metode analisis deskriptif dan metode analisis statistik inferensial. Agar hasil analisis tidak menghasilkan model estimasi yang bias, maka perlu dilakukan uji prasyarat
yang dikenal dengan istilah uji asumsi klasik.
4.6.1. Analisis Statistik Deskriptif
Data statistik yang diperoleh dalam penelitian perlu diringkas dengan baik dan teratur. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang
sekumpulan data yang diperoleh baik mengenai sample atau populasi.
4.6.2. Analisis Statistik Inferensial 4.6.2.1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan serangkaian uji yang dilakukan dalam suatu penelitian untuk mengantisipasi biasnya suatu pemodelan. Penelitian ini
menggunakan 1 satu variabel terikat, 1 satu variabel bebas dan 2 dua variabel intervening. Sesuai dengan struktur variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
maka uji asumsi klasik yang dilakukan terdiri dari : 1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan veriabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan uji Kolmogorov-Smirnov Test. Suatu data dikatakan berdistribusi secara normal apabila nilai Asymp. Sig. 2-tailed lebih besar dari
α 5.
2. Uji Multikolinearitas Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan linear antara
variabel-variabel bebas dalam model regresi maupun untuk menunjukkan ada tidaknya derajat kolinearitas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Jika
antar variabel bebas berkorelasi dengan sempurna maka disebut multikolinearitasnya sempurna perfect multicoliniarity, yang berarti model
kuadrat terkecil tersebut tidak dapat digunakan. Indikator untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah menguji asumsi tersebut dengan uji
korelasi antar variabel independen dengan matriks korelasi. 3. Uji Heteroskedastis
Penyimpangan uji asumsi klasik ini adalah adanya gejala heteroskedastisitas, artinya varians variabel dalam model tisak sama. Konsekuensi dari adanya
gejala heteroskedastis adalah penaksir yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel besar maupun kecil walaupun penaksir diperoleh
menggambarkan populasinya dalam arti tidak bias. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Glejser.
Suatu data dikatakan terbebas dari penyimpangan heterokedastisitas apabila secara statistik variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat Absolut Ut AbsUt. 4. Uji Autokorelasi
Digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi, yaitu dengan Durbin Watson DW, yaitu dengan
membandingkan nilai DW statistic dengan DW table. Apabila nilai DW statistic terletak pada daerah no autocorrelation berarti telah memenuhi asumsi
klasik regresi. Untuk mengetahui posisi tersebut terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai Durbin-Watson dengan rumus : 4-du dan
4-dl. Untuk mencari nilai du dan dl dilakukan dengan melihat table dw. Lebih jelasnya autokorelasi digambarkan sebagai berikut :
Sumber : Ghozali 2003
Gambar 4.1. Diagram Durbin – Watson
Ghozali 2003 mendeteksi autokorelasi dengan indicator sebagai berikut : a. Jika nilai DW hitung batas atas du tabel, berarti terdapat autokorelasi
b. Jika nilai DW hitung batas atas du tabel, berarti terdapat autokorelasi
4.6.2.2. Model Analisis Data
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah explanatory research berdimensi hubungan kausal causal effect, yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal variabel bebas dengan variabel terikatnya. Hubungan kausal dalam penelitian ini akan dijelaskan melalui koefisien
Ho diterima no serial correlation
Autokorelasi + Autokorelasi -
4 4-dl
4-du du
dl
regresi dari masing – masing variabel kedalam model matematis regresi untuk selanjutnya dijadikan sebagai model analisis dalam penelitian ini. Adapun model
dimaksud diformulasikan sebagai berikut : 1. Model Persamaan -1
Model persamaan ini digunakan untuk megestimasi kinerja keuangan daerah dilihat dari persepektif pengeluaran atau belanja daerah. Sesuai skenario 1
kerangka konsep sebagaimana digambarkan pada bab III terdahulu, secara matematis diformulasikan model persamaan :
BD
t
= β
+ β
1
DAU
t-1
+ β
2
DAK
t-1
+ β
3
DBH
t-1
+ β
4
LPDS
t-1
+ β
5
PAD
t-1
2. Persamaan Struktural -2
+ e
Model persamaan ini digunakan untuk megestimasi kinerja keuangan daerah dilihat dari persepektif penerimaan dareah, yakni pendapatan asli daerah.
Sesuai dengan skenario 2 kerangka kosenp pada bab III terdahulu, secara matematis diformulasikan model persamaan :
PAD
t
= β
+ β
1
DAU
t-1
+ β
2
DAK
t-1
+ β
3
DP
t-1
+ β
4
BD
t-1
3. Model Persamaan - 3
+ e
Model persamaan ini digunakan untuk mendeteksi terjadi ilusi fiskal pada determinan kinerja keuangan, dalam hal ini belanja daerah. Sesuai dengan
skenario 3 kerangka kosenp pada bab III terdahulu, dengan menggunakan pendekatan pendapatan revenue enchancement,
secara matematis diformulasikan model persamaan ilusi fiskal dalam penelitian :
LnBD
t
= β
+ β
1
PDRB
t-1
+ β
2
PD
t-1
+ β
3
HCT
t-1
+ β
3
DAU
t-1
+ β
4
DAK
t-1
+ β
5
DBH
t-1
+ β
6
LPDS
t-1
Keterangan :
+ e
BD : Belanja Daerah Milyar Rupiah
PAD : Pendapatan Asli Daerah Milyar Rupiah
B B
: Konstanta
1
… B
n
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto Juta Rupiah : Koefisien Persamaan masing – masing variabel bebas
DP : Daya Pajak Persen
PD : Pajak Daerah Milyar Rupiah
HCT :
Herfindahl Concentration Taxes Persen
DAU : Dana Alokasi Umum Milyar Rupiah
DAK : Dana Alokasi Khusus Milyar Rupiah
DBH : Dana Bagi Hasil Milyar Rupiah
LPDS : Lain – lain Pendapatan yang Sah Milyar Rupiah e
: Error
4.6.2.3. Analisis Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independent. Nilai koefisien determinasi
di antara 0 dan 1 0 R2 1, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel- variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel independen sangat terbatas.
Nilai yang mendekati 1 berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untk memperoleh prediksi variasi model dependen
Gujarati, 2003.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel dependen, R2 pasti meningkat. Tidak peduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak Handayani, 2009. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk
menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai adjusted R2 dapat naik dan turun apabila satu variabel independent
ditambahkan ke dalam model. Pengujian ini pada intinya adalah mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen.
4.6.3. Pengujian Hipotesis 4.6.3.1. Uji Simultan Uji F-statistik
Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari seluruh variabel independen secara bersama-sama simultan terhadap variabel dependen. Pembuktian
dilakukan dengan cara membandingkan nilai F kritis F
tabel
dengan nilai F
hitung
yang terdapat pada tabel analysis of variance. Untuk menentukan nilai F-tabel, tingkat
signifikansi yang digunakan sebesar 5 dengan derajat kebebasan degree of fredoom df = n-k dan k-1 dimana n adalah jumlah observasi, kriteria uji yang
digunakan adalah : Jika F
hitung
F
tabel
k-1,n-k, maka Ho ditolak Jika F
hitung
F
tabel
k-1,n-k, maka Ho diterima Adapun hipotesisnya adalah :
Ho : b
1
,.......................... b
n
≤ 0
Artinya tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y.
Ha : b
1
,.......................... b
n
Artinya terdapat pengaruh positif yang signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y.
Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa variabel bebas X berpengaruh terhadap variabel terikat Y.
4.6.3.2. Uji Parsial Uji t
Keterandalan regresi berganda sebagai alat estimasi sangat ditentukan oleh signifikansi parameter-parameter yang dalam hal ini adalah koefisien regresi. Uji t
digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel independennya. Untuk menentukan nilai t-statistik tabel digunakan tingkat
signifikansi 5 dengan derajat kebebasan df = n-k-1, dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah variabel.
Jika t
hit
t
tabel
n-k-1, maka Ho ditolak Jika t
hit
t
tabel
n-k-1, maka Ho diterima Hipotesisnya yaitu :
Ho : b
1
,.......................... b
n
≤ 0 Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel
bebas X terhadap variabel terikat Y. Ha : b
1
,.......................... b
n
Artinya ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel bebas X terhadap variabel terikat Y.
4.6.3. Analisis Ilusi Fiskal
Deteksi terhadap ilusi fiskal dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya adalah melalui pendekatan pendapatan
revenue enchancement. Pendekatan pendapatan mengasumsikan bahwa belanja daerah berhubungan positif dengan
penerimaan daerah, karena belanja daerah pada dasarnya merupakan fungsi dari penerimaan daerah. Belanja merupakan variabel terikat yang besarannya akan sangat
bergantung pada sumber-sumber pembiayaan daerah, baik yang berasal dari penerimaan sendiri maupun dari transfer pemerintah pusat. Pertambahan besarnya
komponen penerimaan seharusnya mempunyai hubungan positif dengan belanja, namun bila terjadi hal yang sebaliknya maka diindikasikan terjadi ilusi fiskal Adi,
2009. Pada penelitian ini menggunakan pengukuran pendapatan
revenue enhancement dimana belanja daerah BD sebagai variabel dependen yang
dipengaruhi oleh variabel independen: PDRB, pajak daerah, Herfindahl
Concentration Taxes HCT, Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, Bagi Hasil DBH dan Lain – lain pendapatan daerah yang sah LPDS harus
berhubungan positif signifikan, dan apabila terjadi berhubungan positif tidak signifikan, negative signifikan maupun tidak signifikan, maka diindikasian terjadi
ilusi fiscal.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Analisis Statistik Deskriptif
5.1.1.1. Pendapatan Asli Daerah PAD
Pendapatan asli daerah kabupatenkota se-Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Pada tahun
2007, secara rata – rata pendapatan asli daerah kabupatenkota se-Sumatera Utara sebesar Rp. 30,460.81 Milyar dengan standar deviasi 60,725.60, naik menjadi Rp.
35,434.36 Milyar dengan standar deviasi 76,381.64. Kenaikan PAD kabupatenkota se-Sumatera Utara juga terjadi pada tahun 2009 dan 2010, yaitu masing – masing
menjadi Rp. 36,044.04 dengan standar deviasi 71,336.63 pada tahun 2009, dan Rp. 42,330.52 dengan standar deviasi 94,986.41 pada tahun 2010. PAD kabupatenkota
se-Sumatera Utara tertinggi sepanjang tahun 2007 – 2010 dicapai oleh Kota Medan pada tahun 2010, sedangkan PAD terendah dicapai oleh Kabupaten Pakpak Bharat
pada tahun 2007. Untuk lebih jelasnya, deskripsi PAD kabupatenkota se-Sumatera Utara
sepanjang tahun 2007-2010 ditunjukkan melalui Tabel dan Grafik Trend berikut ini.