peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi inflasi melalui metode diskusi

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah yang selalu dianggap menarik dalam pembelajaran IPS selama ini, adalah temuan dari beberapa penelitian (Hasan 2002), dan tulisan (Al Mukhtar 2004, Aziz 2002, Supriatna 2002) mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPS di sekolah selalu disajikan dalam bentuk faktual, konsep yang kering, guru hanya mengejar target pencapaian kurikulum, tidak mementingkan proses, karena itu pembelajaran IPS selalu menjenuhkan dan membosankan, dan oleh peserta didik dianggap sebagai pelajaran kelas dua (Somantri 2001).

Pembelajaran IPS di sekolah juga belum berupaya melaksanakan dan membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokratis, sosial kemasyarakatan dengan melibatkan siswa dan komunitas sekolah dalam berbagai aktifitas kelas dan sekolah. Selain itu dalam pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep yang bersifat hafalan belaka. Inilah yang dituding sebagai kelemahan yang menyebab “kegagalan” pembelajaran IPS di sekolah-sekolah di Indonesia.

Jika pembelajaran IPS selama ini tetap diteruskan, (terutama hanya menekankan pada informasi, fakta dan hafalan, lebih mementingkan isi dari pada proses, kurang diarahkan pada proses berpikir (tingkat tinggi), dan kurang diarahkan pada pembelajaran yang bermakna dan berfungsi bagi kehidupannya), maka pembelajaran IPStidak mampu membantu peserta didik untuk dapat hidup secara efektif dan produktif dalam kehidupan masa datang. Oleh karena itu semestinyalah pembelajaran IPS masa kini dan ke depan mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi di dunia secara global.


(2)

Upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah-sekolah dibutuhkan inovasi dan kreatifitas yang tinggi dari guru dalam menghadapi segala hambatan dan kesulitan yang ada demi berlangsungnya proses pembelajaran yang berkualitas. SMA N Jatinangor memotivasi gurunya untuk meningkatkan proses belajar mengajar dengan menerapkan metoda CTL (Contextual Teaching and learning).

Penerapan CTL tersebut membutuhkan kreativitas guru menggunakan variasi metoda pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Penguasaan konsep siswa SMA N Jatinangor terhadap bidang studi IPS masih rendah. Salah satu konsep yang belum tercapai ketuntasan belajar setiap tatap muka adalah pada konsep inflasi. Hasil belajar materi inflasi pada siswa tahun pelajaran 2006-2007 yang mencapai skor ketuntasan baru 42% dan untuk tahun 2007-2008 yang mencapai skor hanya 45%. Hal ini menunjukan penguasaan konsep oleh siswa masih rendah. Penyebabnya antara lain karena proses belajar mengajar menerapkan metode ceramah, sehingga keterlibatan siswa rendah dan proses belajar membosankan dan pada gilirannya siswa tidak memperhatikan materi pelajaran.

Pada tahun pelajaran saat ini (2008-2009) materi inflasi diberikan pada kelas X. diantara kelas X (X1 sd. X7) yang paling rendah daya serap pengusaan konsep bidang studi IPS adalah kelas X3, untuk itu penelitian dilaksanakan pada kelas X3 dengan anggapan jika kelas X3 berhasil ditingkatkan penguasaan konsep siswa, maka pada kelas X lainnya akan sama meningkat. Melalui penerapan metoda diskusi ini diharapkan penguasaan konsep siswa pada materi inflasi dapat meningkat.


(3)

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan metode diskusi dapat meningkatkan penguasaan konsep inflasi siswa kelas X3 SMA N Jatinangor ? Masalah tersebut kemudian diuraikan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep Inflasi siswa kelas X3 SMA N Jatinangor dengan menerapkan metode diskusi ?

2. Bagaimana aktivitas siswa dalam penerapan metode diskusi pada saat pembelajaran inflasi ?

3. Bagaimana aktivitas guru dalam penerapan metode diskusi pada saat pembelajaran inflasi ?

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah ingin :

1. Mengetahui peningkatan penguasaan konsep Inflasi siswa kelas X3 SMA N Jatinangor dengan menerapkan metode diskusi.

2. Mengetahui aktivitas siswa dalam penerapan metode diskusi pada saat pembelajaran inflasi.

3. Mengetahui aktivitas guru dalam penerapan metode diskusi pada saat pembelajaran inflasi.


(4)

Bagi siswa :

1. Siswa lebih bertanggung jawab secara individu dan terlibat dalam belajar.

2. Siswa bekerja sama dengan temannya sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan.

3. Siswa terdorong untuk belajar dengan keberanian bertanya, menyatakan pendapat, mengatakan persetujuan, menyatakan permasalahan.

Bagi guru :

1. Guru berpeluang memperhatikan siswa dalam proses belajar baik secara individual, kelompok dan klasikal.

2. Guru mudah mengetahui kelemahan dan keunggulan siswa pada pemahaman materi pelajaran.

3. Guru mudah memberikan kesimpulan materi pelajaran atas dasar temuan diskusi siswa.

BAB II

KAJIAN TEORITIS


(5)

Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa (Learning is something students do, not something that is done to student) (Johnson & Johnson, 1994:4). Sedangkan menurut Sudjana (2000:6) pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik (perorangan dan/atau kelompok) serta peserta didik (perorangan, kelompok, dan/atau komunitas) yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Isi kegiatan adalah bahan (materi) belajar yang bersumber dari kurikulum suatu program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan yang dilalui pendidik dan perserta didik dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan pembelajaran mencakup fasilitas dan alat-alat bantu pembelajaran.

Piaget dalam Dimyati dan Mulyana (2002:13) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan interaksi terus menerus yang dilakukan oleh individu dengan lingkungan, dimana lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membelajarkan siswa secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Hamalik (2001), mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi guna mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam pembelajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide, film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer.


(6)

Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi (termasuk model pembelajaran), praktik, belajar, ujian dan seterusnya.

Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip dan tekanan utama yang berbeda-beda. Walaupun demikian dalam prakteknya menurut Hasan (1996:43) model pembelajaran seperti apapun bisa dilakukan asalkan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pembelajaran akan semakin baik jika upaya yang dilakukan guru semakin kecil dan aktivitas belajar siswa semakin besar.

2. Semakin sedikit waktu yang diperlukan oleh guru dalam mengaktifkan siswa untuk belajar maka pembelajaran akan semakin baik.

3. Sesuai dengan cara belajar yang dilakukan oleh siswa. 4. Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.

5. Sebenarnya tidak ada satupun metode yang sempurna yang paling sesuai dengan tujuan, jenis materi dan proses belajar yang ada.

B. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Model Diskusi.

Diskusi dan diskursus merupakan komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain, saling berbagi gagasan dan pendapat. Kamus bahasa mendefinisikan diskursus


(7)

dan diskusi hampir identik yaitu melibatkan saling tukar pendapat secara lisan, teratur, dan untuk mengekspresikan pikiran tentang pokok pembicaraan tertentu. (Arends, 1997). Sedang menurut Suryosubroto (1997:179), diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dari kebenaran atas suatu masalah.

Dalam pembelajaran diskusi mempunyai arti suatu situasi di mana guru dengan siswa atau siswa dengan siswa yang saling bertukar pendapat secara lisan, saling berbagi gagasan dan pendapat. Pertanyaan yang ditujukan untuk membangkitkan diskusi berada pada tingkat kognitif lebih tinggi (Arends, 1997).

Menurut Suryobroto (1997:181), bahwa diskusi oleh guru digunakan apabila hendak :

1. memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada (dimiliki) oleh siswa.

2. memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing.

3. memperoleh umpan balik dari siswa tentang apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai.

4. membantu para siswa belajar berpikir teoritis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran dan kegiatan sekolah.

5. membantu para siswa menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya (orang lain).

6. membantu para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang di “lihat” baik dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah. 7. mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.


(8)

Berdasarkan pengertian tersebut, pemanfaatan diskusi oleh guru mempunyai arti untuk memahami apa yang ada di dalam pemikiran siswa dan bagaimana memproses gagasan dan informasi yang diajarkan melalui komunikasi yang terjadi selama pembelajaran berlangsung baik antar siswa maupun komunikasi guru dengan siswa. Sehingga diskusi menyediakan tatanan sosial dimana guru dapat membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka.

Salah satu aspek diskusi adalah kemampuan untuk mengembangkan pertumbuhan kognitif, aspek yang lain adalah kemampuan untuk menghubungkan dan menyatukan aspek kognitif dan aspek social pembelajaran. Sesungguhnya, sistem diskusi merupakan sentral untuk menciptakan lingkungan belajar positif. Diskusi membantu menetapkan pola partisipasi dan secara konsekuen, memiliki dampak besar terhadap manajemen kelas. Pembicaraan antara guru dan para siswanya menjadikan banyak ikatan sosial sehingga kelas menjadi hidup bersama (Arends, 1997 yang disadur Tjokrodihardjo, 2003).

Table 1

Langkah-Langkah Menyelenggarakan Diskusi

Tahapan Kegiatan Guru


(9)

Menyampaikan tujuan dan mengatur (setting)

dan menyiapkan siswa untuk berpartisipasi. Tahap 2

Mengarahkan diskusi

Guru mengarahkan fokus diskusi dengan menguraikan aturan-aturan dasar, mengajukan pertanyaan-pertanyaan awal, menyajikan situasi yang tidak segera dijelaskan atau menyampaikan isu diskusi.

Tahap 3

Menyelenggarakan diskusi Guru memonitor antar aksi, mengajukanpertanyaan, mendengarkan gagasan siswa, menanggapi gagasan, melaksanakan aturan dasar, membuat catatan diskusi, menyampaikan gagasan sendiri.

Tahap 4

Mengakhiri diskusi Guru menutup diskusi dengan merangkum ataumengungkapkan makna diskusi yang telah diselenggarakan kepada siswa.

Tahap 5

Melakukan tanya jawab singkat tentang proses diskusi itu.

Guru menyuruh para siswa untuk memeriksa proses diskusi dan berpikir siswa

Sumber : Tjokrodihardjo (2003) Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual atau quiz, mengenai materi yang telah dipelajari dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan open-ended tasks. Pada penelitian ini tes individu dilakukan pada akhir setiap pertemuan. Tujuannya agar siswa dapat menunjukkan pemahaman dari apa yang telah dipelajari sebelumnya. Skor yang diperoleh siswa per individu ini didata dan diarsipkan sebagai bahan untuk perhitungan skor kelompok. Berikut contoh lembar skor.

Tabel 2


(10)

Nama Siswa

Materi Tes Materi Tes

Skor Dasar Skor Tes Skor Peningkatan Skor Dasar Skor Tes Skor Peningkatan

(Ibrahim, et al.,2000) Nilai perkembangan inividu dihitung berdasarkan selisih perolehan skor tes awal dan tes berikutnya, sehingga setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Kriteria sumbangan individu terhadap kelompok dapat dilihat dalam tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3

Nilai Perkembangan individu

No Skor tes PerkembanganNilai

1 2 3 4 5

Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 10 poin hingga 1 dibawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atasnya Lebih dari 10 poin di atas skor dasar

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)

5 10 20 30 40 (Slavin, 1995:80)

Skor kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang disumbangkan setiap kelompok. Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang ditetapkan penghargaan kelompok, yaitu:

 Kelompok dengan rata-rata skor 15, kelompok cukup baik.

 Kelompok dengan rata-rata skor 20, sebagai kelompok baik.


(11)

 Kelompok dengan rata-rata skor 30, sebagai kelompok sangat baik.

Rata-rata nilai perkembangan yang ditetapkan untuk penghargaan kelompok, menggunakan tabel berikut ini:

Tabel 4

Lembaran penghargaan kelompok Nama kelompok:

Anggota Kelompok Total

Total Nilai Kelompok Rata-rata kelompok Penghargaan kelompok

(Slavin, 1995:178). Rata-rata kelompok = Total Nilai kelompok : Jumlah anggota kelompok


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian Tindakan Kelas

Studi pengembangan model diskusi dalam pembelajaran IPS ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) sebagai metode penelitiannya. ( Elliot, 1991; McNiff,1992; Soedarsono, 1997; Kasbollah, 1999; Depdikbud, 1999; Wardani, et al,2000; Sukidin, et al,2000). PTK mendorong guru untuk selalu meningkatkan kinerjanya dengan refleksi, dengan selalu mencoba strategi pembelajaran yang akan mengemansipasikan peserta didiknya dari pembelajaran yang “teacher centered” dan mendorong siswanya untuk “discovery”, yakni mencari sendiri, sampai mampu berdiri mandiri dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan di luar otoritas gurunya (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2002:127). Ada tiga tingkat emansipasi sebagaimana disebutkan di atas, yaitu :

1. Kemampuan guru untuk keluar sejenak dari otoritasnya di bidang ilmu pengetahuan dan menemukannya sendiri bagaimana sesungguhnya penguasaan ilmu pengetahuan tersebut di dalam kenyataannya.

2. Guru dapat membebaskan dirinya dari tekanan-tekanan pejabat di atasnya seperti kepala sekolah, pengawas, buku teks, para pengembang kurikulum atau ujian-ujian negara.

3. Emansipasi bukan hanya pada guru melainkan juga pada tingkatan sekolah di dalam menghadapi birokrasi di dalam pendidikan yang selalu


(13)

berorientasi pada pengawasan atau kontrol (Stenhouse dalam Wiriaatmadja, 2002:124).

Penelitian tindakan kelas itu bersifat situasional, yaitu berkaitan dengan mendiagnosis masalah dalam konteks tertentu, misalnya di kelas dalam sekolah, dan berusaha menyelesaikannya dalam konteks itu. Masalah yang diangkat dari praktek pembelajaran sehari-hari yang benar-benar dirasakan oleh guru dan siswanya. Kemudian diupayakan penyelesaiannya demi peningkatan mutu pendidikan, prestasi siswa, profesi guru, dan mutu sekolahnya, dengan jalan merefleksi diri, yaitu sebagai praktisi dalam pelaksanaan penuh keseharian tugas-tugasnya, sekaligus secara sistematik meneliti praktisnya sendiri (Depdikbud, 1999:8).

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara mendalam tentang upaya meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS dengan cara mengkaji dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS melalui model diskusi, terhadap guru, siswa, kondisi sosial kelas serta kendala dan masalah apa yang dihadapi selama berlangsungnya proses pembelajaran di kelas.

Depdiknas (1999:9-10) menetapkan tujuan Penelitian Tindakan Kelas sebagai berikut:

1. Tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas demi perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani PBM dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis keadaan. Merefleksi adalah melakukan analisis-sintesis-interpretasi-eksplanasi dan berkesimpulan. Kemudian mencobakan alternatif tindakan dan evaluasi efektifvitasnya. Ini merupakan satu daur tindakan.


(14)

2. Mengembangkan kemampuan keterampilan guru untuk menghadapi permasalahan aktual pembelajaran di kelasnya dan/atau di sekolahnya sendiri. 3. Tujuan penyerta Penelitian Tindakan Kelas ialah dapat ditumbuhkannya budaya

meneliti di kalangan guru dan pendidik.

PTK dilaksanakan demi perbaikan dan/atau peningkatan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya melekat pada terlaksananya misi profesional pendidikan yang diemban guru. Oleh karena itu, Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu cara strategis dalam memperbaiki dan meningkatkan layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks, dan/atau dalam peningkatan kualitas program sekolah secara keseluruhan, dalam mayarakat yang cepat berubah. Proses PTK merupakan serangkaian spiral atau siklus tindakan dan penelitian yang terdiri dari urutan perencanaan (plan), tindakan (act), pengamatan (observe) dan refleksi (reflect).

B. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti yaitu penelitian tindakan yang berbentuk siklus ( tindakan ). Model Siklus yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (Hopkins, 1993:48; Wiriaatmadja, 2002:127-128; Kasbollah, 1999; Soedarsono, 1997; Wardani, et al, 2000; Sukidin, et al, 2002:84; Sukardi, 2003:212-213; Depdikbud, 1999:26-27). Penelitian tindakan dilakukan dengan beberapa langkah siklus, hingga tercapai tujuan yang diinginkan. Langkah-langkah penelitian terdiri atas empat komponen penelitian tindakan (perencanaan, tindakan, obsevasi, dan refleksi) dalam suatu sistem spiral yang saling berkait , selanjutnya pada siklus kedua dan seterusnya jenis kegiatan yang dilaksanakan


(15)

peneliti bersama guru mitra adalah memperbaiki rencana (revised plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observed) dan refleksi (reflect). Demikian seterusnya, siklus akan terus berulang hingga pembelajaran dirasakan berhasil.

Tahap-tahap dalam Penelitian Tindakan Kelas yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart (Hopkins, 1993:48) dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 1

Siklus Tindakan Model Kemmis dan Taggart (Hopkins, 1993:48)

A

ct

Observe

R

ef

le

ct

Plan

A

ct

Observe

R

ef

le

ct

Revised Plan

Secara operasional tahap-tahap kegiatan penelitian dalam siklus dapat dijelaskan sebagai berikut (Model Kemmis dan Taggart dalam Sukardi, 2003):

1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan diawali dengan orientasi pendahuluan. Hal ini dilaksanakan bersama antara peneliti dan guru yang mengajar IPS di kelas X SMA N Jatinangor terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung dan


(16)

wawancara dengan guru. Kegiatan ini merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan fakta di lapangan.

Berdasarkan temuan pada orientasi pendahuluan, peneliti bersama guru IPS berdiskusi merencanakan langkah-langkah kegiatan tindakan yang akan ditampilkan guru di kelas dalam proses pembelajaran berikutnya.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini, guru melaksanakan kegiatan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah dirumuskan bersama. Jenis tindakan yang dilaksanakan merupakan hasil kesepakatan yang dilakukan bersama antara guru dan peneliti, secara kolaboratif.

3. Observasi

Kegiatan tahap observasi, dilakukan oleh guru bersama peneliti dengan menggunakan pedoman observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Tahap ini dilaksanakan untuk melihat hasil atau dampak dan siklus (tindakan) yang dilaksanakan terhadap siswa. Hasil observasi merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan refleksi dan revisi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan untuk menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

4. Refleksi

Temuan pada waktu kegiatan siklus yang diperoleh dari pelaksanaan proses pembelajaran dianalisis dari hasil diskusi antara guru, peneliti, dan pembimbing. Kesimpulan hasil diskusi dijadikan dasar bagi penyusunan rencana tindakan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran berikutnya.


(17)

Dalam penelitian ini, jumlah siklus yang dilakukan tergantung kepada tingkat pencapaian tujuan, berdasarkan pada rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya. Penelitian akan diakhiri bila permasalahan yang biasanya timbul di dalam pembelajaran IPS sudah dapat diatasi dan respon dari siswa sudah sesuai dengan apa yang diharapkan.

C. Situasi Sosial Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SMA N Jatinangor yang beralamat di Jalan Raya 1 Subang.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian berfokus pada siswa kelas X 3 dan guru yang mengajar dikelas tersebut. Ini temasuk juga proses belajar mengajar yang ada di kelas ini selama berlangsungnya program Penelitian Tindakan Kelas .

D. Instrumen Penelitian

Peningkatan kemampuan siswa di dalam kelas dapat diketahui dengan cara observasi langsung didukung oleh wawancara dengan guru mitra dan peserta didik dan melakukan observasi langsung di kelas. Pada dasarnya, dalam melakukan penelitian tindakan, peneliti sendiri berperan sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan informasi yang diperlukan. Hal ini berdasarkan asumsi dari Nasution (1992:57) bahwa hanya manusialah yang mampu memahami, memberikan makna terhadap interaksi antar


(18)

manusia, gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan yang mereka lakukan (dalam Atmadinata,2005:58-59).

E. Pengumpulan Data

Untuk mempermudah pekerjaan peneliti juga menggunakan alat bantu pengumpulan data yaitu :

1. Observasi, dipergunakan untuk membantu peneliti mengamati proses pelaksanaan model diskusi.

2. Lembar tes, untuk mengetahui perubahan kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model diskusi.

F. Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian ini berlangsung dari awal hingga akhir, yaitu mulai dari tahap orientasi sampai pada tahap berakhirnya seluruh program tindakan sesuai dengan karakteristik pokok permasalahan dan tujuan penelitian (Hopkins, 1993; McNiff, 1992).

Analisis data digunakan baik untuk data kualitatif dari hasil wawancara maupun data kuantitatif dari tes hasil belajar. Analisis data merupakan usaha (proses) memilih, memilah, membuang dan menggolongkan data untuk menjawab dua permasalah pokok, yaitu (1) tema apa yang dapat ditemukan pada data-data ini dan (2) seberapa jauh data-data ini dapat menyokong tema tersebut (Sukidin, dkk., 2002). Analisis data ini dilakukan secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif pada setiap tahap refleksi sehingga dari hasil analisis refleksi ini dapat ditemukan alternatif jalan keluar untuk menentukan rencana tindakan yang akan dilaksanakan pada tindakan berikutnya.


(19)

Prosedur pengolahan dan analisis data mengacu pada pola pengolahan data dari Hopkins (Hopkins, 1993:149) yang dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Kategorisasi Data

Data yang telah dikumpulkan melalui berbagai metode pengumpulan data, akan diberi kode-kode berdasarkan kategori yang telah ditentukan untuk memudahkan analisis (Miles & Huberman dalam Muhadjir N, 2002:45; Atmadinata 2005:62). Kategori yang dimaksud adalah;

1) Situasi sekolah secara umum latar belakang sekolah dan denah sekolah

2) Situasi kelas berupa informasi tentang kondisi fisik kelas, guru dan siswa.

3) Proses pembelajaran berupa informasi tentang hubungan sosial antara guru dengan siswa, antar siswa dan perubahan yang terjadi selama berlangsungnya proses pembelajaran IPS

4) Semua tindakan baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa di dalam kelas.

Semua data dikumpulkan sehingga dapat memberikan penjelasan dan makna terhadap hasil temuan peneliti.

2. Validasi Data

Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur (Gay, 1983 dalam Sukardi,2003:121). Validasi data adalah suatu kegiatan pengujian terhadap keobjektifan dan keabsahan data. Teknik validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


(20)

i. Triangulasi, merupakan pengecekan kebenaran data atau informasi tentang pelaksanaan tindakan dengan cara mengkonfirmasikan kebenaran data sebagai upaya mendapatkan informasi dari sumber-sumber lain mengenai kebenaran data penelitian. Sumber lain yang dapat digunakan untuk konfirmasi hasil penelitian ini adalah guru yang terlibat langsung dalam penelitian ini, siswa dan guru-guru lain.

ii. Member check, dilakukan untuk mengecek kebenaran dan kesahihan data temuan penelitian, yakni dengan cara mengkonfirmasikannya dengan sumber data (Miles & Huberman dalam Rochmadi, 1997: 35; Muhadjir N, 2002:45). Dalam proses ini, data atau informasi yang diperoleh dikonfirmasikan dengan guru kelas melalui kegiatan diskusi pada setiap akhir pelaksanaan tindakan.

iii. Audit trail (Nasution,1992), yaitu mencek kebenaran hasil penelitian sementara, beserta prosedur dan metode pengumpulan datanya, dengan mengkonfirmasikan pada bukti-bukti temuan yang telah diperiksa dan dicek kesahihannya pada sumber data tangan pertama (dalam Sunardi, 2003:112). Diskusi juga dilakukan dengan teman-teman sejawat, pembimbing atau dengan siapa saja yang dianggap berkompetensi.

iv. Expert Opinion, dilakukan dengan cara mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada para ahli, (Nasution dalam Rochmadi, 1997:35). Dalam kegiatan ini, peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada pembimbing untuk memperoleh arahan dan masukan sehingga validasi temuan penelitian dapat dipertanggungjawabkan.


(21)

Pada tahap ini peneliti berusaha menginterpretasikan temuan-temuan penelitian berdasarkan kerangka teori yang dipilih dengan mengacu pada norma-norma praktis yang disetujui atau instuisi guru itu sendiri yang menggambarkan pelajaran yang baik (Hopkins, 1993). Hasil intepretasi ini diharapkan dapat memberikan makna yang cukup berarti untuk kegiatan tindakan selanjutnya dan dapat mengembangkan model diskusi pada siswa SMA N Jatinangor.

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini akan dikemukakan temuan hasil penelitian yang telah dilaksanakan sesuai dengan rangkaian tindakan yang telah dilakukan. Paparan data temuan ini sebelumnya diawali dengan gambaran awal pembelajaran mata pelajaran IPS dan diakhiri dengan proses dan hasil pelaksanaan tindakan mengembangkan proses pembelajaran.

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Profil Awal Pembelajaran IPS

Orientasi pertama yang peneliti lakukan di SMA N Jatinangor ini pada tanggal 18 Pebruari 2009 dengan melakukan wawancara dengan guru mitra. Setelah guru mitra menyetujui untuk bekerja sama.

Melakukan refleksi tidak ubahnya seperti berdiri di depan cermin untuk melihat kembali bayangan kita atau memantulkan kembali kejadian yang perlu kita kaji


(22)

merenungkan mengapa satu kejadian berlangsung dan mengapa seperti itu terjadinya. Guru dibantu peneliti mencoba merenungkan mengapa satu usaha perbaikan berhasil dan mengapa yang lainnya gagal. Melalui refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai, serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam pembelajaran berikutnya.

Pada hari Jumat, 20 Pebruari 2009 peneliti dan guru mitra melakukan refleksi bersama di ruang guru untuk mendiskusikan beberapa temuan selama berlangsungnya proses pembelajaran dari tahun ke tahun. Beberapa temuan yang belum dapat dikategorikan sebagai tindakan belajar yang baik adalah:

1. Selama memberikan penjelasan dengan metode ceramah dan tanya jawab, guru hanya berada di sekitar papan tulis dan meja guru atau di area depan saja, idealnya untuk pengelolaan kelas, guru sesekali berjalan-jalan sambil mengecek, sejauh mana siswa memperhatikan pelajarannya.

2. Guru mendominasi pembelajaran (teacher centered) dengan mendominasi sebagian besar pembicaraan di kelas. Padahal dengan digabungkannya metode ceramah dan tanya jawab, bisa menggairahkan siswa dalam berinteraksi selama pembelajaran berlangsung bukan malah sebaliknya, pembelajaran terasa monoton dan membosankan

3. Guru belum menggunakan alat peraga sebagai alat bantu selama proses pembelajaran berlangsung. Penggunaan alat peraga dapat membantu guru dalam memberikan penjelasan kepada siswa sehingga siswa pun dapat lebih paham dan cepat menangkap maksud dan arah pembicaraan gurunya.

4. Guru tidak terlihat membawa buku paket, dan buku pegangan yang dipunyai siswa hanya LKS saja. Sebenarnya guru bisa membawa beberapa buku paket untuk


(23)

diperlihatkan kepada siswa sebagai bahan bacaan, daripada hanya mengandalkan LKS saja.

5. Sebagian besar siswa tidak mempunyai buku pegangan IPS.

6. Guru langsung menjawab pertanyaan siswa, mestinya guru melemparkan terlebih dahulu pertanyaan tersebut kepada siswa yang lain dan memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk memberikan jawabannya. Selain itu pula guru dapat memberikan pujian (reward) kepada siswa yang bertanya maupun yang menjawab. 7. Masih ada siswa yang tidak memperhatikan pelajaran selama kegiatan pembelajaran

berlangsung, dan tidak ditegur oleh gurunya.

8. Guru tidak membuat kesimpulan pada akhir pembelajaran. Jika guru membuat kesimpulan bersama dengan siswa maka diharapkan ada materi yang “menempel” di benak siswa.

9. Guru tidak menegur dan mengingatkan siswa yang mencontek, sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk melakukan hal yang sama (mencontek) pada tes-tes yang berikutnya. Seharusnya guru menegur dan memberikan sangsi kepada siswa yang mencontek walaupun guru merasa bahwa kebiasaan mencontek tidak bisa dirubah. 10. Guru perlu merubah metode pembelajaran yang bisa menyenangkan siswa dan

membuat proses belajar mengajar menyenangkan, tidak monoton dan tidak membosankan.

2. Perencanaan untuk Tindakan Pertama

Pada hari Rabu, 25 Pebruari 2009 setelah refleksi dilakukan, peneliti dan guru mitra langsung menyusun rencana tindakan untuk siklus pertama, yaitu:

a. Kegiatan PTK dengan model diskusi dimulai dengan pokok bahasan inflasi


(24)

c. Guru membuat kelompok siswa yang terdiri dari 9 kelompok. Karena jumlah siswa ada 38 orang, maka disepakati tiap-tiap kelompok beranggotakan 4 - 5 orang. Sebelumnya kami sepakat untuk menawarkan terlebih dahulu pembuatan kelompok ini kepada siswa dengan syarat bahwa setiap kelompok harus beranggotakan siswa yang kemampuan masing-masing siswa berbeda sehingga terbentuklah kelompok yang heterogen sesuai dengan syarat dari pembelajaran model diskusi.

d. Guru membentuk kelompok, sesuai dengan aturan yang ada dalam model diskusi yaitu: membuat salinan lembar ringkasan siswa dan mengurutkan siswa mulai dari peringkat tertinggi sampai peringkat terendah. Kemudian guru menentukan jumlah anggota kelompok. Idealnya tiap kelompok beranggotakan 4 orang. Bila tidak bisa, mungkin akan ada sisa kelompok yang beranggotakan ganjil. Setelah menentukan jumlah anggota kelompok, guru melakukan pembentukan kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari siswa berkemampuan rendah hingga tinggi dan rata-rata kemampuan tiap siswa di kelas merata. Terakhir guru mengisikan nama-nama anggota kelompok ke dalam format yang sudah disediakan.

e. Pembelajaran dalam satu siklus disesuaikan dengan urut-urutan pelaksanaan model diskusi yaitu, pertama guru melakukan presentasi kelas yang mencakup pembukaan, pengembangan dan petunjuk dalam pelajaran. Setelah dirasakan memadai maka membiarkan siswa belajar dalam kelompoknya dan yang terakhir melakukan tes individu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang diberikan oleh guru. Tahapan dalam satu siklus bisa berbeda setiap siklusnya tergantung dari kecepatan siswa dalam menyerap materi yang diajarkan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas.


(25)

f. Tindakan pertama akan dimulai tanggal 27 Pebruari 2009 Pada saat tindakan yang pertama guru menyiapkan materi, lembar kerja untuk kelompok dan daftar nama-nama kelompok.

Sambil merencanakan tindakan, guru mitra merasa khawatir tentang hasil yang akan dicapai, apalagi menurut guru, IPS merupakan pelajaran yang sulit dipelajari jika guru tidak menerangkan secara langsung. Peneliti menjelaskan bahwa model diskusi tidak begitu saja membiarkan siswa belajar dengan kelompoknya saja, tapi ada urut-urutan yang harus dilakukan. Justru menurut penelitian-penelitian terdahulu, model diskusi ini dapat membangkitkan motivasi dan semangat bersaing siswa sehingga siswa yang paling tidak bisa pun akan berusaha untuk belajar dan menjadi bisa.

B. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan

1. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama 1.1. Deskripsi Observasi Tindakan Siklus Pertama

Guru memperlihatkan skor dasar yang didapatkan dari rata-rata hasil dua kali tes, yaitu tes awal dan tes akhir yang dilakukan guru pada tanggal 27 Pebruari 2009. Daftar nilai tersebut sudah mengurutkan nilai siswa dari mulai nilai siswa yang paling besar sampai siswa yang paling kecil. Penentuan skor dasar ini untuk menentukan pembagian kelompok, mulai dari kelompok atas, kelompok tengah, sampai kelompok bawah. Selain itu juga guru memperlihatkan hasil pembagian kelompok berdasarkan urutan dalam skor dasar yang sudah dibuat oleh guru. Tabel penentuan skor dasar dan pengelompokan siswa dapat dilihat dalam lampiran Tabel 5 (dibuat dalam skala penilaian 0 -100):


(26)

Pada hari Selasa, 3 Maret 2009 pukul 10.00 WIB peneliti dan guru mitra melakukan refleksi bersama di ruang guru untuk mendiskusikan beberapa temuan selama berlangsungnya proses pembelajaran hari Jumat, 27 Pebruari 2009. Beberapa temuan yang belum dapat dikategorikan sebagai tindakan belajar yang baik adalah: 1. Guru tidak melakukan entry behaviour pada awal pelajaran melainkan langsung

menyarankan pembentukan kelompok siswa.

2. Guru belum memberikan pertanyaan yang bersifat analisa, pertanyaan yang diajukan guru cenderung tidak membutuhkan jawaban siswa karena langsung dijawab oleh siswa dan guru hanya mengekor saja.

3. Pada saat belajar kelompok, partisipasi siswa yang berinteraksi dengan guru belum melibatkan seluruh kelompok.

4. Guru sudah berkeliling ke seluruh kelas, untuk mengontrol diskusi yang dilakukan oleh siswa. Terlihat siswa banyak melakukan pertanyaan yang langsung dijawab oleh guru.

5. Kebiasaan guru langsung menjawab pertanyaan siswa, masih ada dalam pembelajaran kali ini, mestinya guru melemparkan terlebih dahulu pertanyaan tersebut kepada siswa yang lain dan memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk memberikan jawabannya. Selain itu pula guru dapat memberikan pujian (reward) kepada siswa yang bertanya maupun yang menjawab.

2. Perencanaan Tindakan Siklus Kedua.

Berdasarkan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan pertama, peneliti dan guru mitra mengadakan diskusi balikan untuk memperbaiki pelaksanaan tindakan pertama dan merencanakan tindakan siklus kedua. Diskusi ini langsung dilaksanakan setelah refleksi dengan guru mitra. Dari hasil diskusi ini kami memperoleh kesepakatan sebagai berikut:


(27)

1. Kelompok belajar sudah berjalan dengan baik dan siswa sudah mampu untuk berkomunikasi, mencari informasi, berpikir dan menganalisa juga membina kerja sama kelompok.

2. Sifat teacher centered sudah tidak terlihat lagi, guru sudah memfungsikan diri sebagai motivator dan fasilitator dalam belajar dengan memberikan kesempatan dan pelayanan yang sama kepada masing-masing kelompok.

3. Supaya guru tetap bertindak sebagai motivator dan fasilitator selama proses belajar mengajar berlangsung, dan tetap menjalankan model diskusi sesuai dengan tata cara yang sudah dilatihkan.

4. Siklus pertama masih difokuskan pada kemampuan siswa dalam berkomunikasi, mencari informasi, berpikir dan menganalisa juga membina kerja sama kelompok ditambah dengan kemampuan siswa secara individual dalam mengerjakan tes berikutnya.

3. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua

Secara keseluruhan daftar nilai mulai dari tes yang pertama sampai dengan yang terakhir dapat dilihat pada lampiran Tabel 6, dan rekapitulasi dapat dilihat pada table 7. serta rekapitulasi penghargaan terhadap kelompok setelah dua kali tes dapat dilihat dalam lampiran pada table 8.

Dari hasil refleksi ini disepakati:

1. Kinerja guru sudah optimal, guru sudah mampu menjadi fasilitator dan motivator siswa dalam belajar kelompok.

2. Siswa sudah dapat bekerja kelompok secara maksimal. Siswa sudah menunjukkan bahwa mereka sudah mampu untuk berkomunikasi, mencari informasi, berpikir dan menganalisa juga membina kerja sama kelompok. Selain


(28)

itu juga siswa yang selama ini merasa bisa, dapat membantu temannya yang belum mampu memahami materi.

3. Peneliti dan guru menyepakati bahwa pada siklus kedua ini merupakan puncak dari kemampuan guru dalam hal menumbuhkan semangat siswa dalam belajar kelompok dan peduli kepada teman satu kelompoknya dan siswa pun sudah menunjukkan bahwa mereka sudah berusaha agar kelompoknya menjadi kelompok yang terbaik.

C. Analisis Penelitian

Berdasarkan pada pelaksanaan penelitian tindakan ini, sejak siklus pertama hingga siklus kedua, beberapa analisis yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan pada penerapan model diskusi di kelas X3 SMA N Jatinangor, adalah sebagai berikut:

1. Analisis Tindakan Pertama

Beberapa temuan yang dapat dianalisis dalam tindakan pertama ini adalah: (1) kemampuan guru dalam membuka pelajaran, (2) pemahaman guru terhadap model diskusi (3) penggunaan sumber dan alat belajar (4) kemampuan guru dalam mengelola kelas (5) kemampuan siswa membentuk kelompok belajar (6) kemampuan siswa belajar dalam kelompoknya, dan (7) kemampuan guru menutup pelajaran.

Sesuai dengan rencana awal yang disusun oleh peneliti dengan guru mitra, pada awal pembelajaran guru harus membuka pembelajaran terlebih dahulu. Guru membuka pelajaran dengan mengabsen siswanya terlebih dahulu tetapi tidak dilanjutkan dengan memberikan entry behaviour . Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan pada hari ini. Guru meminta siswa untuk membuat kelompok dengan berdasarkan prinsip heterogenitas (Slavin 1995:4). Guru menjelaskan apa itu prinsip


(29)

heterogenitas, sehingga siswa lebih paham dalam pembentukan kelompok. Dalam beberapa menit siswa mencoba untuk membentuk kelompoknya, walaupun pada saat peneliti bertanya kepada salah seorang siswa (ASy ), mereka tidak terbiasa membentuk kelompok dengan memperhatikan kemampuan masing-masing. Biasanya mereka membentuk kelompok dengan cara-cara: membagi kelompok berdasarkan lokasi tempat duduk atau berdasarkan absen (dilakukan oleh guru) atau siswa memilih sendiri kelompoknya berdasarkan kedekatan dengan siswa yang lainnya. Setelah berlangsung beberapa menit, seorang siswa (Dk) mengusulkan agar guru saja yang membentuk kelompoknya, dan didukung oleh ASy dan Da , yang didasarkan dari nilai yang sudah ada. Menurut mereka, guru lebih mengetahui kemampuan siswa berdasarkan dua kali tes yang sudah dilakukan oleh guru.

Dalam hal pembentukan kelompok ini, guru sudah berusaha untuk bersikap demokratis, walaupun dalam model diskusi pembentukan kelompok siswa mutlak adalah wewenang guru (Slavin, 1995). Slavin menyebutkan jangan biarkan siswa menentukan kelompoknya sendiri, karena cenderung mengikuti perasaan suka atau tidak suka. Sebenarnya guru sudah menyiapkan kelompok-kelompok berdasarkan peringkat siswa, sehingga pada saat siswa meminta guru yang membentuk kelompoknya, guru sudah siap dengan susunan kelompok tersebut.

Penggunaan sumber belajar, pada tindakan yang pertama ini, buku yang digunakan hanya LKS terbitan dari CV Aria Duta Depok, tidak ditunjang oleh buku paket yang lainnya. Alasan penggunaan LKS ini, karena harganya murah dan banyak latihannya. Tidak ada usaha dari guru maupun siswa untuk mempunyai sumber belajar yang lain sehingga siswa hanya terpaku pada apa yang ada dalam LKS tersebut. Keadaan seperti ini harus diatasi dengan mengganti model pembelajaran yang biasanya konvensional


(30)

menurut Johnson & Johnson (Lie, 2002:17) dapat menumbuhkan saling ketergantungan yang positif dan tanggung jawab perseorangan. Alasan ini akan memacu siswa untuk mencari sumber belajar karena tujuan dari model diskusi adalah memotivasi siswa agar saling membantu mengerjakan materi yang diberikan oleh guru. Jika kelompoknya ingin menang maka masing-masing anggota kelompok harus membantu satu sama lain. Dalam hal kemampuan mengelola kelas, guru mitra sudah berusaha untuk melakukan aspek pertama dalam model diskusi yaitu presentasi kelas. Hal ini sering dilaksanakan dengan pengajaran langsung oleh sang guru, . Presentasi kelas yang diberikan harus difokuskan pada materi yang akan diberikan agar siswa lebih jelas fokusnya dan memperhatikan presentasi dengan baik. Dalam melakukan presentasi kelas, guru masih bersifat teacher centered, sifat ini terlihat pada saat ada pertanyaan dari siswa, guru langsung menjawab tanpa memberi kesempatan kepada siswa yang lain untuk mengemukakan pendapatnya. Seharusnya guru memberi kesempatan terlebih dahulu kepada siswa yang lain yang mungkin sudah mengetahui manfaatnya. Pada saat siswa sudah duduk dalam kelompoknya, guru sudah berjalan berkeliling dan melayani pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa. Sayangnya kelompok yang tidak bertanya, tidak diberi perhatian oleh guru, mungkin guru menganggap kelompok tersebut sudah bisa memahami sendiri. Alangkah lebih baiknya apabila guru singgah ke kelompok tersebut dan guru berinisiatif untuk bertanya terlebih dahulu. Asumsi bahwa kelompok yang tidak bertanya pasti sudah bisa, dapat menghambat kelangsungan materi jika kenyataannya kelompok tersebut tidak mengerti sama sekali.

Kerjasama siswa dalam kelompok sudah berlangsung cukup baik, terlihat dalam masing-masing kelompok siswa yang ada dalam peringkat atas menugaskan dirinya sendiri untuk memberikan penerangan kepada teman-temannya yang lain. Sementara teman yang lainnya ada yang mendengarkan. Beberapa kelompok terlibat diskusi yang


(31)

diselingi dengan perdebatan-perdebatan kecil. Secara keseluruhan, siswa sudah mampu berkomunikasi dan bekerja sama dengan kelompoknya secara baik.

Guru sudah mengambil kesimpulan pada saat menutup pembelajaran dengan mengulas kembali sedikit materi yang sudah dilakukan pada proses belajar mengajar. Hal ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan guru tersebut. Mungkin karena guru memang sudah memahami bahwa proses belajar harus ditutup dengan membuat kesimpulan.

2. Analisis Tindakan Kedua.

Kinerja guru pada siklus kedua ini sudah bagus, guru sudah bisa menjadi fasilitator dan motivator siswa dalam belajar kelompok. Sifat-sifat pembelajar yang teacher centered sudah tidak terlihat dari mulai siklus pertama. Tidak ada lagi ceramah yang membosankan, dominasi dan sikap guru yang otoriter, menguasai proses belajar mengajar. Pembelajaran sudah berpusat pada siswa, dimana guru melakukan pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru sudah membuka pelajaran dan mengawali pembelajaran dengan memberikan entry behaviour juga menyampaikan tujuan pembelajaran. Menyimpulkan pembelajaranpun dilakukan oleh guru diakhir proses sebagai upaya untuk menutup pembelajaran.

Kemampuan siswa dalam bekerja kelompok pun sudah semakin baik, ini terlihat dari hasil tes individu yang dilakukan pada siklus kedua ini dimana nilai terkecil yang dicapai siswa adalah 70 dan banyak yang memperoleh nilai 100 sehingga bisa dikatakan tujuan pembelajaran model diskusi ini tercapai.

Suasana belajar yang terekam dalam siklus kedua ini adalah kegairahan dan semangat siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Siswa tetap bersemangat sampai akhir, terlihat pada saat guru bersama siswa memeriksa hasil tes bersama-sama,


(32)

siswa terlihat sangat antusias, apalagi ada peningkatan nilai yang diperoleh oleh masing-masing individu.

Peneliti dan guru mitra menyepakati bahwa pada siklus kedua ini merupakan puncak dari kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran model diskusi dan siswapun telah menunjukkan bahwa siswa merasa nyaman dengan model diskusi dan telah berhasil memperbaiki nilai yang diperoleh secara individual walaupun belajar secara berkelompok. Dengan anggapan bahwa pembelajaran sudah stabil dan ada harapan dari siswa walaupun peneliti sudah tidak meneliti lagi, tapi pembelajaran ingin tetap dilakukan seperti yang sudah diterapkan oleh guru, maka tindakan kedua merupakan siklus terakhir.

D. Implikasi Model Diskusi terhadap Pembelajaran IPS.

Upaya mengembangkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS dengan menggunakan model diskusi dilakukan dengan maksud agar siswa mampu memahami materi inflasi secara lebih mendalam dilihat dari sudut pandang dan kebiasaan yang berbeda dari biasanya. Berbeda disini dalam artian siswa mampu menerapkan, membiasakan dan membudayakan cara-cara yang diperoleh dalam model diskusi dalam proses pembelajaran IPS selanjutnya dan pada pembelajaran yang lainnya.

Selain itu pula upaya penerapan model diskusi dalam pembelajaran IPS, dimaksudkan pula agar siswa dapat belajar konten akademik dan keterampilan-keterampilan dalam bidang sosial dan beberapa perilaku sosial, sikap dan kemampuan (Slavin, 1994:3). Belajar dengan menggunakan model diskusi akan menumbuhkan gairah dalam belajar, karena dengan cara ini akan terjadi kompetisi di antara sesama anggota


(33)

kelompok dan memungkinkan siswa untuk belajar secara nyata bagaimana terlibat, bertingkah laku, bekerja sama, kompromi, saling memberikan dukungan antar individu dalam kelompok, merasakan, bersikap, bernilai dan berpartisipasi dalam kelompok yang sangat penting artinya bagi kehidupannya di masyarakat dan bangsanya pada masa mendatang (Badeni, 1998:6; Atmadinata, 2005:9).

Dalam model diskusi guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya nara sumber dalam pembelajaran, melainkan berperan sebagai motivator, fasilitator dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap, dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat (Slavin:1992).

Dalam penerapan model diskusi di kelas dari siklus pertama sampai siklus kedua, maka siswa memperoleh beberapa hal, yaitu:

1. Siswa memperoleh pengalaman baru tentang model pembelajaran, sehingga siswa bisa membandingkan antara model pembelajaran yang lama yang hanya mengandalkan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas dengan model diskusi.

2. Siswa memperoleh pelajaran tentang: bekerja sama, saling memberikan motivasi antar teman, menjadi pemimpin dalam kelompok, keberanian mengemukakan pendapat, berkomunikasi, berpikir, bertanggung jawab, memecahkan masalah dan menganalisa. Siswa juga sudah mengembangkan kemampuan mencari informasi dengan semakin banyaknya siswa yang membawa sumber belajar yang tidak hanya dari satu penerbit tetapi bermacam-macam penerbit, sehingga siswa bisa saling


(34)

3. Siswa mempunyai tanggung jawab individu dengan berusaha mengerjakan tesnya seorang diri dan menginginkan hasil yang bagus sehingga akan berpengaruh baik terhadap kelompoknya

4. Siswa menjadi lebih bergairah dan bersemangat dalam belajar dilihat dari ‘denyut’ pembelajaran yang berlangsung sampai siklus kedua terasa hidup, dan tidak terlihat ada siswa yang merasa bosan.

5. Siswa memperoleh hasil yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai yang baik dari tes yang satu ke tes yang berikutnya.

Dalam dua siklus yang dilakukan, ditemukan beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai implikasi meningkatnya hasil pembelajaran dengan model diskusi dalam pembelajaran IPS, dalam hubungannya dengan fungsi dan tujuan pembelajaran IPS di SMA itu sendiri yaitu:

1. Siswa mampu mengembangkan pengetahuan tentang IPS pada materi inflasi. Dalam mengembangkan pengetahuan ini, siswa berusaha untuk menggali informasi-informasi IPS tidak hanya dari satu sumber. Hal ini terbukti pada saat observasi pertama buku yang dipergunakan hanya satu sumber saja berupa LKS (Lembar Kerja Siswa) tetapi pada akhir siklus kedua sudah banyak siswa yang memiliki bahan ajar berupa buku paket walaupun tidak sama penerbitnya, jadi tidak sekedar LKS sebagai pedoman utama. Beragamnya buku paket yang ada di kelas, justru menambah pengetahuan siswa.

2. Siswa mampu mengembangkan keterampilan IPS.

Keterampilan yang dimaksud dalam materi inflasi adalah menganalisa terjadinya inflasi. Keterampilan ini digunakan untuk mengkaji informasi yang sampai kepada siswa guna menentukan kesahihan informasi tersebut. siswa yang bertanya tersebut bisa memahami, menganalisa ulang dan menyimpulkan pendapat dari temannya.


(35)

Keterampilan lain yang dimiliki siswa adalah sudah mampu untuk berkomunikasi, mencari informasi, berpikir dan menganalisa juga membina kerja sama kelompok. Kemampuan siswa memiliki keterampilan ini menghasilkan peningkatan nilai dari tes yang pertama ke tes yang berikutnya.

3. Siswa mampu bersikap rasional, teliti, jujur dan bertanggung jawab.

Dalam mengembangan sikap rasional siswa sudah menunjukkan sikap rasional mereka dalam hal pembentukan kelompok di siklus satu. Siswa menyerahkan pembentukan kelompok kepada guru karena merasa tidak sanggup untuk melakukannya sendiri. Siswa beranggapan prinsip heterogenitas yang diinginkan oleh guru tidak akan tercapai karena masing-masing siswa belum mengetahui kemampuannya dalamIPS pada materi inflasi. Ketelitian ditunjukkan dengan tidak begitu saja menerima pendapat dari teman yang lain juga dalam mengerjakan lembar kerja yang diberikan oleh guru dan ini sudah ditunjukkan sejak siklus satu. Sikap jujur ditunjukkan oleh siswa pada saat mengerjakan tes yang diberikan oleh guru. Siswa berusaha mengerjakan tesnya seorang diri, walaupun ini dikondisikan oleh guru dengan memberikan set soal yang berbeda kepada setiap siswa. Sikap bertanggung jawab ditunjukkan oleh siswa dengan cara membantu teman dalam satu kelompoknya yang belum memahami materi yang diberikan dan berusaha untuk mendapatkan nilai yang terbaik bagi kelompoknya. Hal ini sudah ditunjukkan sejak siklus yang pertama.

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada setiap siklus, teori-teori diskusi terhadap pembelajaran IPS, maka model diskusi dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS di kelas X3 SMA N Jatinangor telah mencapai tujuannya.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan.

1. Penguasaan konsep siswa kelas X3 SMA N Jatinangor dengan menerapkan metode diskusi tampak jelas meningkat dan dari siklus pertama ketuntasan telah mencapai 44,47% dan meningkat pada siklus kedua menjadi 79,34%. Maka dengan demikian jelaslah bahwa dengan penerapan metode diskusi pada kegiatan belajar mengajar IPS pada materi Inflasi telah terbukti berhasil.

2. Model diskusi merupakan suatu pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk belajar dalam suatu kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, setiap anggota kelompok bekerja sama dan saling membantu untuk saling memahami materi yang diberikan, membantu memberikan informasi kepada teman satu kelompok sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Kegiatan belajar dinyatakan selesai jika semua siswa dalam kelompok tersebut memahami dan menguasi materi pembelajaran.


(37)

Model dapat dipergunakan pada semua tingkatan belajar sehingga memungkinkan untuk mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan pembelajaran diskusi tidak hanya ditentukan oleh guru tetapi juga ditentukan oleh siswa yang tergabung dalam kelompoknya. pelaksanaan diskusi harus diiringi dengan pembekalan keterampilan dalam melakukan kerja sama seperti berani berbicara dan mengemukakan pendapat, berani bertanya, menghargai pendapat teman, memberi semangat kepada teman untuk berbicara, tidak mendominasi pembicaraan dalam kelompok, mempunyai kemampuan argumentasi dan keterampilan-keterampilan lainnya yang dapat menunjang suksesnya strategi diskusi.

3. Peran penting guru sebagai pemegang kebijakan dalam menentukan pembelajaran di dalam kelas, tidak dapat diabaikan, karena itu guru mutlak harus memiliki wawasan yang luas dan mengetahui berbagai metode dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktifitas dan kreatifitas siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar pada mata pelajaran IPS. Guru dituntut harus memahami keinginan siswa dalam belajar tetapi tidak melepas begitu saja. Guru tetap bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses belajar mengajar. Model diskusi dengan sendirinya menjadikan pembelajaran yang asalnya bersifat teacher centered menjadi student centered, karena kondisi sosial di dalam kelas berbeda. Jika biasanya guru yang terus memberikan materi secara klasikal individual, maka setelah model ini diterapkan, interaksi yang terjadi di dalam kelas menjadi interaksi antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam satu kelompok, siswa dengan siswa yang berbeda kelompok dan kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Hal ini membuat suasana kelas lebih hidup dan


(38)

motivator dalam upaya membantu dan melatih siswa dalam menerapkan model diskusi di dalam kelas.

Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS sudah seharusnya diarahkan pada penekanan proses yang dilakukan selama pembelajaran, bukan hanya dilihat dari hasil akhir sehingga siswa tidak lagi menganggap bahwa IPS merupakan pelajaran yang sulit dipelajari tetapi justru dalam prosesnya siswa diajak untuk menyenangi pelajaran IPS. Dengan mementingkan proses siswa dibiasakan dan dilatih untuk melakukan segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran IPS.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dalam penerapan model diskusi sebagai berikut:

1. Berdasarkan pada hasil temuan selama penelitian, maka model diskusi dapat diterapkan dengan baik di dalam kelas dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan keterampilan yang dilakukan oleh siswa. Hal ini membuktikan bahwa penting untuk mempertimbangkan model diskusi sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat dilakukan di dalam kelas. Untuk meningkatkan pemahaman siswa, sebaiknya siswa banyak berlatih dan melakukan peer teaching sehingga pemahaman siswa terhadap materi IPS menjadi lebih baik.

2. Model diskusi dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan kerja sama yang baik antara guru dan siswa. Guru harus betul-betul memahami model yang akan diterapkan di kelas sehingga jika ada siswa yang tidak mengerti model diskusi, guru dapat menjelaskannya dengan baik. Dalam penerapan model diskusi, guru sebaiknya dapat menjalankan perannya sebagai perancang, fasilitator, motivator dan pengelola pembelajaran. Untuk memperoleh kinerja seperti itu, maka guru sebaiknya terus


(39)

mengembangkan profesionalisme baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan pengembangan professional dalam jabatan seperti MGMP, workshop dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan wawasan.

3. Guru dapat mendorong siswa untuk menambah wawasannya dengan menyarankan pencarian informasi tentang IPS dari berbagai buku sumber, media baik cetak maupun elektronik bahkan dari internet. Hal ini dapat memberikan nilai tambah kepada siswa dan pemahaman yang baru. Guru akan merasa termotivasi untuk mengembangkan dirinya juga jika siswa dapat melakukan hal-hal yang disarankan oleh gurunya.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, Suwarma. (2004). Pengembangan berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS, Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Departemen Pendidikan Nasional. (1999) Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan (Action Research), Jakarta: tidak diterbitkan.

Dimyati dan Mulyana. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta.

Djahiri, Kosasih. (2004). Petikan Internet – 09.04: Cooperative/Collaborative Inquiry Learning Model and Social Learning Model. Bandung:Prodi PU – PPS UPI. Djajadisastra, Y. (1982). Metode-metode Mengajar, Jilid I dan II, Bandung: Angkasa. Elliott, John. (1991). Action Research for Educational Change. Great Britain:Rowland

Phototypesetting,Ltd

Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Hasan, Said Hamid.(1996) Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Ibrahim, Muslimin, et.al. ( 2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, University Press.

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung:Rosda.

Nasution, S. (1989) Berbagai Pendekatan Proses Belajar Mengajar, Jakarta,:Bina Aksara.


(41)

Slavin, Robert. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. Second Edition. Boston-London-Toronto-Sidney-Tokyo-Singapore:Allyn and Bacon Somatri, M. Numan. (2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung:

Remaja Rosdakarya

Suryosubroto, (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Wardani, I Gak, dkk. (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Wiriaatmadja, Rochiati & Wahab, Abdul Azis. (2003) Hand out Penelitian Tindakan

Kelas (Classroom Action Research), Lokakarya Program Applied Aproach Bagi dosen Baru. Universitas Pendidikan Indonesia.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan.

1. Penguasaan konsep siswa kelas X3 SMA N Jatinangor dengan menerapkan metode diskusi tampak jelas meningkat dan dari siklus pertama ketuntasan telah mencapai 44,47% dan meningkat pada siklus kedua menjadi 79,34%. Maka dengan demikian jelaslah bahwa dengan penerapan metode diskusi pada kegiatan belajar mengajar IPS pada materi Inflasi telah terbukti berhasil.

2. Model diskusi merupakan suatu pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk belajar dalam suatu kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, setiap anggota kelompok bekerja sama dan saling membantu untuk saling memahami materi yang diberikan, membantu memberikan informasi kepada teman satu kelompok sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Kegiatan belajar dinyatakan selesai jika semua siswa dalam kelompok tersebut memahami dan menguasi materi pembelajaran.


(2)

Model dapat dipergunakan pada semua tingkatan belajar sehingga memungkinkan untuk mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan pembelajaran diskusi tidak hanya ditentukan oleh guru tetapi juga ditentukan oleh siswa yang tergabung dalam kelompoknya. pelaksanaan diskusi harus diiringi dengan pembekalan keterampilan dalam melakukan kerja sama seperti berani berbicara dan mengemukakan pendapat, berani bertanya, menghargai pendapat teman, memberi semangat kepada teman untuk berbicara, tidak mendominasi pembicaraan dalam kelompok, mempunyai kemampuan argumentasi dan keterampilan-keterampilan lainnya yang dapat menunjang suksesnya strategi diskusi.

3. Peran penting guru sebagai pemegang kebijakan dalam menentukan pembelajaran di dalam kelas, tidak dapat diabaikan, karena itu guru mutlak harus memiliki wawasan yang luas dan mengetahui berbagai metode dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktifitas dan kreatifitas siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar pada mata pelajaran IPS. Guru dituntut harus memahami keinginan siswa dalam belajar tetapi tidak melepas begitu saja. Guru tetap bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses belajar mengajar. Model diskusi dengan sendirinya menjadikan pembelajaran yang asalnya bersifat teacher centered menjadi student centered, karena kondisi sosial di dalam kelas berbeda. Jika biasanya guru yang terus memberikan materi secara klasikal individual, maka setelah model ini diterapkan, interaksi yang terjadi di dalam kelas menjadi interaksi antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam satu kelompok, siswa dengan siswa yang berbeda kelompok dan kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Hal ini membuat suasana kelas lebih hidup dan tidak membosankan bagi siswa. Peranan guru hanya sebagai fasilitator dan


(3)

motivator dalam upaya membantu dan melatih siswa dalam menerapkan model diskusi di dalam kelas.

Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS sudah seharusnya diarahkan pada penekanan proses yang dilakukan selama pembelajaran, bukan hanya dilihat dari hasil akhir sehingga siswa tidak lagi menganggap bahwa IPS merupakan pelajaran yang sulit dipelajari tetapi justru dalam prosesnya siswa diajak untuk menyenangi pelajaran IPS. Dengan mementingkan proses siswa dibiasakan dan dilatih untuk melakukan segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran IPS.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dalam penerapan model diskusi sebagai berikut:

1. Berdasarkan pada hasil temuan selama penelitian, maka model diskusi dapat diterapkan dengan baik di dalam kelas dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan keterampilan yang dilakukan oleh siswa. Hal ini membuktikan bahwa penting untuk mempertimbangkan model diskusi sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat dilakukan di dalam kelas. Untuk meningkatkan pemahaman siswa, sebaiknya siswa banyak berlatih dan melakukan peer teaching sehingga pemahaman siswa terhadap materi IPS menjadi lebih baik.

2. Model diskusi dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan kerja sama yang baik antara guru dan siswa. Guru harus betul-betul memahami model yang akan diterapkan di kelas sehingga jika ada siswa yang tidak mengerti model diskusi, guru dapat menjelaskannya dengan baik. Dalam penerapan model diskusi, guru sebaiknya dapat menjalankan perannya sebagai perancang, fasilitator, motivator dan pengelola pembelajaran. Untuk memperoleh kinerja seperti itu, maka guru sebaiknya terus


(4)

mengembangkan profesionalisme baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan pengembangan professional dalam jabatan seperti MGMP, workshop dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan wawasan.

3. Guru dapat mendorong siswa untuk menambah wawasannya dengan menyarankan pencarian informasi tentang IPS dari berbagai buku sumber, media baik cetak maupun elektronik bahkan dari internet. Hal ini dapat memberikan nilai tambah kepada siswa dan pemahaman yang baru. Guru akan merasa termotivasi untuk mengembangkan dirinya juga jika siswa dapat melakukan hal-hal yang disarankan oleh gurunya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, Suwarma. (2004). Pengembangan berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS, Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Departemen Pendidikan Nasional. (1999) Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan (Action Research), Jakarta: tidak diterbitkan.

Dimyati dan Mulyana. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta.

Djahiri, Kosasih. (2004). Petikan Internet – 09.04: Cooperative/Collaborative Inquiry Learning Model and Social Learning Model. Bandung:Prodi PU – PPS UPI. Djajadisastra, Y. (1982). Metode-metode Mengajar, Jilid I dan II, Bandung: Angkasa. Elliott, John. (1991). Action Research for Educational Change. Great Britain:Rowland

Phototypesetting,Ltd

Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Hasan, Said Hamid.(1996) Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Ibrahim, Muslimin, et.al. ( 2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, University Press.

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung:Rosda.

Nasution, S. (1989) Berbagai Pendekatan Proses Belajar Mengajar, Jakarta,:Bina Aksara.


(6)

Slavin, Robert. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. Second Edition. Boston-London-Toronto-Sidney-Tokyo-Singapore:Allyn and Bacon Somatri, M. Numan. (2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung:

Remaja Rosdakarya

Suryosubroto, (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Wardani, I Gak, dkk. (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Wiriaatmadja, Rochiati & Wahab, Abdul Azis. (2003) Hand out Penelitian Tindakan

Kelas (Classroom Action Research), Lokakarya Program Applied Aproach Bagi dosen Baru. Universitas Pendidikan Indonesia.


Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar siswa dengan metode diskusi pada mata pelajaran IPS di kelas V MI Ta’lim Mubtadi I Kota Tangerang

0 12 121

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR MELALUI METODE DISKUSI TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP OLEH SISWA PADA MATERI POKOK ORGANISASI KEHIDUPAN (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMPN 3 Tulang Bawang Tengah Tahun Ajaran 2011/2012)

0 8 58

PENGARUH PEMANFAATAN ALAT- ALAT LABORATORIUM MELALUI METODE DISKUSI TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA PADA MATERI STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN

0 11 58

PENGGUNAAN MEDIA REALIA DENGAN METODE DISKUSI TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP OLEH SISWA PADA MATERI POKOK KLASIFIKASI TUMBUHAN

3 9 67

PENGGUNAAN MEDIA REALIA DENGAN METODE DISKUSI TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP OLEH SISWA PADA MATERI POKOK KLASIFIKASI TUMBUHAN

1 8 67

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG KENAMPAKAN ALAM MELALUI METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS IV Peningkatan Pemahaman Siswa Tentang Kenampakan Alam Melalui Metode Diskusi Pada Siswa Kelas IV Semester 1 SDN 1 Bicak Todanan-Blora Tahun 2015/2016.

0 4 15

UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) PADA SISWA SEKOLAH DASAR (PTK Pembelajaran Matematika

0 1 9

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA DALAM PENGUASAAN MATERI BANGUN DATAR LAYANG-LAYANG DAN BELAH Peningkatan Pemahaman Siswa Dalam Penguasaan Materi Bangun Datar Layang-layang dan Bela Ketupat pada Pembelajaran Matematika melalui Metode Guided Note Taking pada S

0 2 15

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN HABITS OF MIND SISWA MELALUI PRAKTIKUM DAN DISKUSI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISTEM ORGAN.

0 5 40

ANALISIS PENGUASAAN KONSEP DAN MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI GENETIKA.

3 8 36