55
2. Tujuan
Person Centered Approach
Person Centered Approach
Corey, 2005: 109, bertujuan untuk menjadi lebih terbuka pada pengalaman, mempercayai organismenya
sendiri, mengembangkan evaluasi internal, kesediaan untuk menjadi suatu proses, dan dengan cara-cara lain bergerak menuju taraf-taraf yang lebih
tinggi dari aktualisasi diri. Tujuan dari
person centered approach
McLeod, 2006: 187 Untuk memungkinkan individu bergerak ke arah definisi diri idealnya. Karena individu tidak hanya memiliki konsep atau
definisi diri tapi juga sebagai bentuk ideal yang diinginkan. Corey 2012: 272 tujuan
person centered approach
membangun hubungan yang membantu klien yang akan mengalami kebebasan yang
diperlukan untuk mengeksplorasi area hidupnya yang diingkari atau didistorsi. Klien akan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan yang
ada dalam dirinya. Dari beberapa pendapat di atas mengenai tujuan
person centered approach
, maka dapat peneliti simpulkan bahwa tujuan dari
person centered approach
adalah klien menjadi lebih terbuka pada pengalaman, mempercayai organismenya sendiri, mengembangkan evaluasi internal,
kesediaan untuk menjadi suatu proses, dan dengan cara-cara lain bergerak menuju taraf-taraf yang lebih tinggi dari aktualisasi diri. Selain itu
person centered approach
bertujuan untuk individu bergerak ke arah definisi diri idealnya serta untuk membangun hubungan yang membantu individu yang
56
mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi sehingga individu lebih terbuka terhadap kemungkinan yang ada dalam dirinya.
3. Konsep Dasar
Person Centered Approach
Menurut Natawidjaja M. Edi Kurnanto, 2012: 56-59, ada beberapa konsep dasar dari
person centered approach
yang harus dikuasai oleh seorang konselor antara lain:
a. Hipotesis penting pendekatan berpusat pada pribadi. Individu-individu di dalamnya dirinya memiliki sumber daya yang
luas untuk memahami dirinya sendiri dan untuk mengubah konsep dirinya, sikap dasar, dan perilaku yang diarahkan sendiri.
b. Kepercayaan terhadap proses kelompok. Kepercayaan yang mendalam terhadap kemampuan kelompok
untuk mengembangkan potensinya sendiri dan juga potensi setiap peserta kelompok untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
c. Mendengarkan secara aktif. Mendengarkan secara aktif bukan hanya mendengarkan kata-kata
yang diucapkan konseli, melainkan juga menangkap makna di belakang pernyataan verbal dari konseli.
d. Empati. Konsep dasar yang paling penting dalam pendekatan berpusat pada
pribadi adalah konsep tentang empati, yang pada dasarnya merupakan kemampuan untuk memasuki dunia subyektif orang lain, dan kemampuan
57
untuk mengkomunikasikan pemahaman itu kepada orang yang bersangkutan.
e. Penghargaan pribadi tanpa syarat dan kehangatan. Penghargaan
positif itu
menyangkut upaya
untuk mengkomunikasikan dan tidak disertai dengan penilaian terhadap perasaan
dan pemikiran perhatian dan kasih sayang tanpa syarat konseli. f. keaslian dan keterbukaan diri.
Keaslian berarti bahwa apa yang dinyatakan konselor adalah kongruen atau selaras dengan apa yang dihayatinya, sekurang-kurangnya
proses konseling. g. Rasa hormat.
Rasa hormat diartikan sebagai sikap menghargai orang lain sebagaimana adanya. Sikap menghormati ini mengisyaratkan pandangan
konseli dan konselor mempunyai kedudukan yang sama dalam hubungan teraupetik.
h. Kesegeraan. Konselor perlu mempelajari ketrampilan-ketrampilan untuk
mampu menjajaki secara terbuka dan langsung apa yang terjadi disini dan saat ini dalam rangka hubungan antarpribadi.
i. Kekonkretan. Kekonkretan merupakan kekhususan dalam mendiskusikan
kepedulian, perasaan, pemikiran, dan tindakan seseorang. j. Konfrontasi.
58
Konfrontasi dalam arti teraupetik adalah usaha untuk menunjukkan perbedaan atau kesenjangan antara berbagai sikap, pemikiran atau
perilaku.
4. Tahapan