itu juga siswa yang selama ini merasa bisa, dapat membantu temannya yang belum mampu memahami materi.
3. Peneliti dan guru menyepakati bahwa pada siklus kedua ini merupakan puncak dari kemampuan guru dalam hal menumbuhkan semangat siswa dalam belajar
kelompok dan peduli kepada teman satu kelompoknya dan siswa pun sudah menunjukkan bahwa mereka sudah berusaha agar kelompoknya menjadi
kelompok yang terbaik.
C. Analisis Penelitian
Berdasarkan pada pelaksanaan penelitian tindakan ini, sejak siklus pertama hingga siklus kedua, beberapa analisis yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan pada
penerapan model diskusi di kelas X3 SMA N Jatinangor, adalah sebagai berikut:
1. Analisis Tindakan Pertama
Beberapa temuan yang dapat dianalisis dalam tindakan pertama ini adalah: 1 kemampuan guru dalam membuka pelajaran, 2 pemahaman guru terhadap model
diskusi 3 penggunaan sumber dan alat belajar 4 kemampuan guru dalam mengelola kelas 5 kemampuan siswa membentuk kelompok belajar 6 kemampuan siswa belajar
dalam kelompoknya, dan 7 kemampuan guru menutup pelajaran. Sesuai dengan rencana awal yang disusun oleh peneliti dengan guru mitra, pada
awal pembelajaran guru harus membuka pembelajaran terlebih dahulu. Guru membuka pelajaran dengan mengabsen siswanya terlebih dahulu tetapi tidak dilanjutkan dengan
memberikan entry behaviour . Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan pada hari ini. Guru meminta siswa untuk membuat kelompok dengan
berdasarkan prinsip heterogenitas Slavin 1995:4. Guru menjelaskan apa itu prinsip
28
heterogenitas, sehingga siswa lebih paham dalam pembentukan kelompok. Dalam beberapa menit siswa mencoba untuk membentuk kelompoknya, walaupun pada saat
peneliti bertanya kepada salah seorang siswa ASy , mereka tidak terbiasa membentuk kelompok dengan memperhatikan kemampuan masing-masing. Biasanya mereka
membentuk kelompok dengan cara-cara: membagi kelompok berdasarkan lokasi tempat duduk atau berdasarkan absen dilakukan oleh guru atau siswa memilih sendiri
kelompoknya berdasarkan kedekatan dengan siswa yang lainnya. Setelah berlangsung beberapa menit, seorang siswa Dk mengusulkan agar guru saja yang membentuk
kelompoknya, dan didukung oleh ASy dan Da , yang didasarkan dari nilai yang sudah ada. Menurut mereka, guru lebih mengetahui kemampuan siswa berdasarkan dua kali tes
yang sudah dilakukan oleh guru. Dalam hal pembentukan kelompok ini, guru sudah berusaha untuk bersikap
demokratis, walaupun dalam model diskusi pembentukan kelompok siswa mutlak adalah wewenang guru Slavin, 1995. Slavin menyebutkan jangan biarkan siswa menentukan
kelompoknya sendiri, karena cenderung mengikuti perasaan suka atau tidak suka. Sebenarnya guru sudah menyiapkan kelompok-kelompok berdasarkan peringkat siswa,
sehingga pada saat siswa meminta guru yang membentuk kelompoknya, guru sudah siap dengan susunan kelompok tersebut.
Penggunaan sumber belajar, pada tindakan yang pertama ini, buku yang digunakan hanya LKS terbitan dari CV Aria Duta Depok, tidak ditunjang oleh buku paket yang
lainnya. Alasan penggunaan LKS ini, karena harganya murah dan banyak latihannya. Tidak ada usaha dari guru maupun siswa untuk mempunyai sumber belajar yang lain
sehingga siswa hanya terpaku pada apa yang ada dalam LKS tersebut. Keadaan seperti ini harus diatasi dengan mengganti model pembelajaran yang biasanya konvensional
sehingga diharapkan penerapan model diskusi merupakan upaya yang tepat karena
29
menurut Johnson Johnson Lie, 2002:17 dapat menumbuhkan saling ketergantungan yang positif dan tanggung jawab perseorangan. Alasan ini akan memacu siswa untuk
mencari sumber belajar karena tujuan dari model diskusi adalah memotivasi siswa agar saling membantu mengerjakan materi yang diberikan oleh guru. Jika kelompoknya ingin
menang maka masing-masing anggota kelompok harus membantu satu sama lain. Dalam hal kemampuan mengelola kelas, guru mitra sudah berusaha untuk melakukan
aspek pertama dalam model diskusi yaitu presentasi kelas. Hal ini sering dilaksanakan dengan pengajaran langsung oleh sang guru, . Presentasi kelas yang diberikan harus
difokuskan pada materi yang akan diberikan agar siswa lebih jelas fokusnya dan memperhatikan presentasi dengan baik. Dalam melakukan presentasi kelas, guru masih
bersifat teacher centered, sifat ini terlihat pada saat ada pertanyaan dari siswa, guru langsung menjawab tanpa memberi kesempatan kepada siswa yang lain untuk
mengemukakan pendapatnya. Seharusnya guru memberi kesempatan terlebih dahulu kepada siswa yang lain yang mungkin sudah mengetahui manfaatnya. Pada saat siswa
sudah duduk dalam kelompoknya, guru sudah berjalan berkeliling dan melayani pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa. Sayangnya kelompok yang tidak
bertanya, tidak diberi perhatian oleh guru, mungkin guru menganggap kelompok tersebut sudah bisa memahami sendiri. Alangkah lebih baiknya apabila guru singgah ke
kelompok tersebut dan guru berinisiatif untuk bertanya terlebih dahulu. Asumsi bahwa kelompok yang tidak bertanya pasti sudah bisa, dapat menghambat kelangsungan materi
jika kenyataannya kelompok tersebut tidak mengerti sama sekali. Kerjasama siswa dalam kelompok sudah berlangsung cukup baik, terlihat dalam
masing-masing kelompok siswa yang ada dalam peringkat atas menugaskan dirinya sendiri untuk memberikan penerangan kepada teman-temannya yang lain. Sementara
teman yang lainnya ada yang mendengarkan. Beberapa kelompok terlibat diskusi yang
30
diselingi dengan perdebatan-perdebatan kecil. Secara keseluruhan, siswa sudah mampu berkomunikasi dan bekerja sama dengan kelompoknya secara baik.
Guru sudah mengambil kesimpulan pada saat menutup pembelajaran dengan mengulas kembali sedikit materi yang sudah dilakukan pada proses belajar mengajar.
Hal ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan guru tersebut. Mungkin karena guru memang sudah memahami bahwa proses belajar harus ditutup dengan membuat kesimpulan.
2. Analisis Tindakan Kedua.