Konsep Otonomi Daerah TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Konsep Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Padahal konsep otonomi daerah sudah muncul pada saat pemerintahan Orde Lama, yaitu melalui UU No 1 tahun 1945 tentang pemerintah daerah Pemerintah Pusat, 1999 . Tabel 2.1. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945-1999 Tahun Perundang- Undangan Subjek 1945 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah 1948 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah 1950 UU Nomor 44 Pemerintah Daerah 1956 UU Nomor 32 Hub. Keuangan Pusat dan Daerah 1957 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah 1959 UU Nomor 6 Pemerintah Daerah 1960 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1965 UU Nomor 18 Pemerintah Daerah 1974 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1999 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah 1999 UU Nomor 25 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sumber : Saragih, 2003 . Haris 2005, pada masa orde baru, pemerintah pusat juga tidak serius dalam menjalankan kebijakan otonomi daerah yang telah dikeluarkan, yakni UU No 5 tahun 1974. Undang-Undang tersebut terbukti gagal mendukung pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Daerah-daerah menjadi tidak mandiri karena semua wewenang dan urusan pemerintahan dipegang oleh pemerintah pusat. Sejalan dengan tuntutan reformasi, masyarakat di berbagai daerah menuntut diadakannya otonomi daerah secara lebih sungguh-sungguh oleh pemerintah pusat. Menanggapi hal tersebut maka pemerintah di bawah pimpinan B J Habibie mengeluarkan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Saragih 2003, menurut UU No 22 tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Oleh karena itu ada tiga prinsip dalam pelaksanan otonomi daerah yaitu 1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. 3. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannnya kepada yang menugaskan. Otonomi daerah menurut UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, otonomi daerah pada hakikatnya adalah hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom, artinya penetapan kebijakan sendiri, pelaksanan sendiri, serta pembiayaan sendiri dan pertanggungjawaban daerah sendiri Aser, 2005. Pada prinsipnya otonomi daerah mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar pada pelaksanaan otonomi daerah adalah, 1 mendorong untuk memberdayakan masyarakat, 2 membutuhkan prakarsa dan kreatifitas serta kemandirian, 3 meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, 4 mengembangkan peran dan fungsi DPRD Ilyas, 2001. Berdasarkan UU No 22 tahun 1999, sasaran pelaksanaaan otonomi daerah adalah daerah kabupaten dan daerah kota yang berkedudukan sebagai daerah otonom memiliki wewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Kewenangan daerah kabupaten atau kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan pusat dan provinsi. Bidang pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah kabupaten atau kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Sebelum dikeluarkannnya Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1999, sumber keuangan daerah menurut UU No 5 tahun 1974 adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan Asli Daerah PAD 2. Bagi hasil pajak dan non pajak 3. Bantuan pusat APBN untuk daerah tingkat I dan tingkat II 4. Pinjaman daerah 5. Sisa lebih anggaran tahun lalu 6. Lain-lain penerimaan yang sah Sedangkan sesuai dengan UU No 22 tahun 1999, sumber pendapatan daerah antara lain : 1. Pendapatan Asli Daerah PAD, yang terdiri dari : a. Pajak daerah b. Retribusi daerah c. Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah BUMD d. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari : a. Dana bagi hasil b. Dana alokasi umum c. Dana alokasi khusus 3. Pinjaman daerah 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan dari sumber daya alam, Dana Alokasi Umum DAU, dan Dana Alokasi Khusus DAK. Berdasarkan UU No 25 tahun 1999, alokasi DAU ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu potensi ekonomi dan kebutuhan daerah. Karena tujuan utama pemberian DAU adalah untuk mengurangi ketimpangan antar daerah, maka pada prinsipnya daerah-daerah yang miskin sumber daya alam akan memperoleh porsi yang lebih besar. Masalahnya, keragaman daerah-daerah dalam hal potensi ekonomi dan kebutuhan sangat besar. Jadi, daerah-daerah harus dapat mengoptimalkan peran sektor-sektor perekonomiannya sehingga dapat meningkatkan pembangunan daerah.. Pada masa sebelum otonomi, semua wewenang pemerintah dipegang oleh pemerintah pusat, daerah hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Adanya otonomi daerah membuat wewenang pemerintah daerah semakin besar. Berdasarkan UU No 22 tahun 1999, kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang pemerintah kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, kebijakan tentang perencanaan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konversi, dan standarisasi nasional Elmi, 2002. Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No 22 tahun 1999 membawa angin baru dan optimisme bagi daerah dalam mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya serta suasana baru dalam hubungan antar pusat dan daerah. Masyarakat di daerah yang selama ini lebih banyak dalam posisi dimarginalkan maka selanjutnya diberi kesempatan untuk mendapat pengakuan dan penghargaan terhadap hak-hak, aspirasi dan kepentingannya. Dengan kebijakan otonomi daerah, anggapan bahwa pemerintah lebih tahu kebutuhan masyarakat akan bergeser kepada masyarakat yang lebih mengetahui kebutuhan, aspirasi dan kepentingannya Haris, 2005. Sejak tanggal 1 Januari 2005 secara serentak otonomi daerah berdasarkan UU No 22 tahun 1999 diimplementasikan secara nasional. Daerah menyambut implementasi kebijakan otonomi daerah dengan sangat antusias. Antusiasme masyarakat ini timbul karena besarnya harapan mereka terhadap otonomi daerah untuk menjawab berbagai masalah hubungan pusat dan daerah serta menuntaskan permasalahan berbagai tuntutan daerah selama ini. Secara bertahap daerah mulai menyesuaikan kelembagaan, struktur organisasi, kepegawaian, keuangan dan perwakilan di daerah dengan ketentuan yang diatur dalam UU No 22 tahun 1999 Haris, 2005.

2.2. Konsep Wilayah