BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kondisi saat ini pemahaman masyarakat tentang pupuk semakin baik dimana permintaan pupuk organik di Sumatera Utara terus meningkat setiap tahunnya.
Dengan semakin meningkatnya permintaan pupuk organik tersebut otomatis masyarakat tidak lagi ketergantungan dengan pupuk kimia yang dapat menghilangkan
unsur hara dalam tanah juga dapat menurunkan produksi tanaman. Kepala Dinas Pertanian Sumut Mohammad Room menerangkan bahwa untuk memulihkan kondisi
tanah tersebut perlu kembali disiram dengan pupuk organik yang berasal dari tumbuhan, kotoran ternak, dan lainnya sehingga dapat mengembalikan kesuburan
tanah. Beliau berharap agar petani dapat membuat pupuk organik setidaknya untuk kebutuhan produksinya sendiri karena keterbatasan pupuk organik yang tersedia
Room, 2011.
Sebagian besar para petani ternyata masih cenderung mengandalkan pupuk anorganik seperti Urea, KCl dan TSP untuk budidaya tanaman karena keterbatasan
tersedianya pupuk organik dan semakin luasnya lahan pertanian. Mereka menggunakan pupuk anorganik yang mudah didapatkan dan mampu memberikan efek
yang lebih cepat dan memiliki bentuk fisik yang relatif lebih praktis dan menarik. Dalam kenyataannya, tanah yang sering diberi pupuk anorganik lama–kelamaan akan
menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan beberapa kesulitan, diantaranya tanah jadi kasar dan pertumbuhan tanaman terganggu Yuliarti, 2009. Permasalahan
tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bahan organik seperti kompos. Pemakaian kompos sangat dianjurkan karena dapat memperbaiki produktivitas tanah,
baik secara fisik, kimia, maupun biologi tanah. Secara fisik, kompos bisa menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi dan drainasi, meningkatkan pengikatan
antar partikel dan kapasitas mengikat air. Secara kimia, kompos dapat meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kapsitas tukar kation KTK, ketersediaan unsur hara, dan ketersediaan asam humat. Secara biologi, kompos yang tidak lain bahan organik ini merupakan sumber makanan
bagi mikroorganisme tanah. Dengan adanya kompos, fungi, bakteri, serta mikroorganisme yang menguntungkan akan berkembang secara cepat. Banyaknya
mikroorganisme tanah yang menguntungkan dapat menambah kesuburan tanah Simamora, 2006.
Pembuatan kompos dengan menggunakan aktivator sudah banyak beredar di pasaran diantaranya EM4 Effective Microorganisms, orgadec dan stardec. Pada
dasarnya aktivator ini adalah mikroorganisme yang berada dalam cairan bahan penumbuh, apabila cairan yang berisi mikroorganisme dilarutkan air dan dicampurkan
kedalam bahan yang akan dikomposkan maka dengan cepat mikroorganisme ini berkembang. Sebenarnya aktivator ini dapat dibuat sendiri yaitu dengan
mengembangbiakkan mikroorganisme yang berasal dari perut kolon, usus hewan ruminansia, misalnya sapi atau kerbau Isniani, 2006. Bakteri rumen sapi terdiri dari
kumpulan beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengolahan pupuk kandang, kompos, pupuk organik cair, dan sekaligus mampu
memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Keunggulan bakteri rumen sapi antara lain : dapat dibuat sendiri, bahan tersedia dan mudah didapatkan, peralatan cukup
sederhana, sangat berguna bagi petani http:anang-pasi.com.
Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi mikroba yang terkandung dalam cairan rumen diperoleh bakteri xilanolitik yaitu : Bacillus, Cellumonas, Lactobacillus,
Pseudomonas dan Acinetobakter sp Lamid. 2006. Jurnal Universitas Airlangga. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Rahayu. 2003 Jurnal Fakultas Peternakan
Universitas Jendral Soedirman Purwokerto selama isolasi menunjukkan bahwa populasi terbesar adalah bakteri anaerobik dan sejumlah kecil bakteri aerobik.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi Skripsi FKIP UMS, 2009 menyatakan bahwa campuran daun lamtoro kering dengan lumpur kering pada
perlakuan tertentu memberikan pengaruh beda nyata pada pertumbuhan anggrek. Penelitian Sumatera Tesis Program Pasca Sarjana, FMIPA USU juga menyimpulkan
bahwa pembuatan pupuk organik cair dari limbah padat sayuran kubis dengan starter
Universitas Sumatera Utara
rumen sapi yang diaktifkan terbukti telah meningkatkan C-organik, Nitrogen, Posfor, dan Kalium. Secara umum daun lamtoro mengandung unsur hara Nitrogen, Fosfor,
dan Kalium Sutanto, 2002. Semua unsur hara yang terkandung merupakan unsur hara essensial yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya Sutedjo, 2002.
Tumbuhan lamtoro Leucaena leucocephala adalah tumbuhan yang biasa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman pagar atau tanaman peneduh dan tumbuh
liar, berasal dari Amerika tropis dan tumbuhan ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke Jawa kemudian menyebar pula ke pulau-pulau yang lain di Indonesia seperti di
Sumatera Utara. Keberadaan tumbuhan tersebut terdapat di daerah Simalingkar B, Kabupaten Karo, Deli Serdang, Tapanuli Utara, dan Samosir tumbuh di sepanjang
pinggir jalan bahkan ada yang tumbuh dilereng bukit dan gunung. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap daun lamtoro dengan tujuan
pembuatan kompos yang bermanfaat bagi masyarakat petani dengan penambahan rumen sapi sebagai aktivator yang dapat dibuat dengan mudah. Dengan melakukan
penelitian diharapkan dapat memperoleh pupuk kompos yang kaya akan kandungan C–Organik, Nitrogen, Posfor dan Kalium.
1.2. Permasalahan