KEEFEKTIFAN MODEL WORD SQUARE DALAM PEMBELAJARAN IPS MATERI UANG TEMA PERMAINAN PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 1 PEPEDAN PURBALINGGA

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL

WORD SQUARE

DALAM PEMBELAJARAN IPS MATERI UANG

TEMA PERMAINAN PADA SISWA KELAS III

SEKOLAH DASAR NEGERI 1 PEPEDAN

PURBALINGGA

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh Aulia Fuadah

1401411570

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Tak ada yang mampu menyamai kehebatan impian untuk menciptakan masa depan (Victor Hugo).

Impian adalah jawaban hari ini untuk pertanyaan-pertanyaan yang akan datang (Edgar Cayce).

Mimpimu hari ini adalah kenyataan hari esok (Hasan Al-Bana).

PERSEMBAHAN

Untuk Ibu Siti Fatmawati, Bapak Joharudin, dan semua keluarga yang telah memberikan semangat dan doa.


(6)

vi

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Keefektifan Model Word Square dalam Pembelajaran IPS Materi Uang Tema Permainan pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Pepedan Purbalingga”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan penulis untuk belajar di Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada penulis dalam penelitian ini.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memfasilitasi penelitian serta membimbing, memberikan pengarahan,


(7)

vii

saran, dan motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah banyak membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

6. Purwanti, S.Pd.SD., dan Sri Hartati, S.Pd., Kepala SD Negeri 1 Pepedan dan SD Negeri Panggung 2 Kota Tegal yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian serta uji coba instrumen.

7. Daryati, S.Pd.SD., Las Eti Sutratmi, A.Ma., dan Suryani, S.Pd., guru kelas III SD Negeri 1 Pepedan dan SD Negeri Panggung 2 Kota Tegal yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian serta uji coba instrumen. 8. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu pendidikan

Universitas Negeri Semarang angkatan 2011 yang saling memberikan semangat dan motivasi.

9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini mendapatkan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis sendiri.

Tegal, Mei 2015


(8)

viii

Fuadah, Aulia. 2015. Keefektifan Model Word Square dalam Pembelajaran IPS Materi Uang Tema Permainan pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri

1 Pepedan Purbalingga. Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar,

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Model Word Square, dan Pembelajaran IPS.

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat memberikan pengetahuan luas kepada siswa mengenai masyarakat lokal dan global. Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa dalam proses penyampaian ilmu pengetahuan serta komponen pendukung lainnya dalam lingkungan belajar. Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan yaitu model Word Square. Model Word Square memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dalam kelompok yang mempunyai kemampuan heterogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara hasil belajar yang menggunakan model Word Square dengan menggunakan model konvensional, serta menguji keefektifan model Word Square dalam pembelajaran IPS.

Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas III A dan B SD Negeri 1 Pepedan Kabupaten Purbalingga yang berjumlah 29 orang yang terdiri dari 15 di kelas eksperimen dan 14 di kelas kontrol. Sampel diambil dari jumlah seluruh populasi. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Quasi Experimental dengan bentuk Nonequivalent Control Group. Analisis statistik yang digunakan yaitu korelasi product moment untuk uji validitas danCronbach’s

Alpha untuk uji reliabilitas instrumen. Metode Lilliefors untuk menguji normalitas data, Levene’s test untuk uji homogenitas, dan independent samples t test untuk uji hipotesis. Semua penghitungan tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS versi 20

Berdasarkan hasil uji hipotesis data hasil belajar siswa menggunakan

independent samples t test diperoleh data thitung = 3,305 dengan signifikansi =

0,003 dan ttabel = 2,052. Hasil pengujian menunjukkan bahwa thitung > ttabel

(3,305>2,052) dan signifikansinya 0,003<0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar yang menggunakan model Word Square dengan menggunakan model konvensional. Berdasarkan hasil pengujian keefektifan model dengan menggunakan one sample t test, diperoleh data thitung = 5,638 dan signifikansinya 0,000 serta harga ttabel = 2,145. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel dan signifikannya 0,000 < 0,05.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Word Square efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Agar pembelajaran menggunakan model Word Square dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana yang telah dibuat, guru dan siswa harus mempersiapkan diri secara baik, salah satunya yaitu dengan cara mempelajari materi terlebih dahulu.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Bagan ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian ... 7

1.3.1 Pembatasan Masalah ... 7

1.3.2 Paradigma Penelitian ... 7

1.4 Rumusan Masalah ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.5.1 Tujuan Umum ... 9

1.5.2 Tujuan Khusus ... 9

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.6.2 Manfaat Praktis ... 10

2. KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11


(10)

x

2.1.3 Pengertian Pembelajaran ... 14

2.1.4 Pengertian Pembelajaran Terpadu ... 14

2.1.5 Pengertian Hasil belajar ... 16

2.1.6 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 18

2.1.7 Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar ... 20

2.1.8 Pengertian Strategi, Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran .... 21

2.1.9 Pengertian Model Pembelajaran Konvensional ... 23

2.1.10 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 24

2.1.11 Pengertian Model Pembelajaran Word Square ... 25

2.1.12 Materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan ... 27

2.1.13 Pembelajaran IPS Menggunakan Model Word Square ... 31

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

2.3 Kerangka Berpikir ... 39

2.4 Hipotesis Penelitian ... 40

3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Desain Penelitian ... 42

3.2 Populasi dan Sampel ... 44

3.2.1 Populasi ... 44

3.2.2 Sampel ... 46

3.3 Variabel Penelitian ... 46

3.3.1 Variabel Independen ... 46

3.3.2 Variabel Dependen ... 47

3.4 Data Hasil Penelitian ... 47

3.4.1 Daftar Nama Siswa ... 47

3.4.2 Daftar Nilai Tes Awal ... 47

3.4.3 Hasil Belajar Siswa ... 48

3.4.4 Hasil Pengamatan Pembelajaran ... 48

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.5.1 Dokumentasi ... 49


(11)

xi

3.5.3 Wawancara Tidak Terstruktur ... 49

3.5.4 Tes ... 50

3.6 Instrumen Penelitian ... 50

3.6.1 Pedoman Wawancara ... 51

3.6.2 Lembar Observasi (Pengamatan) ... 51

3.6.3 Soal-soal Tes ... 51

3.6.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 62

3.7 Teknik Analisis Data ... 62

3.7.1 Analisis Deskriptif Data ... 62

3.7.2 Analisis Statistik Data ... 63

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1 Hasil Penelitian ... 67

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 67

4.2 Analisis Deskriptif Data Penelitian ... 73

4.2.1 Analisis Deskriptif Data Variabel Independen ... 73

4.2.2 Analisis Deskriptif Data Variabel Dependen ... 74

4.3 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian ... 77

4.3.1 Hasil Belajar Siswa ... 78

4.4 Pembahasan ... 83

5. PENUTUP ... 90

5.1 Simpulan ... 90

5.2 Saran ... 91

5.2.1 Bagi Siswa ... 91

5.2.2 Bagi Guru ... 91

5.2.3 Bagi Sekolah ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(12)

xii

Tabel Halaman

3.1 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata ... 45

3.2 Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 54

3.3 Hasil Uji Reliabilitas ... 56

3.4 Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 58

3.5 Analisis Daya Pembeda Soal ... 60

4.1 Deskripsi Data Nilai Tes Awal ... 75

4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Tes AwalKelas Eksperimen... 75

4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Tes AwalKelas Kontrol ... 75

4.4 Deskripsi Data Hasil Belajar ... 76

4.5 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 77

4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 77

4.7 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 78

4.8 Hasil Uji Homogenitas Data ... 79

4.9 Hasil Uji Hipotesis Nilai Hasil Belajar Siswa ... 81


(13)

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1.1 Paradigma Penelitian ... 8 2.1 Kerangka Berpikir ... 40


(14)

xiv

Lampiran Halaman

1. Daftar Populasi dan Sampel Kelas Eksperimen ... 98

2. Daftar Populasi dan Sampel Kelas Kontrol ... . 99

3. Pedoman Pelaksanaan Penelitian... 100

4. Pedoman Wawancara ... 101

5. Silabus ... 102

6. Silabus Pengembangan Kelas Eksperimen ... 103

7. Silabus Pengembangan Kelas Kontrol ... 106

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 109

9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 142

10. Kisi-kisi Penilaian Afektif ... 171

11. Angket Penilaian Aspek Afektif Siswa ... 172

12. Validasi Penilaian Afektif oleh Penilai Ahli 1 ... 173

13. Validasi Penilaian Afektif oleh Penilai Ahli 2 ... ... 174

14. Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen ... 175

15. Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol ... 176

16. Kisi-kisi Penilaian Psikomotorik ... 177

17. Rubrik Penilaian Psikomotorik ... 178

18. Validasi Penilaian Psikomotor oleh Penilai Ahli 1 ... 182

19. Validasi Penilaian Psikomotor oleh Penilai Ahli 2 ... 183

20. Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen... 184

21. Nilai Psikomotor Siswa Kelas Kontrol ... 185

22. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 186

23. Validasi Soal oleh Tim Ahli 1 ... 189

24. Validasi Soal oleh Tim Ahli 2 ... 197

25. Soal Uji Coba ... 205

26. Analisis Butir Soal ... 214

27. Hasil Uji Validitas Soal ... 220


(15)

xv

29. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 226

30. Hasil Analisis Daya Beda Soal ... 227

31. Kisi-kisi Soal Tes Awal dan Akhir ... 228

32. Tes Awal dan Akhir ... 231

33. Daftar Nilai Tes Awal dan Akhir Kelas Eksperimen ... 236

34. Daftar Nilai Tes Awal dan Akhir Kelas Kontrol ... 237

35. Nilai Hasil Belajar Kognitif dan Psikomotor Kelas Eksperimen ... 238

36. Nilai Hasil Belajar Kognitif dan Psikomotor Kelas Kontrol ... 239

37. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Pelaksanaan Model Word Square... bagi Guru di Kelas Eksperimen ... 240

38. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Pelaksanaan Model Word Square... bagi Siswa di Kelas Eksperimen ... 243

39. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Pelaksanaan Model Word Square... bagi Guru di Kelas Kontrol ... ... 246

40. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Pelaksanaan Model Word Square... bagi Siswa di Kelas Kontrol ... 249

41. Hasil Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran .... ... di Kelas Eksperimen ... 252

42. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Melaksanakan ... Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... ... 255

43. Hasil Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran .... ... di Kelas Kontrol ... 258

44. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Melaksanakan ... Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 261

45. Hasil Uji Normalitas Nilai Hasil Belajar Siswa ... 264

46. Hasil Uji Homogenitas Nilai Hasil Belajar Siswa ... 265

47. Hasil Uji Hipotesis (Uji t) Nilai Hasil Belajar Siswa ... 266

48. Hasil Pengujian One Sample t Test Nilai Hasil Belajar Siswa... 267

49. Surat Ijin Penelitian ... 268

50. Surat Keterangan Uji Coba Instrumen ... 269


(16)

xvi


(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan paradigma penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan menurut Tilaar (1999) dalam Taufiq, dkk (2010: 1.4) sebagai proses menumbuhkembangkan eksistensi siswa yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1, menyebutkan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan yang penting untuk membantu siswa agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang ada, serta memiliki kepribadian dan akhlak yang baik. Pendidikan juga memiliki tujuan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3, yang menyatakan:


(18)

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, orang tua, masyarakat, serta pemerintah terutama pihak sekolah bertanggungjawab dalam pelaksanaan pendidikan yang berkesinambungan serta mengacu pada kehidupan manusia masa kini dan masa depan. Pendidikan yang berada di bawah naungan pemerintah adalah pendidikan formal, sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 11 yang menyatakan “Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.” Dalam UU No. 20 Tahun 2003

Bab VI Pasal 17 Ayat 2 menyatakan “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang

sederajat.” Pendidikan dasar memiliki kurikulum dalam proses pelaksanaan

pembelajarannya. “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu”(UU No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 19). “Kurikulum

pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan,


(19)

3 Pendidikan IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat memberikan wawasan pengetahuan yang luas kepada siswa mengenai masyarakat lokal maupun global, sehingga mereka mampu hidup bersama-sama dengan masyarakat lainnya (Susanto, 2013: 148). IPS merupakan salah satu materi yang didominasi oleh hafalan. Agar lebih efektif, bidang kajian IPS harus dipelajari secara kontekstual dengan kehidupan sosial. Hadi (1997) dalam Susanto (2013: 146), menyebutkan bahwa pendidikan IPS memiliki empat tujuan, yaitu

knowledge, skill, attitude, dan value. Knowledge, sebagai tujuan utama pendidikan IPS membantu siswa mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya. Skill, mecakup keterampilan berpikir (thinking skills). Attitude, terdiri atas tingkah laku berpikir (intellectual behavior) dan tingkah laku sosial (social behavior). Value, yaitu nilai yang terkandung dalam masyarakat, diperoleh dari lingkungan masyarakat maupun lembaga pemerintahan.

Agar tujuan pendidikan IPS tercapai dengan baik, dalam proses pembelajaran guru sebaiknya mengoptimalkan interaksinya dengan siswa. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 20 yang menyatakan

“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar.” Interaksi dalam hal ini yaitu keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran IPS biasanya didominasi oleh metode ceramah, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan pemberian tugas, sehingga proses pembelajaran kurang efektif.

Keadaan tersebut juga terjadi dalam pembelajaran IPS pada siswa kelas III SD Negeri 1 Pepedan Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III pada tanggal 6 Januari 2015, diperoleh keterangan bahwa


(20)

dalam proses pembelajaran IPS guru memberikan materi kemudian siswa mencatatnya. Siswa memahaminya dengan cara menghafalkan materi yang disampaikan oleh guru. Kondisi belajar seperti ini menimbulkan kebosanan pada siswa. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembelajaran inovatif yang mampu melibatkan siswa, agar proses pembelajaran lebih efektif.

Pembelajaran IPS kelas III materi Uang, berdasarkan KTSP menggunakan pendekatan tematik terpadu. Uang merupakan salah satu materi IPS yang disampaikan kepada siswa kelas III dengan tujuan agar siswa dapat memahami materi Uang yang dipadukan dengan materi Pengelolaan Uang dalam tema Permainan. Menurut Hadisubroto (2000) dalam Trianto (2014: 56), bahwa pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang diawali dengan pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau beberapa bidang studi dengan beragam pengalaman belajar anak, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam penelitian ini menggunakan pembelajaran terpadu model keterhubungan (connected) dalam satu mata pelajaran. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila pembelajarannya dirancang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa kelas III.

Menurut Susanto (2012: 70), anak yang berada di sekolah dasar masih tergolong rentangan anak usia dini, terutama anak yang berada pada kelas rendah. Masa usia dini merupakan masa yang pendek dan masa yang penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong agar berkembang secara optimal. Berdasarkan karakteristik siswa kelas rendah tersebut, peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran yang


(21)

5 sesuai dengan IPS materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan yaitu pembelajaran inovatif yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif, menyenangkan, dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran kooperatif yang di dalamnya terdapat beberapa model. Taniredja, dkk (2013: 55), berpendapat “Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.”

Pembelajaran inovatif yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan adalah model pembelajaran kooperatif Word Square, yang di dalam pembelajarannya terdapat nuansa bermain. Hal ini diharapkan dapat membuat siswa merasa senang dan tidak jenuh selama mengikuti pembelajaran IPS di sekolah. Dengan demikian, materi yang disampaikan akan mudah diterima dan dipahami oleh siswa sehingga hasil belajar lebih optimal.

Menurut Santoso (2011), “Model Word Square adalah model pembelajaran yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokkan jawaban pada kotak-kotak jawaban.” Model tersebut hampir sama dengan teka-teki silang, bedanya jawaban sudah ada dan disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan berisi huruf sebagai pengecoh. Tujuan huruf pengecoh bukan untuk mempersulit siswa, namun melatih sikap teliti dan kritis. Model ini sesuai untuk semua mata pelajaran, tergantung kreativitas guru dalam membuat sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat merangsang siswa untuk berpikir efektif.

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Pertiwi (2013) dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas


(22)

Negeri Semarang dengan judul “Peningkatan Keterampilan Membaca Lancar Aksara Jawa melalui Model Word Square Siswa Kelas VA SDN Purwoyoso 03

Semarang”. Penelitian yang lain dilaksanakan oleh Aningsih, dkk (2012) dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha dengan judul

“Pengaruh Model Pembelajaran Word Square Berbantuan Media Gambar terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Gugus 1 Kecamatan Pupuan”. Penelitian lain oleh Widiartini, dkk (2014) dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Pendidikan Ganesha dengan judul “Pengaruh Model Word Square terhadap Keterampilan Menyimak Cerita Kelas V SD Gugus IX Kecamatan Buleleng”. Hasil yang diperoleh dari beberapa penelitian tersebut menunujukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar menggunakan model Word

Square dengan hasil belajar menggunakan model konvensional.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menguji tentang pembelajaran IPS kelas III menggunakan model Word Square dengan

judul “Keefektifan Model Word Square dalam Pembelajaran IPS Materi Uang Tema Permainan pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Pepedan Purbalingga”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan serta wawancara yang telah dilakukan dengan guru kelas III, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

(1) Dalam pembelajaran IPS kelas III, guru cenderung menggunakan metode ceramah sebagai metode utama dan informasi hanya bersumber dari guru.


(23)

7 (2) Materi yang disajikan kurang bermakna, karena pembelajaran berpusat pada

guru, sehingga membuat pembelajaran kurang menarik bagi siswa. (3) Kurangnya variasi dalam penggunaan model pembelajaran IPS.

1.3

Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian

Batasan masalah dan paradigma penelitian memberikan fokus penelitian dan menjelaskan hubungan antarvariabel penelitian. Berikut uraiannya.

1.3.1 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka perlu ada pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut.

(1) Penelitian ini hanya terbatas untuk menguji keefektifan model Word Square

dalam pembelajaran IPS terhadap hasil belajar IPS materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan.

(2) Materi yang disampaikan dalam penelitian ini hanya terbatas pada materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan.

1.3.2 Paradigma Penelitian

Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu model Word Square sebagai variabel bebas dan hasil belajar IPS sebagai variabel terikat. Berdasarkan pendapat Sugiyono (2009: 66), paradigma penelitian yang diterapkan yakni paradigma penelitian sederhana, karena terdiri atas satu variabel independen dan satu variabel dependen. Hubungan antarvariabel tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:


(24)

r

Bagan 1.1 Paradigma Penelitian Sederhana Keterangan:

X = Model pembelajaran Word Square

Y = Hasil belajar IPS materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan (Sugiyono, 2009: 66).

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah penelitiannya yaitu sebagai berikut:

(1) Apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar menggunakan model Word Square dengan menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan?

(2) Apakah hasil belajar menggunakan model Word Square lebih baik daripada hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini mencakup tujuan umum dan khusus.


(25)

9 1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menguji keefektifan model Word

Square dalam pembelajaran IPS materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema

Permainan pada siswa kelas III SD Negeri 1 Pepedan. 1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu:

(1) Untuk mengetahui perbedaan antara hasil belajar menggunakan model Word Square dengan menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan.

(2) Untuk mengetahui apakah hasil belajar menggunakan model Word Square

lebih baik daripada hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat, yaitu berupa manfaat teoritis dan praktis. Berikut penjelasannya.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

(1) Memberikan informasi tentang model Word Square dalam pembelajaran IPS materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan.

(2) Sebagai rujukan bagi guru dalam menerapkan model Word Square pada pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar.


(26)

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, pihak sekolah, maupun bagi peneliti.

1.6.2.1Bagi Siswa

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siswa, antara lain:

(1) Pembelajaran IPS materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan pada siswa kelas III SD Negeri 1 Pepedan menjadi lebih efektif dan menyenangkan.

(2) Melatih siswa untuk teliti serta bekerjasama dalam kelompok.

(3) Melatih keberanian siswa untuk berpendapat di depan teman-temannya. 1.6.2.2Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi guru, antara lain: (1) Memberikan alternatif pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa. (2) Menambah pengetahuan tentang pelaksanaan model pembelajaran Word

Square.

1.6.2.3Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi sekolah dalam memberikan layanan pendidikan, khususnya berupa pembelajaran di dalam kelas yang efektif. 1.6.2.4 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti, antara lain: (1) Menambah pengetahuan dalam menciptakan proses pembelajaran.

(2) Meningkatkan keterampilan dalam melakukan pembelajaran dengan menggunakan model Word Square.


(27)

11

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

2.1.

Landasan Teori

Pada bagian ini menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, meliputi: (1) Pengertian Belajar; (2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar; (3) Pengertian Pembelajaran; (4) Pengertian Pembelajaran Terpadu; (5) Pengertian Hasil Belajar; (6) Karakteristik Siswa Sekolah Dasar; (7) Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar; (8) Pengertian Strategi, Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran (9) Pengertian Model Pembelajaran Konvensional; (10) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (11) Pengertian Model Pembelajaran

Word Square; (12) Materi Pelajaran; dan (13) Pembelajaran IPS Menggunakan Model Word Square. Berikut uraiannya.

2.1.1 Pengertian Belajar

Menurut R. Gagne (1989) dalam Susanto (2012: 1), “Belajar didefinisikan sebagai proses suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.”

Selanjutnya, Morgan (1986) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 82) mengemukakan “Belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari

praktik atau pengalaman.” Pendapat lain dikemukakan oleh Santrock dan Yusen (1994) dalam Taufiq (2010: 5.4), yang menyatakan “Belajar sebagai perubahan


(28)

tingkah laku yang relatif permanen akibat dari adanya pengalaman.” Selanjutnya, menurut Singer (1968) dalam Siregar dan Nara (2014: 4), bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan oleh pengalaman dalam situasi tertentu.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan ke arah yang lebih baik dan relatif permanen, terjadi karena adanya pengalaman.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Syah (2013: 145-57), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari keadaan lingkungan sekitar siswa. Faktor pendekatan belajar berupa upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk mempelajari materi-materi pelajaran.

2.1.2.1 Faktor Internal Siswa

Faktor internal siswa terdiri dari 2 ranah, yaitu ranah fisiologis dan psikologis. Ranah fisiologis siswa yaitu kebugaran tubuh, tingkat kesehatan indera pendengaran dan penglihatan siswa. Ranah fisiologis sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan. Ranah psikologis siswa terdiri dari tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa. Semua ranah psikologis tersebut berpengaruh besar terhadap kemajuan belajar siswa.


(29)

13 2.1.2.2Faktor Eksternal Siswa

Faktor eksternal siswa terdiri dari faktor lingkungan sosial dan non sosial. Faktor yang termasuk lingkungan sosial siswa meliputi guru, staf administrasi, teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga, dan teman sepermainan di sekitar tempat tinggal siswa. Faktor yang termasuk lingkungan nonsosial siswa yaitu gedung sekolah dan letaknya, tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor sosial dan nonsosial tersebut turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

2.1.2.3Faktor Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa. Faktor pendekatan belajar mencakup strategi, model, dan metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar berupa faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar yang dapat mempengaruhi perbedaan hasil belajar antara satu individu dan individu lainnya. Agar siswa dapat belajar dengan sebaik-baiknya, diperlukan kerjasama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.

Semua faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam penelitian ini, namun faktor yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar pada pembelajaran menggunakan model Word Square yaitu faktor internal siswa karena melibatkan


(30)

seluruh siswa selama proses pembelajaran dan memberikan kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompok yang mempunyai kemampuan heterogen.

2.1.3 Pengertian Pembelajaran

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 20 disebutkan ”Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Winkel (1991) dalam Siregar dan Nara (2010: 12) mendefinisikan “Pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan kondisi–kondisi ekstern sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar peserta didik dan tidak menghambatnya.”

Gagne (1981) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 192) mengemukakan

“Pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar.” Menurut Suprijono (2010: 13), pembelajaran adalah dialog interaktif dalam proses konstruktif dengan siswa sebagai subjeknya.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pembelajaran, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa dalam proses penyampaian ilmu pengetahuan serta komponen pendukung lainnya dalam lingkungan belajar.

2.1.4 Pengertian Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran IPS di sekolah dasar menggunakan pendekatan terpadu. Menurut Hadisubroto (2000) dalam Trianto (2014: 56), bahwa pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang diawali dengan pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, dilakukan secara spontan atau


(31)

15 direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau beberapa bidang studi dengan beragam pengalaman belajar anak, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Berdasarkan hasil pengkajian Tim Pengembang PGSD dalam Hernawan, Resmini, dan Andayani (2008: 1.26), model pembelajaran terpadu yang paling cocok diterapkan di sekolah dasar yaitu model jaring laba-laba (webbed), model keterhubungan (connected), dan model keterpaduan (integrated). Menurut Trianto (2014: 41), “Pembelajaran terpadu model webbed adalah

pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik.” Hadisubroto

(2000) dalam Trianto (2014: 40) berpendapat bahwa pembelajaran terpadu tipe

connected merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan satu

pokok bahasan dengan bahasan berikutnya, satu konsep dengan konsep yang lain, satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, atau mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari yang lain dalam satu bidang studi. Menurut Hernawan, Resmini, dan Andayani (2009: 1.28), “Model integrated merupakan pembelajaran terpadu

yang menggunakan pendekatan antarmata pelajaran.”

Berdasarkan penjelasan tentang pembelajaran terpadu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu proses pembelajaran dengan cara memadukan beberapa kompetensi dasar yang terkait. Kompetensi dasar yang dipadukan dapat diambil dari satu mata pelajaran atau mata pelajaran lain. Model pembelajaran terpadu yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

connected, karena kompetensi dasar yang dipadukan masih dalam satu mata pelajaran yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial.


(32)

2.1.5 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Susanto (2012: 5), “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.” Rifa‟i dan Anni (2011: 85)

berpendapat “Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar.” Selanjutnya, Ibrahim (tt) dalam Susanto (2012: 5), menyatakan “Hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat

keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang

dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes.” Menurut Sudjana (2013: 3),

hasil belajar siswa merupakan perubahan tingkah laku yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

Purwanto (2014: 48-53), menyatakan “Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan.” Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga domain, yaitu:

(1) Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognitif yang mencakup enam ranah, yakni pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Kemampuan menghafal merupakan kemampuan kognitif yang paling rendah. Kemampuan penerapan adalah kemampuan kognitif untuk memahami aturan, hukum, rumus, dan sebagainya, digunakan untuk memecahkan masalah. Kemampuan analisis adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur. Kemampuan sintesis adalah kemampuan memahami dengan mengorganisasikan bagian-bagian ke dalam kesatuan. Kemampuan evaluasi adalah kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaiannya.


(33)

17 (2) Hasil belajar afektif dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu penerimaan (A1), partisipasi (A2), penilaian (A3), organisasi (A4), dan internalisasi (A5). Penerimaan adalah kesediaan menerima rangsangan dengan cara memberikan perhatian ke rangsangan yang datang. Partisipasi adalah kesediaan memberikan respon dengan cara berpartisipasi. Penilaian adalah kesediaan untuk menentukan pilihan nilai dari rangsangan tersebut. Organisasi adalah kesediaan mengorganisasikan nilai-nilai yang dipilih untuk menjadi pedoman yang mantap dalam perilaku. Internalisasi nilai yaitu menjadikan nilai-nilai yang diorganisasikan tidak hanya sebagai pedoman perilaku, tetapi juga menjadi bagian dari pribadi dalam perilaku sehari-hari.

(3) Hasil belajar psikomotorik dapat diklasifikasikan menjadi enam, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, dan kreativitas. Persepsi adalah kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain. Kesiapan adalah kemampuan menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan. Gerakan terbimbing adalah kemampuan melakukan gerakan dengan meniru yang telah dicontohkan. Gerakan terbiasa adalah kemampuan melakukan gerakan tanpa ada contoh gerakan. Gerakan kompleks adalah kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan cara, urutan, dan irama yang tepat. Kreativitas adalah kemampuan menciptakan gerakan-gerakan baru yang tidak ada sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan ke arah yang lebih baik yang terjadi akibat proses belajar yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan


(34)

psikomotorik. Demikian juga dalam penelitian ini, hasil belajar yang diteliti mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.

2.1.6 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Hurlock (1980) dalam Soeparwoto, dkk (2007: 55) membagi rentang kehidupan manusia dalam beberapa fase perkembangan, dan usia anak sekolah dasar masuk pada fase akhir masa kanak-kanak dalam rentang usia 6-12 tahun. Label yang digunakan orang pada masa akhir kanak-kanak yaitu usia yang menyulitkan, usia tidak rapi, dan usia bertengkar. Anak-anak tidak lagi menuruti perintah orang tua, tidak peduli dengan kerapihan diri dan lingkungan sekitar, serta banyak terjadi pertengkaran.

Bagi para pendidik, masa akhir kanak-kanak merupakan masa usia sekolah dasar untuk memperoleh dasar-dasar pengetahuan, dan merupakan periode kritis dalam dorongan berprestasi. Pada masa ini, anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses di masa yang akan datang. Masa akhir kanak-kanak merupakan usia berkelompok dan usia penyesuaian diri, perhatian anak tertuju pada keinginan diterima teman sebaya sebagai anggota kelompok dan menyesuaikan diri dengan kelompok.

Menurut Susanto (2012: 70), anak yang berada di sekolah dasar masih tergolong rentangan anak usia dini, terutama anak yang berada pada kelas rendah. Masa usia dini merupakan masa yang pendek dan masa yang penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong agar berkembang secara optimal. Pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan bagian pengetahuan yang harus dimiliki oleh guru.


(35)

19

Selanjutnya, Havighurst (tt) dalam Susanto (2012: 72) menyatakan “Tugas

perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat periode tertentu dari

kehidupan individu.” Perkembangan mental pada anak sekolah dasar yang paling

menonjol yaitu perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan perkembangan moral. Pada usia sekolah dasar (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan pengetahuan, melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti membaca, menulis, dan menghitung. Usia ini merupakan masa berkembang pesatnya mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Bagi anak usia sekolah dasar, perkembangan bahasa ini minimal dapat menguasai tiga kategori, yaitu: (1) Dapat membuat kalimat yang lebih sempurna; (2) Dapat membuat kalimat majemuk; dan (3) Dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan.

Masa anak sekolah dasar masuk pada masa objektif, perkembangan sosial pada anak sekolah dasar ditandai dengan perluasan hubungan, selain dengan keluarga. Mereka mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada masa ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri, sikap bekerjasama, dan sikap peduli terhadap orang lain. Anak usia sekolah dasar sudah mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi tidak boleh sembarangan, mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak diterima di masyarakat. Mereka sudah dapat mengikuti peraturan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini (11 atau 12 tahun), anak sudah memahami alasan yang mendasari suatu peraturan.


(36)

2.1.7 Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Kompetensi Lulusan, disebutkan “IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.” Ilmu pengetahuan sosial, yang sering disingkat dengan IPS adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa khususnya di tingkat dasar dan menengah (Susanto, 2012: 137). Menurut Jarolimek (1967) dalam

Soewarso (2010: 2), “IPS adalah mengkaji manusia dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya.” Selanjutnya, Barr (1977) dalam Winataputra

(2010: 1.3) mengungkapkan bahwa IPS memuat ranah-ranah ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu geografi, serta filsafat yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi.

Menurut Chapin dan Messick (1992) dalam Susanto (2013: 147), tujuan pendidikan IPS di sekolah dapat dikelompokkan menjadi empat komponen, yaitu: (1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang; (2) Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan mencari dan mengolah informasi; (3) Menolong siswa untuk mengembangkan nilai dan sikap demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat; serta (4) Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berperan serta dalam kehidupan sosial.


(37)

21 Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian IPS, dapat disimpulkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang membahas tentang ilmu-ilmu sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

2.1.8 Pengertian Strategi, Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran

Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Djamarah dan Zain, 2010: 5). Selanjutnya, menurut Sudjana (tt) dalam Sunhaji (2009: 1), strategi belajar mengajar merupakan usaha guru dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran seperti tujuan, metode, alat, serta evaluasi, agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah taktik yang dilakukan guru agar pembelajaran dapat lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, segala bentuk kegiatan pembelajaran yang tidak mengacu pada tujuan pembelajaran, bukanlah termasuk strategi pembelajaran.

Untuk merancang dan melaksanakan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien, guru harus memiliki pengetahuan tentang metode yang beragam. Menurut Nasution (1995) dalam Sunhaji, (2009: 38), istilah metode berasal dari bahasa Yunani yaitu Methodos yang berasal dari kata “meta” dan “hodos”. Kata meta berarti melalui, dan hodos berarti jalan, sehingga metode berarti jalan yang harus dilalui, cara melakukan sesuatu. Adapun Djamarah dan Zain (2010: 46)

menyatakan “Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” Berdasarkan pendapat Sudjana (1995) dalam Susanto


(38)

(2013: 153), “Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnnya pengajaran.”

Jadi, metode pembelajaran merupakan cara yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Penerapan strategi dan metode pembelajaran yaitu teknik pembelajaran.

Gerlach dan Ely (1980) dalam Aqib (2013: 70), mengemukakan “Teknik pembelajaran adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk

mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai.” Menurut Majid (2013: 24), “Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang

dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.” Jadi, teknik pembelajaran merupakan implementasi dari strategi dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas.

Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas berpedoman pada model pembelajaran. Menurut Suprijono (2012: 46), “Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.”

Model belajar mengajar adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran serta para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Majid, 2013: 13). Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah langkah-langkah yang berpedoman pada keseluruhan alur atau urutan dalam proses pembelajaran.


(39)

23 2.1.9 Pengertian Model Pembelajaran Konvensional

Menurut Djamarah (2010: 97), model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam proses belajar dan pembelajaran. Selanjutnya, Freire (1999) dalam Kholik (2011, wordpress.com) memberikan istilah terhadap model

konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan bergaya “bank”, dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh

siswa, yang wajib diingat dan dihafal.

Menurut Kholik (2011, wordpress.com), model konvensional memiliki ciri-ciri, keunggulan, serta kelemahan. Ciri-ciri pembelajaran konvensional yaitu: (1) Siswa adalah penerima informasi yang pasif; (2) Proses belajar terjadi secara individual; (3) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis; (3) Perilaku dibangun atas kebiasaan; (4) Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final; (5) Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran; (6) Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik; (7) Interaksi di antara siswa kurang; (8) Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Model konvensional mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: (1) Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain; (2) Menyampaikan informasi dengan cepat; (3) Membangkitkan minat akan informasi; (4) Mengajari siswa cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan; (5) Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Model konvensional memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain: (1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan; (2) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik


(40)

dengan materi yang dipelajari; (3) Siswa tidak mengetahui tujuan mereka belajar pada hari itu; (4) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas; (5) Daya serapnya rendah dan cepat hilang, karena bersifat menghafal.

Dalam pembelajaran konvensional terdapat kelompok belajar sebagai sarana untuk berdiskusi. Ciri-ciri diskusi kelompok yang dilakukan dalam pembelajaran konvensional menurut Trianto (2012: 58-9), yaitu: (1) Guru sering membiarkan siswa yang mendominasi kelompok atau bergantung pada kelompok; (2) Tanggung jawab individu sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering dikerjakan oleh salah satu anggota kelompok saja; (3) Kelompok belajar biasanya homogen; (4) Pemimpin kelompok ditentukan oleh guru atau dibiarkan untuk memilih pemimpinnya sendiri; (5) Keterampilan sosial sering diabaikan dalam pembelajaran; (6) Pemantauan terhadap kelompok sering tidak dilakukan; (7) Guru tidak selalu memperhatikan kerjasama yang terjadi dalam kelompok; (8) Berfokus pada penyelesaian tugas.

2.1.10 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Rusman (2013: 202), pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil secara kolaboratif dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Taniredja,

dkk (2013: 55) berpendapat “Pembelajaran kooperatif merupakan sistem

pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.” Pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2012: 54), adalah semua jenis kerja kelompok yang dipimpin oleh pendidik atau diarahkan oleh pendidik. Siregar dan Nara (2014: 115) mengemukakan, Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang


(41)

25 menekankan aktivitas belajar siswa dalam bentuk kelompok, mempelajari materi pelajaran, dan memecahkan masalah secara kolektif.

Menurut Siregar dan Nara (2014: 114), prinsip utama dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Saling ketergantungan positif berupa keberhasilan kelompok yang merupakan hasil kerja keras seluruh anggotanya; (2) Tanggung jawab perseorangan muncul ketika anggota kelompok bertugas untuk menyajikan yang terbaik di hadapan guru dan teman sekelasnya; (3) Interaksi tatap muka yang merupakan cara memecahkan masalah dan membahas materi pelajaran; (4) Komunikasi antar anggota ketika setiap siswa memperoleh kesempatan berlatih mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif tanpa menyinggung perasaan orang lain; (5) Evaluasi proses secara kelompok dan hasil kerjasama.

Prosedur pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2013: 212) memiliki empat tahap, yaitu: (1) Tahap penjelasan materi, merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok; (2) Tahap belajar kelompok, tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi kemudian siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk; (3) Tahap penilaian, dapat dilakukan melalui tes atau kuis yang dilakukan secara individu dan kelompok; serta (4) Tahap pengakuan tim, pemilihan tim yang dianggap paling berprestasi untuk diberi penghargaan dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

2.1.11 Pengertian Model Pembelajaran Word Square

Menurut Urdang (1968) dalam Safrizal (2010), “Word Square adalah sejumlah kata yang disusun dalam bentuk bujur sangkar dan dibaca secara mendatar dan menurun. Word Square menurut Hornby (1994) dalam Safrizal


(42)

(2010), adalah “Sejumlah kata yang disusun sehingga kata-kata tersebut dapat

dibaca ke depan dan ke belakang.” Mujiman (tt) dalam Santoso (2011) mengemukakan ”Model pembelajaran Word Square merupakan pengembangan dari metode ceramah yang diperkaya. Hal ini dapat diidentifikasi melalui pengelompokkan, berorientasi pada keaktifan siswa dalam pembelajaran.

Model Word Square merupakan pengembangan dari metode ceramah dan termasuk salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan inovasi pada proses pembelajaran. Model pembelajaran ini terdapat nuansa bermain di dalamnya. Hal ini dapat membuat siswa merasa nyaman dan tidak jenuh selama mengikuti pembelajaran IPS di sekolah, sehingga materi yang disampaikan akan mudah diterima oleh siswa. Model ini cocok untuk diterapkan di kelas III, karena sesuai dengan karakteristik siswa kelas rendah yaitu masih membutuhkan pengarahan guru dan masih senang bermain.

Permainan dalam model ini menggunakan media sebagai penunjang serta untuk menarik minat siswa. Menurut Aqib (2013: 50), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar. Media yang digunakan dalam model pembelajaran Word Square yaitu kotak yang berisi huruf sesuai keperluan.

Kelebihan model Word Square menurut Santoso (2011, wordpress.com) antara lain yaitu: (1) Mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran; (2) Melatih siswa untuk berdisiplin; (3) Melatih sikap teliti dan kritis siswa; serta (4) Merangsang siswa untuk berpikir efektif. Model ini dapat digunakan sebagai pendorong dan penguat siswa terhadap materi yang disampaikan, melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan mencari jawaban dalam lembar


(43)

27 kerja, lebih menekankan kemampuan berpikir efektif dalam mencari jawaban yang paling tepat. Selain memiliki kelebihan, model Word Square juga memiliki kekurangan, yang antara lain yaitu mematikan kreativitas siswa, siswa tinggal menerima bahan mentah, siswa tidak dapat mengembangkan materi yang ada dengan kemampuan atau potensi yang dimilikinya.

Menurut Saptono (2003) dalam Safrizal (2010, blogspot.com), langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran Word Square yaitu:

(1) Siswa diarahkan untuk mempelajari topik tertentu yang akan disampaikan oleh guru;

(2) Siswa disuruh untuk menemukan kata-kata dalam kotak-kotak, yang relevan dengan topik yang telah dipelajari;

(3) Siswa memberikan penjelasan tentang kata yang telah ditemukan, hal ini bertujuan untuk menggali pengetahuan yang dimiliki siswa;

(4) Penjelasan siswa dapat divariasikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh siswa.

2.1.12 Materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan

Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan dengan menggabungkan KD 2.4 yaitu Mengenal Sejarah Uang dan KD 2.5 yaitu Mengenal Penggunaan Uang sesuai dengan Kebutuhan.

2.1.12.1Ringkasan Materi

Menurut Sutrisno, dkk (2009: 95) “Barter adalah proses tukar-menukar barang.” Suranti dan Saptiarso (2009: 99), mengemukakan “Barter adalah pertukaran barang dengan barang.” Selanjutnya, Firmansyah, dkk (2009: 91)


(44)

menyatakan “Barter adalah kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain”. Menurut Hernawan dan Hendayani (2009: 135) “Sistem barter merupakan sistem tukar menukar barang.”

Selanjutnya, berdasarkan pendapat Firmansyah, dkk (2009: 93), sistem barter memiliki beberapa kelemahan, seperti: (1) Sulit menemukan orang yang memiliki kebutuhan dan keinginan sama; (2) Sulit dalam memenuhi kebutuhan yang mendesak; (3) Sulit dalam menentukan hasil perbandingan harga. Selanjutnya, Widianti dan Hurriyati (2009: 87) juga berpendapat bahwa barter memiliki kelemahan, diantaranya: (1) Sulitnya menemukan orang yang membutuhkan barang yang akan ditukar; (2) Barang sulit dibawa; (3) Belum ada ukuran nilai barang tertentu sehingga pertukaran tidak seimbang; (4) Barang tidak tahan lama; (5) Barang yang ditukar sulit untuk dibagi atau dipecah-pecah.

Menurut Sunarso dan Kusuma (2008: 94), “Uang-barang adalah barang barang berharga yang dapat berfungsi sebagai alat tukar.” Firmansyah, dkk (2009:

94) mengemukakan, “Uang barang adalah uang yang terbuat dari barang dan diterima oleh masyarakat.” Selanjutnya, Jatmiko dan Dwi (2009: 125) menyatakan bahwa tidak semua barang dianggap sebagai uang, hanya barang berharga saja yang dapat digunakan sebagai uang. Menurut Sutrisno, dkk (2009: 95-6) uang barang memiliki kesulitan karena pada umumnya barang yang dipakai sebagai perantara mempunyai sifat-sifat: (1) Nilainya tidak stabil; (2) Sulit disimpan; (3) Tidak tahan lama; (4) Sulit untuk dipindahkan ke tempat lain.

Menurut Sunarso dan Kusuma (2008: 96), “Uang adalah alat tukar atau alat pembayaran yang sah.” Suranti dan Saptiarso (2009: 100) mengemukakan,


(45)

29

“Uang adalah alat tukar yang sah.” Selanjutnya, Firmansyah, dkk (2009: 96)

menyatakan “Uang dapat diartikan sebagai benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara tukar-menukar dalam perdagangan.” Menurut Sutrisno, dkk (2009: 96) “Uang adalah benda yang memiliki syarat-syarat tertentu yang dapat digunakan atau diterima oleh masyarakat sebagai perantara dalam melakukan tukar-menukar barang dan jasa.

Menurut Firmansyah, dkk (2009: 97-8), agar suatu benda dapat dijadikan sebagai uang, benda tersebut haruslah memenuhi beberapa syarat, diantaranya: (1) Praktis, artinya mudah dibawa kemana-mana; (2) Tahan lama, maksudnya bahwa uang digunakan bukan untuk sementara dan bukan hanya oleh seorang disuatu daerah, melainkan oleh banyak orang untuk jangka waktu yang lama; (3) Jumlahnya sedikit, langka, dan sulit diperoleh sehingga nilainya tetap stabil; (4) Digemari atau disukai oleh masyarakat umum; (5) Diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran.

Uang yang beredar di Indonesia dicetak oleh Perum Peruri. Jatmiko dan Dwi (2009: 127) menyebutkan, “Perum Peruri adalah Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia.” Bank yang berhak mengedarkan uang di Indonesia adalah Bank Indonesia. Menurut Hernawan dan Hendayani (2009: 135),

“Kurs adalah perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lainnya.”

Menurut Suranti dan Saptiarso (2009: 101-3), fungsi uang dalam kehidupan yaitu: (1) Uang sebagai alat tukar; (2) Uang sebagai alat satuan hitung; (3) Uang sebagai alat penimbun kekayaan; (4) Uang sebagai alat pembayaran; (5)


(46)

Uang sebagai alat pemindah kekayaan; (6) Uang sebagai alat pencipta lapangan kerja.

Mengelola uang yang baik menurut Widianti dan Hurriyati (2009: 101) dapat dilakukan dengan cara: (1) Menyeimbangkan pengeluaran dengan pemasukan; (2) Berbelanja barang yang benar-benar diperlukan; (3) Membuat daftar barang belanjaan; (4) Berbelanja barang belanjaan yang sesuai dengan keuangan; (5) Jangan berlaku boros; (6) Menabung. Selanjutnya, cara mengelola uang menurut Jatmiko dan Dwi (2009: 143-5) yaitu: (1) Uang bukan untuk satu kebutuhan; (2) Hanya membeli barang jika benar-benar diperlukan; (3) Latihan menahan diri; (4) Membuat Rencana Keuangan; (5) Belajar Menabung. Menurut Jatmiko dan Dwi (2009: 145-7), cara membelanjakan uang yaitu: (1) Menentukan barang yang benar-benar diperlukan; (2) Membuat daftar barang; (3) Membanding-bandingkan harga barang; (4) Selalu meminta nota; (5) Hindari belanja dengan berutang.

Manfaat mengelola uang sesuai penggunaan menurut Sutrisno, dkk (2009: 105) yaitu: (1) Dapat mengatur pemasukan dan pengeluaran; (2) Dapat membedakan kebutuhan yang penting dan tidak penting; (3) Hidup tidak boros dan dapat lebih hemat; (4) Terbiasa menyimpan uang; (5) Semua kebutuhan dapat terpenuhi; (6) Hidup menjadi lebih terarah dan terencana. Menurut Hernawan dan Hendayani (2009: 148), manfaat pengelolaan uang antara lain: (1) Melatih kita hidup hemat dan cermat; (2)Membiasakan diri untuk rajin menabung; (3) Menghindari perilaku hidup boros; (4) Menumbuhkan rasa menghargai terhadap jerih payah orang tua dalam mencari uang; (5) Melatih hidup disiplin dan tertib.


(47)

31 2.1.13 Pembelajaran IPS Kelas III Menggunakan Model Word Square

Pembelajaran IPS kelas III yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan. Langkah-langkah pembelajaran materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan dengan menggunakan model Word Square yaitu sebagai berikut:

(1) Siswa diarahkan untuk mempelajari topik tertentu yang akan disampaikan oleh guru

Pada langkah ini, guru mengarahkan siswa untuk mempelajari topik tertentu yang akan diajarkan berkaitan dengan materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan. Materi juga dapat disampaikan melalui penjelasan guru.

(2) Siswa disuruh untuk menemukan kata-kata dalam Word Square yang relevan dengan topik yang telah dipelajari

Langkah selanjutnya, guru menampilkan media berupa kotak-kotak yang berisi huruf-huruf. Berdasarkan kotak tersebut, siswa disuruh untuk menemukan kata-kata yang relevan dengan materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam tema Permainan, lalu menuliskannya di papan tulis. Pada langkah ini, siswa dibagi ke dalam lima kelompok.

(3) Siswa memberikan penjelasan tentang kata yang telah ditemukan

Setelah siswa menemukan kata-kata yang relevan dengan materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan serta menuliskannya di papan tulis, mereka disuruh untuk memberikan penjelasan tentang kata yang ditemukan. Hal ini bertujuan untuk menggali pengetahuan yang dimiliki siswa mengenai materi yang telah dipelajari.


(48)

(4) Penjelasan siswa dapat divariasikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh siswa

Ketika siswa menjelaskan kata yang ditemukan, guru dapat memvariasikan pertanyaan sesuai penjelasan dan melontarkannya kepada seluruh siswa.

2.2

Hasil Penelitian yang Relevan

Kajian yang relevan dengan penelitian ini yaitu kajian tentang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya yaitu:

Ajaja (2010) from Delta State University, Abraka, Nigeria. A research

about “Effects of Cooperative Learning Strategy on Junior Secondary School

Students Achievement in Integrated Science”. The purpose of this study was to determine how the adoption of cooperative learning as an instructional strategy for teaching Integrated Science influences students achievement and attitude towards studies. The major findings of the study included: a significant higher achievement test scores of students in cooperative learning group than those in traditional classroom; a significant higher attitude scores of students in cooperative learning group than those in traditional classroom; a significant higher achievement test scores of all students of varying abilities in cooperative learning group than those in traditional classroom.

Penelitian Ajaja (2010) dari universitas Delta, Nigeria yang berjudul

“Pengaruh Pembelajaran Kooperatif terhadap Prestasi Sains Terpadu pada Siswa SMP”, bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif sebagai strategi pembelajaran untuk mengajar Sains Terpadu mempengaruhi prestasi dan sikap siswa terhadap penelitian. Hasil penelitian


(49)

33 menunjukkan bahwa: (1) Nilai tes prestasi siswa dalam kelompok pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada kelas tradisional; (2) Nilai sikap siswa di kelompok pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada mereka di kelas tradisional; (3) Nilai tes prestasi semua siswa yang memiliki kemampuan beragam dalam kelompok pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada kelas tradisional.

Mundy, et.al, (2012) from Texas A & M University-Kingsville, USA. A

research about “Cooperative Learning In Distance Learning: A Mixed Methods Study”. This study, conducted at a Hispanic-Serving Institution, compared the effectiveness of online CL strategies in discussion forums with traditional online forums. Quantitative and qualitative data were collected from 56 graduate student participants. Quantitative results revealed no significant difference on student success between CL and Traditional formats. The qualitative data revealed that students in the cooperative learning groups found more learning benefits than the Traditional group. The study will benefit instructors and students in distance learning to improve teaching and learning practices in a virtual classroom.

Penelitian Mundy, dkk, (2012) dari Universitas Texas USA yang berjudul

“Pembelajaran Kooperatif pada Pembelajaran Jarak Jauh: Sebuah Penelitian Metode Campuran”. Penelitian ini dilakukan oleh lembaga pelayanan Hispanik yang membandingkan efektivitas strategi CL secara online dalam diskusi forum dengan forum online tradisional. Data kuantitatif dan kualitatif yang dikumpulkan dari 56 mahasiswa pascasarjana. Hasil kuantitatif menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada keberhasilan siswa antara CL dan pembelajaran tradisional. Data kualitatif menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok


(50)

pembelajaran kooperatif menemukan manfaat belajar yang lebih dari kelompok tradisional. Penelitian ini akan menguntungkan instruktur dan siswa dalam pembelajaran jarak jauh untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran praktek dalam kelas virtual.

Penelitian Lestari (2013) dari Universitas Sebelas Maret yang berjudul

”Penggunaan Model Pembelajaran Word Square dalam Peningkatan Motivasi dan

Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Kelas IV SD”. Persentase siswa yang

tuntas pada siklus I adalah 82,15%. Persentase siswa yang tuntas pada siklus II mengalami peningkatan yaitu menjadi 85,71%. Peningkatan kembali terjadi pada siklus III yaitu menjadi 96,42%.

Penelitian Affandi (2013) dari Universitas Negeri Medan yang berjudul

“Penggunaan Model Pembelajaran Word Square untuk Meningkatkan Efektivitas Belajar Siswa di Kelas V SD Negeri 064006 Medan Marelan Tahun Ajaran

2012/2013”. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa secara

keseluruhan sebelum diberikan tindakan (prasiklus) efektivitas belajar siswa diperoleh rata-rata nilai klasikal 59,4%, setelah diterapkan siklus I dengan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square efektivitas belajar siswa meningkat dengan rata-rata klasikal menjadi 75,9%, dan meningkat menjadi rata-rata 87,1% setelah dilakukan tindakan siklus II.

Penelitian Pertiwi (2013) dari Universitas Negeri Semarang yang berjudul

“Peningkatan Keterampilan Membaca Lancar Aksara Jawa Melalui Model Word

Square Siswa Kelas VA SDN Purwoyoso 03 Semarang”. Penelitian tindakan


(51)

35 pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan guru, aktivitas siswa, dan keterampilan membaca lancar aksara Jawa melalui model Word Square

mengalami peningkatan. Keterampilan guru pada siklus I mendapatkan skor 30 dengan kategori baik, siklus II 36 dengan kategori sangat baik, dan siklus III 42 dengan kategori sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus I mendapat skor rata-rata 20,3 dengan kategori aktif, siklus II 23 dengan kategori aktif, dan siklus III menjadi 26,4 dengan kategori sangat aktif. Ketuntasan hasil belajar klasikal siklus I 55,88%, siklus II 70,59%, dan pada siklus III meningkat menjadi 82,35%.

Penelitian Aningsih, dkk (2012) dari Universitas Pendidikan Ganesha yang

berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Word Square Berbantuan Media Gambar terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Gugus 1 Kecamatan Pupuan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Word Square berbantuan media gambar memiliki hasil belajar yang lebih tinggi daripada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar siswa. Rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Word Square berbantuan media gambar adalah 23,97 dan rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran Konvensional adalah 16,29.

Penelitian Ratnasari (2014) dari Universitas Jember yang berjudul

“Penerapan Model Pembelajaran Word Square untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Mata Pelajaran PKn Pokok Bahasan Keputusan

Bersama di SDN Umbulrejo 01 Jember, Tahun Pelajaran 2013/2014”. Hasil


(52)

belajar siswa dari tahap prasiklus ke siklus I sebesar 20,3, sedangkan peningkatan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa dari tahap siklus I ke siklus II sebesar 14,7. Peningkatan rata-rata hasil belajar siswa dari tahap prasiklus ke siklus I sebesar 5,7, sedangkan peningkatan rata-rata hasil belajar dari tahap siklus I ke siklus II sebesar 8,1.

Penelitian Rahmatika (2014) dari Universitas Negeri Medan yang berjudul

“Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Word SquareKelas IV SD Negeri 101868 Desa Sena Batang Kuis”.

Berdasarkan analisis data hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil observasi pada siklus I terhadap 31 orang siswa sebanyak 7 orang siswa (22,58%) memiliki kategori termotivasi, 13 orang siswa (41.94%) kategori cukup termotivasi, dan 11 orang siswa (35.48%) kategori belum termotivasi, sehingga perlu dilakukan tindakan melalui siklus II. Hasil observasi motivasi siswa pada siklus II mengalami peningkatan yaitu sebanyak 24 orang siswa (77.42%) kategori sangat termotivasi, dan sebanyak 7 orang siswa (22.58%) kategori termotivasi.

Penelitian Suratman (2014) dari Universitas Sebelas Maret yang berjudul

“Penggunaan Model Word Square dalam Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa

Kelas IV SDN 2 Sidogede”. Pada kondisi awal, siswa yang tuntas belajar

sebanyak 3 siswa dan yang belum tuntas sebanyak 15 siswa dengan nilai rata-rata 59,38 dan persentase ketuntasan 16,67%. Siklus I, jumlah siswa tuntas 8 siswa dan 10 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata 68,83 dan persentase ketuntasan 44,44%. Siklus II, jumlah siswa tuntas 11 siswa dan 7 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata 75,50 dan persentase ketuntasan 61,11%. Siklus III, jumlah siswa


(53)

37 tuntas 16 siswa dan 2 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata 82,44 dan persentase ketuntasan 88,88%.

Penelitian Widiartini, dkk (2014) dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul “Pengaruh Model Word Square terhadap Keterampilan Menyimak

Cerita Kelas V SD Gugus IX Kecamatan Buleleng”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan menyimak cerita secara signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Word Square dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional (thitung > ttabel). Siswa yang dibelajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran Word Square mencapai skor rata-rata 87,21 (kategori sangat tinggi). Siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional mencapai skor rata-rata 73,55 (kategori tinggi). Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan menyimak cerita yang dicapai oleh siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Word Square lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

Penelitian Kurnia (2012) dari Universitas Jember yang berjudul

“Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Mata Pelajaran IPS Materi Kenampakan Alam di Lingkungan Setempat melalui Penerapan Model Pembelajaran Word Square di SD Negeri Wotgalih 02 Lumajang Tahun Pelajaran

2011/2012”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. Pada siklus I yaitu aktivitas belajar siswa mencapai 57,69% dan ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 53,85%. Pada siklus II


(54)

mengalami peningkatan yaitu aktivitas belajar siswa mencapai 67,95% dan ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 69,23%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Word Square mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan keberhasilan tersebut, peneliti bermaksud mengadakan penelitian eksperimen mengenai keefektifan model Word Square terhadap hasil belajar materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan pada siswa kelas III SD Negeri 1 Pepedan Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ajaja dan Mundy, dkk yaitu pada penggunaan pembelajaran kooperatif, sedangkan perbedaannya pada variabel yang diteliti. Peneliti menerapkan pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan dengan variabel yang diteliti berupa hasil belajar siswa. Ajaja menerapkan pembelajaran kooperatif pada Sains Terpadu dengan variabel hasil belajar. Mundy menerapkan pembelajaran kooperatif pada pembelajaran jarak jauh dengan variabel hasil belajar siswa.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Affandi, Pertiwi, Aningsih, Ratnasari, Rahmatika, Suratman, Widiartini, Kurnia yaitu pada pembelajaran menggunakan model Word Square, sedangkan perbedaannya pada mata pelajaran dan variabel yang diteliti. Peneliti menerapkan model pembelajaran Word Square pada mata pelajaran IPS materi uang dalam tema permainan dengan variabel yang diteliti berupa hasil belajar siswa. Lestari menerapkan model pembelajaran Word Square pada mata pelajaran Bahasa


(55)

39 Inggris dengan variabel motivasi dan penguasaan kosa kata. Affandi dan Aningsih menerapkan model pembelajaran Word Square pada mata pelajaran IPA dengan variabel hasil belajar siswa. Pertiwi menerapkan model pembelajaran Word Square pada mata pelajaran Bahasa Jawa dengan variabel hasil belajar siswa. Ratnasari menerapkan model pembelajaran Word Square pada mata pelajaran PKn dengan variabel aktivitas dan hasil belajar siswa. Widiartini menerapkan model pembelajaran Word Square pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan variabel keterampilan menyimak cerita. Rahmatika, Suratman, dan Kurnia menerapkan model pembelajaran Word Square pada mata pelajaran IPS dengan variabel motivasi belajar siswa, hasil belajar siswa, serta aktivitas dan hasil belajar siswa.

2.3

Kerangka Berpikir

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Proses pembelajarannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan tingkat usia siswa. Model Word Square mengajak siswa untuk bermain sambil belajar, sehingga proses pembelajarannya menjadi lebih menyenangkan. Model Word Square merupakan pengembangan dari metode ceramah, sehingga model ini tepat jika diterapkan dalam pembelajaran IPS kelas III SD Negeri 1 Pepedan, karena sesuai dengan karakteristik siswa yang masih suka bermain dan masih membutuhkan penjelasan dari guru.

Dalam penelitian ini, peneliti menguji keefektifan model Word Square


(56)

Peneliti akan membandingkan hasil belajar antara dua kelas yang diberi perlakuan berbeda tersebut. Dengan perbedaan hasil belajar yang ditunjukkan itu, diharapkan dapat memberi masukan bagi guru sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan proses pembelajaran IPS. Gambaran kerangka berpikir dapat dilihat pada Bagan 2.1 berikut:

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

2.4

Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2013: 99), “Hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan.” Berdasarkan kajian teori, penelitian terdahulu, dan kerangka

berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Menggunakan pembelajaran konvensional.

Menggunakan model Word

Square.

Hasil belajar siswa Hasil belajar siswa

Dibandingkan

(1) Perbedaan antara hasil belajar menggunakan model Word

Square dengan menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan.

(2) Apakah hasil belajar menggunakan model Word Square

lebih baik daripada hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan.


(57)

41 (1) H0 : Tidak terdapat perbedaan antara hasil belajar menggunakan model Word

Square dengan menggunakan model konvensional pada mata pelajaran

IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan (µ1 = µ2).

Ha : Terdapat perbedaan antara hasil belajar menggunakan model Word

Square dengan menggunakan model konvensional pada mata pelajaran

IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan (µ1≠ µ2).

(2) H0: Hasil belajar menggunakan model Word Square tidak lebih baik daripada

hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan (µ1≤ µ2).

Ha : Hasil belajar menggunakan model Word Square lebih baik daripada hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPS kelas III materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan di SD Negeri 1 Pepedan (µ1 > µ2).


(58)

42

METODE PENELITIAN

Bagian ini menguraikan tentang desain penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, data hasil penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, serta teknik analisis data. Berikut uraiannya.

3.1

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan quasi experimental design dengan bentuk

nonequivalent control group design. Menurut Sugiyono (2013: 116), “Quasi experimental design mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi

pelaksanaan eksperimen.” Pada desain ini kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2013: 118).

Nonequivalent control group design digambarkan seperti berikut:

Keterangan:

O1 dan O3 = Keadaan awal kelas eksperimen dan kontrol.

X = Perlakuan yang diberikan, yaitu model Word Square.

O2 = Hasil penilaian kelas eksperimen setelah mendapatkan perlakuan

O4 = Hasil penilaian kelas kontrol tanpa perlakuan.

(Sugiyono, 2013: 118).

O1 X O2


(59)

43 Sebelum dilakukan penelitian, kelas eksperimen dan kontrol mendapat perlakuan yang sama yaitu pelaksanaan tes awal. Nilai tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan rata-rata siswa serta menguji pemahaman siswa tentang materi Uang dan Pengelolaan Uang dalam Tema Permainan sebelum mempelajarinya. Setelah dilaksanakan tes awal, peneliti melakukan pembelajaran di kedua kelas dengan perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen menggunakan model Word Square, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar antara kelas ekperimen dan kontrol, dilaksanakan tes akhir setelah pertemuan ketiga. Rumus yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model Word Square

tehadap hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kontrol yaitu:

Keterangan:

O1 =Rata-rata nilai hasil tes awal kelas eksperimen.

O2 = Rata-rata nilai hasil tes awal kelas kontrol.

O3 = Rata-rata nilai hasil tes akhir kelas eksperimen.

O4 = Rata-rata nilai hasil tes akhir kelas kontrol.

(Sugiyono, 2013: 118).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experimental design yang menerapkan bentuk nonequivalent control group design. Data penelitiannya berupa data kuantitatif guna menerangkan hasil belajar siswa setelah mendapat perlakuan dengan model pembelajaran Word Square yang dibandingkan dengan kelas kontrol dengan menerapkan pembelajaran konvensional.


(1)

Lampiran 50


(2)

Lampiran 51


(3)

Lampiran 52

FOTO PEMBELAJARAN DI KELAS EKSPERIMEN

Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok


(4)

(5)

Lampiran 53

FOTO PEMBELAJARAN DI KELAS KONTROL

Guru menjelaskan materi


(6)