Merokok Tp53 Biopsi Gambaran Kanker Kolorektal Berdasarkan Kelompok Usia dan Klasifikasi Histopatologi WHO di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari 2011-Desember 2013

Universitas Sumatera Utara rektum. Aktivitas fisik yang sedang meningkatkan kecepatan metabolik dan meningkatkan pengambilan uptake maksimal dari oksigen De Jong, A.E., et.al. dalam Haggar, 2009. Dalam jangka waktu yang panjang, aktivitas fisik yang teratur meningkatkan efisiensi dan kapasitas metabolik tubuh, dan meningkatkan motilitas usus Boyle, 2002. Aktivitas fisik setara dengan berjalan selama 4 jam per minggu dapat mengurangi resiko kanker kolorektal pada wanita ketika diperbandingkan dengan kelompok yang sedikit bergerak RR, 0,62 ; 95 CI, 0.40, 0.97, peningkatan aktivitas fisik pria dan wanita serupa pada usia lebih dari 45 tahun Boyle, 2002. Rendahnya aktivitas fisik dalam rutinitas sehari – hari juga dapat berkontribusi dalam peningkatan insidensi obesitas pada pria dan wanita yang juga faktor penting dalam kanker kolorektal. Beberapa hubungan biologis yang berhubungan dengan kelebihan berat badan dan obesitas, meningkatkan sirkulasi estrogen dan menurunkan sensitivitas insulin serta mempengaruhi resiko kanker, dan dihubungkan dengan kelebihan adipos pada abdomen Haggar, 2009. Penelitian-penelitian mengungkapkan bahwa individu-individu yang menggunakan membakar energi lebih efisien dalam penurunan resiko kanker kolorektal Boyle, 2002.

d. Merokok

Hubungan antara merokok dan kanker paru telah jelas diketahui, tetapi merokok juga memiliki efek berbahaya pada kolon dan rektum Boyle, 2002. Bukti menunjukkan bahwa 12 kematian akibat kanker kolorektal disumbangkan oleh merokok. Giovannucci menyimpulkan bahwa 21 dari 22 penelitian menemukan bahwa jangka panjang perokok berat memiliki 23 kali lipat peningkatan resiko adenoma kolorektal. Kandungan carsinogenic yang ditemukkan di dalam rokok meningkatkan pertumbuhan kanker di kolon dan rektum serta mencapai mukosa kolon dan rektum, baik melalui saluran pencernaan atau sistem sirkulasi dan kemudian menyebabkan kerusakan atau perubahan dari gen yang mengekspresikan kanker National Institute of Health, 2006. Merokok juga berhubungan penting dengan formasi dan kecepatan Universitas Sumatera Utara pertumbuhan dari polip adenoma sebagai prekursor lesi dari kanker kolorektal. Polip yang lebih besar ditemukan di kolon dan rektum yang berkaitan dengan merokok jangka panjang. Bukti juga menunjukkan rata-rata usia muda dari onset kanker kolorektal disepanjang pria dan wanita yang merokok.

e. Konsumsi Alkohol

Sebagaimana merokok, konsumsi rutin dari alkohol berhubungan dengan peningkatan resiko dari perkembangan kanker kolorektal. Konsumsi alkohol merupakan faktor dari onset kanker kolorektal pada usia muda. Metabolit reaktif di alkohol seperti acetaldehyde dapat menjadi carsinogenic Po¨schl, G dan Seitz, H.K. dalam Haggar, 2009. Alkohol juga dapat berperan sebagi pelarut, memicu penetrasi dari molekul carsinogenic lainnya kedalam mukosa sel Po¨schl, G dan Seitz, H.K. dalam Haggar, 2009. Sebagai tambahan, efek alkohol dapat dimediasi melalui produksi prostaglandin, peroksidasi lipid, dan generasi dari radikal bebas. Seseorang yang mengonsumsi alkohol akan terjadi penurunan nutrisi esensial dari makanan yang telah dikonsumsi, sehingga jaringan tubuh mudah mengalami proses karsinogenik World Cancer Research Fund and American Institute for Cancer Research, 2007.

2.2.4 Manifestasi Klinis

Diagnosa dini dari kanker kolorektal dapat mempengaruhi survival rate, gejala awal seperti nyeri perut dapat membingungkan dengan penyakit lain.

1. Gejala- gejala dari kanker kolon

Gejala-gejala yang umum adalah nyeri abdomen, rektum berdarah, perubahan aktivitas usus dan penurunan berat badan yang tanpa disadari. Kanker kolon dapat muncul dengan diare ataupun konstipasi, perubahan aktivitas usus ini lebih menunju kepada kanker kolon daripada perubahan aktivitas usus yang abnormal secara kronis. Gejala-gejala yang jarang meliputi mual dan muntah, malaise, anorexia dan distensi abdomen American Cancer Society, 2014. Gejala-gejala tergantung pada lokasi kanker, ukuran kanker dan keberadaan dari metastasis. Kanker kolon kiri lebih sering menyebabkan obstruksi Universitas Sumatera Utara usus secara parsial ataupun komplet daripada kolon sebelah kanan oleh karena lumen kolon sebelah kiri lebih sempit dan feses yang berada di sebelah kiri memiliki bentuk yang lebih bagus, karena reabsorpsi air dibagian proksimal kolon. Exopitik kanker yang besar lebih menyebabkan obstruksi dari lumen kolon, obstruksi parsial menyebabkan konstipasi, mual dan distensi abdomen, serta nyeri abdomen. Obstruksi parsial secara paradoksikal menyebabkan diare yang intermiten karena feses yang bergerak pada tempat obstruksi. Kanker pada bagian distal terakadang menyebabkan perdarahan rektum yang kasat mata, tetapi kanker pada bagian proksimal jarang menyebabkan gejala- gejala ini oleh karena darah bercampur dengan feses dan didegradasi secara kimiawi saat transit di kolon. Perdarahan pada bagian proksimal kanker terjadi secara tersembunyi dan dapat menyebabkan pasien mengalami anemia defisiensi besi tanpa perdarahan rektum yang kasat mata. Anemia dapat menyebabkan kelemahan, letih, dyspnea, atau palpitasi. Kanker yang lebih lanjut, terutama metastasis, dapat menyebabkan cancer cachexia, dengan karakteristik dari empat gejala berikut yaitu penurunan berat badan yang tidak disadari, anoreksia, kelemahan otot, dan perburukan kesehatan.

2. Gejala-gejala dari kanker rektum

Kanker rektum memiliki gejala yang hampir sama dengan gejala dari kanker kolon dan penyakit usus lainnya. Perkembangan tumor pada rektum atau kanal anus dapat mengubah konsistensi, bentuk dan frekuensi dari aktivitas usus. Perdarahan pada rektum dengan ditemukan feses berdarah dengan warna merah cerah ataupun dapat terjadi perubahan warna feses menjadi merah gelap ataupun berwarna merah bata. Secara umum gejala-gejala tersebut adalah nyeri pada rektum, nyeri abdomen, frekuensi gas yang sering atau kram perut, perasaan bloating, perubahan nafsu makan, penurunan berat badan dan perasaan letih.

2.2.5 Patogenesis

Perjalanan penyakit dari kanker kolorektal terjadi akibat perubahan pada gen kunci pengatur pertumbuhan, yaitu APC, tp53, TGF- β Tumor-Suppressor Pathway gen penekan tumor , K-ras proto-onkogen. Universitas Sumatera Utara a. APC Kanker kolorektal terjadi akibat banyak perubahan genetik, tetapi jalur sinyal tertentu telah secara jelas dipilih sebagai faktor kunci dalam pembetukan tumor. Aktifasi dari jalur sinyal Wnt menjadi awal dari kejadian kanker kolorektal. APC merupakan komponen dari kompleks degradasi protein β-catenin yaitu proteolisis. Mutasi kanker kolorektal yang paling sering adalah menginaktifasi gen-gen yang mengkode protein APC. Akibat ketidakberadaan fungsi APC, Wnt mensinyal secara tidak wajar. Mutasi dari gen APC menyebabkan poliposis adenomatous familial, hampir 100 karier dari gen ini merupakan resiko dari kanker kolorektal pada usia 40 tahun Markowitz, S.D., Bertagnolli, M.M., 2009.

b. Tp53

Inaktifasi dari jalur p53 akibat mutasi dari TP 53 merupakan kunci genetik kedua dari tahapan kanker kolorektal. Pada kebanyakan tumor-tumor, dua alel Tp53 diinaktifasi, biasanya oleh kombinasi dari mutasi missense yang menginaktifasi aktivitas transkripsi p53 dan delesi kromosom 17p yang mengeliminasi alel kedua Tp53. Inaktifasi dari TP53 sering terjadi dengan transisi dari adenoma besar menjadi karsinoma invasif. Pada kebanyakan kanker kolorektal dengan mismatch dan kerusakan proses perbaikan, aktivitas dari jalur p53 berkurang oleh mutasi pada BAX yang merupakan penginduksi dari apoptosis Markowitz, S.D., Bertagnolli, M.M., 2009.

c. TGF-

β Tumor-Suppressor Pathway Mutasi dari sinyal TGF- β merupakan tahap ketiga dari progresi kanker kolorektal. Mutasi somatik menginaktifasi TGFBR2 sekitar sepertiga dari kanker kolorektal. Kurang lebih setengah dari semua kanker kolorektal dengan gangguan perbaikan tipe wild, sinyal dari TGF- β dihancurkan oleh inaktifasi mutasi missense pada domain TGFBR2 kinase. Mutasi yang menginaktifasi jalur TGF- β terjadi dengan transisi dari adenoma ke dysplasia high-grade atau karsinoma Markowitz, S.D., Bertagnolli, M.M., 2009. Universitas Sumatera Utara d. K-ras Proto-onkogen seperti K-ras, merupakan komponen dari jalur sinyal yang mempromosikan pertumbuhan normal selular dan proliferasi. Mutasi dari proto- onkogen menyebabkan produk gen aktif dengan menghasilkan efek tumorigenik Lange, 2011. Berikut merupakan jalur-jalur gen pengatur pertumbuhan yang ditunjukkan oleh gambar berikut. Gambar 2.5 Jalur gen-gen dan faktor pertumbuhan yang mengontrol progresi dari kanker kolorektal Molecular Basis of Colorectal, N Engl J Med, December 17, 2009 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6 Skema perubahan morfologi dan molecular dalam adenokarsinoma. Ditunjukkan bahwa kehilangan dari gen penekan tumor APC terjadi pada awal kejadian Robbins Basic Pathology, 7 th

2.2.6 Stadium Patologi

ed Estimasi paling baik dalam prognosis kanker kolorektal yang berhubungan dengan perluasan anatomi penyakit adalah pemeriksaan patologi dari reseksi spesimen. Staging dari kanker kolorektal relatif lurus kedapan. Pada mulanya staging menggunakan klasifikasi Dukes, dimana pasien dikategorikan menjadi tiga kategori stages A, B, C. Kemudian dilakukan modifikasi oleh Astler-Coller mejadi empat kategori stage : D. Gunderson Sosin memodifikasi kembali pada tahun 1978. Yang terbaru adalah sistem TNM oleh American Joint Committee on Cancer AJCC yang mengelompokkan menjadi empat stage stage I-IV yang ditunjukkan untuk tabel 2.2 Fleming, 2012. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Perbandingan klasifikasi berdasarkan TNM dan Dukes http:www.hopkinscoloncancercenter.org , diakses 21 mei 2014 T Tumor = tumor primer TX – tumor primer tidak dapat dinilai T0 – tidak ada tumor primer Tis – karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi dari lamina propria T1 – invasi tumor ke submukosa T2 – invasi tumor ke muskularis propria T3 – invasi tumor melalui muskularis propria ke subserosa T4 – invasi langsung tumor ke organ-organ lain atau struktur-struktur danatau perforasi peritoneum visceral N Nodus = Nodus Limfe Regional NX – nodus limfa regional tidak dapat dinilai N0 – tidak ada metastasis nous limfa N1 – metastasis pada satu sampai tiga nodus limfa N2 – metastasis pada empat atau lebih nodus limfa M Metastasis = penyebaran MX – metastasis tidak dapat dinilai M0 – tidak ada metastasis M1 – terdapat metastasis Universitas Sumatera Utara Gambar 2.7 Gambaran klasifikasi TNM pada kanker kolorektal http:www.hopkinscoloncancercenter.org , diakses 21 mei 2014 - Jenis Histopatologi Untuk gambaran tipe histologi, secara internasional klasifikasi histopatologi untuk tumor kolorektal menggunakan klasifikasi menurut World Health Organization WHO yang ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut ini. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8 Klasifikasi histologi tumor kolon dan rektum menurut WHO IARC, 2011.

2.2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Meliputi perubahan pola makan, gejala-gejala non spesifik yang muncul seperti perubahan aktivitas usus, nyeri abdomen, penurunan berat badan yang tanpa disadari, perdarahan pada bagian rektum, perasaan cepat letih. Penggalian riwayat penyakit dan riwayat dalam keluarga serta gaya hidup dari penderita American Cancer Society, 2014.

2. Pemeriksaan Fisik

Dokter melakukan palpasi pada abdomen secara hati-hati untuk merasakan masa atau pembesaran organ-organ hepatolomegali, splenomegali, dll. Dokter juga melakukan pemeriksaan colok dubur DRE. Saat pemeriksaan, dokter akan memasukkan lubrikan pada jari telunjuk yang telah menggunakan sarung tangan untuk merasakan massa abnormal pada daerah ini. Pemeriksaan rektum akan Universitas Sumatera Utara menunjukkan masa pada pasien dengan kanker rektum, tetapi tidak pada kanker kolon American Cancer Society, 2014.

3. Pemeriksaan Laboratorium dan Pendukung

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati dan Tumor markers. Pemeriksaan darah lengkap ditujukkan untuk melihat apakah pasien menderita anemia. Pada beberapa penderita kanker kolorektal menderita anemia oleh karena pendarahan jangka panjang yang disebabkan oleh tumor. Pemeriksaan enzim hati ditujukkan untuk menilai fungsi hati, karena kanker kolorektal dapat menyebar ke organ hati. Sedangkan pemeriksaan tumor markers untuk melihat substansi-substansi yang dihasilakannya, seperti carcinoembryonci antigen CEA dan CA 19-9, yang dikeleuarkan ke aliran darah. Pemeriksaan darah untuk penanda tumor lebih sering digunakan dibandingkan pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk memonitor pasien yang telah didiagnosis untuk kanker kolorektal. Penanda tumor ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan keberhasilan pengobatan American Cancer Society, 2014. Selain itu terdapat pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu Fecal Occult Blood Test FOBT yang digunakan untuk menemukan darah yang tersembunyi di feses. Pemeriksaan ini didasari pada pembuluh darah pada permukaan dari polip kolorektal yang lebih besar atau kanker yang mudah rapuh dan rusak saat feses keluar. Kerusakan pembuluh darah biasanya mengeluarkan sejumlah kecil dari darah ke feses, tetapi jarang yang terlihat pada feses. Namun pemeriksaan ini tidak dapat menunjukkan asal darah baik dari kolon ataupun dari bagian lain sistem pencernaan. Jika hasil positif, pemeriksaan kolonoskopi dibutuhkan untuk menemukan penyebab perdarahan. Selain kanker perdarahan dapat disebabkan oleh ulkus, hemoroid, divertikulosis, ataupun penyakit inflamasi usus American Cancer Society, 2014.

a. Biopsi

Biasanya jika suspek kanker kolorektal ditemukan pada pemeriksaan diagnostik, dilakukan biopsi saat kolonoskopi. Pada biopsi, dokter akan Universitas Sumatera Utara menyingkirkan bagian kecil dari jaringan dengan alat khusus yang dilewati melalui scope. Dapat tejadi perdarahan setelah tindakan ini, tetapi berhenti dalam periode waktu yang singkat. Sangat jarang, bagian kolon membutuhkan operasi pengangkatan untuk menegakkan diagnosis American Cancer Society, 2014.

b. Sigmoidoskopi Fleksibel