Universitas Sumatera Utara
rektum. Aktivitas fisik yang sedang meningkatkan kecepatan metabolik dan meningkatkan pengambilan uptake maksimal dari oksigen De Jong, A.E., et.al.
dalam Haggar, 2009. Dalam jangka waktu yang panjang, aktivitas fisik yang teratur meningkatkan efisiensi dan kapasitas metabolik tubuh, dan meningkatkan
motilitas usus Boyle, 2002. Aktivitas fisik setara dengan berjalan selama 4 jam per minggu dapat mengurangi resiko kanker kolorektal pada wanita ketika
diperbandingkan dengan kelompok yang sedikit bergerak RR, 0,62 ; 95 CI, 0.40, 0.97, peningkatan aktivitas fisik pria dan wanita serupa pada usia lebih dari
45 tahun Boyle, 2002.
Rendahnya aktivitas fisik dalam rutinitas sehari – hari juga dapat berkontribusi dalam peningkatan insidensi obesitas pada pria dan wanita yang
juga faktor penting dalam kanker kolorektal. Beberapa hubungan biologis yang berhubungan dengan kelebihan berat badan dan obesitas, meningkatkan sirkulasi
estrogen dan menurunkan sensitivitas insulin serta mempengaruhi resiko kanker, dan dihubungkan dengan kelebihan adipos pada abdomen Haggar, 2009.
Penelitian-penelitian mengungkapkan bahwa individu-individu yang menggunakan membakar energi lebih efisien dalam penurunan resiko kanker
kolorektal Boyle, 2002.
d. Merokok
Hubungan antara merokok dan kanker paru telah jelas diketahui, tetapi merokok juga memiliki efek berbahaya pada kolon dan rektum Boyle, 2002.
Bukti menunjukkan bahwa 12 kematian akibat kanker kolorektal disumbangkan oleh merokok. Giovannucci menyimpulkan bahwa 21 dari 22 penelitian
menemukan bahwa jangka panjang perokok berat memiliki 23 kali lipat peningkatan resiko adenoma kolorektal. Kandungan carsinogenic yang
ditemukkan di dalam rokok meningkatkan pertumbuhan kanker di kolon dan rektum serta mencapai mukosa kolon dan rektum, baik melalui saluran
pencernaan atau sistem sirkulasi dan kemudian menyebabkan kerusakan atau perubahan dari gen yang mengekspresikan kanker National Institute of Health,
2006. Merokok juga berhubungan penting dengan formasi dan kecepatan
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dari polip adenoma sebagai prekursor lesi dari kanker kolorektal. Polip yang lebih besar ditemukan di kolon dan rektum yang berkaitan dengan
merokok jangka panjang. Bukti juga menunjukkan rata-rata usia muda dari onset kanker kolorektal disepanjang pria dan wanita yang merokok.
e. Konsumsi Alkohol
Sebagaimana merokok, konsumsi rutin dari alkohol berhubungan dengan peningkatan resiko dari perkembangan kanker kolorektal. Konsumsi alkohol
merupakan faktor dari onset kanker kolorektal pada usia muda. Metabolit reaktif di alkohol seperti acetaldehyde dapat menjadi carsinogenic Po¨schl, G dan Seitz,
H.K. dalam Haggar, 2009. Alkohol juga dapat berperan sebagi pelarut, memicu penetrasi dari molekul carsinogenic lainnya kedalam mukosa sel Po¨schl, G dan
Seitz, H.K. dalam Haggar, 2009. Sebagai tambahan, efek alkohol dapat dimediasi melalui produksi prostaglandin, peroksidasi lipid, dan generasi dari radikal bebas.
Seseorang yang mengonsumsi alkohol akan terjadi penurunan nutrisi esensial dari makanan yang telah dikonsumsi, sehingga jaringan tubuh mudah mengalami
proses karsinogenik World Cancer Research Fund and American Institute for Cancer Research, 2007.
2.2.4 Manifestasi Klinis
Diagnosa dini dari kanker kolorektal dapat mempengaruhi survival rate, gejala awal seperti nyeri perut dapat membingungkan dengan penyakit lain.
1. Gejala- gejala dari kanker kolon
Gejala-gejala yang umum adalah nyeri abdomen, rektum berdarah, perubahan aktivitas usus dan penurunan berat badan yang tanpa disadari. Kanker
kolon dapat muncul dengan diare ataupun konstipasi, perubahan aktivitas usus ini lebih menunju kepada kanker kolon daripada perubahan aktivitas usus yang
abnormal secara kronis. Gejala-gejala yang jarang meliputi mual dan muntah, malaise, anorexia dan distensi abdomen American Cancer Society, 2014.
Gejala-gejala tergantung pada lokasi kanker, ukuran kanker dan keberadaan dari metastasis. Kanker kolon kiri lebih sering menyebabkan obstruksi
Universitas Sumatera Utara
usus secara parsial ataupun komplet daripada kolon sebelah kanan oleh karena lumen kolon sebelah kiri lebih sempit dan feses yang berada di sebelah kiri
memiliki bentuk yang lebih bagus, karena reabsorpsi air dibagian proksimal kolon. Exopitik kanker yang besar lebih menyebabkan obstruksi dari lumen kolon,
obstruksi parsial menyebabkan konstipasi, mual dan distensi abdomen, serta nyeri abdomen. Obstruksi parsial secara paradoksikal menyebabkan diare yang
intermiten karena feses yang bergerak pada tempat obstruksi. Kanker pada bagian distal terakadang menyebabkan perdarahan rektum
yang kasat mata, tetapi kanker pada bagian proksimal jarang menyebabkan gejala- gejala ini oleh karena darah bercampur dengan feses dan didegradasi secara
kimiawi saat transit di kolon. Perdarahan pada bagian proksimal kanker terjadi secara tersembunyi dan dapat menyebabkan pasien mengalami anemia defisiensi
besi tanpa perdarahan rektum yang kasat mata. Anemia dapat menyebabkan kelemahan, letih, dyspnea, atau palpitasi. Kanker yang lebih lanjut, terutama
metastasis, dapat menyebabkan cancer cachexia, dengan karakteristik dari empat gejala berikut yaitu penurunan berat badan yang tidak disadari, anoreksia,
kelemahan otot, dan perburukan kesehatan.
2. Gejala-gejala dari kanker rektum
Kanker rektum memiliki gejala yang hampir sama dengan gejala dari kanker kolon dan penyakit usus lainnya. Perkembangan tumor pada rektum atau
kanal anus dapat mengubah konsistensi, bentuk dan frekuensi dari aktivitas usus. Perdarahan pada rektum dengan ditemukan feses berdarah dengan warna merah
cerah ataupun dapat terjadi perubahan warna feses menjadi merah gelap ataupun berwarna merah bata. Secara umum gejala-gejala tersebut adalah nyeri pada
rektum, nyeri abdomen, frekuensi gas yang sering atau kram perut, perasaan bloating, perubahan nafsu makan, penurunan berat badan dan perasaan letih.
2.2.5 Patogenesis
Perjalanan penyakit dari kanker kolorektal terjadi akibat perubahan pada gen kunci pengatur pertumbuhan, yaitu APC, tp53, TGF-
β Tumor-Suppressor Pathway gen penekan tumor , K-ras proto-onkogen.
Universitas Sumatera Utara a.
APC
Kanker kolorektal terjadi akibat banyak perubahan genetik, tetapi jalur sinyal tertentu telah secara jelas dipilih sebagai faktor kunci dalam pembetukan
tumor. Aktifasi dari jalur sinyal Wnt menjadi awal dari kejadian kanker kolorektal. APC merupakan komponen dari kompleks degradasi protein
β-catenin yaitu proteolisis. Mutasi kanker kolorektal yang paling sering adalah
menginaktifasi gen-gen yang mengkode protein APC. Akibat ketidakberadaan fungsi APC, Wnt mensinyal secara tidak wajar. Mutasi dari gen APC
menyebabkan poliposis adenomatous familial, hampir 100 karier dari gen ini merupakan resiko dari kanker kolorektal pada usia 40 tahun Markowitz, S.D.,
Bertagnolli, M.M., 2009.
b. Tp53
Inaktifasi dari jalur p53 akibat mutasi dari TP 53 merupakan kunci genetik kedua dari tahapan kanker kolorektal. Pada kebanyakan tumor-tumor, dua alel
Tp53 diinaktifasi, biasanya oleh kombinasi dari mutasi missense yang menginaktifasi aktivitas transkripsi p53 dan delesi kromosom 17p yang
mengeliminasi alel kedua Tp53. Inaktifasi dari TP53 sering terjadi dengan transisi dari adenoma besar menjadi karsinoma invasif. Pada kebanyakan kanker
kolorektal dengan mismatch dan kerusakan proses perbaikan, aktivitas dari jalur p53 berkurang oleh mutasi pada BAX yang merupakan penginduksi dari apoptosis
Markowitz, S.D., Bertagnolli, M.M., 2009.
c. TGF-
β Tumor-Suppressor Pathway
Mutasi dari sinyal TGF- β merupakan tahap ketiga dari progresi kanker
kolorektal. Mutasi somatik menginaktifasi TGFBR2 sekitar sepertiga dari kanker kolorektal. Kurang lebih setengah dari semua kanker kolorektal dengan gangguan
perbaikan tipe wild, sinyal dari TGF- β dihancurkan oleh inaktifasi mutasi
missense pada domain TGFBR2 kinase. Mutasi yang menginaktifasi jalur TGF- β
terjadi dengan transisi dari adenoma ke dysplasia high-grade atau karsinoma Markowitz, S.D., Bertagnolli, M.M., 2009.
Universitas Sumatera Utara d.
K-ras
Proto-onkogen seperti K-ras, merupakan komponen dari jalur sinyal yang mempromosikan pertumbuhan normal selular dan proliferasi. Mutasi dari proto-
onkogen menyebabkan produk gen aktif dengan menghasilkan efek tumorigenik Lange, 2011. Berikut merupakan jalur-jalur gen pengatur pertumbuhan yang
ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 2.5 Jalur gen-gen dan faktor pertumbuhan yang mengontrol progresi dari kanker kolorektal
Molecular Basis of Colorectal, N Engl J Med, December 17, 2009
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Skema perubahan morfologi dan molecular dalam adenokarsinoma. Ditunjukkan bahwa kehilangan dari gen penekan tumor APC
terjadi pada awal kejadian Robbins Basic Pathology, 7
th
2.2.6 Stadium Patologi
ed
Estimasi paling baik dalam prognosis kanker kolorektal yang berhubungan dengan perluasan anatomi penyakit adalah pemeriksaan patologi dari reseksi
spesimen. Staging dari kanker kolorektal relatif lurus kedapan. Pada mulanya staging menggunakan klasifikasi Dukes, dimana pasien dikategorikan menjadi
tiga kategori stages A, B, C. Kemudian dilakukan modifikasi oleh Astler-Coller mejadi empat kategori stage : D. Gunderson Sosin memodifikasi kembali
pada tahun 1978. Yang terbaru adalah sistem TNM oleh American Joint Committee on Cancer AJCC yang mengelompokkan menjadi empat stage stage
I-IV yang ditunjukkan untuk tabel 2.2 Fleming, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Perbandingan klasifikasi berdasarkan TNM dan Dukes http:www.hopkinscoloncancercenter.org
, diakses 21 mei 2014
T Tumor = tumor primer
TX – tumor primer tidak dapat dinilai T0 – tidak ada tumor primer
Tis – karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi dari lamina propria T1 – invasi tumor ke submukosa
T2 – invasi tumor ke muskularis propria T3 – invasi tumor melalui muskularis propria ke subserosa
T4 – invasi langsung tumor ke organ-organ lain atau struktur-struktur danatau perforasi peritoneum visceral
N Nodus = Nodus Limfe Regional
NX – nodus limfa regional tidak dapat dinilai N0 – tidak ada metastasis nous limfa
N1 – metastasis pada satu sampai tiga nodus limfa N2 – metastasis pada empat atau lebih nodus limfa
M Metastasis = penyebaran
MX – metastasis tidak dapat dinilai M0 – tidak ada metastasis
M1 – terdapat metastasis
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Gambaran klasifikasi TNM pada kanker kolorektal http:www.hopkinscoloncancercenter.org
, diakses 21 mei 2014
-
Jenis Histopatologi
Untuk gambaran tipe histologi, secara internasional klasifikasi histopatologi untuk tumor kolorektal menggunakan klasifikasi menurut World
Health Organization WHO yang ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Klasifikasi histologi tumor kolon dan rektum menurut WHO IARC, 2011.
2.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Meliputi perubahan pola makan, gejala-gejala non spesifik yang muncul seperti perubahan aktivitas usus, nyeri abdomen, penurunan berat badan yang
tanpa disadari, perdarahan pada bagian rektum, perasaan cepat letih. Penggalian riwayat penyakit dan riwayat dalam keluarga serta gaya hidup dari penderita
American Cancer Society, 2014.
2. Pemeriksaan Fisik
Dokter melakukan palpasi pada abdomen secara hati-hati untuk merasakan masa atau pembesaran organ-organ hepatolomegali, splenomegali, dll. Dokter
juga melakukan pemeriksaan colok dubur DRE. Saat pemeriksaan, dokter akan memasukkan lubrikan pada jari telunjuk yang telah menggunakan sarung tangan
untuk merasakan massa abnormal pada daerah ini. Pemeriksaan rektum akan
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan masa pada pasien dengan kanker rektum, tetapi tidak pada kanker kolon American Cancer Society, 2014.
3. Pemeriksaan Laboratorium dan Pendukung
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati dan Tumor markers. Pemeriksaan darah lengkap ditujukkan
untuk melihat apakah pasien menderita anemia. Pada beberapa penderita kanker kolorektal menderita anemia oleh karena pendarahan jangka panjang yang
disebabkan oleh tumor. Pemeriksaan enzim hati ditujukkan untuk menilai fungsi hati, karena kanker kolorektal dapat menyebar ke organ hati. Sedangkan
pemeriksaan tumor markers
untuk melihat substansi-substansi yang dihasilakannya, seperti carcinoembryonci antigen CEA dan CA 19-9, yang
dikeleuarkan ke aliran darah. Pemeriksaan darah untuk penanda tumor lebih sering digunakan dibandingkan pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk memonitor
pasien yang telah didiagnosis untuk kanker kolorektal. Penanda tumor ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan keberhasilan pengobatan American Cancer
Society, 2014. Selain itu terdapat pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu Fecal Occult
Blood Test FOBT yang digunakan untuk menemukan darah yang tersembunyi di feses. Pemeriksaan ini didasari pada pembuluh darah pada permukaan dari polip
kolorektal yang lebih besar atau kanker yang mudah rapuh dan rusak saat feses keluar. Kerusakan pembuluh darah biasanya mengeluarkan sejumlah kecil dari
darah ke feses, tetapi jarang yang terlihat pada feses. Namun pemeriksaan ini tidak dapat menunjukkan asal darah baik dari kolon ataupun dari bagian lain
sistem pencernaan. Jika hasil positif, pemeriksaan kolonoskopi dibutuhkan untuk menemukan penyebab perdarahan. Selain kanker perdarahan dapat disebabkan
oleh ulkus, hemoroid, divertikulosis, ataupun penyakit inflamasi usus American Cancer Society, 2014.
a. Biopsi
Biasanya jika suspek kanker kolorektal ditemukan pada pemeriksaan diagnostik, dilakukan biopsi saat kolonoskopi. Pada biopsi, dokter akan
Universitas Sumatera Utara
menyingkirkan bagian kecil dari jaringan dengan alat khusus yang dilewati melalui scope. Dapat tejadi perdarahan setelah tindakan ini, tetapi berhenti dalam
periode waktu yang singkat. Sangat jarang, bagian kolon membutuhkan operasi pengangkatan untuk menegakkan diagnosis American Cancer Society, 2014.
b. Sigmoidoskopi Fleksibel