Penarikan Kembali Pengakuan PROSEDUR DAN TATACARA PENGAKUAN INTERNASIONAL

keberatannya Negara-negara Islam untuk hadir, dimana Israel hadir, hal ini disebut Negara tersebut telah memberikan pengakuan secara kolektif. Namun, ada yang berpendapat bahwa pengakuan secara kolektif tidak ada. 62

4. Penarikan Kembali Pengakuan

Secara umum dikatakan bahwa pengakuan diberikan harus dengan kepastian. Artinya, pihak yang memberi pengakuan terlebih dahulu harus yakin bahwa pihak yang akan diberi pengakuan itu telah benar-benar memenuhi kuaifikasi sebagai pribadi internasional atau memiliki kepribadian hukum internasional international legal personality. Sehingga, apabila pengakuan itu diberikan maka pengakuan itu akan berlaku untuk selamanya dalam pengertian selama pihak yang diakui itu tidak kehilangan kualifikasinya sebagai pribadi hukum menurut hukum internasional catatan: masalah pengakuan ini akan disinggung lebih jauh dalam pembahasan mengenai suksesi Negara. 63 Namun, dalam diskursus akademik, satu pertanyaan penting kerapkali muncul yaitu apakah suatu pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara dapat ditarik kembali? Pertanyaan ini berkait dengan persoalan diperbolehkan atau tidaknya memberikan persyaratan terhadap pengakuan. Terhadap persoalan diatas, ada perbedaan pendapat di kalangan sarjana yang dapat digolongkan ke dalam dua golongan : a. Golongan pertama adalah mereka yang berpendapat bahwa pengakuan dapat ditarik kembali jika pengakuan itu diberikan dengan syarat-syarat 62 Ibid, hal 15 63 Op. Cit hal 24 Universitas Sumatera Utara tertentu dan ternyata pihak yang diakui kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan itu; b. Golongan kedua adalah mereka yang berpendapat bahwa, sekalipun pengakuan diberikan dengan disertai syarat, tidak dapat ditarik kembali, sebab tidak dipenuhinya syarat itu tidak menghilang eksistensi pihak yang telah diakui tersebut. 64 Sesungguhnya ada pula pandangan yang menyatakan bahwa pengakuan itu tidak boleh disertai dengan persyaratan. Misalnya, persyaratan itu diberikan demi kepentingan pihak yang mengakui. Contohnya, suatu Negara akan memberikan pengakuan kepada Negara lain jika Negara yang disebut belakangan ini bersedia menyediakan salah satu wilayahnya sebagai pangkalan militer pihak yang hendak memberikan pengakuan. Persyaratan semacam itu tidak dibenarkan karena dianggap sebagai pemaksaan kehendak secara sepihak. Hal demikian dipandang tidak layak karena pengakuan yang pada hakikatnya merupakan pernyataan sikap yang bersifat sepihak disertai dengan persyaratan yang membebani pihak yang hendak diberi pengakuan. Pertimbangan lain yang tidak membenarkan pemberian persyaratan dalam memberikan pengakuan yang berarti tidak membenarkan pula adanya penarikan kembali pengakuan adalah bahwa memberi pengakuan itu bukanlah kewajiban yang ditentukan oleh hukum internasional. Artinya, bersedia atau tidak bersedianya suatu Negara memberikan pengakuan terhadap suatu peristiwa atau 64 Burhan Stani , Hukum dan Hubungan Internasional, Liberty ; Yogyakarta, 1990, hal 12 Universitas Sumatera Utara fakta baru tertentu sepenuhnya berada di tangan Negara itu sendiri. Dengan kata lain, apakah suatu Negara akan memberikan pengakuannya atau tidak, hal itu sepenuhnya merupakan pertimbangan subjektif Negara yang bersangkutan. 65 Persoalan lain yang timbul adalah bahwa dikarenakan tidak adanya ukuran objektif untuk pemberian pengakuan itu maka secara akademik menjadi pertanyaan apakah pengakuan itu merupakan bagian dari atau bidang kajian hukum internasional ataukah bidang kajian dari politik internasional. Secara keilmuwan, pertanyaan ini sulit dijawab karena praktiknya pengakuan itu lebih sering diberikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan subjektif yang bersifat politis daripada hukum. Oleh sebab itulah, banyak pihak yang memandang pengakuan itu sebagai bagian dari politik internasional, bukan hukum internasional. Namun, diarenakan pengakuan itu membawa implikasi terhadap masalah-masalah hukum internasional, hukum nasional, bahkan juga putusan- putusan badan peradilan internasional maupun nasional, bagian terbesar ahli hukum internasional menjadikan pengakuan sebagai bagian dari pembahasan hukum internasional, khususnya dalam kaitannya dengan substansi pembahasan tentang Negara sebagai subjek hukum internasional. 66

5. Bentuk- bentuk Pengakuan