturnya. Hakikat tujuan adanya kepailitan adalah adanya proses yang berhubungan dengan pembagian harta kekayaan dari debitur kepada para
krediturnya. Kepailitan merupakan jalan keluar untuk proses pendistribusian harta kekayaan debitur yang nantinya merupakan boedel pailit secara pasti dan adil.
Kepailitan merupakan exit from financial distress yaitu salah 1 jalan keluar dari persoalan yang membeli secara financial yang sudah tidak bisa diselesaikan.
52
Undang-undang kepailitan khususnya tidak membicarakan persoalan mengenai apakah debitur dapat dimintai pertanggungjawaban atas kekayaan finansialnya.
53
Undang-undang Kepailitan bervicara secara netral tentang kepailitan menyangkut debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar.
54
Undnag- undang kepailitan tidak berbicara mengapa seorang jatuh bangkrut. Undan-undang
kepailitan tidak membedakan antara seorang yang pailit karena melakukan penipuan atau yang jatuh pailit di luar kesalahannya. Undang-undang ini hanya
mengatur bahwa pada saat ditagih orang tersebut tidak membayar utangnya
55
Zainal Asikin menyebutkan bahwa, “hukum kepailitan mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu melalui hukum kepailitan akan diadakan suatu
penyitaanumum eksekusi massal terhadap seluruh harta kekayaan debitor, yang
52
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Medan, Usu Press, 2009, hlm. 16
53
MR. J.B. Huizink, Insoventie, alih bahasa LInus Dolujawa, Jakarta, 2004, hlm.1
54
ibid
55
Sunarmi, Opcit, hlm. 17
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya akan dibagikan kepada kreditor secara seimbang dan adil dibawah pengawasanpetugas yang berwenang.”
56
Instrumen hukum kepailitan sangat penting di dalam hukum kita, karena jika instrumen hukum itu tidak ada, kesemrawutan setidak-tidaknya yang menyangkut
pelaksanaan hak-hak ganti kerugian akan timbul.
57
Dari ketentuan dua pasal di atas jelas ditegaskan bahwa seorang debitor diwajibkan untuk membayar seluruh utang-utangnya dengan seluruh harta
kekayaannya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada saat ini maupun yang akan ada dikemudian hari. Ketentuan Pasal 1131 dan Pasal
1132 KUH Perdata merupakan jaminan adanya kepastian hukum yang memberikan perlindungan kepada para kreditor. Debitor dipaksa untuk memenuhi prestasinya
kepada kreditor. Apabila debitor lalai yang berarti telah terjadi wan prestasi, maka Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi
dari dua asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menentukan bahwa semua benda bergerak dan tidak bergerak
dari seorang debitor, baik yang sekarang ada, maupun yang akan diperolehnya yang masih akan ada, menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya.
Pasal 1132 KUH Perdata menentukan bahwa benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para kreditornya bersama-sama dan hasil penjualan atas
benda-benda itu akan dibagi diantara mereka secara seimbang, menurut imbangan perbandingan tagihan-tagihan mereka, kecuali bilamana diantara mereka atau para
kreditor terdapat alasan-alasan pendahuluan yang sah.
56
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Di Indonesia, Jakarta, 1991, hlm.24
57
Mr.J.B. Huizink, Opcit, hlm.1
Universitas Sumatera Utara
seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitor akan dibagi secara seimbang kepada kreditor
berdasarkan perimbangan jenis piutang dan besar kecilnya piutang masing- masing.
58
a. Kekecualian atas Pasal 1131 adalah bahwa sementara barang walaupun
dimiliki debitur, namun tidak dapat digunakan untuk memenuhi taguhan kreditur seperti barang yang tidak dapat disita, barang-barang yang
termasuk rincian Pasal 22 UU Kepailitan. Debitur dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditur. Apabila
debitur lalai yang berarti telah menjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta
kekayaan debitur akan dibagi secara seimbang kepada kreditur berdasarkan perimbangan jenis piutang dan besar-kecilnya piutang masing-masing.
Pada prinsip yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata terdapat 3 tiga pengecualian, yaitu:
b. Sebaliknya ada barang-barang yang tidak dimiliki debitur, namun dapat
menjadi obyek eksekusi para kreditur dan hasil penjualannya dapat dipakai guna menyelesaikan tagihan kreditur, yakni barang milik pihak ketiga yang
diagunkan sebagai jaminan atas pembayaran kembali uang debitur. c.
Hak kreditur tertentu untuk didahulukan berdasarkan Pasal 1133 KUHPerdata
Menurut Pradjoto, secara eksplisit dua pasal tersebut mrngisyaratkan
58
Sunarmi, Opcit, hlm. 18
Universitas Sumatera Utara
beberapa hlm, yaitu: 1.
Bahwa debitr akan dipaksa untuk menjalankan prestasinya membayar sejumlah utangnya terhadap kreditur dengan jaminan seluruh harta
kekayaannya. Inilah yang disebut dengan jaminan kepastian hukum bagi para kreditur untuk memperoleh pelunasan dari debitur.
2. Semua kreditur pada prinsipnya memiliki hak yang sama, kecuali juka
terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan pelunasannya. Alasan ini semata-mata didasarkan kepada hak yang diberikan oleh Undang-
undang, yaitu mereka yang memiliki hak-hak istimewa seperti: hak atas tanggungan maupun hak gadai.
3. Dalam hlm harta kekayaan debitur memiliki nilai yang lebih dari cukup
untuk memenuhi pelunasan terhadap seluruh utangnya, maka persoalan yang berkaitan dengan istilah kreditur utama dan kreditur konkuren
menjadi tidak relevan. 4.
Ada sita eksekusi atas seluruh kekayaan debitur. Sita dilakukan sepenuhnya terhadap harta kekayaan. Sita eksekusi dilakukan semata-mata
untuk kepentingan debitur.
59
Selanjutnya disebutkan oleh beliau, bahwa generic dari ketentuan tersebut di atas mengisyaratkan bahwa hukum menghendaki adanya perlindungan
bagi kreditur dan paksaan bagi debitur untuk melunasi kewajiban keuangannya. Olreh karena sifat pakaan kepada debitur ini jugta harus memperhatikan asas
keadilan, maka perumusan yang terperinci mengenai hukum kepailitan menjadi
59
Pradjoto, RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan, Makalah disampaikan dalam Seminar Sosialisasi RUU tentang Kepailitan oleh BPHN dan ELLIPS PROJECT, 27 Juli 1999, Jakarta
Universitas Sumatera Utara
persoalaan yang imperative sifatnya. Itulah sebabnya ketentuan tentang kepailitan dirumuskan secara tersendiri, guna mencegah lahirnya proses penyitaan maupun
proses eksekusi yang dilakukan oleh kreditur secara individual. Hlm ini disebabkan hakikat dari ketentuan tentang kepailitan adalh identik dengan adanya
usaha bersama dari para kreditur untuk melakukan penyitaan umum terhadap harta debitur.
Di dalam kepailitan dihindari terjadinya berbagai kemungkinan factual dan yuridis yang mungkin timbul di dalam kegiatan khusus untuk mendapatkan
barang-barang milik debitur. Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang milik debitur untuk kepentingan kreditur secara bersama. Semua barang
dieksekusi dan hasilnya dikurangi biaya eksekusi.
60
2. Pengertian Kepailitan
Dalam hlm ini UU Kepailitan kelihatannya kebih berpihak kepada kepentingan kreditur. Ketentuan dalam UU No.4 Tahun 1998 belum sepenuhnya
berdasarkan asas pemberian perlindungan yang seimbang bagi para pihak yang terkait dan berkepentingan dalam kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UU
No. 4 Tahun 1998. Oleh karena itu UU No.37 Tahun 2004 dilahirkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU No.4 Tahun
1998.
Istilah pailit dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau
kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau
60
MR. J.B. Huzungk, Opcit, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
berhenti membayar utangnya disebut dengan Le faille. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda
dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris digunakan istilah to fail, dan di dalam bahasa Latin digunakan istilah failire.
61
Di Negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah “bankrupt” dan “bankruptcy”. Terhadap
perusahaan- perusahaan debitor yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”. Sedangkan pengertian kepailitan
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang peristiwa kepailitan.
62
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.
Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan financial distress dari usaha debitor yang telah mengalami
kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilanyang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada
maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan
utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional prorate parte dan sesuai
dengan struktur kreditor.
63
61
Zainal Asikin, Opcit, hlm. 16
62
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah
Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 28 Februari 2003, hlm. 16
63
Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktek dan Peradilan, Jakarta, 2008, hlm.1
Universitas Sumatera Utara
Dalam kepustakaan, kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor untuk melunasi utang-utangnya kepada
kreditor.
64
Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau Bankrupt adalah “the state or conditional of a person individual, partnership, corporation, municipality who is
unable to pay its debt as they are, or became due. The teerm includes a person against whom am involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary
petition, or who has been adjudged a bankrupt”
65
Dari pengertian bankrupt yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary di atas diketahui bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan
untuk membayar” dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak
dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan proses pengajuan ke Pengadilan, baik atas permintaan debitor itu
sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. Selanjutnya pengadilan akan memeriksa dan memutuskan tentang ketidakmampuan seorang
debitor. Keputusan tentang pailitnya debitor haruslah berdasarkan keputusan Pengadilan, dalam hlm ini adalah Pengadilan Niaga yang diberikan kewenangan
untuk menolak atau menerima permohonan tentang ketidakmampuan debitor. Keputusan Pengadilan ini diperlukan untuk memenuhi asas publisitas, sehingga
perihlm ketidakmampuan seorang debitor itu akan dapat diketahui oleh umum. Seorang debitor tidak dapat dinyatakan pailit
64
Algra, N.E., Inleiding To Het Nederlands Privaatrecht, Tjeenk Willink, Groningen, 1974, hlm. 425
65
Ahmad Yani, Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 11
Universitas Sumatera Utara
sebelum ada putusan pailit dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi kepailitan merupakan eksekusi massal yang ditetapkan dengan
keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu
pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang
berwenang, sehingga sesungguhnya kepailitan bertujuan untuk: a.
Mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditor secara perorangan.
b. Ditujukan hanya mengenai harta benda debitor, bukan pribadinya. Jadi
debitor, tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
66
Hakikat dari sitaan umum terhadap harta kekayaan debitor adalah bahwa maksud adanya kepailitan adalah untuk menghentikan aksi terhadap
perebutan harta pailit oleh para kreditornya serta untuk menghentikan lalu lintas transaksi terhadap harta pailit oleh debitor yang kemungkinan akan merugikan para
kreditornya. Dengan adanya sitaan umum tersebut, maka harta pailit dalam status dihentikan dari segala macam transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta
pailit tersebut diurus oleh kurator. Ronald A. Anderson dan Walter A. Kumf berpendapat bahwa:
“Bankruptcy and insolvency laws provide a means by which the debtor may yield or be compelled to yield to a court the property has so that he will be relieved of all
66
Bernardette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,CV. Mandar Maju, Bandung, hlm.1
Universitas Sumatera Utara
unpaid debts andcan start economic life a new.”
67
Kepailitan memang tidak merendahkan martabatnya sebagai manusia, tetapi apabila ia berusaha untuk memperoleh kredit, disanalah baru terasa baginya
dosa artinya sudah pernah dinyatakan pailit. Dengan perkataan lain, kepailitan memengaruhi “credietwaardigheid”-nya dalam arti yang merugikannya, ia tidak
akan mudah mendapatkan kredit. Terminologi kepailitan sering dipahami secara tidak tepat oleh
kalangan umum. Sebagian mereka menganggap kepailitan sebagai vonis yang berbau tindakan kriminal serta merupakan suatu cacat hukum atas subyek hukum,
karena itu kepailitan harus dijauhkan serta dihindari sebisa mungkin. Kepailitan secara apriori dianggap sebagai kegagalan yang disebabkan karena kesalahan dari
debitor dalam menjalankan usahanya sehingga menyebabkan utang tidak mampu dibayar. Oleh karena itu, kepailitan sering diidentikkan sebagai pengemplangan
utang atau penggelapan terhadap hak-hak yang seharusnya dibayarkan kepada kreditor.
68
a. R. Soekardono menyebutkan kepailitan adalah penyitaan umum atas harta
kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Balai Mengenai defenisi kepailitan itu sendiri tidak ditemuka n dalam
Faillissement Verordening maupun dalam Undang-undang No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun dalam
rangka untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas ada baiknya diketahui pendapat dari beberapa sarjana tentang pengertian pailit tersebut.
67
Ronald A. Anderson, Walter A. Kumf, Business Law: Princinpal and Cases Fourth Edition, South Western Publishing Co. Cincimati, Ohio, 1967, hlm. 82
68
Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hlm.2
Universitas Sumatera Utara
Harta Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan pemberesan boedel dari orang yang pailit.
b. Menurut Memori van Toelichting Penjelasan Umum. Kepailitan adalah
suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan siberutang guna kepentingannya bersama para yang mengutangkan.
69
c. Siti Soemarti Hartono mengatakan kepailitan adalah suatu lembaga hukum
dalam hukum perdata Eropa sebagai realisasi dari dua asas pokok dalam hukum perdata Eropa yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. d.
Mohammmad Chidir Ali berpendapat bahwa kepailitan adalah pembeslahan massal dan pembayaran yang merata serta pembagian yang
seadil-adilnya diantara para kreditor dengan di bawah pengawasan pemerintah.
Selanjutnya menjelaskan: 1.
Pembeslahan massal, mempunyai pengertian bahwa dengan adanya vonis kepailitan, maka semua harta pailit kecuali yang tercantum dalam Pasal 20
Faillissement Verordening, dibeslag untuk menjamin semua hak-hak kreditor si pailit.
2. Pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya menurut
posisipiutang dari para kreditor yaitu:
a.
Golongan kreditor separatis.
b.
Golongan kreditor preferen.
69
R. Suryatin, Hukum Dagang I dan II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hlm.264
Universitas Sumatera Utara
c.
Golongan kreditor konkuren. 3.
Dengan di bawah pengawasan pemerintah. Artinya, bahwa Pemerintah ikut campur dalam pengertian mengawasi dan mengatur penyelenggaraan
penyelesaian boedel si pailit, dengan mengerahkan alat-alat perlengkapannya yaitu:
a.
Hakim Pengadilan Niaga
d.
Hakim Komisaris
e.
Kurator Dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum, pailit diartikan sebagai
debitor yang berutang yang berarti membayar utang-utangnya. Hlm ini tercermin dalam Pasal 1 Faillissement Verordening Peraturan Kepailitan yang menentukan:
“Setiap pihak yang berutang debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, dengan putusan hakim, baik atas permintaan sendiri
maupun atas permintaan seorang atau lebih pihak berutangnya kreditornya, dinyatakan dalam keadaan pailit”.
Dari rumusan Pasal 1 Faillissement Verordening di atas dapat diketahui bahwa agar debitor dapat dinyatakan pailit, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: 1.
Terdapat keadaan berhenti membayar, yakni bila seorang debitor sudah tidak mampu atau tidak mau lagi membayar utang-utangnya.
2. Harus terdapat lebih dari seorang kreditor, dan salah seorang dari mereka
itu piutangnya sudah dapat ditagih.
Universitas Sumatera Utara
Istilah berhenti membayar tidak mutlak harus diartikan debitor sama sekali berhenti membayar utang-utangnya. Tetapi debitor dapat dikatakan dalam
keadaan berhenti membayar, apabila ketika diajukan permohonan pailit ke Pengadilan, debitor berada dalam keadaan tidak dapat membayar utangnya.
70
dapat atau tidak mau membayar. Perihlm “keadaan berhenti membayar” tidak dijumpai perumusannya baik di
dalam Undang-undang, Yurisprudensi, maupun pendapat para sarjana. Hanya ada pedoman umum yang disetujui, yaitu untuk pernyataan kepailitan tidak
perlu ditujukan bahwa debitor tidak mampu untuk membayar utangnya, dan tidak diperdulikan, apakah berhenti membayar itu sebagai akibat dari tidak
71
“Kepailitan adalah sita umum atas semua harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengertian pailit tercermin dalam pasal
1 ayat 1 yang menentukan : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan
seorang atau lebih kreditornya.” Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengertian pailit dijumpai dalam Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan:
70
Mohammad Chaidir Ali, Yurisprudensi Hukum Dagang, Alumni, Bandung, 1982, hlm.475
71
Siti Soemarni Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm.8
Universitas Sumatera Utara
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.” Pasal 1 angka 1 ini secara tegas menyebutkan bahwa kepailitan adalah sita
umum, bukan sita individual. Karena itu disyaratkan dalam Undang-undang Kepailitan bahwa untuk mengajukan permohonan pailit harus memiliki 2 dua
atau lebih kreditor. Seorang debitor yang hanya memiliki 1 satu kreditor tidak dapat
dinyatakan pailit. Hlm ini bertentangan dengan prinsip sita umum. Bila hanya satu kreditor maka yang berlaku adalah sita individual. Sita individual bukanlah sita
dalam kepailitan. Dalam sita umum maka seluruh harta kekayaan debitor akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan Kurator. Debitor tidak memiliki hak
untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Pernyataan pailit ini tidak boleh diputuskan begitu saja, melainkan harus
didahului dengan pernyataan pailit oleh Pengadilan, baik atas permohonan sendiri secara sukarela maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. Selama
debitor belum dinyatakan pailit oleh Pengadilan, selama itu pula yang bersangkutan masih dianggap mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh
tempo. Pernyataan pailit ini dimaksudkan untuk menghindari penyitaan dan eksekusi perseorangan atas harta kekayaan debitor yang tidak mampu melunasi
utang- utangnya lagi. Dengan adanya pernyataan pailit di sini, penyitaan dan eksekusi harta kekayaan debitor dilakukan secara umum untuk kepentingan
kreditor-kreditornya. Semua kreditor mempunyai hak yang sama terhadap pelunasan utang-utang
debitor, harta kekayaan yang telah disita dan dieksekusi tersebut harus dibagi-bagi
Universitas Sumatera Utara
secara seimbang, sesuai dengan besar-kecilnya piutang masing-masing. Dengan demikian, pernyataan pailit hanya menyangkut harta kekayaan milik debitor saja,
tidak termasuk status dirinya.
72
3. Syarat mengajukan kepailitan
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dapat dilihat pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang berbunyi bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebh kreditor dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri
atau maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
73
a. Syarat adanya 2dua kreditur atau lebih
Syarat-syarat permohonan pailit sebagaimana telah ditentukan Pasal 2 ayat 1 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Adanya persyaratan concursus creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek dimana rasio
kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk kemudian setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai
perdamaian atau accoord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda
72
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm.12
73
Ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Universitas Sumatera Utara
debitor untuk kemudian dibagi-bagikan hasil perolehannya kepada semua kreditor sesuai urutan tingkat kreditor yang telah diatur oleh undang-undang.
74
Jika debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi Undang-Undang Kepailitan kehilangan raison d’etre-nya. Bila debitor hanya memiliki satu
kreditor, maka seluruh harta kekayaan debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari
passu pro rata parte, dan terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu kreditor.
75
Undang-undang Kepailitan tidak mengatur secara tegas mengenai pembuktian bahwa debitor mempunyai dua kreditor atau lebih, namun oleh karena
di dalam hukum kepailitan berlaku pula hukum acara perdata, maka Pasal 116 HIR berlaku dalam hlm ini. Pasal 116 HIR atau Pasal 1865 Burgerlijk Wetboek
menegaskan bahwa beban wajib bukti burden of proof dipakai oleh pemohon atau penggugat untuk membuktikan diri posita gugatannya,
76
maka pemohon pernyataan pailit harus dapat membuktikan bahwa debitor mempunyai dua atau lebih kreditor sebagaimana telah dipersyaratkan oleh
undang-undang kepailitan. maka sesuai
dengan prinsip pembebanan wajib bukti di atas,
77
74 75
Jono, , , , hlm.5
76
Lihat ketentuan Pasal 116 HIR dan Pasal 1865 KUHPerdata
77
Sutan Remi Sjaydeni, , , hlm.64-65
Ketentuan mengenai adanya syarat dua atau lebih kreditor di dalam permohonan pernyataan pailit, maka terhadap definisi mengenai kreditor harus
Universitas Sumatera Utara
diketahui terlebih dahulu. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tidak memberikan definisi yang jelas mengenai “kreditor”. Menurut
Sutan Remy Sjahdeini, harus dibedakan pengertian kreditor dalam kalimat “...mempunyai dua atau lebih kreditor…”, dan “...atas permohonan seorang atau
lebih kreditornya...”.
78
Dalam kalimat pertama, yang dimaksud kreditor adalah sembarang kreditor, baik kreditor separatis, kreditor preferen, maupun kreditor konkuren.
Sedangkan dalam kalimat kedua, kata “kreditor” disini dimaksudkan untuk kreditor konkuren. Kreditor konkuren berlaku dalam definisi kreditor pada kalimat
kedua dikarenakan seorang kreditor separatis tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat kreditor separatis
telah terjamin sumber pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang dibebani dengan hak jaminan.
79
Pendapat Sutan Remy Sjahdeini ini diperkuat pula oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 07 KN1999 tanggal 4 Februari
1999 yang mengemukakan dalam pertimbangan hukumnya bahwa kreditor separatis yang tidak melepaskan haknya terlebih dahulu sebagai kreditor separatis,
bukanlah kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.
80
Disahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka telah didapat pengertian
“kreditor” sebagaimana terdapat di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-
78
Jono, Opcit, hlm. 8
79
Ibid, hlm.9
80
Sutan Remi Sjahdeni, Op.cit, hlm. 65
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
81
Berkaitan dengan ada tidaknya pelepasan hak agunan kreditor separatis terhadap pengajuan permohonan pailit, terhadap kreditor telah
diatur secara jelas di dalam Pasal 138 undang-undang yang sama.
82
b. Syarat harus adanya utang
Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan yang baru ini, maka kreditor separatis dan kreditor preferen dapat tampil sebagai kreditor konkuren tanpa harus
melepaskan hak-hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya, tetapi dengan catatan bahwa kreditor separatis dan kreditor preferen
dapat membuktikan bahwa benda yang menjadi agunan tidak cukup untuk melunasi utangnya debitor pailit.
Pengertian mengenai utang di dalam hukum kepailitan Indonesi mengikuti setiap perubahan aturan kepailitan yang ada. Di dalam Faillissementsverordening
tidak diatur tentang pengertian utang. Faillissementsverordening menentukan bahwa putusan pernyataan pailit dikenakan terhadap “de schuldenaar, die in en
toestand verkeert daj hij heft apgehouden te betalen”. Dari ketentuan ini, dapat diterjemahkan dalam beberapa versi, yaitu :
1. pertama : “setiap debitor orang yang berutang yang tidak mampu
membayar utangnya yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang tersebut
2. kedua : setiap berutang yang berada dalam keadaan telah berhenti
membayar utang-utangnya 3.
ketiga : setiap debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya.
83
81
Ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan
82
Ketentuan Pasal 138 UU Kepailitan
83
Jono, Opcit, hlm.10
Universitas Sumatera Utara
Sama hlmnya dengan Faillissementsverordening, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan juga tidak mengatur pengertian utang. Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 menentukan debitor dapat dinyatakan pailit apabila “tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
kepada kreditor”. Undang-undang ini hanya menentukan utang yang tidak dibayar oleh debitor adalah utang pokok atau bunga. Hlm ini berarti permohonan
pernyataan pailit terhadap debitor dapat dilakukan apabila ia dalam keadaan berhenti membayar utang atau ketika ia tidak membayar bunganya saja.
84
Menurut Jerry Hoff, istilah hukum “utang” dalam Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan menunjuk kepada hukum
kewajiban dalam hukum perdata. Kewajiban atau utang dapat timbul baik dari perjanjian maupun undang-undang dimana hlm tersebut terdapat kewajiban untuk
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
85
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terdapat perubahan pengertian tentang
utang. Utang diartikan sebagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik
secara langsung maupun yang akan timbul karena perjanjian atau undang-undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.
86
Berdasarkan pengertian utang di atas, permohonan pernyataan pailit dikabulkan apabila “debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak
84
Siti Anisah, OP.cit, hlm. 53
85
Lihat ketentuan Pasal 1233 dan 1234 KUHPerdata
86
Pasal 1 Angka 6 UU Kepailitan
Universitas Sumatera Utara
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri
maupun atas permintaan satu atau lebih kreditornya”.
87
Namun telah diaturnya pengertian mengenai utang dan syarat dikabulkannya permohonan pernyataan
pailit di dalam undang-undang ini ternyata dianggap belum mampu mengakomodasi ketentuan tentang persyaratan permohonan pernyataan pailit yang
banyak diterapkan oleh Negara lain, seperti misalnya mengenai batasan minimal nominal utang yang dapat diajukan pailit. Batasan minimal nominal utang yang
dimiliki oleh debitor sebagai syarat permohonan pernyataan pailit dianggap penting untuk membatasi jumlah permohonan pernyataan pailit. Pembatasan ini
sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap kreditor mayoritas dari kesewenangwenangan kreditor minoritas, dan untuk mencegah kreditor dengan
piutang sangat kecil dibandingkan dengan aset yang dimiliki debitor, mengabulkan permohonan pernyataan pailit, dan dikabulkan oleh hakim.
88
c. Syarat adanya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan syarat
untuk dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan, yaitu : 1.
terdapat minimal 2 dua orang kreditor 2.
debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dan 3.
Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
89
87
Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan
88
Siti Anisah, Op.cit, hlm.71
89
Bagus Irawan, , , , hlm. 16
Universitas Sumatera Utara
Syarat yang ada pada poin ketiga di atas, menunjukkan bahwa adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah
mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi prestasinya. Menurut Jono, hak ini menunjukkan adanya utang yang harus lahir dari perikatan sempurna
yaitu adanya schuld dan haftung.
90
Schuld yang dimaksud disini adalah kewajiban setiap debitor untuk menyerahkan prestasi kepada kreditor, dan karena itu debitor
mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan haftung adalah bentuk kewajiban debitor yang lain yaitu debitor berkewajiban untuk membiarkan harta
kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor guna pelunasan utang tadi, apabila debitor tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut.
91
Di sisi lain, suatu utang dikatakan jatuh tempo dan dapat ditagih yaitu apabila utang itu sudah waktunya untuk dibayar. Penggunaan istilah jatuh tempo
merupakan terjemahan dari istilah “date of maturity”. Date of maturity atau tanggal jatuh tempo adalah tanggal yang ditetapkan sebagai batas waktu maksimal
terhadap utang atau kewajiban.
92
Pengertian jatuh tempo itu sendiri ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jatuh tempo mempunyai pengertian batas waktu pembayaran atau
penerimaan sesuatu dengan yang ditetapkan; sudah lewat waktunya; kadaluarsa. Tidak dipergunakannya istilah jatuh waktu disini
karena istilah ini tidak ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
93
90
Jono, Op.cit, hlm 21
91
Menurut pakar hukum dan yurisprudensi, schuld dan hafting dapat dibedakan, tetapi pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan. Asas pokok haftung terdapat dalam Pasal 1131 KUHPerdata.
92
Sumadji P., Kamus Ekonomi Lengkap, Wipress, 2006, hlm.231
93
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, balai Pustaka, Jakarta, 1996, hlm. 404
Universitas Sumatera Utara
Pengertian tempo mempunyai arti waktu, batas waktu, janji waktu yang dijanjikan.
94
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menentukan pengertian utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya
sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
Pengaturan suatu utang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan juga wanprestasi dari salah satu pihak dapat mempercepat jatuh tempo utang, yang diatur di dalam
perjanjian. Ketika terjadi default, jatuh tempo utang telah diatur, maka pembayaran utang dapat dipercepat dan menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih
seketika itu juga sesuai dengan syarat dan ketentuan perjanjian.
95
Implementasi Penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang lebih banyak
terjadi ketika debitor tidak memenuhi kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu sebagaimana yang telah diperjanjikan.
96
Kata “keadaan berhenti membayar” dalam Pasal 1 ayat 1 Faillissementsverordening berubah menjadi “tidak membayar” dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Debitor tidak membayar utang- utangnya kepada para kreditornya tidak memerlukan klasifikasi apakah debitor
benar-benar tidak mampu melakukan pembayaran utang atau karena tidak mau
94
Ibid, hlm. 1033
95
Ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata
96
Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan
Universitas Sumatera Utara
membayar kendati debitor memiliki kemampuan.
97
1. Ketika debitor tidak membayar utang karena berhenti membayar
utangnya, Dalam praktik pengadilan
niaga muncul beberapa criteria debitor tidak membayar utangnya, antara lain:
2. Debitor tidak membayar utang ketika debitor tidak membayar dengan
seketika dan sekaligus lunas kepada para kreditornya, 3.
Debitor tidak membayar utang ketika debitor berhenti melakukan pembayaran terhadap angsuran yang telah disepakati sehingga debitor
dapat dikatakan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana telah diperjanjikan,
4. Debitor tidak melakukan pembayaran atas utangnya meskipun terhadap
perjanjian awal telah dilakukan amandemen. Tindakan ini menunjukkan bahwa debitor bersikap ingkar janji kepada kreditornya.
5. Debitor tidak pernah membayar utangnya yang terakhir meskipun
tersebut di dalamnya
98
d. Pihak dalam permohonan pailit
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1, 2, 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang menunjukkan bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi seorang debitor adalah :
1. Debitor yang bersangkutan
2. Kreditor atau para kreditor
97
Siti Anisah, Op.cit, hlm. 78
98
Ibid, hlm.83
Universitas Sumatera Utara
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum
4. Bank Indonesia apabila debitornya adalah bank
5. Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM apabila debitornya adalah
6. perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian 1.
Menteri Keuangan apabila debitornya adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang
bergerak di bidang kepentingan publik.
99
4. Prosedur permohonan Pailit
Prosedur kepailitan dimulai dengan adanya permohonan pailit terhadap debitur yang memenuhi syarat, sesuai dengan ketentuan Paasal 2 Ayat 1 Undang-
undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa: “Debitur yang memiliki 2 atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas setidaknya satu hutang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri ataupun permohonan satu atau lebih krediturnya.”
Dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan di atas, maka pemrohonan pailit terhadap debitur tersebut, dapat diajukan oleh satu atau lebih krediturnya ke
pemgadilan niaga, yang merupakan badan pengadilan yang berhak memproses, memeriksa dan mengadili perkara kepailitan. Apabila permohonan pailit tersebut
dikabulkan, maka pengadilan niaga akan mengeluarkan putusan yang menyatakan debitur tersebut dalam keadaan pailit.
99
Lihat ketentuan Pasal 2 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 UU Kepailitan
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan dalam UU Kepailitan, ditentukan bahwa kreditur yang mengajukan permohonan kepailitan, merupakan pihak yang bertindak selaku
pemohon pailit dan merupakan pihak yang mempunyai tagihan kepada debitur yang dimohonkan pailit. Debitur dan kepailitan dapat berupa badan hukum
maupun institusi. Selain dapat diajukan oleh kreditur, berdasarkan Pasal 2 ayat 2 UU Kepailitan, untuk kepentingan umum permohonan kepailitan atas nama
debitur dapat juga diajukan oleh kejaksaan. Prosedur dan proses kepailitan di pengadilan niaga, dapat diuraikan
sebagai berikut: a.
Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Pasal 6 ayat 1 UU Kepailitan.
b. Panitea pengganti mendaftarkan permohonan pernyataan pailit Pasal 6
ayat 2 UU Kepailitan. c.
Paling lambat 2 dua hari setelah tanggal pendaftaran panitera menyampaikan permohonan kepada Ketua Pengadilan Niaga Pasal 6 ayat
4 UU Kepailitan. d.
Paling lambat 3 tiga hari sejak tanggal permohonan pailit, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan tanggal sidang Pasal 6 ayat 5
UU Kepailitan. e.
Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan paling lambat 20 dua puluh hari setelah tanggal permohonan pailit
didaftarkan Pasal 6 ayat 5 UU Kepailitan.
Universitas Sumatera Utara
f. Putusan Pengadilan Niaga atas permohonan pernyataan pailit, harus
diucapkan paling lambat 60 enam puluh hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan Pasal 8 ayat 5 UU Kepailitan.
g. Dalam putusan pernyataan pailit tersebut, harus diangkat kurator dan
hakim pengawas Pasal 15 ayat 1 UU Kepailitan. Dalam mengajukan permohonan pailit, disyaratkan bahwa debitur haruslah
memiliki dua atau lebih kreditur. Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditur dikenal dengan concursus creditorium. Kreditur yang mengajukan
permohonan pailit bisa saja hanya satu atau beberapa kreditur yang mempunyai tagihan kepada debitur pailit. Seringkali kreditur dan sebitur yang dimohonkan
pailit jumlahnya sangat banyak, sehingga Pengadilan Niaga dapat membentuk panitia kreditur dan kemudian menyelenggarakan rapat kreditur yang dipimpin
hakim pengawas, untuk memudahkan kurator berhubungan dengan kreditur atas permintaan para kreditur. Setelah pernyataan pailit diucapkan, dalam putusan
pailit atau dengan ketetapan kemudian dibentuk panitia kreditur yang terdiri dari 3 tiga orang yang dipilih oleh kreditur yang telah mendaftarkan diri untuk
diverifikasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dinyatakan bahwa:
“Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbuka secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi”. Dalam penjelasan Pasal 8ayat 4 UU Kepailian, bahwa yang dimaksud
dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua
Universitas Sumatera Utara
atau lebih kreditur dan fata adanya hutang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan jumlah utang, antara yang didalihkan atau diajukan
oleh pemohon pailit dari termohon pailit, tidak menghlmangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.
Dengan dikabulkannya permohonan pernyataan pailit atas debitur oleh Pengadilan Niaga, sejak saat itu debitur dinyatakan pailit. Debitur telah atau
berada dalam keadaan tidak mampu membayar atau insolven dan dilakukan likuidasi harta kekayaan debitur yang kemudian dibagikan kepada para
krediturnya. Dengan diputuskan pailit terhadap debitur, debitur berada dalam keadaan insolven dan dilakukan pembagian harta kekayaan debitur, maka
kepailitan kemudian berakhir.
B. Kepailitan dalam bank