Hubungan hukum bank penerbit dengan penerima

diperlukan karena tidak semua masalah-masalah hukum dari tranksaksi LC diatyr dalam UCPDC revisi 1993.

3. Hubungan hukum bank penerbit dengan penerima

Hubungan hukum antara bank penerbit dengan penerima lahir atas dasar LC yang diterbitkan bank penebit yang disetujui oleh penerima. Persetujuan penerima terhadap LC diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan LC kepada bank penerbit. Tetapi penerima tidak berkewajiban untuk menyetujui LC yang diterbitkan oleh bank penerbit. Sebelum LC disetujui oleh penerima, maka LC merupakan kontrak sepihak dari bank penerbit LC yang tidak mengikat pihak penerima. LC diterbitkan atas dasar permintaan penerbitan LC, tetapi kedua kontrak ini terpisah satu dengan yang lain. Hak dan kewajiban bank penerbit diatur dalam UCPDC revisi 1993 sepanjang LC tunduk pada UCPDC revisi 1993. Namun, walaupun LC tunduk pada UCPDC revisi 1993 tidak berarti bahwa semua ketentuan UCPDC revisi 1993 harus berlaku bagi LC tersebut. LC dapat memuat kalusula-klausula tersendiri terlepas dari ada atu tidaknya pengaturan dalam UCPDC revisi 1993. Dalam hal klausul-klausul itu bertentangan dengan UCPDC revisi 1993, maka yang berlaku adalah klausul tersebut. Namun, dalam hal klausul-klausul tersebut tidak diatur dalam UCPDC revisi 1993 maka dengan sendirinya kalusul-kalusul tersebut berlaku bagi LC pengaturan kalusul-kalusul demikian dalam LC sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang dikenal secara internaisonal. Hak dan kewajiban bank penerbit dan penerima terutama berkenaan dengan masalah LC yang tidak diatur dalam UCPDC revisi 1993 dan L tunduk Universitas Sumatera Utara pada hukum nasional. Penentuan hukum nasional tersebut dilakukan atas dasar klausul pilihan hukum dalam LC atau berdasarkan teori penentuan hukum nasional yang berlaku bagi LC yang dilakukan oleh hakim. Terlepas dari LC tunduk atau tidak kepada UCPDC revisi 1993 atau LC tunduk sekaligus ekpada UCPDC revisi 1993 dan hukum nasional, hakikat dari LC adalah janji pembayaran dari bank penerbit kepada penerima. C. Tanggung jawab bank yang timbul terhadap dokumen-dokumen Letters Of Credit yang telah diterbitkan 1. Tanggung jawab bank terhadap dokumen-dokumen yang terdapat dalam Letters Of Credit Maurice Megrah mengatakan tujuan irrevocable LC adalah memastikan bahwa penerima memperoleh pembayarn dan pemohon memperoleh barang melalui penguasaan document of title dari barang tersebut. Syarat pembayaran LC adalah pengajuan dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan LC. Pengajuan dokumen-dokumen ini merupakan kondisi agar LC dapat dibayar dan diaksep dan dibayar pada saat jatuh tempo. Bank dan pihak-pihak lainnya dalam merealisasikan LC hanya berurusan dengan dokumen-dokumen saja. Sepanjang dokumen-dokumen yang diajukan kepada bank telah sesuai dengan persayaratan LC maka sejalan dengan Artikel 4 UCPDC 500 revisi 1993 bank harus membayar dokumen-dokumen tersebut. Universitas Sumatera Utara Inti dari realisasi LC adalah kesesuaian dokumen-dokumen dengan persyaratan LC . oleh karena itu, bank harus melakukan penelitian atas dokumen- dokumen tersebut untuk dasar menentukan apakah dapat dbayar atau tidak. Patokan penelitian dokumen-dokumen UCPDC 500 revisi 1993. Artikel 13 huruf A UCPDC 500 mengatakan sebagai berikut: “Banks must examine all documents stipulated in the credit with reasonable care, to ascertain wheter or not they appear, on their face, to be in compliance with the terms and conditions of the Credit. Compliance of stipulated documents on their face wth the terms and conrition of the credit, shall be determined by international standard banking practice as reflected in these articles. Documents which appear oh their face to be inconsistent with one another will be considered as nt appearing on their face to be in compliance with the terms and condition of the credit. Documents not stipulated in the credit will not be examine by banks. If they receive such documents, they shall return them to the presenter or pass them out without responsibility.” Bank wajib melakukan penelitian atas dokumen-dokumen yang diajukan kepadanya secara ketelitian yang wajar unutk menentukan apakah dokumen-dokumen itu telah memiliki ketentuan yang sesuai dengan persyaratan LC.ukuran kesesuaian tersebut didasarkan pada standar praktik perbankan internasional. Dokumen-dokumen yang tidak konsisten satu terhadap yang lainnya merupakan cerminan bahwa tidak terdapat kesesuaian antara dokumen-dokumen dengan LC. Keputusan untuk menentukan dokumen-dokumen telah atau belum sesuai dengan persyaratan LC dan dokumen-dokumen konsisten satu dengan yang lainnya sepenuhnya didasarkan pada pemelitian bank, bukan berdasarkan pemahaman pihak lain. Penelitian dokumen-dokumen semacam ini dinamakan Universitas Sumatera Utara penelitian berdasarkan tamnpak muka appear on their face. 42 Standar prakti perbankan internasional yang merupakan ukuran untuk menentukan kesesuaian dokumen dengan LC tidak membatasi kewajiban bank hanyalah untuk meneliti dokumen-dokumen. Ukuran tersebut dimaksudkan untuk menentukan cakupan dalam mana ketelitian yang wajar diapplikasikan. Bank tidak perlu eneliti lebih jau daripada itu. Pernyataan tampak muka jangan ditafsirkan sebagai muka atau belakang dokumen. 43 Gagasan ketelitian yang wajar sering digunakan oleh pengadilan-pengadilan dalam kaintannya dengan doktrin Kesesuaian Mutlak. 44 Bank dalam meneilit dokumen-dokumen dan menentukan sikap mengambil alih atau menolak dokumen-dokumen tersebut serta memberitahu pihak pengirim dokumen-dokuemn bersangkutan hanya memunyai maksimum 7 tujuh hari kerja perbankan setelah hari penerimaan dokumen-dokumen yang dimaksud. Akan tetapi, dalam era persainganperbankan yang sangat kompetitif sekarang ini, bank terkait akan berupaya melaksanankan tugasnya lebih cepat dari Pengadilan-pengadilan menggunakannya atas dasar analisis kasus per kasus tidak kepada penerapan yang berlaku umum. Kemudian artikel 13 huruf b UCPDC 500 mengemukakan: “The Issuing Bank, The Confirming Bank, if any, or Nominated Bank acting on their behalf, shall each have a reasonable time, not to exceed seven banking days following the day of receipt of the document, to examine the documents and determine whether to take up or refuse thee documents and to inform the party from which it received the documents accordingly” 42 R.M.V. Bass, Credit Management, 1979, hal 184 43 A.G. Davis, The Law Relating to Commercial Letters Of Credit, 1960, hal 170 44 Davis, op.cit, hal. 64 Universitas Sumatera Utara batas wajtu 7 tujuh hari tersebut. Namun, dalam keadan force majeur karena tindakan pemerintah atau akibat-akibat alam, jangka waktu 7 tujuh hari itu dapat dilampaui. Dokumen-dokumen yang diajukan oleh penerima wesel bervariasi tergantung kepada keinginan para pihak yang diuraikan dalam LC. Namun, pada umunya LC mensyaratkan untuk diajukan kepada bank dokumen-dokumen yang terdiri dari: 1. Faktur dagang = yang merupakan dokumen utana yang memuat uraian barang secara rinci 2. Dokumen transportasi = dokumen pengangkutan yang terbagi atas beberapa hal, yaitu: a. Marineocean bill of lading b. Non-negtiable sea wybill c. Charter party bill of lading d. Multimodal transport document e. Air transport document f. Road, rail, or inland transport document g. Courier and post receipt h. Transport documents issued by freight forwarders i. “On Deck”, “Shipper’s Load and Cunt” Name of consignor 3. Dokumen asuransi Universitas Sumatera Utara 2. Hak dan kewajiban eksportir dan importir dalam penerbitan Letters Of Credit Begitu banyak ahli hukum yang mencoba untuk memasukkan LC ke dalam konstruksi hukum tersendiri. Di antaranya ada para pakar yang mengkonstruksikannya ke dalam: 1. Suatu konstruksi hukum dimana bank merupakan jaminan bagi pembeli 2. Konstruksi hukum dimana bank dipandang sebagai jaminan aval bagi pembeli 3. Konstruksi hukum dimana LC dipandang sebagai pemenuhan kewajban pembayaran bagi pembeli 4. Konstruksi hukum dimana pembukaan LC adalah pelaksanaan suatu syarat bagi kepentingan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam pasal 1317 KUHPerdata 5. Konstruksi hukum bahwa LC tidak bisa dicabut harus dipandang sebaga delegasi yang penuh onvolkomen delegative seperti yang diatur dalam pasal 1417 KUH Perdata 6. Konstruksi hukum dimana LC dipandang sebagai perjanjian sui generis HMN Purwosutjipto, SH termasuk pengikut jenis konstruksi hukum ini 45 Dari konstruksi hukum yang disebutkan di atas, nampaklah bawa sifat dari LC tersebut tidak bisa disamakan dengan bentuk perjanjian yang telah ada, yaitu perjanjian-perjanjian yang telah diatur dalam KUH Perdata dan KUH Dagang. Karena sesuai dengan pendapat H.M.N. Purwosutjipto, SH, bahwa LC dipandang sebagai sui generis. Sui generis maksudnya ganjil, aneh ajaib, sesuatu yang tidak bisa dimasukkan ke dalam rumusan umum. 46 Selain yang tersebut di atas, dalam perkembangannya LC merupakan suatu lembaga yang pelaksanaannya didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam praktek perdagangan. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui hak dan kewajiban 45 H.M.N. Purwosutjipto, SH, op.cit, hal 98-99 46 Ibid, hal. 100 Universitas Sumatera Utara dari pihak importir dan eksportir sehubungan dengan diterbitkannya LC, maka perlu diperhatikan dalam prakteknya untuk apa lembaga LC tersebut dibentuk. Dasar dari pembukaan LC adalah syarat-syarat LC yang telah ditetapkan oleh eksportir dan importir yang berkaitan dengan upaya untuk merealisasikan suatu perjanjian jual beli yang dituangkan dalam sales contract, dimana syarat-syarat tersebut dipaparkan di dalam aplikasi permohonan yang ditujukkan pada bank pembuka LC tersebut. Menurut M. Yahya Harahap, S.H., bahwa: “Tentang persetujuan jual-beli dianggap sudah berlangsung antara pihak penjual dan pembeli apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat keadaan barang dan harga benda tersebut; sekalipun barangnya belum diserahkan dan harganya belum dibayarkan Pasal 1458 KUH Perdata; JUal beli tiada lain dari persetujuan kehendak wills overeenstemming antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Barang dan hargalah yang menjadi esensi dari perjanjian jual beli. Tanpa ada barang yang dijual tidakah mungkin terjadi perjanjian jual beli. Sebaliknya, jika objek jual beli tidak dibayar dengan suatu harga, maka jual beli dianggap tidak ada.” 47 47 Selanjutnya dalam hubungan antara importir dengan eksportir berkaitan dengan diterbitkannya LC, Munir Fuady, S.H., L.LM., mengatakan: “Sebenarnya hubungan antara eksportir dengan importir dalam kaitan pembukaan LC tetap mengenai hubungan jual beli, dimana LC adalah sebagai cara pembayaran. Menurut Pasal 1458 KUH Perdata, maka jual beli tresebut telah terjadi pada saat “mutual concept” terbentuk, tanpa harus menunggu levering penyerahan. Sehingga hak dan kewajiban dari jual beli sudah terbentuk, termasuk pembukaan LC yang disyaratkan dalam LC, sedang pada waktu pembukaan LC tidak ada hak dan kewajiban tambahan karena pada prinsipnya pembukaan LC hanyalah mengkonfirmasi kembali apa yang sudah distipulasi dalam perjanjian jual beli.” Universitas Sumatera Utara Memperhatikan uraian di atas, dapat dilihat bahwa yang menjadi dasar pembukaan LC adalah perjanjian jual beli, ataupun syarat-syarat lainnya yang sudah ditetapkan dalam perjanjian jual beli, dimana suatu jual beli terjadi pada saat kata sepakat antara kedua belah pihak. Dalam suatu kontrak perdagangan internasional yang juga biasanya terdapat syarat-syarat lain, seperti Free On Board FOB, Free Alongside Ship FAS, dan sebagainya. Demikian juga dalam pembayaran biasanya dilakukan dengan cara membuka LC untuk kepentingan eksportir agar mendapatkan pembayaran, dan untuk kepentingan importir agar mendapatkan barang yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam sales contract. Dalam hal ini pemakaian LC adalah sebagai cara pembayaran perdagangan luar negeri yang mengandung arti bahwa dengan dibukanya LC oleh importir menunjukkan bahwa eksportir berhak mendapatkan pembayaran apabila ia telah melaksanakan kewajibannya, yaitu untuk mengirimkan barang-barang kepada importir sesuai dengan dokumen-dokumen dan syarat-syarat yang ditentukan dalam sales contract. Begitu pula sebaliknya, importir harus melaksanakan kewajiban pembayaran kepada eksportir apabila barang-barang dan dokumen-dokumen yang dikirim eksportir telah sesuai dan dia berhak untuk memiliki barang yang dikirimkan kepadanya. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab PT. Eric Dirgantara Tour & Travel Terhadap Penumpang Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

1 75 113

Kedudukan Dan Tanggung Jawab Komisaris Independen Pada Perseroan Terbuka Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (Riset : PT. Central Proteinaprima Tbk.)

0 44 131

Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

0 44 146

Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 90 158

Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

0 36 133

Tanggung Jawab Pengelola Mal Terhadap Pelanggaran Hak Cipta yang Dilakukan oleh Penyewa Menurut Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

0 54 127

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS TERHADAP KURATOR YANG MERUGIKAN HARTA PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004.

0 0 1

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 0 2

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 0 17

Tanggung Jawab Bank Penerbit Letter Of Credits (Issuing Bank) Yang Diputuskan Pailit Terhadap Eksportir Dan Importir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

0 2 38