Kepailitan dalam bank KEPAILITAN DALAM SUATU BANK

atau lebih kreditur dan fata adanya hutang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan jumlah utang, antara yang didalihkan atau diajukan oleh pemohon pailit dari termohon pailit, tidak menghlmangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit. Dengan dikabulkannya permohonan pernyataan pailit atas debitur oleh Pengadilan Niaga, sejak saat itu debitur dinyatakan pailit. Debitur telah atau berada dalam keadaan tidak mampu membayar atau insolven dan dilakukan likuidasi harta kekayaan debitur yang kemudian dibagikan kepada para krediturnya. Dengan diputuskan pailit terhadap debitur, debitur berada dalam keadaan insolven dan dilakukan pembagian harta kekayaan debitur, maka kepailitan kemudian berakhir.

B. Kepailitan dalam bank

1. Pihak-pihak dalam kepailitan bank Kepailitan adalah keadaan hukum yang ditetapkan oleh pengadilan niaga dimana seorang debitor tidak tidak mampu ataupun tidak mau membayar paling sedikit satu utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dan sebagai konsekuensi hukum dari kepailitan tersebut semua harta kekayaan debitor maupun yang ada pada saat pailit dan termasuk juga harta kekayaan yang akan datang berada dalam status sita umum yang dilakukan pengurusan dan pemberesannya oleh seorang atau lebih Kurator yang berada di bawah pengawasan Hakim Pengawas yang diangkat bersama dengan Kurator oleh pengadilan niaga.Dengan demikian, status pailit belum secara otomatis menyatakan bahwa Debitur Pailit Universitas Sumatera Utara tersebut telah berada dalam keadaan tidak mampu untuk membayar utang- utangnya. Artinya, ketika debitur tersebut sebenarnya mampu untuk melunasi utangutangnya kepada krediturnya, maka Debitur Pailit tersebut dapat mengajukan usulan perdamaian berdasarkan Pasal 144 Undang-Undang Kepailitan Tahun 2004. Apabila usulan perdamaian yang diajukan oleh Debitur Pailit tersebut ditolak oleh para krediturnya, atau Debitur Pailit tersebut ternyata tidak mengajukan usulan perdamaian, maka berdasarkan Pasal 178 Undang-Undang Kepailitan Tahun 2004 barulah debitur tersebut dinyatakan insolvensi, atau dalam keadaan yang tidak mampu untuk melunasi utang-utangnya kepada para krediturnya. Dalam hlm bank sebagai debitur, tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit disebabkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Pasal 1 angka 2 UU Perbankan Tahun 1998. Sehubungan dengan karakteristik lembaga perbankan yang mengelola dana masyarakat, apabila bank sebagai debitur berhubungan dengan soal kepailitan, maka: 1. pengajuan permohonan kepailitan tidak dapat diajukan sendiri oleh bank yang bersangkutan, karena didasarkan alasan untuk mencegah agar kondisiseperti itu digunakan oleh pemegang saham atau pemilik bank guna berupaya untuk menghindarkandiri dari tanggungjawab terhadap para kreditur, termasuknasabah penyimpan dana; 2. apabila terjadi pencabutan izin usaha bank dan dilikuidasi, makapembayaran atau pengembalian dana diutamakan kepada nasabah penyimpan dana daripada dengankreditur konkuren lainnya, namun tetap dengan tidak mengabaikan pembayaran kewajiban kepada kreditur- Universitas Sumatera Utara kreditur yang harus diistimewakan berdasarkanperaturan perundang- undangan yang berlaku; 3. bank yang telah dilikuidasi tetap tunduk pada ketentuan rahasia bank. 100 Kegiatan usaha bank adalah menyangkut kepentingan orang banyak dan Bank Indonesia adalah bank sentral Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia menyatakan: “Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia”. Yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu Negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort Penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang mengadakan pengawasan terhadap bank-bank yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah, jelasnya bank tersebut tidak berhak diajukan pailit dengan sendirinya. Ketentuan yang berkaitan dengan kepailitan pada bank adalah Pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan Tahun 2004 serta Pasal 9 ayat 3 UU Perbankan Tahun 1992, yang landasan hukum yang cukup kuat bagi Bank Indonesia untuk mengajukan kepailitan bagi bank bermasalah. Apakah mungkin pihak selain Bank Indonesia untuk mengajukan kepailitan pada bank bermasalah. Secara teori bank dapat dimohonkan pailit dengan melihat otoritas yang telah diberikan oleh UU Kepailitan, tetapi dalam praktek bank kebal pailit. Dengan demikian, dapat 100 Muhammad Djumaha, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Adithya Bakti, 2003, hlm. 215 Universitas Sumatera Utara diartikan tidak memberikan kepastian hukum atas suatu peraturan perundang- undangan. Apalagi hlm ini memungkinkan adanya factor tertentu yang memanfaatkan otoritas tersebut. Realitas Bank Indonesia tidak pernah menjadi pihak dalam perjanjian kredit antara kreditor dan debitor, kecuali Bank Indonesia memberikan Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI maupun Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI. 101 2. Upaya Penyelesaian Bank Bermasalah Adapun alasan yang bisa diberikan terhadap pengajuan kepailitan kepada bank adalah berkaitan dengan kepentingan umum dan masyarakat. Pengertian kepentingan umum disini adalah kepentingan bangsa dan negara danatau kepentingan masyarakat luas, sehingga termasuk diantaranya adalah debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat luas, atau debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana masyarakat yang luas. Memang, untuk menentukan apakah kepentingan umum dan masyarakat yang sudah dilanggar perlu adanya parameter yang jelas. Perlu adanya pertimbangan apakah tingkat kesehatan bank dan pelanggaran atas prinsip kehati-hatian dapat dijadikan acuan seperti hlmnya dalam melakukan tindakan pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank. Sebuah bank bermasalah, kalau mengacu pada ketentuan yang ada dalam UU Kepailitan Tahun 2004 adalah “Debitor yang mempunyai dua atau 101 Sri Hasningsih , Perbandingan Pengaturan Masalah Kepailitan PERPU 11998 jo. UU No. 41998dengan RUU tentang Kepailitan,Jurnal Hukum Bisnis, 2002, hlm.34 Universitas Sumatera Utara lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya”. Unsur debitor bermasalah cukup sederhana, yaitu Debitor mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Namun, bilamana bank sebagai Debitornya, memang perlu pertimbangan antara lain fungsi bank sebagai pihak yang menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana, serta menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya, namun sebagai debitor yang mungkin bermasalah tentunya harus dapat dimintai pertanggungjawaban agar tidak menjadi preseden bagi para pengurus bank untuk ikut tidak bertanggungjawab. Dengan mempertimbangkan fungsi bank untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, maka Bank Indonesia menjaga prinsip kehati-hatian janganlah terlalu hati-hati padahlm dari sudut tingkat kesehatan bank memang sudah krisis, lalu kemudian melakukan tindakan yang terkesan melindungi bank sebagai debitor. 102 a. Dalam hlm suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar: Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 Pasal 37 menjelaskan: 102 Tim Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Kewenangan dan Tanggung Jawab Bank Indonesia dalam Likuidasi dan Kepailitan Bank”, disampaikan pada Seminar Nasional “Kepailitan dan Likuidasi Bank” diselenggarakan olehBI dan Fakultas Hukum Ubaya, 4 Oktober 2004 di Surabaya, 2004, hlm. 23 Universitas Sumatera Utara 1. pemegang saham menambah modal; 2. pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank; 3. bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya; 4. bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; 5. bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; 6. bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain 7. bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain. b. Apabila: 1. tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan atau 2. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi c. Dalam hlm Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, Pimpinan Universitas Sumatera Utara Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 37 a UU No. 10 Tahun 1998 1. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan. 2. Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan program penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada badan dimaksud. 3. Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 serta wewenang lain yaitu : 1 mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham; 2 mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank; Universitas Sumatera Utara 3 menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri; 4 meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank ; 5 menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum; menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur; 6 mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain; 7 melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank; 8 melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa; 9 melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang; 10 melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan Universitas Sumatera Utara pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut; 11 menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan; m. menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan; 12 melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 12 1. Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 adalah sah berdasarkan undang-undang ini. 2. Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, bank dalam program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku buku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud. Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 huruf k wajib Universitas Sumatera Utara memberikan keterangan dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus. 3. Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan. 4. Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut. 5. Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 3. hanya BI yang menjadi pemohon dalam kepailitan bank Di berbagai negara, tugas menjaga stabilitas keuangan diemban oleh bank sentral, dengan dasar bahwa stabilitas moneter hanya dapat dicapai dengan sistem keuangan yang stabil. Dari sini dapat dilihat sudah seharusnya pemeliharaan stabilitas moneter dan stabilitas keuangan dilaksanakan secara simultan. Di Indonesia, memang tidak ada kerangka hukum yang secara formal dan definitif menyatakan bahwa Bank Indonesia memiliki fungsi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Namun perlu diingat, bahwa baik fungsi kestabilan moneter maupun fungsi kestabilan keuangan bermuara pada hlm yang sama, yaitu stabilitas harga. 103 Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi menjaga stabilitas moneter yang diatur secara eksplisit daam Undang-undang No.3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undnag-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, 103 zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Jaminan Simpanan Indonesia, hlm.349 Universitas Sumatera Utara secara simultan juga turut menjaga keuangan Indonesia. Atau dapat pula dikatakan bahwa tugas menjaga stabilitas keuangan menjadi satu dengan menjaga stabilitas system moneter. 104 Sejalan dengan berlakunya peraturan Bank Indonesia, Bank Indonesia juga telah memasukan aspek stabilitas system keuangan dalam misinya, yaitu memelihara stabilitas nilai rupiah dengan memelihara stabilitas moneter dan mendorong stabilitas system keuangan untuk pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. 105 Sehingga peranan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas keuangan bukanlah suatu hlm yang untuk diperbedatkan lagi. Pelaksanaan tugas dan fungsi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas keuangan antara lain menjaga stabilitas moneter, menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, melakukan macroprudential surveillance dan mengembangkan riset untuk pengembangan instrumen dan indikator macroprudential serta mendeteksi kerentanan sektor keuangan, serta yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan fungsi lender of the last resort. 106 104 Ibid 105 Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia: Kerangka Acuan Tugas Penelitian dan Publikasi: Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan dan Jaring Pengaman Sekto Keuangan 106 Ibid Sebagai lender of the last resort, bank sentral memiliki peranan yang sangat besar dalam menjaga stabilitas system keuangan. Lender of las resort merupakan instrument pengawasan pada saat krisis dimana bank sentral dapat memberikan bantuan kepada bank yang mengalami krisis likuiditas apabila ada potensi terjadi resiko Universitas Sumatera Utara sistemik. 107 a. Pasal l ayat 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 sekarang Pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan Tahun 2004 menunjukkan bank selaku debitur dapat dimohonkan pernyataan pailit, namun permohonan pernyataan pailit dimaksudharus diajukan oleh Bank Indonesia; Hlm ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan sehingga menciptakan kredibilitas bank, sehingga stabilitas keuangan juga turut terjaga. Apabila dicermati, dapat ditarik kesimpulan, yaitu: b. Mekanisme kepailitan, tidak efektif untuk digunakan sebagai mekanisme untuk menyelesaikan persoalan utang piutang dimana debiturnya adalah bank; c. Guna melindungi kepentingan kreditur, peran serta Bank Indonesia untuk turut serta dalam menyelesaikan permasalahanutang piutang sangat dibutuhkan; 4. Perludiciptakan mekanisme out of court settlement atau non-litigasi, baik dengan arbitrase perbankan atau mediasi perbankan Hlm ini tentunya menimbulkan pertanyaan bagi pemberian hak khusus kepada Bank Indonesia untuk tidak dapat dimohonkan pailit secara langsung, dimana menurut UU Kepailitan Tahun 2004 hak khusus itu telah diperluas kepada Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan 107 Zulkarnaen Sitompul, Opcit, hlm. 346 Universitas Sumatera Utara pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM, serta Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Dalam Pasal 6 ayat 3 UU Kepailitan Tahun 2004, kewenangan untuk menolak permohonan pailit yang diajukan kepada pihak-pihak tersebut di atas, tidak lagi diletakkan kepada hakim, tetapi telah menjadi kewenangan dari Panitera Pengadilan Niaga Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Kepailitan Tahun 2004: “Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tesebut”. 108 108 Dengan hadirnya Pasal 6 ayat 3 UU Kepailitan Tahun 2004, maka semakin tegas bahwa tidak bersedianya otoritas untuk mengajukan langkah mengajukan permohonan pailit terhadap bank sebagai kelanjutan permohonan yang diajukan oleh kreditur secara absolut akan menutup kesempatan dari kreditur tersebut untuk mempailitkan bank debiturnya meskipun telah terbukti adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Penyelesaian sengketa utang-piutang bank melalui upaya kepailitan tidak dilakukan oleh Bank Indonesia kareana adanya beberapa kelemahan. Adapun alasan mengapa terhadap bank yang bermasalah tidak perlu menempuh jalur kepailitan dengan menggunakan Universitas Sumatera Utara UU Kepailitan Tahun 2004 adalah: a. Proses likuidasi dan insolvensi yang diatur dalam Undang- Undang Kepailitan tidak dapat diterapkan terhadap lembaga perbankan yang sudah memiliki aturan tentang proses likuidasi dan insolvensi tersendiri secaralebih rinci dan lengkap sebagai lex specialis, oleh karena lembaga perbankan tidak dapat disamakan dengan perusahaan pada umumnya b. Peranan kurator dalam kepailitan bank akan menghilangkan peranan dan intervensi Bank Indonesia terhadap bank-bank bermasalah yang dinyatakan pailit, yang untuk penyelesaiannya membutuhkan keahlian khusus; c. Kepailitan lembaga perbankan dapat membahayakan posisi banknya sendiri dan bank-bank lain, bahkan membahayakan kedudukan Bank Indonesia; d. Perlindungan terhadap kepentingan masyarakat penyimpan dana sebagai kreditor konkuren dalam kepailitan menjadi tidak diutamakan sehingga kepercayaan masyarakat luas terhadap lembaga perbankan menjadi berkurang dengan akibat lebih luas dapat mengganggu stabilitas keuangan negara; e. Penerapan Undang-Undang Kepailitan dengan prosedur yang sangat sederhana terhadap bank bermasalah dapat menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum, yang berakibat lebih lanjut akan menimbulkan peluang terjadinya KKN dan dapat disalahgunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi oleh pemilik bank yang beritikad tidak baik. 109 Memang, dalam prakteknya, Bank Indonesia belum pernah mengajukan pemohonan pernyataan pailit atas suatu bank. Hlm ini disebabkan ketentuan 109 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm.78 Universitas Sumatera Utara syarat kepailitan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan Tahun 2004, tidak tepat kurang pas untuk diterapkan pada bank, yaitu: a. Syarat kepailitan tersebut didasarkan pada pemikiran terjadinya keadaan berhenti membayar karena tidak mampu atau tidak mau membayar utang. Apabila dikaitkandengan bank sebagai debitur, maka hlm ini erat kaitannya dengan pertaruhan kredibilitas bank. Secara logika awam, bagi bank yang pada dasarnya hanya dapat menjalankan usahanya atas dasar kepercayaan masyarakat, mempertaruhkan kredibilitas, misalnya“mengemplang” utang, tentu akan sangat merugikansehingga sewajarnya bank akan berusaha untuk tidakdipailitkan; b. Tidak ada hubungan langsung kausalitas antara syarat pengajuan permohonan pernyataan pailit dengan tingkat kesehatan performance bank, artinya bank yang digolongkan masuk dalam criteria untuk dimohonkan pailit, belum tentu tergolongtidak viable. 110 Likuidasi dalam kepailitan tidak berakibat langsung bubarnya suatu perusahaan, bahkan apabila kepailitan telah berakhir, perusahaan dapat hidup kembali dengan memenuhi persyaratan setelah direhabilitasi. Hlm yang demikian tidak mungkin dapat diterapkan terhadap lembaga perbankan, yang apabila izin usahanya dicabut dan banknya dibubarkan maka otomatis banknya tidak dapat beroperasi lagi. Menurut Rudhy Prasetya, konsekuensi likuidasi bagi bank adalah: 110 Ibid, hlm. 206 Universitas Sumatera Utara a. Bilamana menggunakan Undang-Undang Perbankan maka aset bank dicairkan semua dan dibagikan kepada para nasabah berdasarkan urutan prioritas; b. Bilamana menggunakan Undang-Undang Kepailitan, maka aset bank yang di cairkan adalah sebagian saja yaitu sebatas dana simpanan nasabah dan tagihan dari para kreditornya. Bank masih dapat jalan terus tidak bubar dan yang mengendalikan adalah kurator diawasi oleh Hakim Pengawas. Oleh karena itu, bila menggunakan kepailitan maka maksud Bank Indonesia untuk membagikan seluruh aset bank tidak tercapai. Universitas Sumatera Utara 99

BAB IV TANGGUNG JAWAB SERTA KETENTUAN PENYELESAIAN

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab PT. Eric Dirgantara Tour & Travel Terhadap Penumpang Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

1 75 113

Kedudukan Dan Tanggung Jawab Komisaris Independen Pada Perseroan Terbuka Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (Riset : PT. Central Proteinaprima Tbk.)

0 44 131

Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

0 44 146

Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 90 158

Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

0 36 133

Tanggung Jawab Pengelola Mal Terhadap Pelanggaran Hak Cipta yang Dilakukan oleh Penyewa Menurut Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

0 54 127

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS TERHADAP KURATOR YANG MERUGIKAN HARTA PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004.

0 0 1

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 0 2

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 0 17

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 2 38