2.1.6 Jumlah dewan komisaris
Selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui
fungsi monitoring atas pelaporan keuangan. Pengaruh jumlah dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan mendapatkan hasil yang beragam. Yermack 1996,
Eisenberg et al 1998 dan Jensen 1993, menyatakan bahwa makin banyak personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruknya kinerja yang
dimiliki perusahaan. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan adanya masalah keagenan agency problem, yaitu dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris maka
badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu
sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan tindakan dari manajemen, serta kesulitan dalam pengambilan keputusan yang berguna bagi perusahaan.
Penelitian Midiastuty dan Machfoedz 2003 menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap indikasi manajemen
laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hal tersebut berarti makin besar jumlah dewan komisaris maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan perusahaan.
2.1.7 Komite audit
Sesuai dengan Kep. 29PM2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite
Universitas Sumatera Utara
audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Berdasarkan
Surat Edaran BEJ, SE-008BEJ12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini
yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat
sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen.
2.1.8 Kualitas audit
Dalam konteks keagenan, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator antara principal dan agent. Pihak ketiga ini berfungsi memonitor perilaku
manajer sebagai agent dan memastikan bahwa agent bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Penggunaan auditor eksternal yang independen merupakan
mekanisme yang didorong oleh pasar, dengan tujuan untuk mengurangi earnings management Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan Zimmerman, 1986. Pemegang
saham mengharapkan auditor untuk dapat menekan kemungkinan terjadinya moral harzard yang dilakukan manajemen, sehingga agency cost yang ditanggung
pemegang saham akan berkurang. Namun dari sudut pandang manajer, sejalan dengan moral hazard hypothesis dan kondisi informasi asimetri, manajer cenderung
memilih auditor yang member keleluasaan untuk memilih prosedur akuntansi yang disukainya, namun sekaligus juga bersedia opini audit yang menguntungkan.
Universitas Sumatera Utara
Gavious 2007 mengatakan bahwa masalah pemilihan auditor bersumber pada mekanisme kelembagaan antara auditor dan manajemen. Disatu pihak, auditor
ditunjuk oleh manajemen untuk melakukan audit bagi kepentingan pemegang saham, namun dilain pihak, jasa audit dibayar dan ditanggung oleh manajemen. Hal ini
menciptakan benturan kepentingan yang tidak dapat dihindari oleh auditor. Mekanisme kelembagaan ini menimbulkan ketergantungan auditor kepada kliennya,
sehingga auditor merasa kehilangan independensinya dan harus mengakomodasi berbagai keinginan klien, dengan harapan agar perikatan auditnya dimasa depan tidak
terputus. Penelitian Teoh dan Wong 1993 berargumen bahwa kualitas audit
berhubungan positif dengan kualitas Earnings Response Coeficient ERC. Karena pada saat penelitian ini Big six telah berubah menjadi big four, juga diduga bahwa
klien dari auditor non big four cenderung lebih tinggi dalam melakukan earnings management. Hal ini berarti kualitas audit berpengaruh negative dengan earnings
management. Walaupun demikian untuk kasus di Indonesia sebagaimana dalam penelitian yang dilakukan Siregar dan Utama 2006 tidak menemukan pengaruh
yang signifikan antara kualitas audit dengan earnings management yang dilakukan perusahaan.
Mekanisme GCG merupakan suatu aturan, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang akan melakukan kontrol
atau pengawasan terhadap keputusan tersebut yang bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh stakeholders dalam perusahaan. Adanya nilai tambah ini akan
Universitas Sumatera Utara
menarik investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan yang bersangkutan. Komponen-komponen mekanisme GCG dalam hal ini adalah kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, komposisi dan ukuran dewan komisaris independen.
2.1.9 Manajemen laba