kabupaten kota sebagai lembaga representasi daripada daerah untuk mempertahankan kearifan lokal, memantapkan, mengembangkan, menggali
segala potensi daerah untuk kepentingan daerah itu sendiri.
4. Bpk. Prof. Drs. Ishak PulukadangMantan DPRD Sulawesi Utara, Mantan
DPR RI Judul Materi :Strategi Memperjuangkan Posisi dan Peran DPD Setara dengan
DPR RI Dari statement-statement yang kita dengar dari narasumber sebelumnya
Bpk. Victor, bahwa sebaiknya DPD dibubarkan saja, tapi menurut saya, DPD ini sudah tidak dapat dibubarkan lagi. Kalaupun DPD sekarang dianggap sebagai
pembantu DPR itu bagi kami ketika menjadi fraksi sudah merupakan satu langkah maju, daripada tidak diterima oleh DPR pada waktu itu memang
sebagian besar tidak setuju. Ada 3 alasan, mengapa DPD ini hadir :
1. Sebagai pengganti fraksi ke DPR raya akan dibubarkan karena ada
amandemen UUD 1945, menghapus adanya fraksi-fraksi utusan golongan, dsbnya. Dimaksudkan sebagai keterwakilan dari daerah, kepentingan parpol
terwakili dalam DPR, tapi tidak semata-mata aspirasi tentang adanya DPD ini mencontoh dari barat.
2. Kehadiran DPD ini sebagai solusi dalam sistem politik Indonesia, karena
sering terjadinya penyimpangan dalam sistem pemerintahan Indonesia yang dominannya salah satu lembaga negara, apakah eksekutif, maupun legislatif.
Kehadiran DPD ini bukan meniru bicameral sistem, tetapi karena pengalaman Indonesia sendiri selama tahun 1945-2004, sering bergantinya
dominasi legislatif, eksekutif yang mengakibatkan histabilitasi pemerintahan dan membawa akibat KKN, Kolusi dan Nepotisme.
3. Alasan ketiga, agar terjadi prinsip take and balance, tidak saja antara
lembaga legislatif dan eksekutif tetapi juga antar lembaga. Hal ini didasarkan pada pernyataan bahwa sementara DPR baik secara individu maupun
kelompok ternyata bukan melakukan fungsi pengawasan dalam pembahasan terhadap kebijakan pemerintah menyangkut proyek-proyek APBN dan
64
lahirnya perundang-undangan tetapi yang terjadi adalah kolusi antara eksekutif legislatif dan antara anggota legislatif sendiri.
Perlu ditegaskan di sini problematik demokrasi kita sekarang yang kita kenal dengan demokrasi substansial, jadi ketika 5 tahun pertama era reformasi
kita mengenal demokrasi prosedural, bahwa pemerintah itu dibentuk melalui pemilu sudah tercapai. Tetapi KKN bukannya berkurang bahkan makin meluas,
muncullah sekarang 2004 sampai sekarang apa yang disebutkan demokrasi substansial yang mengutamakan prinsip balance of power, keseimbangan antara
eksekutif dan legislatif dimana kedua-duanya dipilih langsung oleh DPR oleh rakyat, tapi yang muncul adalah kolusi, kolusi antara DPR sementara anggota
DPR dan eksekutif. Pertanyaan adalah siapa yang memonitor mereka? Dalam suatu demokrasi memang kita mengharapkan peran apa yang disebut civil
society, apakah itu ormas, LSM dan lain sebagainya, tapi civil society mengalami 3 faktor kelemahan.
1 Kurang profesionalnya SDM-nya. Kemampuan LSM yang mudah
direkayasa dari segala macamnya. 2
Tidak mempunyai akses dan efektivitas untuk memperjuangkan keputusan politiknya.
3 Tidak mempunyai dana operasional untuk kegiatan-kegiatan itu, sehingga
mereka gampang direkayasa. Itulah problematiknya sehingga civil society kita tidak mampu mengontrol
kolusi yang terjadi sekarang ini.
Secara lugas, DPD ini hanya pembantu DPR bisa kita lihat di dalam UUD dan UU yang sudah disebutkan, hanya mempunyai 4 fungsi saja, dapat
melakukan, dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang, ikut membahas rancangan undang-undang, ikut memberikan pertimbangan kepada
DPR atas rancangan undang-undang APBN yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama dan dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU
mengenai kewenangan dan melaporkan pengawasannya kepada DPR. Langkah-langkah strategis dalam mempertahankan posisi dan peran DPD
agar setara dengan posisi DPR.
65
1. Memilih pimpinan DPD yang mempunyai apa yang disebut political collage,
dan punya komitmen terhadap pentingnya prinsip cek and balance of power, antar lembaga legislatif.
2. Membangun persepsi yang sama antara anggota DPD satu dengan yang lain
untuk memperjuangkan kepentingan daerah melalui penguatan posisi dan peran DPD setara dengan DPR, dengan kata lain perlu apa yang disebut
syarat kekompakan di dalam DPD sendiri. 3.
Menyusun agenda kegiatan dalam upaya memperjuangkan kepentingan daerah melalui perubahan pasal yang mengibiri DPD untuk mendapat posisi
dan peran DPD. 4.
Melibatkan anggota fraksi partai politik dalam kegiatan DPD dengan memberikan fasilitas yang memperlancar keterlibatannya.
5. Membuat strategi melalui forum-forum pertemuan internal DPD untuk
memperjuangkan aspirasi DPD tentang posisi dan peran DPD. 6.
Membuat strategi untuk membuat jalannya sidang MPR dan kalau perlu melakukan tekanan yang sifatnya rasional.
7. DPD perlu menentukan apa yang disebut floor leader, yang mampu
memperjuangkan gagasan DPD tentang perlunya perubahan posisi dan peran DPD untuk meyakinkan dan memperjuangkan dalam forum-forum resmi di
MPR maupun di fraksi-fraksi. Untuk itu diperlukan pimpinan DPD dalam mengarahkan dan
memfasilitasi, sebab itu adalah salah satu faktor yang penting, karena tanpa keberanian dan fasilitas ini suatu perjuangan tidak akan berhasil.
5. dr. Elly E. Lasut, ME Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud