Analisis Faktor-faktor Kualitas Kehidupan Kerja sebagai Pendukung Peningkatan Keterikatan Karyawan di PT Taspen (Persero) Cabang Bogor.

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi menuntut setiap organisasi perusahaan untuk senantiasa meningkatkan kualitas demi meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan organisasi. Organisasi terdiri dari berbagai elemen yang salah satunya adalah sumber daya manusia. Berkenaan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan organisasi, ketersediaannya tidaklah melimpah. Ada keterbatasan yang mengakibatkan pemanfaatannya harus dilakukan secara cermat. Proses manajemen yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan tersebut demi tercapainya tujuan organisasi.

Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan penting bagi dinamisasi sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya. Peranan SDM diartikan sebagai bentuk kemampuan secara maksimal dalam menjalankan tugas yang diberikan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) yang mencakup seluruh aktivitas yang ada dalam organisasi tersebut mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan sampai pada evaluasi hasil kegiatan.

Konsultan sumber daya manusia terkemuka Watson Wyatt (2008) dengan tema WorkAsiaTM 2007/2008 menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidaklah dipandang sebagai faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan. Istilah keterikatan karyawan hadir dan dipercaya berhubungan langsung dengan kinerja karyawan. Istilah ini hadir dan dipercaya bisa meningkatkan dengan produktivitas karyawan hingga 72 persen dengan tiga faktor pembentuk utamanya yaitu fokus konsumen, komunikasi dan kompensasi dengan persentase kontribusi terhadap keterikatan karyawan masing-masing 97 persen, 79 persen dan 66 persen.

Temuan survei ini memberikan arahan yang jelas dari manajemen perusahaan menghadapi dinamika dalam persaingan yang semakin ketat dan mengindikasikan bahwa keterikatan terhadap organisasi bukanlah suatu hal yang terjadi secara sepihak. Organisasi dan pegawai harus secara


(2)

sama meningkatkan kondisi kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud.

Keterikatan karyawan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja karyawan di suatu perusahaan. Kinerja penjualan yang baik, kinerja karyawan yang baik serta tingkat absensi yang rendah mengindikasikan adanya tingkat keterikatan karyawan yang baik pada suatu perusahaan. Banyak penelitian yang sudah ditulis tentang keterikatan karyawan ditemukan dalam jurnal praktisioner dimana penelitian lebih didasarkan pada praktek dibandingkan dengan teori dan riset empiris.

Peran divisi SDM dapat ditunjukkan dengan menciptakan kualitas kehidupan kerja yang dikenal dengan istilah Quality of Work Life (QWL) yang mendorong karyawan memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian sasaran organisasi. QWL dapat dibangun dengan berbagai praktik pengelolaan yang memberikan kesempatan pengembangan karier secara adil bagi setiap individu yang bekerja. Sebuah organisasi akan bekerja dengan baik saat karyawan sebagai motor penggeraknya mampu untuk berkontribusi secara optimal. Suasana hubungan kemanusiaan yang serasi baik vertikal maupun horizontal antar karyawan akan mampu menciptakan lingkungan, suasana dan kondisi kerja yang nyaman. Proses penciptaan good human relationship dapat dilakukan manajemen perusahaan dengan menerapkan QWL karena tujuan pokok QWL adalah mengembangkan lingkungan kerja yang lebih baik bagi karyawan. Lingkungan kerja yang baik dapat berhubungan dengan keterikatan karyawan sebagai bentuk kepuasan atas pekerjaan yang telah dilakukan.

Fokus usaha QWL bukan hanya pada bagaimana orang dapat dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik melainkan bagaimana pekerjaan dapat menyebabkan pekerja menjadi lebih baik. Aspek khusus utama QWL adalah keterlibatan atau partisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasional yang mempengaruhinya. QWL secara operasional dapat menggambarkan aktivitas yang dapat dirasakan oleh pekerja sebagai usaha-usaha yang mengarah pada terciptanya kualitas kehidupan kerja yang lebih baik untuk mencapai peningkatan kinerja karyawan yang unggul, sehingga


(3)

pihak manajemen perlu terlebih dahulu mengetahui apa yang menimbulkan dorongan dan kebutuhan karyawan dalam bekerja. Oleh karena itu, keberhasilan manajer ditentukan oleh seberapa jauh bawahan menjalankan tugas yang telah diberikan kepadanya dengan baik.

PT Taspen (persero) adalah sebuah perusahaan yang berperan sebagai pengelola dana pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) yang dipercaya negara. Sebagai satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipercaya untuk mengelola dana pensiun dan THT, PT Taspen berupaya memenuhi harapan peserta yang semakin tinggi seperti meningkatkan nilai manfaat pendanaan dan pelayanan peserta secara optimal. Harapan peserta ini tercermin pula pada visi dan misi perusahaan.

Perusahaan amat membutuhkan kontribusi terbaik dari setiap karyawannya dalam rangka memenuhi harapan peserta yang tercermin pada visi dan misi organisasi. Setiap karyawan memiliki keterampilan, kemampuan, keahlian dan pengalaman kerja yang berbeda satu sama lain. Hal ini menyebabkan organisasi harus mengetahui apa yang menimbulkan dorongan dan kebutuhan karyawan dalam bekerja. Organisasi perlu mengetahui tindakan yang dapat menciptakan dan meningkatkan keterikatan karyawan karyawan. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan perhatian dan peningkatan kepada faktor-faktor QWL yang dapat meningkatkan keterikatan karyawan. Salah satu pranata organisasi yang mendapat perhatian penting jajaran manajemen adalah tersusunnya mekanisme pengelolaan perusahaan yang andal yaitu adanya penerapan QWL sehingga menjamin pertumbuhan berkelanjutan dan dampaknya adalah tingkat keterikatan karyawan. Oleh karena itu, diadakanlah penelitian tentang QWL untuk mengetahui apakah dengan penerapan QWL dapat meningkatkan keterikatan karyawan pada PT Taspen (persero). Penelitian ini dilakukan agar dapat membantu PT Taspen (persero) untuk mewujudkan keterikatan yang unggul dari karyawannya. Rasa keterikatan yang unggul dalam diri karyawan PT Taspen (persero) akan mampu memotivasi setiap karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Apabila hal ini terwujud, bukan hanya


(4)

tujuan perusahaan sebagai sebuah organisasi yang tercapai, namun kebutuhan karyawan juga akan terpenuhi.

1.2. Perumusan Masalah.

Saat ini semakin banyak munculnya perbankan milik pemerintah yang menjadi pengelola dana pensiun selain PT Taspen (persero). Meskipun menjadi satu-satunya institusi yang dipercaya negara untuk mengelola dana pensiun dan THT, PT Taspen (persero) berusaha untuk senantiasa meningkatkan kualitas demi memenangkan kompetisi di bidang pengelolaan dana pensiun dan THT. PT Taspen (persero) senantiasa berusaha untuk memenuhi harapan peserta yang semakin tinggi, yaitu meningkatkan nilai manfaat pendanaan dan pelayanan peserta secara optimal. Harapan peserta ini tercermin pula pada visi dan misi perusahaan yang merupakan cita-cita perusahaan yang ingin dicapai.

Komponen utama yang diperlukan dalam memenangkan persaingan di dunia usaha adalah pembenahan kualitas sumber daya manusia mengingat peranannya yang sangat besar. Perusahaan membutuhkan kontribusi yang optimal dari seluruh karyawan. Kontribusi menjadi salah satu permasalahan di PT Taspen (persero) karena masih adanya proses kerja yang berpotensi untuk memunculkan productivity loss, seperti terlalu mengandalkan karyawan magang yang belum berpengalaman dan keluar kantor tanpa ada keperluan dinas pada saat jam kerja. Upaya untuk meningkatkan kontribusi dari karyawan adalah dengan meningkatkan keterikatan karyawan. Keterikatan karyawan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kontribusi karyawan di suatu perusahaan.

Usaha perusahaan untuk meningkatkan keterikatan karyawan dapat dilakukan dengan menciptakan iklim kerja yang kondusif atau Quality of Work Life (QWL). QWL ditentukan oleh bagaimana karyawan merasaka perannya dalam setiap organisasi. Tanggung jawab, keterbukaan, penghargaan peran dan partisipasi merupakan hal yang sangat ditekankan oleh QWL dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang berkualitas. Faktor-faktor QWL diduga masih belum sepenuhnya membuat karyawan aman, nyaman dan merasa puas di PT Taspen (persero). Karyawan diduga


(5)

masih merasa belum terikat dengan perusahaan dan cenderung kurang berkontribusi optimal bagi perusahaan. Hal ini terungkap dari keluhan karyawan akan beberapa faktor QWL yang diterapkan PT Taspen (persero) seperti kesehatan kerja, pengembangan karir dan partisipasi karyawan. Hal ini tentu menjadi masalah bagi perusahaan karena menurut Buller (1995), kesuksesan organisasi dapat dilihat dari partnership yang baik, mampu mengenali kebutuhan para karyawan, menyelaraskan kebutuhan karyawan dengan harapan perusahaan dan berupaya keras untuk melakukan langkah terbaik untuk mendorong agar kebutuhan terpenuhi secara optimal.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan hal-hal yang ingin diteliti adalah:

1. Bagaimana persepsi karyawan PT Taspen (persero) terhadap penerapan faktor-faktor QWL ?

2. Bagaimana persepsi karyawan PT Taspen (persero) terhadap keterikatan karyawan ?

3. Bagaimanakah hubungan antara faktor-faktor QWL dengan dimensi keterikatan karyawan pada PT Taspen (persero) ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai adalah :

1. Menganalisis persepsi karyawan PT Taspen (persero) terhadap penerapan faktor-faktor QWL.

2. Menganalisis persepsi karyawan PT Taspen (persero) terhadap dimensi keterikatan karyawan.

3. Menganalisis hubungan faktor-faktor QWL dengan dimensi keterikatan karyawan pada PT Taspen (persero).

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Bagi pihak manajemen perusahaan, memberikan gambaran dan saran positif khususnya untuk menyusun strategi penerapan QWL dalam rangka

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1.3.3.3.3.3.3.3

1. 1. 1. 1 1. 1. 1 1. 1. 1. 1.. 1 1 1. 1 1. 1 1. 1. 1 1. 1. 1. 1 1. 1 1 1 1 1. 1 1 1 1 1 1 1 1 1. 1. 1 1 1 1 1. 1 1 1 1 1. 1 1 1 1 1 1. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(6)

meningkatkan mutu lingkungan kerja yang baik bagi karyawan sehingga dapat memaksimalkan tingkat keterikatan karyawan.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dan acuan dalam penyusunan skripsi ataupun studi pustaka untuk pengalaman topik di bidang Sumber Daya Manusia. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penulis membatasi ruang lingkup penelitiannya yang mencakup beberapa hal yaitu :

1. Penelitian ini berfokus pada analisis korelasi sembilan faktor QWL, yaitu partisipasi pekerja, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, keamanan lingkungan kerja, kompensasi yang layak, dan kebanggaan dengan dimensi keterikatan karyawan yang dibutuhkan PT Taspen (persero) yang meliputi what do I get,what do I give,do I belong, dan how can we all grow.

2. Penelitian dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada karyawan PT Taspen (persero) Cabang Bogor serta didukung dengan teknik wawancara dan studi literatur.

1.

1. 1. 1. 1. 1 1. 1 1 1. 1. 1 1. 1 1 1 1 1. 1. 1 1 1 1 1 1 1 1 1. 1. 1 1 1. 1. 1. 1. 1 1 1. 1. 1 1 1.. 1. 1. 1 1 1. 1 1 1 1 1 1 1 1 1. 1.. 1. 1. 1....555555555555555555555555555


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Kehidupan Kerja

Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah Quality of Work Life (QWL) dijelaskan Siagian (2007) sebagai sebagai upaya yang sistematik dalam kehidupan organisasional melalui cara dimana para karyawan diberi kesempatan untuk turut berperan menentukan cara mereka bekerja dan sumbangan yang mereka berikan kepada organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Flippo (2005) mendefinisikan QWL sebagai setiap kegiatan perbaikan yang terjadi pada setiap tingkatan dalam suatu organisasi untuk meningkatkan efektifitas organisasi yang lebih besar melalui peningkatan martabat dan pertumbuhan manusia. QWL bukan hanya sebagai pendekatan mengenai pemerkayaan dan pemekaran pekerjaan saja melainkan QWL juga sebagai falsafah atau suatu pendekatan yang mencakup banyak kegiatan yang berbeda di tempat kerja yang bertujuan untuk memajukan pertumbuhan dan martabat manusia, bekerja sama dan saling membantu, menentukan perubahan-perubahan kerja secara partisipatif dan menganggap tujuan-tujuan karyawan dan organisasi dapat berjalan bersama-sama. Penerapannya seperti program kelompok setengah otonom, program kualitas dan program komite manajemen pekerja.

Rivai dan Sagala (2009) menjelaskan kualitas kehidupan kerja merupakan usaha yang sistematik dari organisasi untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada pekerja untuk mempengaruhi pekerjaan dan kontribusi mereka terhadap pencapaian efektivitas perusahaan secara keseluruhan. Kualitas kehidupan kerja juga mengandung makna adanya supervisi yang baik, kondisi kerja yang baik pembayaran dan imbalan yang baik, pekerjaan yang menarik dan menantang serta pemberian reward yang memadai. Manajemen dan departemen SDM berperan proaktif untuk mencari upaya untuk mendorong pekerja sehingga mereka dapat menggunakan kemampuan mereka. Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk memperbaiki kualitas kehidupan kerja adalah keterlibatan karyawan. Keterlibatan karyawan terdiri dari brbagai metode yang sistematis agar karyawan berpartisipasi dalam


(8)

pengambilan keputusan dan hubungan merekadengan pekerjaan, tugas dan perusahaan. Melalui upaya melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, karayawan akan turut merasa bertanggung jawab, dan merasa turut memiliki atas keputusan dimana ia turut berpartisipasi di dalamnya.

Hariandja (2007) mengatakan peningkatan kualitas kehidupan kerja sebagai sebuah proses yang merespon pada kebutuhan pegawai dengan mengembangkan suatu mekanisme yang memberikan kesempatan secara penuh pada pegawai dalam pengambilan keputusan dan merencanakan kehidupan kerja mereka.

Pengertian QWL yang banyak digunakan adalah pengertian yang berasal dari Cascio, hal tersebut dikarenakan Cascio dipandang sebagai pelopor dari perkembangan QWL itu sendiri. Menurut Cascio (1995), QWL dapat diartikan menjadi dua pandangan, pandangan pertama menyebutkan bahwa QWL merupakan sekumpulan keadaan dan praktek dari tujuan organisasi, contohnya adalah pemerkayaan pekerjaan, kebijakan promosi dari dalam, kepenyeliaan yang demokratis, partisipasi karyawan, dan kondisi kerja yang aman), Gambar 1 akan menjelaskan tentang pandangan ini. Sementara pandangan yang kedua mengartikan QWL sebagai persepsi-persepsi karyawan seperti bahwa karyawan merasa aman, secara relatif merasa puas serta mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia (Cascio, 1995).

Unsur-unsur QWL menurut Cascio (1995) adalah sebagai berikut 1. Partisipasi pekerja

Pengikutsertaan karyawan dalam operasi perusahaan dan pengambilan keputusan akan membuktikan bahwa karyawan diterima dan dihargai yang berdampak pada munculnya perasaan memiliki dan perasaan ikut bertanggung jawab pada keberhasilan tujuan perusahaan. Rasa tanggung jawab ini sebagai manifestasi dari kesediaan bekerja dengan kinerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Partisipasi ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan, saran, kritik, pendapat, kreativitas, inisiatif,


(9)

dll. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan dan memajukan organisasi.

2. Pengembangan Karir

Manajemen pada semua bidang dan jenjang harus menaruh perhatian pada pembinaan karir karyawan yang potensia dengan cara pemberian kesempatan yang sama untuk mengikuti program pelatihan dan pengembangan SDM, melaksanakan penilaian kinerja secara jujur dan obyektif sebagai dasar dalam pemberian bonus dan insentif, pelaksanaan konsultasi karir dan promosi karyawan untuk jabatan yang lebih tinggi. 3. Penyelesaian Konflik

Pengelolaan konflik yang terjadi di perusahaan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

a. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung sasaran kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok. Bila yang terjadi konflik fungsional maka pengelolaan konflik dapat dilakukan perusahaan dengan cara mendorong karyawan untuk meningkatkan prestasi agar berlangsung persaingan secara sportif dan jujur.

b. Konflik disfungsional adalah konflik yang menghambat kinerja kelompok. Konflik ini harus dicegah karena akan berdampak negatif bagi kemajuan organisasi.

Pencegahan terjadinya konflik ditetapkan prosedur penyelesaian konflik dengan menunjuk pihak serta mekanisme penyampaian masalah sebelum terjadinya konflik. Pihak yang ditunjuk berada pada masing-masing jenjang jabatan manajerial organisasi dan nantinya berkewajiban mengelola setiap konflik yang terjadi.

4. Komunikasi

Penciptaan dan pengembangan komunikasi yang efektif berfungsi dalam proses pertukaran informasi. Proses ini akan menjamin aliran informasi ke tiap pekerja.

5. Kesehatan Kerja

Penyelenggaraan poliklinik atau rumah sakit atau sekedar menyediakan dana kesehatan untuk mengganti biaya pengobatan karyawan


(10)

maupun keluarganya merupakan bentuk perhatian dan perlindungan organisasi dalam mewujudkan kesehatan kerja.

6. Keselamatan Kerja

Kondisi lingkungan kerja merupakan faktor eksternal yang sulit diprediksi. Manajer perlu memberikan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan dengan mengikutsertakan karyawan dalam asuransi. Perhatian dan pelaksanaan kesehatan lingkungan kerja berpotensi pada peningkatan keterikatan karyawan karena karyawan mengetahui bahwa diri dan keluarganya mendapat perlindungan yang layak dalam bekerja.

7. Keamanan Kerja

Program keamanan kerja dapat dilakukan dengan menghindarkan rasa takut akan mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan penyelenggaraan program dana pensiun.

8. Kompensasi yang Layak

Kompensasi yang layak dapat memberikan ketenangan dan kesediaan bagi karyawan untuk bekerja secara optimal sebagai bentuk kontribusi bagi perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini berpotensi akan meningkatkan keterikatan karyawan karena akan muncul rasa aman dan nyaman dalam bekerja.

9. Kebanggaan

Rasa kebanggan akan lahir sebagai wujud penghargaan individu karyawan akan tugas dan kewajiban di perusahaan tempat ia mengabdi. Kebanggan terhadap organisasi dapat ditumbuhkan pada para karyawan denga cara keikutsertaan organisasi dalam kegiatan sosial untuk kepentingan masayarakat


(11)

Gambar 1. Kualitas kehidupan kerja (Cascio, 1995)

Cascio (1995) menyebutkan bahwa untuk merealisasikan QWL secara berhasil diperlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Manajer seharusnya dapat menjadi seorang pemimpin yang baik serta dapat menjadi pembimbing karyawannya, bukan sebagai bos dan diktator. 2. Keterbukaan dan kepercayaan. Kedua faktor tersebut merupakan

persyaratan utama dalam menerapkan konsep QWL ke dalam manajemen. 3. Informasi yang berkaitan dengan kegiatan dan manajemen harus

diinformasikan kepada karyawan dan saran-saran dari karyawan harus diperhatikan secara serius.


(12)

4. QWL harus dapat dilaksanakan secara berkelanjutan mulai dari proses pemecahan masalah yang dihadapi manajemen dan para karyawan hingga sampai membentuk mitra kerja antara mereka.

5. QWL tidak dapat dilaksanakan secara sepihak oleh manajemen saja, melainkan peran serta seluruh karyawan perlu ditingkatkan.

Menurut Siagian (2007), filsafat yang melatarbelakangi konsep QWL adalah harkat dan martabat manusia yang perlu dihargai, gaya demokratik sebagai gaya manajerial yang didambakan, serta penghargaan terhadap kemampuan intelektual karyawan. Dari dasar filsafat yang digunakan dapat diharapkan para karyawan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap keberhasilan organisasi. QWL sebagai sebuah filsafat manajemen menekankan bahwa:

1. QWL merupakan program yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan karyawan.

2. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan, seperti ketentuan yang mengatur pencegahan tindakan yang diskriminatif, memperlakukan karyawan dengan cara-cara yang manusiawi dan ketentuan tentang sistem imbalan upah minimum.

3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan berbagai perannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji. Keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian kebutuhan berdasarkan berbagai ketentuan normatif yang berlaku di suatu wilayah negara tertentu.

4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi yang pada hakekatnya berarti penampilan gaya manajemen yang demokratis termasuk penyelia yang simpatik.

5. Peningkatan QWL dan pemerkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting.

6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis.


(13)

Hariandja (2007) menjelaskan bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu :

1. Pendekatan struktural, pendekatan ini dilakukan dengan melakukan perubahan sistem kerja pegawai yang dapat dilakukan dengan :

a. Mendesain ulang pekerjaan dengam mempertimbangkan aspek kebutuhan manusia dalam pekerjaan, seperti peningkatan otonomi, variasi tugas, signifikansi tugas, identitas tugas dan umpan balik. b. Meningkatkan keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan,

mengatur, dan merencanakan pekerjaan mereka melalui pendekatan tim atau kelompok kerja dengan cara mengembangkan sistem berikut : 1) Gugus kendali mutu, sebuah kelompok kerja yang beranggotakan 3

sampai 15 orang yang melakukan pertemuan secara teratur dan bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan bisnis.

2) Sosiotechnical Sistem, desain ulang kelomok kerja yang menggabungkan aspek-aspek teknis dengan pda pekerjaan.

3) Codetermination, kebijakan yang melibatkan seluruh pegawai (melalui perwakilan) dalam pengambilan keputusan secara formal dan berimpilkasi pada pegawai.

4) Autonomus Work Group, kelompok kerja kecil tanpa pimpinan yang diberikan wewenang penuh untuk mengelola pekerjaan mereka dimana semua aspek yang berkaitan dengan pekerjaan diputuskan oleh kelompok.

2. Pendekatan proses, pendekatan ini dilakukan dengan berbagai proses keorganisasian untuk menciptakan adanya saling percaya di antara pegawai, saling membantu, mengurangi munculnya kelemahan manusia dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi pegawai. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui:

a. Peningkatan hubungan komunikasi. b. Peningkatan disiplin kerja.

c. Penanggulangan stress. d. Bimbingan.


(14)

e. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja. 2.2. Keterikatan Karyawan

2.2.1 Definisi Keterikatan Karyawan

Perusahaan layaknya sebuah organisasi yang membutuhkan sumber daya manusia sebagai motor penggeraknya. Jika memiliki sumber daya manusia yang profesional maka perusahaan akan mampu bergerak menuju visi dan misi yang ditetapkan. Dengan pentingnya keberadaan karyawan yang profesional, setiap perusahaan sebisa mungkin akan mempertahankan karyawan terbaiknya untuk tetap berada di dalam perusahaan. Karyawan tersebut sebisa mungkin dikondisikan dalam lingkungan yang membuat ia betah di dalamnya. Penciptaan mutu lingkungan kerja yang baik akan berusaha diciptakan perusahaan agar dapat melahirkan rasa keterikatan karyawan kepada perusahaan.

Keterikatan karyawan merupakan gagasan dalam perilaku organisasi yang menjadi daya tarik dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena keterikatan karyawan berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Kenyataannya, meskipun terdapat banyak pendapat mengenai faktor yang termasuk dalam keterikatan karyawan,masih terdapat kekurangjelasan definisi dan pengukuran dari keterikatan karyawan (Robertson dan Cooper, 2010). Banyak ahli dan praktisi yang memberikan definisi dan pengukuran dengan cara yang berbeda. Kebanyakan keterikatan karyawan didefinisikan sebagai komitmen emosional dan intelektual terhadap organisasi atau sejumlah usaha melebihi persyaratan pekerjaan (discretionary effort) yang ditunjukkan oleh karyawan dalam pekerjaannya (Frank et al., 2004), seperti dikutip oleh Saks (2006). Karyawan yang mengikatkan dirinya dengan perusahaan akan berkomitmen secara emosional dan intelektual terhadap perusahaan serta akan memberikan usaha terbaiknya melebihi apa yang dijadikan target dalam suatu pekerjaan.

Keterikatan karyawan sudah digunakan secara luas dan menjadi istilah yang populer (Robinson et al. (2004)), dikutip dari Saks (2006). Meskipun begitu, Robinson (2004) juga menyatakan bahwa masih terdapat sedikit riset akademis dan empiris pada topik yang sudah menjadi begitu populer ini.


(15)

Menurut Hughes dan Rog (2008), dikutip dari Gibbons (2006), keterikatan karyawan adalah hubungan emosional dan intelektual yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer, atau rekan kerja yang memberikan pengaruh untuk menambah persyaratan pekerjaan (discretionary effort) dalam pekerjaannya.

Hubungan yang baik dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, organisasi tempat dimana dia bekerja, manajer yang menjadi atasannya dan memberikan dukungan dan nasehat, atau rekan kerja yang saling mendukung membuat individu dapat memberikan upaya terbaik yang melebihi persyaratan dari suatu pekerjaan.

Kahn (1990), dikutip dari Saks (2006) mendefinisikan personal engagement sebagai:

“the harnessing of organizational members’ selves to their work roles; in engagement, people employ and express themselves physically, cognitively, and emotionally during role performances”.

Karyawan secara sadar mengikat dirinya dengan pekerjaannya, dan ketika mereka sudah terikat maka mereka memperkerjakan dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif dan emosional selama pelaksanaan pekerjaannya. Sedangkan, personal disengagement didefinisikan sebagai:

“the uncopling of selves from work roles; in disengagement, people withdraw and defend themselves physically, cognitively, or emotionally during role performances”

Robinson et al. (2004), dikutip dari Robertson dan Cooper (2009) memberikan definisi engagement sebagai sikap positif yang ditunjukan karyawan terhadap organisasi dan nilai perusahaan. Seorang karyawan yang terikat (employee engaged) memiliki kesadaran terhadap bisnis, dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi.. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh karyawan akan membuatnya memberikan upaya terbaik mereka dalam meningkatkan kinerja mereka. Mereka sadar bahwa kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja mereka.


(16)

Keterikatan karyawan memiliki keterkaitan dengan berbagai gagasan dalam perilaku organisasi namun tetap berbeda. Keterikatan karyawan bukan hanya sekedar sikap seperti komitmen organisasi tetapi merupakan tingkat seorang karyawan penuh perhatian dan melebur dengan pekerjaannya. Dalam literatur akademis, keterikatan karyawan telah didefinisikan sebagai konstruk yang unik dan berbeda yang mengandung komponen kognitif, emosi, dan perilaku yang berhubungan dengan kinerja individu (Saks, 2006).

2.2.2 Dimensi Keterikatan Karyawan

Menurut Watson (2008) keterlibatan karyawan mengacu pada hubungan yang luas dan mendalam antara orang dan organisasi. Keterikatan memainkan peran penting dalam lingkungan bisnis. Dapat didefinisikan, keterikatan karyawan meliputi 3 dimensi yaitu :

1. Rational

Karyawan memahami dengan baik peran dan tanggung jawab mereka. 2. Emotional

Seberapa banyak gairah/antusias mereka untuk bekerja dan antusias terhadap organisasi mereka

3. Motivational

Mereka bersedia berkontribusi dengan berusaha dan bekerja sesuai peran mereka masing-masing dengan baik.

Keterikatan merupakan kombinasi dari komitmen dan line of sight, dimana komitmen merupakan motivasi karyawan untuk membantu keberhasilan organisasi. Line of sight merupakan fokus dan arah yang memungkinkan karyawan untuk memahami apa yang harus dilakukan seorang karyawan untuk membuat organisasi mereka sukses.

Gallup (1998) telah mengembangkan dan mengidentifikasi 12 pertanyaan penting yang berhubungan erat dengan outcomes penting bisnis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Pertanyaan ini muncul dari riset pelopor yang dilakukan oleh Gallup yang menjadi prediktor terbaik kinerja dari kelompok kerja dan karyawan.


(17)

Tabel 1. Pertanyaan engagement yang dikembangkan oleh Gallup

No. Elemen Pertanyaan Engagement

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Saya mengetahui apa yang diharapkan dari saya pada pekerjaan. Saya memiliki peralatan dan materi-materi yang saya butuhkan untuk mengerjakan pekerjaan saya dengan baik.

Dalam bekerja saya memiliki kesempatan untuk mengerjakan apa yang saya kerjakan secara baik setiap hari.

Dalam tujuh hari terakhir, saya menerima penghargaan atau pujian karena mengerjakan pekerjaan saya dengan baik.

Supervisor saya, atau seseorang dalam lingkungan kerja, terlihat peduli dengan saya sebagai individu.

Ada orang dalam lingkungan kerja yang mendorong perkembangan saya.

Pendapat saya didengar dalam lingkungan kerja.

Misi dan tujuan perusahaan membuat saya merasa pekerjaan saya penting.

Rekan sejawat atau rekan kerja saya memiliki komitmen untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas.

Saya mempunyai teman baik di lingkungan kerja.

Enam bulan terakhir ini seseorang menanyakan/membicarakan tentang perkembangan saya.

Setahun terakhir ini saya memiliki keuntungan untuk belajar dan tumbuh dalam lingkungan kerja saya.

Sumber : Gallup, 1998

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Coffman dan Buckingham (2005), sebanyak 12 pertanyaan Gallup bisa dikelompokkan menjadi empat dimensi yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat keterikatan (engagement) karyawan yang optimal. Hal tersebut antara lain adalah :

1. Dimensi 1 - "What Do I get?"

Dimensi ini berarti "Apakah yang saya dapatkan?", hal ini merupakan pertanyaan dasar yang menanyakan tentang hal-hal dasar (basic needs) yang dibutuhkan oleh seorang karyawan untuk berkontribusi kepada perusahaan. Menjawab pertanyaan tersebut, biasanya dilakukan dengan memberikan 2 (dua) pertanyaan kunci berikut:

1) "I know what is expected of me at work?" atau diartikan "saya tahu yang diharapkan dari pekerjaan saya".

Semua hal tersebut, bisa dijelaskan jika karyawan yang bersangkutan sudah mempunyai dan memahami job descriptions yang jelas atas posisi atau jabatan yang diembannya saat ini.


(18)

2) "Saya memiliki materi dan peralatan (materials and equipment) yang saya perlukan untuk bekerja dengan benar?"

Pertanyaan di atas menggambarkan apakah karyawan sudah cukup dibekali dengan materi-materi atau perlengkapan/peralatan yang dibutuhkan untuknya dapat melaksanakan pekerjaannya. Materi maupun perlengkapan tersebut dapat berupa material fisik seperti kendaraan bermotor, komputer/laptop, handphone/alat komunikasi, hingga sekedar alat dan/atau media tulis, atau berupa material berupa informasi atau pengetahuan dasar maupun spesifik yang dibutuhkan terkait posisi atau pekerjaannya seperti pengetahuan terkait perusahaan, peraturan dan SOP.

2. Dimensi 2 –"What do I give?"

Dimensi ini berarti "Apa yang dapat saya berikan?" atau apakah kontribusi yang sudah karyawan berikan mendapatkan tanggapan atau dukungan yang setimpal dari manajemen perusahaan. Untuk mengidentifikasi sejauh mana dukungan dari manajemen tersebut sudah dilakukan perusahaan bagi karyawannya, maka beberapa hal yang perlu ditanyakan antara lain

1) "Do what I do best every day?"–(sudahkan saya) melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan setiap hari?

Hal ini juga mengarah kepada ukuran apa yang bisa digunakan untuk mengetahui tingkat kontribusi karyawan dalam bekerja.

2) "Is there any recognition in last seven days?"–apakah ada pengakuan atas kinerja dalam 7 hari terakhir?

3) “Is supervisor/someone at work cares?"–apakah atasan/rekan kerja peduli?

4) "Is there someone giving) encourages (motiavation for)

development?"–seorang rekan kerja memotivasi perkembangan saya Untuk poin pertanyaan no. 4, 5 dan 6, hal terkait dengan program penghargaan atas kontribusi baik karyawan kepada perusahaan, serta perhatian atasan dan kemampuan coaching bagi karyawan yang berkinerja baik.


(19)

3. Dimensi 3 –"Do I belong?"

Pada dimensi ini, pertanyaan ditujukan untuk mengidentifikasi penerimaan seorang karyawan di dalam tim kerjanya atau pada sisi lain akan menunjukkan sejauh mana kerjasama tim terjadi (teamwork). Untuk mengidentifikasinya, beberapa poin pertanyaan yang bisa ditanyakan adalah:

1) "Is my opinions count?" –(apakah) di tempat kerja, pendapat saya dihargai?

2) “What is mission/purpose of company?"–apakah misi/tujuan perusahaan?

3) "Are co-workers committed to quality?"–apakah rekan kerja berkomitmen terhadap kualitas?

4) "Do I have best friend?"–(apakah) saya memiliki sahabat di tempat kerja?

4. Dimensi 4 –"How can we all grow?"

Untuk dimensi yang terakhir ini, pertanyaan dilakukan untuk mengidentifikasi apakah perusahaan mempunyai/memberikan program dan kesempatan berkembang kepada setiap Karyawannya dan bagaimana kaitan hal itu terhadap pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan (overall growth). Untuk mengidentifikasi hal tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan adalah:

1) "Is there any progress in last six months?"–(apakah ada) kemajuan dalam 6 bulan terakhir?

2). "Is there any opportunity to learn and growth"–(apakah ada) kesempatan untuk belajar dan berkembang?

May et al. (2004), dikutip dari Saks (2006), menemukan bahwa keberhargaan (meaningfulness), keamanan, dan ketersediaan sumber daya yang mendukung pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan engagement. Mereka juga menemukan bahwa job enrichment dan ketepatan tugas (role fit) merupakan prediktor positif bagi meaningfulness; penghargaan rekan kerja dan penyelia yang mendukung merupakan prediktor yang positif keamanan sedangkan ketaatan pada norma rekan kerja


(20)

dan kesadaran diri merupakan prediktor negatif; dan ketersediaan sumber daya merupakan prediktor positif bagi ketersediaan secara psikologis (psychological availability) sedangkan partisipasi pada kegiatan di luar perusahaan sebagai prediktor negatif.

Menurut Maslach et all. (2001), dikutip dari Saks (2006), terdapat enam hal yang mempengaruhi engagement yaitu beban kerja, kontrol, rewards dan recognition, dukungan komunitas dan sosial, keadilan yang diterima, dan nilai. Mereka berpendapat bahwa job engagement berhubungan dengan beban kerja yang seimbang (sustainable workload), kebebasan memilih dan mengendalikan, upah dan penghargaan yang pantas, komunitas kerja yang mendukung, kewajaran (fairness) dan keadilan (justice), serta pekerjaan yang berarti dan bernilai.

2.2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Keterikatan Karyawan

Keterikatan karyawan seorang karyawan yang tinggi akan menampilkan kinerja yang sangat baik. Menurut Coffman (2002), untuk memulai pembentukan keterikatan karyawan maka yang harus dilakukan adalah memperkuat hubungan melalui sistem komunikasi yang lancar. Karyawan juga membutuhkan penguatan hubungan kerja dengan tim sehingga memunculkan komitmen yang kuat dalam organisasi. Manajer dapat memanfaatkan talenta karyawan untuk membangkitkan kekuatan karyawan serta mengembangkan tujuan dan target sehingga dapat meningkatkan kontribusi karyawan kepada perusahaan.

Menurut Maslach et al.(2001),dikutip dari Saks (2006), terdapat enam area kerja yang dapat mempengaruhi keterikatan karyawan yaitu beban kerja, kendali, imbalan dan pengakuan, komunitas dan dukungan sosial, perceived fairness, dan nilai. Kekuatan pendorong dibalik popularitas dari keterikatan karyawan bahwa terdapat dampak positif untuk organisasi (Saks, 2006).

Schaufeli dan Bakker (2004) serta Sonnentag (2003), seperti dikutip Saks (2006), menemukan engagement memiliki hubungan positif terhadap komitmen organisasi dan memiliki hubungan negatif dengan intention to quit dan dipercaya juga berhubungan dengan kinerja dan perilaku peran


(21)

ekstra (extra-role behaviour), yang sering juga disebut sebagai perilaku anggota organisasi atau Organization Citizenship Behaviour (OCB)

2.2.4 Ciri-ciri Keterikatan karyawan

Menurut Finney (2010) karyawan yang memiliki ikatan dengan pekerjaanya memiliki sifat umum yaitu:

1. Mempercayai misi organisasi mereka

2. Menyenangi pekerjaan mereka dan memahami kontribusi pekerjaan mereka pada tujuan yang lebih besar

3. Tidak memerlukan pendisiplinan dan mereka hanya memerlukan kejelasan, komunikasi dan konsistensi

4. Selalu meningkatkan kebenaran keterampilan mereka dengan sikap positif, fokus, keinginan, antusiasme, kreativitas dan daya tahan

5. Dapat dipercaya dan saling percaya satu sama lain 6. Menghormati manajer mereka

7. Mengetahui bahwa manajer mereka menghormati mereka 8. Merupakan sumber tetap ide-ide baru yang hebat

9. Memberikan yang terbaik kepada organisasi

Menurut Wyatt (2009) karyawan di kawasan Asia-Pasifik menunjukkan kecenderungan terbaginya karyawan menjadi tiga kelompok dasar yaitu:

1. Security Motivated

Karyawan cenderung bergabung dengan organisasi untuk keamanan pekerjaan, memilih berdasarkan karakteristik pekerjaan dan peduli dengan kunci masalah gaya hidup seperti keseimbangan kehidupan kerja, masa kerja dan hubungan dengan rekan kerja

2. Financially Motivated

Karyawan yang termasuk dalam financially motivate didorong oleh pertimbangan keuangan. Alasan yang paling sering dikutip bagi mereka untuk bergabung adalah basis gaji, diikuti dengan kesempatan menerima upah insentif dan manfaat tunjangan kesehatan


(22)

Karyawan yang menggunakan pengembangan karir, gaji, promosi dan insentif sebagai alasan mereka untuk bergabung dengan sebuah organisasi. Dibandingkan dengan kelompok pertama dan kedua, karyawan ini lebih fokus pada penghargaan jangka panjang.

Menurut Fredrickson (2009) dikutip dari Finney (2010) telah mengidentifikasi tiga kategori umum keadaan emosi yang memancarkan kebahagiaan. Walaupun sifatnya pribadi, keadaan emosi tersebut berdampak langsung ke tempat kerja. Keadaan emosi itu seperti:

1. Sukacita

Sukacita mendorong seseorang untuk lebih sosial sehingga karyawan dapat memiliki hubungan yang sehat dengan yang lainnya.

2. Minat

Minat memicu rasa ingin tahu, kegembiraan, motivasi intrinsik dan mengalirnya rasa terserapnya kinerja secara penuh dalam aktivitas yang menyenangkan.

3. Kepuasan

Selain menunjukkan rasa kedamaian, kepuasan juga merupakan perasaan diterima dan dipedulikan oleh orang lain.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Melia (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Komitmen Organisasi Melalui Faktor-faktor Quality of Work Life (QWL) (Studi Kasus Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara faktor-faktor Quality of Work Life terhadap komitmen organisasional. Faktor-faktor QWL yang paling berpengaruh dengan komitmen affective tenaga kependidikan adalah faktor integrasi lingkungan kerja dan faktor relevansi sosial sedangkan untuk tenaga pendidik adalah faktor integrasi lingkungan kerja dengan pengaruh positif, nyata dan agak kuat.

Fahrani (2009) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Komitmen Organisasi dan Keterikatan karyawan Pada PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Berdasarkan penelitian tersebut bahwa pengaruh antar variabel laten terhadap karakteristik individu dan stres kerja berpengaruh


(23)

positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Serta karakteristik Individu juga berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi. Variabel iklim organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi, begitu juga pada varaibel stres kerja yang mana pada penelitian ini berpengaruh tidak signifikan pada komitmen organisasi. Dengan adanya survei keterikatan karyawan ini maka dapat diketahui tingkat keterikatan karyawan di PT Semen Gresik (Persero) Tbk, yaitu 51 persen karyawan not engaged dan 49 persen karyawan termasuk engaged kepada perusahaan.


(24)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran diperlukan untuk memperjelas penalaran sehingga sampai pada jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Dalam upaya pencapaian visi organisasi, maka diperlukanlah sumber daya manusia sebagai pengelola sistem. Tidak hanya sekedar kinerja yang dibutuhkan untuk mengelola sistem agar senantiasa mampu berjalan secara efektif dan efisien, tetapi ada faktor keterikatan pula yang menjamin setiap karyawan untuk mencintai pekerjaannya dan mau untuk terus meningkatkan produktivitasnya.

Usaha meningkatkan keterikatan diperlukan adanya perhatian khusus untuk memahami kebutuhan sumber daya manusia yang tidak hanya dimotivasi oleh hal-hal yang bersifat materi seperti upah, bonus dan tunjangan, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek berupa kondisi lingkungan yang aman, kesehatan, pengakuan serta mampu meningkatkan kekaryaannya. Atas dasar ini maka pihak manajemen akan sadar pentingnya penerapan QWL dalam rangka pemenuhan kebutuhan karyawan.

Merujuk pada tujuan penelitian, maka penelitian ini akan mengukur tingkat hubungan faktor-faktor QWL yang bersumber dari Cascio (1995). Adapun untuk mengukur tingkat keterikatan (engagement) karyawan maka akan digunakan 12 indikator yang dikembangkan oleh Gallup Inc. yaitu: 1. Mengetahui apa yang diharapkan dari pekerjaan

2. Memiliki peralatan dan materi-materi yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik.

3. Memiliki kesempatan dalam bekerja, untuk mengerjakan apa yang dikerjakan secara baik setiap hari.

4. Menerima penghargaan atau pujian karena mengerjakan pekerjaan dengan baik.

5. Adanya kepedulian supervisor atau seseorang dalam lingkungan kerja dengan saya sebagai individu.


(25)

6. Adanya orang dalam lingkungan kerja mendorong perkembangan individu.

7. Pendapat didengar dalam lingkungan kerja.

8. Misi dan tujuan perusahaan membuat pekerjaannya penting.

9. Perasaan rekan sejawat atau rekan kerja memiliki komitmen untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas.

10. Mempunyai teman baik di lingkungan kerja.

11. Seseorang menanyakan/membicarakan tentang perkembangan.

12. Memiliki keuntungan untuk belajar dan tumbuh dalam lingkungan kerja Analisis pertama yang akan dlakukan adalah menganalisis persepsi karyawan terhadap keterikatan yang dibutuhkan PT Taspen (persero) menggunakan sembilan faktor-faktor QWL menurut Cascio (2003) dengan alat analisis deskriptif, dimana data yang akan diperoleh nantinya akan diterjemahkan sehingga menghasilkan informasi yang lebih mudah dimengerti. Kedua adalah menganalisis hubungan faktor-faktor QWL terhadap unsur keterikatan karyawan yang dikaitkan dengan karakteristik karyawan seperti jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, dan pengalaman kerja dengan menggunakan analisis Chi Square. Analisis ketiga akan menentukan besar pengaruh masing-masing faktor-faktor QWL terhadap keterikatan karyawan dengan menggunakan uji Korelasi Kanonik. Output dari penelitian ini dapat menjadi rekomendasi untuk PT Taspen (persero) dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan tanpa harus mengesampingkan keinginan dan kebutuhan karyawannya. Diagram kerangka kerja dari penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 2.

3.2. Hipotesis

Berdasarkan uraian faktor-faktor QWL yang akan dilihat hubungannya dengan keterikatan karyawan, maka diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat hubungan faktor-faktor QWL terhadap dimensi keterikatan karyawan.

3 3. 3. 3. 3. 3 3. 3. 3. 3 3 3. 3. 3. 3. 3. 3. 3. 3.

3

3. 3. 3. 3 3 3 3. 3 3 3 3 3. 3 3. 3.

3

3. 3. 3 3. 3 3. 3 3. 3 3. 3 3. 3. 3. 3 3. 3 3 3.. 3. 3 3. 3 3 3 3 3 3 3. 3 3 3. 3 3. 3 3 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32222


(26)

H1 : Terdapat hubungan faktor-faktor QWL terhadap dimensi keterikatan karyawan.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian 3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data terdiri dari lokasi penelitian, waktu penelitian dan pengumpulan data. Ketiga komponen ini akan dibahas pada sub bab di bawah ini.

PT Taspen (persero) Visi dan Misi

Tujuan Perusahaan

Visi, Misi SDM yang Berkualitas

Karakteristik SDM 1. Jenis Kelamin 2. Usia

3. Pendidikan Terakhir 4. Masa Kerja

Faktor-faktor QWL 1. Partisipasi pekerja 2. Pengembangan karir 3. Penyelesaian konflik 4. Komunikasi 5. Kesehatan kerja 6. Keselamatan kerja

7. Keamanan lingkungan kerja

8. Kompensasi yang layak 9. Kebanggaan

Dimensi Keterikatan Karyawan

1. What do I get? 2. What do I give? 3. Do I belong? 4. How can we all

grow?

Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif

Hasil

Umpan Balik

Chi Square

Korelasi Kanonik

3 3 3. 3. 3. 3. 3. 3. 3. 3. 3. 3 3. 3. 3. 3 3 3 3 3. 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3. 3 3. 3 3 3 3 3. 3. 3. 3 3 3. 3 3 3 3 3. 3 3 3 3 3. 3 3 3 3 3 3. 3.. 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3... 3 3...3333


(27)

3.3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada suatu kasus yang terjadi di PT Taspen (persero). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan PT Taspen (persero) bersedia memberikan informasi dan data yang terkait dengan penelitian. Hal ini menjadi peluang bagi peneliti untuk melihat pengelolaan karyawan yang telah dilaksanakan oleh pihak manajemen dalam rangka mencapai tujuan perusahaan dan memberikan masukan kepada pihak manajemen perusahaan dalam membuat kebijakan khusus terkait tingkat keterikatan melalui peningkatan faktor-faktor QWL. Pengambilan data di lapangan ini dilakukan pada bulan Maret 2012 hingga April 2012.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan kuesioner. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang belum tersedia dan harus diperoleh dari sumber aslinya untuk digunakan menjawab masalah penelitian. Data primer diperoleh dari lapangan melalui proses pengamatan langsung dan pengamatan tidak langsung. Pengamatan langsung dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan kepada pihak manajemen dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dibutuhkan untuk penelitian. Pengamatan tidak langsung dilakukan dengan kuesioner. Kuesioner berisikan daftar pertanyaan yang berhubungan dengan faktor QWL terhadap keterikatan karyawan. Bobot yang digunakan dalam setiap pernyataan bisa dilihat dari Tabel 2.

Tabel 2. Interpretasi jawaban berdasarkan skala Likert

Bobot Klasifikasi Kesimpulan

1 Sangat Setuju Sangat Baik

2 Setuju Baik

3 Ragu-ragu Cukup Baik

4 Tidak Setuju Tidak Baik

5 Sangat Tidak Setuju Sangat Tidak Baik

Pernyataan yang diajukan bersifat tertutup dengan menggunakan skala Likert sebagai pilihan jawaban agar memudahkan responden saat menjawab. Skala Likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang


(28)

terhadap sesuatu (Umar, 2005). Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur melalui internet, buku, jurnal yang memuat teori dan hasil penelitian terdahulu.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Jumlah total karyawan yang akan diteliti ditentukan dengan pengambilan sampel bersyarat (judgemental sampling). Syarat karyawan yang menjadi objek penelitian adalah karyawan PT Taspen (persero) yang berstatus sebagai karyawan tetap dan memiliki kriteria telah bekerja lebih dari 1 tahun. Jumlah total karyawan yang telah memenuhi syarat untuk menjadi sampel penelitian di PT Taspen (persero) adalah 55 orang.

3.4. Pengujian Kuesioner

3.4.1 Uji Validitas

Menurut Santoso (2000), validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Uji validitas adalah salah satu alat yang digunakan untuk menguji derajat ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi pengukurannya. Uji validitas alat ukur berupa kuesioner digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu alat ukur dalam memenuhi syarat ketepatan dan kecermatan untuk menjalankan fungsinya. Alat ukur dapat dikatakan baik jika alat tersebut telah dinyatakan valid, yaitu ketika alat ukur mampu melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.

Langkah-langkah dalam menguji validitas kuesioner sebagai berikut: 1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur.

2. Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden. Jumlah responden minimal 30 orang karena distribusi skor atau nilai akan lebih mendekati normal. Asumsi kurva nomal sangat dibutuhkan dalam perhitungan statistik.

3. Mempersiapkan tabulasi jawaban.

Menghitung antara pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan rumusproduct momen pearson correlationsebagai berikut :

3.

3. 3. 3........... 3. 3.......444444444444444444444444444444444444444444444444444.44444444444444444444


(29)

r

xy

=

௡ σ ௑௒ିσ ௑ σ ௒ ඨ௡ σ ௑మିሺσ ௑ሻට௡ σ ௒ିሺσ ௒ሻ

……….………… (1)

Keterangan :

r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah responden

x = skor masing-masing pertanyaan dari tiap responden y = skor total pertanyaan dari tiap responden

Kuesioner dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang akan diukur. Kuesioner yang disebar terdiri dari dua bagian pertanyaan. Bagian pertanyaan pertama yang bersifat umum yang menanyakan identitas responden. Pada bagian kedua terdapat pertanyaan yang bersifat khusus yang berkaitan dengan faktor-faktor Quality Work of Life sebanyak 30 pertanyaan dan 12 pertanyaan untuk mengukur tingkat keterikatan (engagement) karyawan maka dengan menggunakan 12 indikator yang dikembangkan oleh Gallup Inc. Hasil yang diperoleh dikatakan valid jika r hitung yang dihasilkan lebih besar dari r tabel dan berarti semua pernyataan dapat menjalankan fungsinya.

Uji validitas dilakukan setelah setelah menyebar kuesioner kepada 30 orang responden. Suatu pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid apabila rhitung lebih besar dari rtabel. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan Product Moment dengan selang kepercayaan sebesar 95% dan nilai rtabel 0,361 dapat ditarik kesimpulan bahwa atribut-atribut pertanyaan dalam kuesioner dapat dinyatakan valid karena rhitung pada setiap pertanyaan mempunyai nilai yang lebih besar dari nilai rtabel. Hasil perhitungan validitas kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan derajat ketepatan, ketelitian, atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran. Teknik pengukuran reliabiltas yang digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen adalah teknik Alfa Cronbach. Uji reliabilitas berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap alat ukur. Suatu alat ukur memiliki tingkat kepercayaan atau konsistensi yang tinggi jika hasil dari pengujian alat ukur tersebut menunjukkan hasil yang tetap. Tujuan dilakukannya uji reliabilitas adalah


(30)

untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu alat ukur. Kriteria penilaian dapat dilihat melalui klasifikasi tabel Alpha George pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Klasifikasi tabel Alpha George R alpha Klasifikasi

> 0,9 > 0,8 > 0,7 > 0,6 > 0,5 < 0,5

Sempurna Baik Dapat Diterima

Dipertanyakan Buruk

Tidak Dapat Diterima

Jika pada pengukuran reliabiltas nantinya sudah memenuhi R alpha di atas 0,7 maka menyatakan bahwa kuesioner yang disebarkan dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur pada penelitian ini. Uji reliabilitas menggunakan rumus Alfa Cronbach sebagai berikut :

r

11

=

௞ିଵ௞ ቁ ൬ͳ െσ ఙ మ

ఙభమ൰

……….. (2)

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen K = banyaknya butir pertanyaan Σδ2 = jumlah ragam butir

Δ12= jumlah ragam total

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach’s lalu nilainya dihasilkan untuk faktor-faktor QWL dan untuk keterikatan karyawan masing-masing diperoleh nilai αcronbach sebesar 0,948 dan 0,844. Nilai ini lebih besar dari nilai αcronbachsehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang disusun adalah reliable atau dapat diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur pada penelitian ini. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1. Kuesioner yang telah dinyatakan valid dan reliable dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5. Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami dan dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Data yang diperoleh dicari skor rataan. Skor rataan lebih stabil 3.

3.

3.

3. 3. 3 3. 3 3. 3. 3 3. 3. 3 3 3 3 3. 3 3 3 3. 3. 3 3 3. 3. 3. 3 3 3 3 3 3 3. 3 3 3 3. 3 3. 3 3 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3. 3 3. 3 3 3 3 3 3 3 3. 3 3. 3. 3 3.......555


(31)

dibandingkan dengan nilai ukuran sentral lainnya. Berikut langkah-langkah dalam pengolahan dan analisisnya:

1. Berikan skor pada setiap jawaban sesuai dengan bobot pada skala Likert. 2. Lakukan tabulasi atau perhitungan dari skor-skor yang telah ditentukan. 3. Lakukan pengkategorian rumus menurut Santoso (2000) :

ܴܵ ൌሺ௠ି௡ሻ ………..…...(3) ܴܵ ൌሺହିଵሻ = 0,8

….………. (4)

Keterangan :

RS = Rentang skala

M = Angka tertinggi dalam pengukuran N = Angka terendah dalam pengukuran B = Banyaknya kelas

Skor rataan menunjukkan tingkat kesetujuan karyawan seperti ditunjukkan Tabel 4.

Tabel 4. Posisi keputusan penelitian Skor Rataan Penilaian

1,00–1,80 1,81–2,60 2,61–3,40 3,41–4,20 4,21–5,00

Sangat tidak setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

Setuju Sangat Setuju 3.5.2 Analisis Chi Square

Menurut Santoso (2007), Uji Khi-Kuadrat asosiasi (Chi-Square) digunakan untuk menentukan keberadaan asosiasi atau hubungan satu sama lain dua variabel yang dihubungkan. Dalam penelitian ini, Chi Square berguna untuk mengetahui hubungan karakteristik responden seperti jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, jabatan dan pengalaman kerja terhadap faktor-faktor QWL dan loyalitas karyawan. Uji ini sangat sesuai dengan data nominal dan ordinal. Prosedur uji Chi Square adalah sebagai berikut:

1. Tentukan frekuensi sel harapan dengan menggunakan rumus Khi-Kuadrat berikut :

X2=σ ሺ௢ିாሻమ ாభ ௞

௜ିଵ ……….………... (5) X2 =Chi-Square


(32)

O = nilai observasi dari baris dan kolom E = nilai harapan dari baris dan kolom

2. Setelah diketahui nilai X2 melalui perhitungan, kemudian gunakan table X2.

3. Setelah membandingkan antara nilai X2hitung dengan X2tabel, gunakan hipotesis berikut :

H0 = tidak ada hubungan nyata antara karakteristik responden dengan QWL atau dimensi keterikatan karyawan

H1 = ada hubungan nyata antara karakteristik responden dengan QWL atau dimensi keterikatan karyawan.

Bila nilai X2hitung sama atau lebih besar dari X2tabel untuk tingkat signifikansi tertentu maka tolak H0. Bila terjadi sebaliknya maka H0 diterima. Sebelum melakukan perbandingan nilai Xhitung dengan Xtabel tentukan terlebih dahulu tingkat signifikansi (α) dan tingkat keabsahan (df) melalui rumus: df = (r-1)(c-1) ……... (6) r = jumlah baris

c = jumlah kolom

3.5.4 Uji Korelasi Kanonik

Menurut Siregar (2011), pengertian dari analisis korelasi kanonik adalah suatu teknik statistik yang digunakan untuk menentukan tingkatan asosiasi linier antara dua perangkat variabel, dimana masing-masing perangkat terdiri dari beberapa variabel. Sebenarnya analisis korelasi kanonikal merupakan perpanjangan dari analisis regresi linier berganda yang berfokus pada dua hubungan antara dua variabel yang berskala interval. Fungsi utama teknik ini adalah untuk melihat hubungan linieritas antara variabel-variabel terikat dengan beberapa variabel bebas yang berfungsi sebagai prediktor.

Titik perhatian analisis ini adalah korelasi (hubungan) maka kedua himpunan tidak perlu dibedakan menjadi kelompok variabel tidak bebas dan variabel bebas. Pemberian label Y dan X kepada kedua variat kanonikal hanya untuk membedakan kedua himpunan variabel. Fokus analisis korelasi kanonikal terletak pada korelasi antara kombinasi linier satu set variabel


(33)

dengan kombinasi linier set variabel yang lain. Langkah pertama adalah mencari kombinasi linier yang memiliki korelasi terbesar. Selanjutnya, akan dicari pasangan kombinasi linier dengan nilai korelasi terbesar di antara semua pasangan lain yang tidak berkorelasi. Proses terjadi secara berulang, hingga korelasi maksimum teridentifikasi. Pasangan kombinasi linier disebut sebagai variat kanonikal sedangkan hubungan di antara pasangan tersebut disebut korelasi kanonikal.

Jenis data dalam variat kanonikal yang digunakan dalam analisis korelasi kanonik dapat bersifat metrik maupun non metrik. Analisis korelasi kanonikal dimulai dengan matriks korelasi antara variabel X1, X2, . . . , Xp dan variabel Y1, Y2, . . . , Yq. Dimensi matriks korelasi tersebut adalah (p + q) × (p + q). Matriks korelasi dapat dipecah menjadi empat partisi yaitu matriks A, C, C′ dan B, seperti disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Matriks korelasi

Interpretasi variat kanonikal dapat dilakukan dengan melihat koefisien kanonik dengan tiga pilihan metode yang biasa dilaporkan, yaitu bobot kanonik (canonical weight), muatan kanonik (canonical loadings) dan muatan silang kanonik (canonical cross-loadings).

1. Bobot kanonik merupakan koefisien kanonik yang telah dibakukan, dapat diinterpretasikan sebagai besarnya kontribusi variabel asal terhadap variat kanonik. Semakin besar nilai koefisien ini menyatakan semakin besar kontribusi variabel yang besangkutan terhadap variabel kanonik.

2. Beban kanonik menyatakan korelasi variabel terhadap variat dimana variabel bergabung dalam setiap fungsi kanonik. Beban kanonik dapat dihitung dari korelasi antara variabel asal dengan masing-masing variabel


(34)

kanoniknya. Semakin besar nilai muatan mencerminkan semakin dekat hubungan fungsi kanonik yang bersangkutan dengan variabel asal.

3. Muatan silang kanonik menyatakan korelasi variabel dalam suatu variat terhadap variat kanonikal lainnya. Muatan silang kanonik dapat dihitung dari korelasi antar variabel.

Model korelasi antara faktor-faktor QWL dengan dimensi keterikatan karyawan ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Model korelasi faktor QWL dan dimensi keterikatan karyawan

X9

X2

X7 X3

X5

X6 X4

X8

X Y

Y1

Y2

Y3

Y4 X1


(35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Gambaran umum perusahaan terdiri dari sejarah perusahaan, informasi produk PT Taspen (Persero), struktur organisasi, visi dan misi perusahaan dan sumber daya manusia. Berikut akan dibahas pada subbab di bawah ini.

4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan

Visi yang dimiliki PT Taspen (persero) adalah Taspen Menjadi Perusahaan Pengelola Dana Pensiun dan THT Berkelas Dunia yang Bersih, Sehat dan Benar dengan Pelayanan yang Tepat Orang, Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Tempat dan Tepat Administrasi. Misi yang dimiliki bertujuan untuk menjabarkan visi agar lebih jelas sehingga mudah dimengerti oleh seluruh karyawan. Misi PT Taspen adalah mewujudkan hari-hari yang indah bagai peserta melalui pengelolaan Dana Pensiun dan THT secara Profesional dan akuntabel dengan berlandaskan etika dan integrasi yang tinggi.

4.1.2 Sejarah Perusahaan

Taspen merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi wewenang dalam menangani program Asuransi Sosial yang meliputi Program dana pensiun dan Tabungan Hari Tua (THT). Taspen didirikan pada tanggal 17 April 1963 berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 15 Tahun 1963 dengan nama perusahaan negara Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri. Latar belakang didirikannya Taspen adalah adanya keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri dan keluarganya yang dirintis melalui Konferensi Kesejahteraan Pegawai pada tanggal 25-26 Juli 1960 di Jakarta. Hasil konferensi tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertama RI Nomor 388/MP/1960 tanggal 25 Agustus 1960 yang menetapkan perlunya pembentukan jaminan sosial bagi Pegawai Negeri dan keluarganya pada saat mengakhiri pengabdiannya kepada negara. Pada tahun 1970, PN Taspen mendapatkan peningkatan status menjadi Perusahaan Umum (Perum) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : Kep. 749/MK/IV/II/1970 sehingga menjadi


(36)

Perum Taspen. Pada tahun 1981, Perum Taspen mendapat peningkatan status menjadi Perseroan Terbatas berdasarkan Peraturan Pemerinta (PP) Nomor 26 tahun 1981 dengan nama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Sipil dan disingkat dengan nama PT Taspen.

Sejak awal berdirinya Taspen bertujuan mengelola Program Tabungan Hari Tua bagi Pegawai Negeri dan sejak tahun 1987 mulai mendapat tugas untuk mengelola Program Pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan demikian, Taspen telah sepenuhnya mengelola program asuransi sosial sesuai PP Nomor 25 Tahun 1981 yaitu Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil termasuk Dana Pensiun dan THT. Selain mengelola Program Asuransi Sosial yang kepesertaannya bersifat wajib (compulsory) bagi PNS, saat ini Taspen juga mengelola program THT, THT Multiguna, dan THT Ekaguna untuk pegawai BUMN/BUMD yang kepesertaannya bersifat sukarela (voluntary). Sebagai upaya untuk memudahkan Peserta Taspen yang tersebar di seluruh Indonesia dalam mengurus haknya, sejak tahun 1987, Taspen membuka Kantor Cabang di semua provinsi dan beberapa Kabupaten dan Kota yang saat ini seluruhnya berjumlah 42 kantor cabang.

4.1.3 Sumber Daya Manusia

PT Taspen (persero) memiliki jaringan pelayanan luas yang meliputi 6 kantor cabang utama dan 36 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dan lebih dari 4000 titik pelayanan melalui kerja sama dengan bank dan kantor pos seluruh Indonesia. Perusahaan ini secara proaktif melakukan sosialisasi melalui dialog interaktif dalam bentuk siaran radio (RRI atau swasta) di setiap kantor cabang maupun tatap muka langsung melalui setiap instansi masing-masing peserta. Peserta yang ingin berhubunngan langsung dapat melalui layanan telepon.

Perusahaan yang kini memiliki motto perusahaan yaitu Layanan dan Kinerja yang selalu ditingkatkan (better service through better performance) dan dalam pelaksanaan pelayanan dengan target mutu pelayanan yang meliputi Tepat Orang, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Tempat dan Tepat


(37)

Administrasi (5T). Sistem pelayanan itu meliputi jangka waktu pemrosesan sejak dokumen diterima secara lengkap dan benar sampai dengan saat pembayaran. Dalam melayani peserta dan penerima dana pensiun, manajemen meminta karyawannya untuk memiliki sikap yang sopan, sabar, manusiawi, mudah dan sederhana. Upaya peningkatan profesionalisme dan produktivitas sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan dan pendidikan terutama di tiga bidang yang menjadi pilar utama perusahaan, yaitu keuangan, pelayanan dan kinerja setiap karyawan.

4.1.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi PT Taspen (persero) Cabang Bogor terdiri dari kepala cabang yang bertugas memimpin perusahaan. Kepala Cabang membawahi langsung divisi pelayanan, divisi personalia dan umum dan divisi keuangan. Selain itu, kepala cabang membawahi unit fungsional yang terdiri dari empat karyawan. Unit fungsional bertindak dalam melakukan pengawasan mengenai kinerja karyawan di perusahaan. Kedudukan unit fungsional setara dengan kepala divisi. Setiap divisi membawahi pelaksana-pelaksana yang bertugas melakukan pekerjaan di setiap divisi. Divisi pelayanan bertugas dalam melakukan pelayanan secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat administrasi, tepat tempat, tepat orang kepada peserta dan memberikan kepuasan bagi para peserta. Divisi keuangan bertugas dalam mengelola keuangan perusahaan dan mengatur dana pensiun bagi peserta. Divisi personalia dan umum memiliki tugas dalam mengelola SDM di PT Taspen (persero), menyimpan data-data karyawan dan mengatur pelaksanaan pelatihan bagi karyawan. Struktur organisasi secara lengkap bisa dilihat di Lampiran 3.

4.1.5 Informasi Produk Taspen

PT Taspen merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan dua jenis program utama yang meliputi Program Tabungan Hari Tua (THT) dan Program Pensiun.

1. Program Tabungan Hari Tua

Program THT merupakan program asuransi yang meliputi Asuransi Dwiguna yang terkait dengan usia pensiun dan Asuransi


(38)

Kematian (Askem). Asuransi Dwiguna adalah suatu jenis asuransi yang memberikan jaminan keuangan bagi peserta Taspen pada saat yang bersangkutan mencapai usia pensiun atau bagi ahli warisnya apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun. Asuransi Kematian (Askem) adalah asuransi yang memberikan jaminan keuangan kepada peserta Taspen bila istri/suami/anak meninggal dunia atau kepada ahli warisnya bila peserta meninggal dunia. Asuransi Kematian tergolong asuransi jiwa seumur hidup bagi PNS peserta Taspen dan istri atau suaminya kecuali bagi janda atau duda PNS yang menikah lagi. Bagi anak PNS, Asuransi Kematian merupakan asuransi berjangka yang dibatasi usia anak hingga maksimal berusia 25 tahun.

Peserta program THT meliputi pegawai negeri sipil, tidak termasuk PNS Kementerian Hankam, Pejabat Negara setingkat Menteri dan pegawai BUMN/BUMD. Kewajiban Peserta Program THT meliputi membayar iuran wajib Peserta (IWP/premi) sebesar 3,25% dari penghasilannya setiap bulan selama masa aktif, memberikan keterangan mengenai data diri dan keluarganya, menyampaikan perubahan data penghasilan, perubahan data diri dan keluarganya.

2. Program Pensiun

Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atau jasa-jasa Pegawai Negeri Sipil selama bertahun-tahun bekerja dalam lingkup Dinas Pemerintahan. Program Pensiun diadakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang pensiun pegawai dan pensiun Janda atau Duda pegawai. Orang yang berhak menerima pensiun adalah penerima Pensiun PNSP/DO, penerima Pensiun Pejabat Negara, penerima Tunjangan Veteran, penerima Tunjangan PKRI/KNIP, penerima Uang Tunggu Pensiun PNSP/DO, penerima Pensiun TNI yang pensiunnya dilaksanakan sebelum 1 April 1989.

Jenis pembayaran yang dapat diterima meliputi pembayaran Pensiun Pegawai/Janda/Duda/Yatim-Piatu, pembayaran Pensiun Lanjutan, pembayaran Uang Duka Wafat, pembayaran Pensiun tiga bulan berturut-turut tidak diambil dan pembayaran uang kekurangan pensiun.


(39)

4.2. Karakteristik Karyawan

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan dapat terlihat karakteristik karyawan yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa bekerja.

4.2.1 Jenis Kelamin

Karyawan PT Taspen (persero) sebanyak 69 persen didominasi laki-laki dan 31 persen karyawan perempuan. Secara umum, PT Taspen (persero) memandang bahwa tidak ada perbedaan antara karyawan pria dan wanita. Adanya perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi beban kerja yang diberikan. Setiap karyawan diberikan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pendidikan yang dimiliki.

4.2.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan karyawan PT Taspen (persero) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tingkat pendidikan karyawan

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan karyawan PT Taspen (persero) didominasi pada tingkat SMA. Hal ini disebabkan karyawan memiliki masa kerja yang lama dan mereka memulai karir dari level bawah. Pada awal berdirinya, perusahaan ini hanya mensyaratkan pendidikan minimum SMA bagi karyawan. Pendidikan yang minim tidak menyebabkan karyawan sulit untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan karena karyawan telah terbiasa melakukannya. Program beasiswa bagi karyawan tidak disediakan perusahaan. Hal ini disebabkan

0 5 10 15 20 25 30

SD SMA D3 S1 S2


(40)

karena kebutuhan yang tinggi dari perusahaan akan jam kerja efektif dari karyawan. Perusahaan tidak mau karyawan akan berkurang jam kerjanya karena sibuk melaksanakan pendidikan. Kemampuan penyelesaian pekerjaan yang baik rata-rata bukan diperoleh karyawan dari pendidikannya melainkan dari pengalaman masa kerja dan sistem pelatihan dari perusahaan.

4.2.3 Usia

Tingkat usia karyawan PT Taspen (persero) dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6. Karakteristik usia karyawan

Karyawan telah mampu melakukan pekerjaan yang dibebankan dengan baik dan semakin rendah tingkar kesalahan yang dilakukan karena semakin banyaknya penagalaman yang dimiliki pada usia karyawan saat ini. Usia karyawan didominasi antara usia 41 – 50 tahun. Hal ini disebabkan perusahaan hanya ingin mempekerjakan karyawan yang sudah berpengalaman dan melalui berbagai pelatihan yang diberikan internal perusahaan. Sebab lainnya adalah karyawan sudah bekerja cukup lama di perusahaan dan rata-rata sejak lulus dari SMA. Pada usia di bawah 30 tahun, mayoritas karyawan masih melalui masa magang dan pelatihan.

4.2.4 Masa Kerja

Berdasarkan Gambar 7 dapat terlihat mayoritas karyawan telah memiliki masa kerja 16 – 20 tahun . Hal ini berarti bahwa sebagian besar

0 5 10 15 20 25 30 35 40


(41)

karyawan telah memiliki loyalitas yang tinggi kepada perusahaan. Karyawan juga telah memiliki pengalaman yang banyak sehingga jumlah kesalahan yang dilakukan relatif kecil karena karyawan terbiasa melakukan pekerjaan yang dibebankan perusahaan.

Gambar 7. Karakteristik masa kerja karyawan

4.3 Analisis Persepsi Karyawan terhadap Faktor QWL dan Keterikatan Karyawan.

PT Taspen (persero) menyadari bahwa sumber daya manusia merupakan modal yang paling berpengaruh bagi kemajuan sebuah organisasi. Penerapan faktor-faktor QWL bagi karyawan merupakan aspek yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Analisis persepsi karyawan telah terhadap pelaksanaan faktor-faktor QWL yang dilakukan PT Taspen (persero) terdiri dari sembilan komponen yang meliputi kompensasi, pengembangan karir, komunikasi, lingkungan yang aman, kesehatan kerja, keselamatan kerja, penyelesaian konflik, kebanggaan dan partisipasi karyawan. Analisis persepsi karyawan terhadap keterikatan karyawan terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi 1 (what do I get), dimensi 2 (what do I give),dimensi 3 (do I belong),dan dimensi 4 (how can we all grow).

4.3.1 Persepsi Karyawan terhadap Faktor QWL

Penerapan faktor-faktor QWL yang dipersepsikan oleh karyawan terdiri dari kompensasi, pengembangan karir, komunikasi, lingkungan yang aman, kesehatan kerja, keselamatan kerja, penyelesaian konflik, kebanggan

0 5 10 15 20 25

<1 tahun 1-5 tahun 5-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun

4. 4. 4. 4. 4

4.

4. 4. 4. 4. 4. 4. 4. 4 4. 4 4 4. 4. 4. 4 4 4 4.

4

4 4 4. 4. 4 4 4 4 4 4 4 4. 4. 4. 4 4 4. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4. 4. 4 4 4 4 4 4. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 433333


(42)

dan partisipasi karyawan. Persepsi karyawan terhadap penerapan kompensasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa karyawan menilai perusahaan memberikan kompensasi sesuai dengan golongan karyawan. Hal ini terlihat dari skor rataan sebesar 4,09 yang menyatakan bahwa karyawan setuju terhadap pernyataan bahwa perusahaan memberikan kompensasi sesuai dengan golongan karyawan. Golongan karyawan disesuaikan dengan pendidikan karyawan dan lamanya bekerja. Golongan karyawan berjenjang dari golongan I.I hingga XII.XII sesuai dengan tingkat pendidikan dan masa kerja. Kenaikan golongan pekerjaan di PT Taspen (persero) terjadi setiap delapan tahun sekali.

Tabel 5. Persepsi karyawan terhadap kompensasi

No. Indikator Faktor-Faktor QWL Skor Rataan Kesimpulan 1. PT Taspen Cabang Bogor

memberikan kompensasi sesuai dengan golongan karyawan.

4,09 Setuju

2. Setiap karyawan mendapat tunjangan pensiun dari PT Taspen Cabang Bogor.

4,15 Setuju

3. PT Taspen Cabang Bogor akan memberikan bonus bila perusahaan mendapatkan keuntungan.

4,25 Sangat setuju

Total 4,16 Setuju

Perusahaan memberikan tunjangan pensiun yang dikelola mandiri oleh PT Taspen (persero) Karyawan PT Taspen (persero) bukan tergolong Pegawai Negeri Sipil (PNS) melainkan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan membuat kebijakan untuk menjamin hari tua karyawan dengan memberikan tunjangan pensiun yang terpisah dengan tunjangan-tunjangan PNS. Tunjangan pensiunan bagi karyawan tersebut dapat diperoleh setiap bulan. Hasil kuesioner membuktikan bahwa karyawan mempersepsikan setuju mendapatkan tunjangan pensiun jika telah mengalami masa pensiun sehingga dapat membuat kesejahteraan hari tua terjamin. Hal ini terlihat dari skor rataan 4,15.


(43)

Karyawan menilai baik terhadap kemampuan perusahaan memberikan bonus pekerjaan jika mendapatkan keuntungan. Hal ini dapat terlihat pada skor rataan sebesar 4,25 dimana hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan akan memberikan bonus kepada karyawan jika memperoleh keuntungan. Waktu bagi karyawan mendapatkan bonus ini tidak dapat ditentukan. PT Taspen (persero) merupakan perusahaan besar dan memiliki kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang meningkat sehingga dimungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan bonus dengan intensitas sering. Secara keseluruhan persepsi karyawan terhadap kompensasi adalah baik. Hal ini terlihat dari skor rataan sebesar 4,16.

Pengembangan karir bertujuan untuk mempersiapkan karyawan dalam menghadapi pekerjaan saat ini dan untuk mempersiapkan diri bagi karyawan dalam menghadapi pekerjaan di masa mendatang pada PT Taspen (persero). Persepsi karyawan terhadap penerapan kompensasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persepsi karyawan terhadap pengembangan karir

No. Indikator Faktor-Faktor QWL Skor Rataan Kesimpulan 4. PT Taspen Cabang Bogor

melakukan rotasi pekerjaan bagi karyawan sesuai volume pekerjaan..

4,11 Setuju

5. PT Taspen Cabang Bogor memberikan kesempatan untuk peningkatan jabatan bagi karyawan.

4,07 Setuju

6. Pelatihan diberikan kepada karyawan sesuai dengan bidang pekerjannya.

4,16 Setuju

7. PT Taspen Cabang Bogor

menugaskan pekerjaan berdasarkan tim.

4,24 Sangat Setuju

Total 4,14 Setuju

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa pengembangan karir yang dilakukan perusahaan tergolong baik dengan skor rataan 4,14. Secara lebih rinci, perusahaan telah melakukan rotasi pekerjaan yang terlihat dari skor rataan sebesar 4,11. Hal ini mengindikasikan rotasi pekerjaan telah


(44)

diterapkan dengan baik oleh perusahaan. Rotasi pekerjaan dilakukan dengan memindahkan karyawan dari satu divisi ke divisi lain untuk memperluas pemahaman karyawan terhadap pekerjaan di berbagai divisi dan untuk menguji kemampuan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Setiap karyawan akan diberi kesempatan untuk melakukan rotasi pekerjaan dengan berbagai volume yang berbeda-beda disetiap pekerjaan.

Hasil 4,07 yang ditunjukkan pada pertanyaan terkait peningkatan jabatan menandakan karyawan setuju bahwa perusahaan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk meningkat jabatannya. Karyawan juga setuju bahwa pendidikan dan pelatihan yang diberikan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing karyawan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan mengundang trainer dan narasumber luar yang ahli di bidangnya. Pendidikan dan pelatihan (Diklat) juga diberikan kepada karyawan yang baru diterima di PT Taspen (persero). Diklat diselenggarakan oleh kantor pusat PT Taspen (persero) yang bertempat di Jakarta. Karyawan menilai sangat baik dengan nilai skor rataan 4,24 bahwa perusahaan menugaskan karyawan bekerja berdasarkan tim.

Komunikasi diperlukan dalam penyampaian (pesan, ide, gagasan) dari salah satu pihak ke pihak lain agar muncul sinkronisasi cara berpikir dalam memandang suatu permasalahan. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan yang mudah dimengerti orang lain.

Tabel 7 menunjukkan bahwa komunikasi pada PT Taspen (persero) dinilai baik terlihat dari skor rataan 4,18. meliputi karyawan setuju bahwa karyawan mendapatkan penjelasan atau informasi mengenai pekerjaan yang terlihat dari skor rataan 4,09. Karyawan menyatakan setuju bahwa ada penjelasan yang diberikan jika karyawan kurang mengerti mengenai penugasan yang akan dilakukan, baik kepada atasan yang ditunjukkan dengan skor 4,07 maupun dengan rekan kerja yang ditunjukkan dengan skor 4,33.

Jika memerlukan bantuan terkait terkait penyelesaian tugas keprofesian, karyawan menilai sangat setuju bahwa karyawan tidak akan merasa segan bila hal itu diungkapkan kepada rekan sejawat dengan harapan agar dibantu. Alur komunikasi yang terjadi pada PT Taspen (persero) adalah


(45)

dari atasan kepada bawahan. Pemimpin cabang akan memberikan mandat atau perintah kepada karyawannya.

Tabel 7. Persepsi karyawan terhadap komunikasi

No. Indikator Faktor-Faktor QWL Skor Rataan Kesimpulan 8. Saya merasa jelas dengan

informasi dari PT Taspen Cabang Bogor mengenai pekerjaan.

4,09 Setuju

9. Saya dapat meminta penjelasan ketika ada penugasan yang kurang dimengerti kepada atasan saya.

4,07 Setuju

10 Saya dapat meminta penjelasan ketika ada penugasan yang kurang dimengerti kepada rekan kerja saya.

4,33 Sangat Setuju 11 Saya tidak merasa segan dalam

mengutarakan kebutuhan dalam rangka menyelesaikan tugas keprofesian saya kepada rekan kerja saya.

4,24 Sangat Setuju

Total 4,18 Setuju

Berdasarkan analisis persepsi yang terlihat pada Tabel 8, karyawan setuju dengan skor rataan 4,00.bahwa selama ini karyawan karyawan tidak mudah diberhentikan dari pekerjaannya oleh perusahaan karena semua karyawan PT Taspen (persero) telah menjadi karyawan tetap. PT Taspen (persero) tidak menerapkan sistem kerja kontrak dan karyawan outsourcing. Rasa aman dapat diperoleh karyawan melalui posisi sebagai karyawan tetap yang nantinya akan berpenghasilan tetap, tidak terpengaruh kontrak dan kondisi kerja musiman.

Tabel 8. Persepsi karyawan terhadap lingkungan yang aman.

No. Indikator Faktor-Faktor QWL Skor Rataan Kesimpulan

12. Karyawan tidak mudah

diberhentikan dari pekerjaan oleh PT Taspen Cabang Bogor.

4,00 Setuju

13. Suasana di lingkungan kerja PT Taspen Cabang Bogor membuat saya mersa nyaman bekerja.

4,27 Sangat Setuju


(46)

Karyawan juga menilai baik dengan skor rataan 4,27 dan menyatakan bahwa suasana di tempat kerja membuat para karyawan merasa nyaman bekerja, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Persepsi karyawan terhadap kesehatan kerja

No. Indikator Faktor-Faktor QWL Skor Rataan Kesimpulan 13. Karyawan mendapat tunjangan

kesehatan dari PT Taspen Cabang Bogor.

4,27 Sangat Setuju 14. PT Taspen Cabang Bogor

menyediakan fasilitas P3K untuk pertolongan pertama.

4,13 Setuju

15. Kondisi ventilasi di ruang kerja PT Taspen Cabang Bogor cukup baik sehingga tidak mengganggu pernapasan saya selama bekerja.

4,16 Sangat Setuju 16. Suhu udara di ruang kerja PT

Taspen Cabang Bogor cukup baik untuk kenyamanan bekerja.

4,29 Sangat Setuju 17. Kondisi penerangan di ruang

kerja PT Taspen Cabang Bogor cukup baik dan tidak mengganggu penglihatan dalam bekerja.

4,33 Sangat Setuju

Total 4,23 Sangat Setuju

Fasilitas penunjang disediakan seperti pengaturan tempat rapat, penataan ruang kerja bagi karyawan dan prasarana umum yang membantu kelancaran kerja bagi karyawan. Suasana kerja menjadi menyenangkan saat seluruh karyawan menganggap rekan kerja sebagai keluarga dan karyawan mampu menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja. Ruang kerja selalu bersih dan sejuk karena dibersihkan sebelum jam pelayanan dibuka dan setelah jam pelayanan ditutup. Hal ini terbuki pada tahun 2005, PT Taspen menjadi juara pertama dalam lomba kebersihan pada pertandinan Daerah Tingkat II Bogor. Fasilitas pekerjaan yang tersedia berupa computer, meja, telepon dan lemari kantor sehingga memdahkan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Perusahaan melakukan peningkatan kualitas peralatan kantor secara berkala. Hal ini menyebabkan peserta maupun karyawan merasa nyaman jika berada di PT Taspen (persero).

Pemeliharaan kesehatan kerja yang ditetapkan PT Taspen (persero) bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja


(1)

C. Beban Kanonik

x Beban Kanonik dengan Fungsi Kanonik Keterikatan karyawan dari Dirinya Sendiri

x Beban Kanonik dengan Fungsi Kanonik Faktor-Faktor QWL dari Dirinya Sendiri


(2)

93

Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Kanonik (Lanjutan)

D. Bobot Kanonik dan Beban Kanonik

Variabel Bobot Kanonik Beban Kanonik

A. Peubah Bebas

X1 -0.037 0,2245

X2 -0.476 -0,0280

X3 0.906 0,4273

X4 -0.272 0,3186

X5 0.068 0,4554

X6 0.212 0,5438

X7 0.629 0,6220

X8 0.426 0,5496

X9 -0.695 0,1124

B. Peubah Tak Bebas

Y1 0.714 0,9123

Y2 0.556 0,5996

Y3 0.446 0,6929

Y4 -0.807 0,3639

E. Korelasi Kanonik Variabel Keterikatan karyawan dengan Faktor-Faktor QWL.

x Matriks Korelasi Antara Variabel QWL La

D.


(3)

x Matriks Korelasi Antara Variabel Keterikatan karyawandengan Dirinya Sendiri.

x Matriks Korelasi Antara Variabel QWL dengan Variabel Keterikatan karyawan


(4)

95

Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Kanonik (Lanjutan)

F. Hubungan Silang Antar Variabel.

x Hubungan Silang Variabel Keterikatan karyawan dengan Fungsi Kanonik dari Variabel Faktor-Faktor QWL.

x Hubungan Silang Variabel Faktor-Faktor QWL dengan Fungsi Kanonik dari Keterikatan karyawan.

La


(5)

ARDY NOVIANTO. H24080117. Analisis Faktor-faktor Kualitas Kehidupan Kerja sebagai Pendukung Peningkatan Keterikatan Karyawan. Dibawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI

Proses manajemen yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan jumlah SDM demi tercapainya tujuan organisasi. Kepuasan kerja tidak lagi dipandang sebagai faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan. Istilah employee engagement hadir dan dipercaya berhubungan langsung dengan kinerja karyawan. Salah satu pranata organisasi yang mendapat perhatian penting jajaran manajemen adalah tersusunnya mekanisme pengelolaan perusahaan yang andal dengan adanya penerapan kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah

Quality of Work Life (QWL) demi mengembangkan lingkungan kerja yang lebih

baik bagi karyawan. Lingkungan kerja yang baik dapat berhubungan dengan keterikatan karyawan sebagai bentuk kepuasan atas pekerjaan yang telah dilakukan. PT Taspen (persero) adalah sebuah perusahaan yang berperan sebagai pengelola dana pensiun dan tunjangan hari tua (THT) yang dipercaya negara. PT Taspen (persero) amat membutuhkan keterikatan dari karyawannya demi meningkatkan kontribusi karyawan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis persepsi karyawan PT Taspen (persero) terhadap penerapan faktor-faktor QWL, (2) Menganalisis persepsi karyawan PT Taspen (persero) terhadap dimensi keterikatan karyawan (employee engagement), dan (3) Menganalisis pengaruh faktor-faktor QWL terhadap masing-masing dimensi keterikatan karyawan pada PT Taspen (persero).

Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari dari hasil kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur. Analisis data yang digunakan adalah Chi-Square danKorelasi Kanonik.

Persepsi karyawan PT Taspen (persero) Cabang Bogor terhadap Quality of Work Life (QWL) dan keterikatan karyawan adalah secara umum faktor-faktor QWL dan dimensi keterikatan yang diterapkan pada organisasi telah sesuai dengan yang diharapkan oleh karyawan. Karakteristik karyawan, seperti jenis kelamin, usia, masa kerja dan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan


(6)

penerapan faktor-faktor QWL pada PT Taspen (persero) dan tidak bisa menentukan keterikatan karyawan kepada perusahaan. Berdasarakan analisis bobot kanonik dengan menggunakan analisis korelasi kanonikal, faktor-faktor-faktor QWL yang paling berpengaruh terhadap dimensi keterikatan karyawan adalah faktor partisipasi karyawan, penyelesaian konflik dan komunikasi. Hal ini berarti partisipasi karyawan, penyelesaian konflik dan komunikasi berkontribusi besar dalam pembentukan keterikatan karyawan. Berdasarkan analisis beban kanonik maka bisa disimpulkan faktor-faktor QWL yang memiliki kedekatan hubungan dengan peningkatan keterikatan karyawan adalah kebanggaan dan keselamatan kerja.