Dana TrasnferPerimbangan Landasan Teoritis 1. Kinerja Keuangan Daerah

56 b. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah. 4. Pendapatan Lain-lain yang disahkan Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang bekas milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah. Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa. Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.

2.1.4. Dana TrasnferPerimbangan

Dana trasnferperimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan hal di atas, dana perimbangan tersebut dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi. Dana perimbangan 57 meliputi dana alokasi umum DAU, dana alokasi khusus DAK, dan dana bagi hasil DBH. 1. Dana Alokasi Umum DAU Dana Alokasi Umum DAU adalah sejumlah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom provinsikabupatenkota di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Dana Alokasi Umum DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah memalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal fiscal gap suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah fiscal need dan potensi daerah fiscal capacity. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus pada daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Dana Alokasi Umum ini memiliki ciri berupa dana blok bock grant dan dialokasikan ke daerah dengan tujuan agar masyarakat di seluruh Indonesia memiliki 58 kualitas atas pelayananan jasa dan fasilitas publik yang sama Equalization Principle. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah serta jaminan kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan daerah di seluruh Indonesia. DAU terdiri atas: a. DAU untuk daerah Provinsi. DAU Provinsi dan kabupaten ditetapkan dalam APBN setiap tahunnya. Jumlah DAU untuk Provinsi sebesar 10 dari seluruh DAU yang diserahkan ke daerah-daerah. b. DAU untuk Kabupatenkota. Besarnya DAU untuk Kabupatenkota ini sebesar 90 dari total DAU yang diserahkan ke daerah-daerah. Sesuai dengan UU No. 33 tahun 2004, DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar. Atau dengan kata lain: DAU = CF + AD Dimana: CF = Celah Fiskal AD = Alokasi dasar CF = Kebutuhan Fiskal . Kapasitas Fiskal Untuk perhitungan kapasitas fiskal suatu daerah, digunakan formula: KF = PAD + DBH Mulai tahun anggaran 2008, prinsip hold harmless tidak lagi diberlakukan. Oleh karena itu daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang kuat akan 59 menerima DAU yang lebih sedikit. Bahkan mungkin ada daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU, karena kapasitas fiskalnya yang tinggi. Penerapan alokasi DAU tanpa prinsip hold harmless diharapkan akan dapat mewujudkan DAU yang benar-benar berfungsi sebagai alat pemerataan. 2. Dana Alokasi Khusus DAK Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 23. Pemerintah menetapkan DAK untuk suatu daerah dengan memperhatikan kriteria tertentu, meliputi: a. Kriteria umum, ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD; b. Kriteria khusus, ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah; dan c. Kriteria teknis, ditetapkan oleh kementerian negara departemen teknis. Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal 2008 menjelaskan, DAK merupakan suatu bentuk transfer pusat guna mendanai kewenangan yang telah disentralisasikan, yang juga sekaligus mengemban tugas untuk mendukung prioritas nasional. Sebagaimana terdapat di banyak negara lain, maka bentuk transfer yang bersifat specipic grant akan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga keselarasan arah pembangunan nasional. Di samping 60 itu, DAK di Indonesia juga mempunyai fungsi untuk menjembatani pencapaian standar pelayanan minimum secara nasional, yang berarti bahwa DAK selayaknya dialokasikan kepada daerah tertentu yang belum bisa mencapai kualitas standar nasional pelayanan publik sebagaimana yang diharapkan. DAK tidak dialokasikan kepada semua daerah, namun hanya kepada daerah tertentu yang mempunyai kondisi khusus. Kuncoro 2004 mengatakan, DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Kebutuhan khusus dalam DAK meliputi: 1 kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai ke daerah lain; 2 kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi; 3 kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisirkepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang memadai. Menurut Sidik, et.al. 2004, yang dimaksud dengan kebutuhankondisi khusus adalah: 1 kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis saranaprasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan 2 kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. DAK = Penerimaan Umum APBD . Belanja PNS Daerah 61 3. Dana Bagi Hasil DBH Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi UU Nomor 33 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 20. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengandung pengertian bahwa pengalokasian Dana Bagi Hasil pada APBN merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam. Menurut Bird dan Vaillancourt 2000, banyak Negara menggunakan sistem bagi hasil pajak dengan mendistribusikan suatu persentase tetap pajak-pajak nasional tertentu, misalnya pajak pendapatan atau pajak pertambahan nilai ke pemerintah daerah. Sidik et.al. 2004 mengatakan, untuk menambah pendapatan daerah dalam rangka pembiayaan pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangannya dilakukan dengan pola bagi hasil penerimaan pajak dan bukan pajak SDA antara pusat dan daerah. Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal 2008 menjelaskan, Dana Bagi Hasil merupakan dana perimbangan yang strategis bagi daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber penerimaan pusat di daerahnya, meliputi penerimaan pajak pusat dan penerimaan dari sumber daya alam. Bagian daerah dari pajak maupun sumber daya alam tersebut telah ditetapkan besarnya berdasarkan suatu persentase tertentu. 62 Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak, terdiri dari: 1 Pajak Bumi dan Bangunan PBB; 2 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB; 3 Pajak Penghasilan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, dan PPh Pasal 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari: 1 kehutanan; 2 pertambangan umum; 3 perikanan; 4 pertambangan gas bumi; dan 5 pertambangan panas bumi. Dana Bagi Hasil revenue sharing belum menyentuh seluruh sumber-sumber daya potensial yang diperoleh dari daerah kabupatenkota baik berupa pajak, antara lain: PPN, PPh Pasal 2529 Badan, dan jenis pajak lainnya, maupun dari sumber daya alam, yang secara umum masih tetap dikuasi oleh pemerintah pusat sebagai penerimaan dalam negeri pada APBN. Dalam hal yang sama, Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal 2008 menegaskan, salah satu jenis pajak yang penting adalah Pajak Pertambahan Nilai PPN, yang sampai saat ini secara formal dimiliki sepenuhnya oleh pusat. Dalam jangka panjang, diharapkan ada pembagian jenis PPN yang dimiliki pusat dan yang dimiliki daerah. Pembagian wewenang ini tentunya mempertimbangkan jenis komoditasjasa yang dipungut PPN-nya, pada tingkat pemerintahan mana pengelolaan ini akan optimal dan bagaimana mekanisme bagi hasilnya jika ada. 63

2.1.5. Lain – Lain Pendapatan Daerah yang Sah