Universitas Sumatera Utara 2. Faktor Resiko yang dapat Diubah
a. Faktor Resiko Lingkungan
Kanker kolorektal secara luas dipertimbangkan sebagai penyakit lingkungan, pengertian dari ‘Lingkungan’ secara luas meliputi budaya, sosial, dan
faktor gaya hidup. Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker yang penyebabnya dapat dirubah dan dapat diidentifikasi, sehingga dapat dilakukan
pencegahan Haggar, F.A., 209. Beberapa bukti resiko lingkungan muncul dari penelitian terhadap para imigran dan keturunan mereka. Para imigran yang berasal
baik dari negara yang beresiko rendah sampai dengan beresiko tinggi, kejadian kanker kolorektal cenderung meningkat mengikuti populasi kecenderungan di
negara tuan rumah Janout, A, et.al, dalam Haggar, 2009 Johnson, I.T, Lund, E.K., 2007. Sebagai contoh, keturunan dari Eropa Selatan bermigrasi ke
Austaralia dan para imigran Jepang bermigrasi ke Hawaii, resiko kanker kolorektal meningkat dibandingkan dengan populasi negara asal. Selain dari
imigrasi, terdapat faktor geografis lain yang mempengaruhi perbedaan insidensi kanker kolorektal, salah satunya adalah penduduk kota. Insidensi penduduk kota
meningkat secara konstan. Penduduk baru merupakan prediktor resiko yang baik dibandingkan dengan penduduk asli, dengan jumlah insidensi kanker kolon lebih
tinggi daripada kanker rektum dan insidensi laki-laki lebih tinggi daripada wanita Boyle, 2002.
b. Diet dan Asupan Makanan
Diet sangat kuat mempengaruhi faktor resiko kanker kolorektal dan perubahan kebiasaan makan dapat mengurangi lebih dari 70 kejadian kanker
kolorektal. Resiko ini meningkat pada konsumsi makanan yang tinggi lemak, terutama lemak hewan, dan daging serta kurang mengonsumsi sayuran dan buah-
buahan Boyle, 2002. Implikasi dari lemak, sebagai faktor etiologi yang mungkin, dihubungkan dengan konsep dari diet Barat yang mendukung
perkembangan dari flora bakteri yang mampu mendegradasi asam empedu menjadi senyawa N- nitrosol yang bersifat carsinogenic. Konsumsi daging yang
tinggi juga memilki implikasi terhadap perkembangan kanker kolorektal Nur,
Universitas Sumatera Utara
F.D., 2003. Hubungan positif konsumsi daging lebih kuat pada kanker kolon daripada kanker rektum Alexander, D.D., et.al., 2011 ; Larsson, S.C. dan Wolk,
A, 2006. Mekanisme konsumsi daging merah terhadap perkembangan kanker kolorektal adalah berdasarkan keberadaan dari zat besi heme di daging merah.
Dalam beberapa hal, daging yang dimasak dalam suhu tinggi, menghasilkan gugus amina heterosiklik dan hidrokarbon aromatik polisiklik, kedua gugus ini
diyakini memiliki sifat carsinogenic Santarelli, R.L., 2008 ; Sinha, R, 2002 dalam Haggar, 2009.
Diet tinggi sayuran dan buah-buahan dihubungkan dengan penurunan resiko kanker kolorektal, tetapi tidak pada semua studi pengamatan. Hubungan
antara konsumsi buah dan sayuran serta insidensi kanker kolon dan rektum telah diteliti dalam dua metode kohort oleh Nurses’ Health Study dengan sampel wanita
sebanyak 88,764 dan Health Professionals’ Follow-up Study dengan sampel pria sebanyak 47,325 Boyle, 2002. Perbedaan asupan serat pada makanan
berhubungan dengan perbedaan geografis pada insidensi kanker kolorektal. Sebagai contoh, asupan serat berperan dalam perbedaan jumlah insidensi kanker
kolorektal antara Afrika dan negara-negara Barat, dengan dasar bahwa asupan makanan yang tinggi serat dapat mengencerkan kandungan feses, meningkatkan
kepadatan feses dan mengurangi waktu transit World Cancer Research Fund and American Institute for Cancer Research, 2007.
c. Aktivitas fisik dan Obesitas