Pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja terhadap kinerja auditor pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta
PENGARUH KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN
PUBLIK DI DKI JAKARTA
Oleh: SULTON 203082001945
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
PENGARUH KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA AUDITOR
(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)
Skrispi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh :
SULTON NIM: 203082001945
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Hepi Prayudiawan,SE.,Ak.,MM NIP.19690203 2001121 1 003 NIP. 19720516 200901 1 006
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
ABSTRACT
This study aims to analyze the influence of leadership, job satisfaction, and motivation on the performance of auditors. Data in the form of primary data from the accounting firm in Jakarta. The statistical method used is multiple linear regression. The test results showed that variable leadership, job satisfaction, and motivation significantly influences the performance of auditors. Partially leadership, job satisfaction, and motivation significantly influence auditors' performance, whereas the most dominant variables affect its performance of the auditor is leadership.
Keywords: Auditors' Performance, Leadership, Job Satisfaction and Work Motivation.
(4)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja terhadap kinerja auditor. Data yang diperoleh berupa data primer dari KAP di DKI Jakarta. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara simultan variabel kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor. Secara parsial variabel kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor, sedangkan variabel yang paling dominan mempengaruh kinerja auditor adalah kepemimpinan.
Kata Kunci: Kinerja Auditor, Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja.
(5)
(6)
DAFTAR ISI
Daftar Isi ……… i
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Perumusan Masalah ………... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan ……….. 9
1. Definisi Kepemimpinan ………. 9
2. Tanggung Jawab dan Wewenang Kepemimpinan ………. 10
3. Teori-Teori Kepemimpinan ……… 11
4. Gaya Kepemimpinan ……….. 14
B. Kepuasan Kerja ……….. 16
C. Motivasi Kerja ……… 17
1. Pengertian Motivasi Kerja ……….. 17
2. Teori-Teori Motivasi ……….. 20
D. Kinerja Auditor ……….. 23
1. Pengertian Kinerja Auditor ………. 23
2. Unsur-Unsur Pengukuran Kinerja Auditor ………. 25
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja … 26 4. Penilaian Kinerja ………. 28
(7)
F. Keterkaitan Antar Variabel ………. 33
G. Kerangka Pemikiran ………... 36
H. Hipotesis ………. 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 38
B. Metode Penentuan Sampel ……….. 38
C. Metode Pengumpulan Data ………. 39
1. Data Primer (Primery Data) ………. 39
2. Data Sekunder (Secondary Data) ………. 40
D. Metode Analisis ………... 41
1. Uji Validitas ……….. 41
2. Uji Reliabilitas ……….. 41
3. Normalitas Data ……… 42
4. Analisis Jalur ……… 43
5. Pengujian Hipotesis ……….. 43
E. Operasionalisasi Variabel ………. 45 DAFTAR PUSTAKA
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai prestasi dan kinerja yang terus meningkat pada Kantor Akuntan Publik tentunya tidak terlepas dari peran Sumber Daya Manusia (SDM) didalamnya. Untuk itu kalangan auditor harus fokus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM yang bisa meningkatkan kinerja. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat
penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan di dalam organisasi.
Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat kepemimpinan, kepuasan kerja, gaya kepemimpinan dan juga motivasi kerja terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya.
Kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat kepuasaan kerja yang dimiliki. Kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi baik dari dalam maupun dari luar. Untuk sisi internal, tentu kepuasan kerja seseorang akan menyangkut komitmennya dalam bekerja, baik komitmen profesional maupun komitmen organisasional. Sedangkan dari sisi eksternal, tentu kepuasan kerja dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka bekerja, baik dari atasan, bawahan, maupun setingkat (Amilin dan Dewi, 2008).
Perubahan lingkungan, khususnya lingkungan bisnis dan organisasi saat ini tidak sekedar berjalan sangat cepat tetapi juga bersifat tidak pasti.
(9)
Implikasinya muncul fenomena-fenomena baru seperti globalisasi, dunia tanpa batas atau hilangnya batas-batas antar negara, antara daerah, bahkan antar individu. Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompleks dan selalu berubah seperti saat ini diperlukan kepemimpinan yang mampu mengantisipasi ke depan yang lebih relevan dengan situasi kompleks seperti sekarang ini.
Sukses suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi itu untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan strategik yang mempengaruhi kehidupan organisasi. Organisasi yang terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akan dapat tumbuh dan berkembang. Sebaliknya organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan lingkungan akan mengalami kemunduran, oleh karena itu sangat perlu bagi organisasi untuk memahami perubahan lingkungan strategik karena perubahan tersebut menuntut adanya perubahan paradigma di dalam mengelola organisasi.
Untuk selalu siap menghadapi perubahan yang selalu terjadi tersebut, Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai salah satu bisnis di bidang jasa keuangan dituntut untuk selalu memberikan perhatian yang besar pada upaya-upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Upaya-upaya-upaya tersebut dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan baik yang bersifat struktural ataupun yang bersifat fungsional. Pendidikan dan pelatihan saja tidaklah cukup, diperlukan adanya pembinaan dan motivasi kerja auditor untuk menumbuhkan komitmen yang kuat dalam rangka meningkatkan prestasinya. Hal tersebut sangatlah penting mengingat perhatian orang terhadap komitmen
(10)
dewasa ini semakin besar, terutama disebabkan adanya pemahaman bahwa kinerja berkaitan erat dengan komitmen (Meyer, at al., 1993) dalam Ujianto dan Alwi (2005).
Seorang pemimpin diharapkan memiliki kecakapan teknis maupun manajerial yang profesional. Kecakapan manajerial menuntut perannya dalam memimpin orang lain. Keterampilan tersebut terpancar dalam tindakannya seperti memyeleksi, mendidik, memotivasi, mengembangkan sampai memutuskan hubungan kerja. Kepemimpinan mempunyai fungsi utama sebagai penggerak atau dinamisator dan kordinator dari sumber daya manusia, sumber daya alam, semua dana, dan sarana yang disiapkan oleh sekumpulan manusia yang berorganisasi (Kartono, 2008).
Seorang pemimpin haruslah mempunyai pandangan akan kepemimpinan yang ditangguknya sebagai suatu peluang yang nantinya bisa memberikan suatu arti atau bahkan manfaat bagi banyak pihak, bukan malah berpandangan
sebagai suatu posisi atau property yang nantinya bisa mengambil hasil atau
memanfaatkan banyak pihak untuk dijadikan keuntungan bagi dirinya sendiri, pandangan inilah yang nantinya menjadi kekuatan besar bagi seseorang pemimpin untuk memiliki, memahami, dan menerapkan secara kombinatif faktor-faktor penentu keberhasilan dan pencapaian tujuan organisasi, dan diantara faktor-faktor penentu tersebut adalah gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan merupakan suatu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku
(11)
bawahannya seperti yang ia lihat (Miftah Thoha, 2007), sehingga peranan seorang pemimpin dalam hubungan antara manusia dalam kerja sangat terkait dengan gaya kepemimpinan yang ditampilkannya. Seorang pemimpin diharapkan juga dapat menampilkan gaya kepemimpinan segala situasi tergantung kondisi dan situasi. Seorang pemimpin yang hanya menampilkan satu macam gaya saja akan menjadi kurang efektif. Selain itu, diharapkan seorang pemimpin tampil sebagai pemberi ilham dalam masa-masa sulit, sehingga terpancar rasa keyakinan akan atasannya dalam diri para bawahannya.
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok demi pencapaian tujuan (Robbins, 2001). Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat manajerial pada suatu organisasi. Penelitian tentang gaya kepemimpinan telah berkembang pesat dan perhatiannya pada efektivitas kepemimpinan yang menghubungkan perilaku pemimpin dengan kepuasan dan motivasi bawahan (Jiambalvo dan Pratt, 1982).
Kepuasan kerja merupakan faktor kritis untuk dapat tetap mempertahankan individu yang berkualifikasi baik. Aspek-aspek spesifik yang berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu kepuasan yang berhubungan dengan gaji, keuntungan, promosi, kondisi kerja, supervisi, praktek organisasi dan hubungan dengan rekan kerja (Misener et.al., 1996). Diantara indikator-indikator penentu kepuasan kerja, kepemimpinan dipandang sebagai prediktor penting. Kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran tergantung
(12)
pada manajer dan gaya kepemimpinannya. Penelitian-penelitian akuntansi mencoba untuk menerapkan model-model kepemimpinan dalam lingkup kerja auditor dan mengusulkan penggunaan model kepemimpinan untuk menganalisis kepuasan dan motivasi auditor. Secara empiris ditemukan bahwa perilaku pemimpin dapat mempengaruhi kepuasan dan motivasi bawahan (Jiambalvo dan Pratt, 1982).
Oleh karena itu, peneliti termotivasi melakukan penelitian ini karena cukup penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja seorang auditor. Selain itu juga, peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta”.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Biatna (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Adanya penambahan variabel independen yaitu variabel kepuasan kerja dan
motivasi kerja yang diperoleh dari Amilin dan Rosita Dewi (2008) serta dari Trisnaningsih (2003). Penambahan variabel kepuasan kerja dan motivasi kerja selain disarankan oleh penelitian terdahulu, variabel tersebut juga merupakan bagian dari penentu yang sangat penting bagi keefektifan
(13)
berjalannya kegiatan di dalam organisasi. Keberhasilan dan kinerja seseorang auditor dalam suatu pekerjaannya agar menghasilkan kinerja yang maksimal. Penelitian sebelumnya hanya menguji analisis faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja terhadap pegawai pada organisasi yang telah menerapkan SNI 19-9001-2001. Sedangkan penelitian ini menguji pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja terhadap kinerja auditor pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta.
2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja
pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel pegawai pada organisasi yang telah menerapkan SNI 19-9001-2001.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja auditor?
2. Apakah kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara parsial
(14)
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Sehubungan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang:
a. Pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja auditor.
b. Pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara
parsial berpengaruh paling dominan terhadap kinerja auditor. 2. Manfaat penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat bagi banyak pihak antara lain:
a. Bagi Kantor Akuntan Publik
1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan
mengenai pentingnya kepemimpinan, kepuasan kerja dan motivasi kerja untuk dapat lebih memaksimalkan kinerjanya.
2. Sebagai masukan untuk perusahaan dalam hal meningkatkan
kinerjanya, agar memperhatikan aspek-aspek apa saja yang menjadi motivasi seorang auditor dalam menghasilkan kinerja yang optimal.
b. Bagi kepentingan akademik
Diharapkan menjadi bahan bacaan yang memberikan gambaran tentang kepemimpinan, kepuasan kerja dalam memotivasi seorang auditor untuk memaksimalkan kinerja.
(15)
c. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan serta wawasan serta dapat menerapkan pengalaman dan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah ke dalam praktek, khususnya yang ada hubungannya dengan masalah penelitian tersebut.
(16)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan menurut Terry G. R dalam Kartono (2008) adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Menurut Benis dalam Kartono (2008)
kepemimpinan adalah “The process by which an agent induces a
subordinate to behave an a desires manner” maksudnya suatuproses dimana seorang agen menyebabkan bawahan bertingkah laku menurut suatu cara tertentu.
Menurut Cholil (1990) kepemimpinan merupakan suatu bentuk tempat tertinggi dimana dia menggunakan pengaruhnya untuk mengkomunikasikan para bawahannya guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Biatna (2008) kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok, perolehan
(17)
dukungan dan kerjasama dengan orang-orang diluar kelompok atau organisasi.
Menurut definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi, memotivasi, mengarahkan, dan mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok, dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan pada situasi tertentu. Dengan demikian proses kepemimpinan meliputi faktor pemimpin, pengikut, dan situasi, oleh karena itu seorang pemimpin harus memperhatikan tugas dan manusia dalam menjalankan kepemimpinannya.
2. Tanggung Jawab dan Wewenang Kepemimpinan
Menurut Kartono (2008) tanggung jawab dan wewenang seorang pemimpin adalah:
a. Memelihara struktur kelompok, menjamin interaksi yang lancar, dan
memudahkan pelaksanaan tugas-tugas.
b. Menyinkronkan ideologi, ide, pikiran, dan ambisi anggota kelompok
dengan pola keinginan pemimpin.
c. Memberikan rasa aman dan status yang jelas kepada setiap anggota,
sehingga mereka bersedia memberikan partisipasi penuh.
d. Memanfaatkan dan mengoptimalisasikan kemampuan, bakat dan
(18)
e. Menegakkan peraturan, larangan, disiplin, dan norma-norma kelompok agar tercapai kepaduan kelompok, meminimalisir konflik dan perbedaan-perbedaan.
f. Merumuskan nilai-nilai kelompok, dan memilih tujuan-tujuan
kelompok, sambil menentukan sarana dan cara-cara operasional guna mencapainya.
g. Mampu memenuhi harapan, keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan para
anggota, sehingga mereka merasa puas. Juga membantu adaptasi mereka terhadap tuntutan-tuntutan eksternal ditengah masyarakat, dan memecahkan kesulitan-kesulitan anggota kelompok setiap harinya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya kepemimpinan pada dasarnya menunjukkan perlu adanya pengarahan kepada karyawan atau bawahannya, serta membantu mereka agar bisa mengatasi kesulitan-kesulitan, dan memudahkan mereka dalam menjalankan tugas-tugas sesuai dengan yang telah ditentukan.
3. Teori-Teori Kepemimpinan
Menurut Miftah Thoha (2007) terdapat beberapa teori tentang kepemimpinan diantaranya: teori sifat, teori kelompok, dan teori situasional. Teori-teori tersebut dijelaskan pada penjelasan dibawah ini: a. Teori Sifat (trait theory)
Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani kuno dan zaman Roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa
(19)
pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the Great Man
menyatakan bahwa seseorang pemimpin tanpa memperhatikan apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Jadi kepemimpinan adalah fungsi dari kualitas seseorang yang dibawah sejak lahir dan bukan fungsi dari dukungan dan lingkungan. Seseorang akan tampil lebih berhasil jika dapat mengenali potensi kualitas dirinya maka dia harus memahami dan memenuhi kualitas yang diperlukan bagi seorang pemimpin.
b. Teori Kelompok
Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya atas dasar prinsip saling menguntungkan, yaitu pemimpin memberikan perhatian kepada bawahan. Dengan adanya porsi perhatian terhadap bawahan akan memperluas pandangan, memperkokoh kekompakan kelompok terhadap kepemimpinan seseorang yang pada gilirannya akan meningkatkan komitmen kelompok itu terhadap tujuan organisasi. c. Teori Situasional
Teori ini menjelaskan, bahwa harus terdapat daya lenting yang tinggi atau luwes pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi, lingkungan sekitar dan zamannya. Faktor lingkungan itu harus dijadikan tantangan untuk diatasi, maka pemimpin itu harus
(20)
mampu menyelesaikan masalah-masalah yang aktual. Sebab permasalahan-permasalahan hidup yang penuh pergolakan, selalu akan memunculkan tipe kepemimpinan yang relevan bagi masanya.
Miftah Thoha (2007) merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu: motivasi diri, dorongan prestasi, dan orientasi sikap hubungan, hal tersebut dijelaskan pada penjelasan dibawah ini:
a. Keunggulan Intelegensia (kecerdasan)
Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tiggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
b. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial
Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil. Karena mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi
Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi.
d. Orientasi sikap hubungan
Para pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
(21)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori kepemimpinan itu ada tiga yaitu teori sifat, teori kelompok dan teori situasional. Untuk dapat berhasil, seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan, kedewasaan, mitivasi yang tinggi, serta menghargai bawahannya.
4. Gaya Kepemimpinan
Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Dan gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafat, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.
Dalam gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerja sama, dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai. Sehingga gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, penumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi (Biatna, 2008).
Gaya kepemimpinan (leadership styles) merupakan cara pimpinan
untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi (Luthans, 2002). Gibson (1996) seperti yang dikutip Trisnaningsih (2007) telah dilakukan penelitian gaya kepemimpinan
(22)
tentangperilaku pemimpin melalui dua deminsi, yaitu: consideration dan
initiaying structure. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya
komunikasi yang terbuka dan parsial. initiaying structure (struktur
inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, serta menjelaskan cara mengerjakan tugas yang besar.
Trisnaningsih (2007) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seseorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas kelompok kerja. Kelompok kerja dalam perusahaan merupakan pengelompokan kerja dalam bentuk unit kerja dan masing-masing unit kerja itu dipimpin oleh seorang manajer. Gaya manajer untuk mengelola sumber daya manusia dalam suatu unit kerjaakan berpengaruh pada peningkatan kinerja unit, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
(23)
B. Kepuasan Kerja
Istilah kepuasan kerja (Job Statisfaction) merujuk pada sikap umum
seorang individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003).
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidak pekerjaan mereka (Davis dan Newstron, 1989 dalam Rahmawati dan Widagdo, 2001). Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidaknya seseorang yang relatif terhadap pekerjaannya yang berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku. Masih menurut Davis dan Newstron, apabila pegawai bergabung dalam suatu organisasi, ia membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Dengan demikian sumber kepuasan kerja adalah adanya kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi.
Anik dan Arifuddin (2005) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu tingkatan perasaan yang positif/negatif tentang beberapa aspek dari pekerjaan, situasi kerja, dan hubungan dengan rekan sekerja. Kepuasan kerja tergantung pada tingkat perolehan intrinsik dan ekstinsik pada pandangan pekerja terhadap perolehan tersebut. Tingkat perolehan mempunyai nilai yang
(24)
berbeda-beda bagi orang yang berbeda-beda. Bagi orang tertentu, pekerjaan yang penuh tanggung jawab dan yang menantang mungkin menghasilkan perolehan yang netral atau bahkan negatif. Bagi orang lain, perolehan pekerjaan semacam itu mungkin mempunyai nilai yang positif. Orang mempunyai nilai (valensi) yang berbeda-beda, yang dikaitkan dengan perolehan pekerjaan. Perbedaan tersebut akan menimbulkan perbedaan tingkat kepuasan kerja bagi tugas pekerjaan yang intinya sama.
Kepuasan kerja dapat pula didefinisikan sebagai keadaan emosi yang menyenangkan sebagai hasil persepsi seseorang terhadap pekerjaannya, apakah pekerjaan tersebut dapat memenuhi atau memfasilitasi tercapainya pemenuhan nilai pekerjaan yang penting bagi orang tersebut. Kepuasan kerja sebagai cara pandang seseorang terhadap pekerjaannya, apakah ia memandang pekerjaannya sebagai sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan (Ciliana, 2008).
Berdasarkan pernyataan beberapa tokoh di atas, peneliti mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan, sikap, dan persepsi seseorang terhadap pekerjaannya, baik secara keseluruhan maupun dari aspek-aspek pekerjaannya, yang menghasilkan keadaan emosi yang menyenangkan bagi orang tersebut.
Menurut Spector (1997) faktor-faktor penyebab kepuasan kerja dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum, yaitu faktor-faktor lingkungan
(25)
pekerjaan dan faktor-faktor individu. Enam faktor penyebab kepuasan kerja yang termasuk ke dalam faktor lingkungan pekerjaan antara lain:
1. Karakteristik pekerjaan.
Individu yang merasakan kepuasan intrinsik ketika melakukan tugas-tugas dalam pekerjaannya akan menyukai pekerjaan mereka dan memiliki motivasi untuk memberikan performa yang lebih baik.
2. Batasan dari organisasi (organizational constraints).
Batasan dari organisasi adalah kondisi lingkungan pekerjaan yang menghambat performa kerja karyawan. Karyawan yang mempersepsikan adanya tingkat batasan yang tinggi cenderung untuk tidak puas dengan pekerjaannya.
3. Peran dalam pekerjaan
Ambiguitas peran dan konflik peran memiliki hubungan dengan kepuasan kerja. Karyawan mengalami ambiguitas peran ketika ia tidak memiliki kepastian mengenai fungsi dan tanggung jawabnya dalam pekerjaan. Sedangkan konflik peran terjadi ketika individu mengalami tuntutan yang bertentangan terhadap fungsi dan tanggung jawabnya.
4. Konflik antara pekerjaan dan keluarga.
Konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika tuntutan dalam pekerjaan dan tuntutan keluarga saling bertentangan satu sama lain. Konflik tersebut memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja.
(26)
Karyawan yang mengalami tingkat konflik yang tinggi cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah.
5. Gaji
Hubungan antara tingkat gaji dan kepuasan kerja cenderung lemah. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa gaji bukan merupakan faktor yang sangat kuat pengaruhnya terhadap kepuasan kerja. Walaupun tingkat gaji bukan merupakan hal yang penting, keadilan dalam pembayaran gaji dapat menjadi sangat penting karena karyawan membandingkan dirinya dengan orang lain dan menjadi tidak puas jika memperoleh gaji yang lebih rendah dari orang lain dan menjadi tidka puas jika memperoleh gaji yang lebih rendah dari orang pada pekerjaan yang sama. Hal yang dapat menjadi lebih penting daripada perbedaan gaji adalah bagaimana karyawan menyadari bahwa pembagian gaji sudah diatur oleh kebijakan dan prosedur yang adil. Oleh karena itu, proses pembagian gaji memiliki dampak yang lebih besar terhadap kepuasan kerja daripada tingkat gaji yang sesungguhnya.
6. Stress kerja
Dalam setiap pekerjaan, setiap karyawan akan menghadapi kondisi dan situasi yang dapat membuat mereka merasa tertekan (stress). Kondisi dan situasi tersebut tidak hanya mempengaruhi keadaan emosional pada waktu yang singkat, tetapi juga kepuasan kerja dalam jangka waktu yang lebih lama. Adapun situasi dan kondisi dalam pekerjaan yang dapat membuat karyawan merasa tertekan adalah: (a) beban kerja: tuntutan pekerjaan yang
(27)
dimiliki oleh karyawan, (b) kontrol: kebebasan yang diberikan pada karyawan untuk membuat keputusan tentang pekerjaan mereka, dan (c) jadwal kerja: jadwal kerja yang fleksibel, waktu kerja yang panjang, waktu kerja malam, dan kerja paruh waktu. Ketiga kondisi tersebut memiliki hubungan dengan kepuasan kerja.
Sedangkan dua faktor penyebab kepuasan kerja yang termasuk ke dalam faktor individu (Spector, 1997) antara lain:
a. Karakteristik kepribadian.
Locus of control dan negative affectivity merupakan karakteristik kepribadian yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan
kerja. Locus of control merupakan variabel kognitif yang
merepresentasikan keyakinan individu terhadap kemampuan mereka untuk mengontrol penguatan positif dan negatif dalam kehidupan. Karyawan
yang memiliki locus of control internal (yakin bahwa dirinya mampu
mempengaruhi penguatan) akan memiliki kepuasan kerja yang lebih
tinggi. Sedangkan negative affectivity merupakan variabel kepribadian
yang merefleksikan kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi negatif, seperti kecemasan atau depresi, dalam menghadapi berbagai
macam situasi. Karyawan yang memiliki negative affectivity yang tinggi
(28)
b. Kesesuaian antara individu dengan pekerjaan.
Pendekatan kesesuaian antara individu dengan pekerjaan menyatakan bahwa kepuasan kerja akan timbul ketika karakteristik pekerjaan sesuai atau cocok dengan karakteristik individu. Penelitian lain menyatakan bahwa kesesuaian antara individu dengan pekerjaannya dilihat berdasarkan perbedaan antara kemampuan yang dimiliki seseorang dan kemampuan yang dituntut daam sebuah pekerjaan. Semakin kecil perbedaan tersebut, semakin besar pula kepuasan kerja individu.
Selain anteseden di atas, Spector (2000) juga menyatakan bahwa gender, usia, serta perbedaan budaya dan etnis dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Tujuh tingkah laku yang merupakan hasil dari kepuasan kerja seseorang antara lain:
a. Performa kerja.
Seseorang yang menyukai pekerjaannya akan lebih termotivasi, bekerja lebih keras, dan memiliki performa yang lebih baik. Selain itu, terdapat bukti yang kuat bahwa seseorang yang memiliki performa yang lebih baik, lebih menyukai pekerjaan mereka karena penghargaan yang sering diasosiasikan dengan performa yang baik. Performa kerja dan kepuasan kerja memiliki hubungan yang lebih kuat ketika organisasi mengaitkan penghargaan dengan performa kerja yang baik.
(29)
OCB merupakan tingkah laku yang melebihi prasyarat formal dalam pekerjaan seperti hal-hal yang dilakukan secara sukarela untuk membantu rekan kerja dan organisasi. Seseorang yang menyukai pekerjaannya akan melakukan hal-hal yang lebih dari apa yang diperlukan oleh pekerjaannya. Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa kepuasan kerja dan OCB saling berhubungan satu sama lain.
c. Withdrawal behavior.
Banyak teori membuat hipotesis bahwa orang yang tidak menyukai pekerjaannya akan menghindari pekerjaan mereka, baik secara permanen dengan keluar dari pekerjaan maupun secara temporer dengan absen atau datang terlambat. Banyak peneliti juga menganggap perilaku absen dan
turnover sebagai fenomena yang berhubungan dan dilandasi oleh motivasi yang sama untuk melarikan diri dari pekerjaan yang tidak memuaskan. Namun, korelasi yang ditemukan antara kepuasan kerja dan perilaku absen cenderung lemah. Sedangkan penelitian menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara kepuasan kerja dengan turnover.
d. Burnout.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang tidak puas dengan pekerjaannya memiliki tingkat burnout yang tinggi Selain itu, tingkat kontrol dan kepuasan hidup yang rendah serta timbulnya gejala gangguan kesehatan dan intense yang tinggi untuk berhenti dari pekerjaan.
(30)
Beberapa peneliti menyatakan adanya hubungan signifikan antara kepuasan kerja dengan gejala fisik atau psikosomatik, seperti sakit kepala dan sakit perut Selain itu, situasi kerja yang tidak memuaskan juga memiliki potensi untuk mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis. f. Counterproductive behavior.
Agresi terhadap rekan kerja dan atasan, sabotase, dan pencurian
merupakan bentuk dari Counterproductive behavior. Tingkah laku tersebut
sering diasosiasikan dengan ketidakpuasan dan frustasi dalam bekerja. Kepuasan kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan
Counterproductive behavior.
Pengukuran kepuasan kerja individu dengan menggunakan Job
Satisfaction Survey (Spector, 1997) mengandung pengukuran Sembilan aspek sebagai berikut:
a. Pay (gaji): kepuasan individu terhadap gaji dan kenaikan gaji.
b. Promotion (promosi): kepuasan individu terhadap kesempatan promosi. c. Supervision (atasan): kepuasan individu terhadap atasan.
d. Fringe benefits (tunjangan): kepuasan individu terhadap tunjangan yang diberikan perusahaan.
e. Contingent rewards (imbalan non-finansial): kepuasan individu terhadap imbalan non-finansial yang diberikan karena performa baik yang ditunjukkan oleh individu dalam bekerja.
(31)
f. Operating conditions (kondisi operasional): kepuasan individu terhadap peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang berlaku dalam organisasi. g. Co-workers (rekan kerja): kepuasan individu terhadap rekan-rekan kerja. h. Nature of work (tipe/jenis pekerjaan): kepuasan individu terhadap tipe
pekerjaan yang dilakukan.
i. Communication (komunikasi): kepuasan individu terhaddap komunikasi yang terjalin dalam organisasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja seorang auditor itu dapat dinilai dari gaji, promosi, atasan, tunjangan, imbalan non-finansial, kondisi operasional, rekan kerja, tipe atau pekerjaan, dan komunikasi yang didapat dari tempat kerja tersebut.
C. Motivasi Kerja
1. Pengertian Motivasi Kerja
Istilah motivasi, dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengertian yang meragam baik yang berhubungan dengan perilaku individu maupun perilaku organisasi. Namun, apapun pengertiannya motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia, yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan manusia. Dasar utama pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah pengetahuan dan perhatian terhadap perilaku manusia yang dipimpinnya sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi.
(32)
Motivasi menurut Hasibuan (2002) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Menurut Hafizurrahcman (2007), karakteristik pekerja yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, antara lain: 1) Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi, 2) Memiliki Program kerja berdasarkan rencana dan tujuan nyata serta berjuang untuk merealisasikannya, 3) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil risiko yang dihadapinya, 4) Melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikan dengan hasil yang memuaskan, dan 5) Mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang menguasai bidang tertentu. Dan motivasi memiliki dua bentuk dasar: Pertama, motivasi buatan (extrinsic), yaitu segala hal yang dilakukan terhadap orang untuk memotivasi mereka.
Kedua, motivasi hakiki (intrinsic), yaitu faktor-faktor dari dalam diri
seseorang yang mempengaruhi orang untuk berprilaku atau untuk bergerak ke arah tertentu. Kenyataannya, bentuk motivasi tersebut saling berkaitan erat, artinya pengaruh yang datang dari luar akan mempengaruhi motivasi yang datang dari dalam diri seseorang. Motivasi adalah sesuatu yang kompleks. Untuk memotivasi secara efektif diperlukan: Memahami proses dasar motivasi, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, mengetahui bahwa motivasi bukan hanya dapat dicapai dengan
(33)
menciptakan perasaan puas, dan memahami bahwa disamping semua faktor di atas, ada hubungannya yang kompleks antara motivasi dan prestasi kerja.
Dari pengertian di atas, maka motif itu bersifat intristik dalam motivasi, karena dorongan atau daya gerak diri muncul dari dalam diri seseorang, tanpa adanya perangsang atau insentif. Motif yang bersifat intristik merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan, yang dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu pendidikan, pengalaman serta sifat-sifat pribadi yang dimiliki seseorang. Di dalam organisasi formal, adanya motif yang berasal dari dalam diri pegawai membawa konsekunsi bagi pimpinan untuk dapat mendorong pegawai tersebut untuk lebih meningkatkan kinerjanya, diantaranya melalui
pemberian reward dan penyediaan berbagai sarana dan prasarana kerja
yang sesuai dengan pegawai tersebut.
Untuk dapat menumbuhkan motivasi kerja yang positif di dalam diri pegawai, maka seorang pemimpin harus sungguh-sungguh memberikan perhatian pada faktor-faktor sebagai berikut (Novari, 2009):
1. Achievement (keberhasilan pelaksanaan)
Agar seseorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus member semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang
(34)
dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila ia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya itu.
2. Recognition (pengakuan)
Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan melakukan suatu pekerjaan. Pengakuan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerjanya, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.
3. The Work it Self (pekerjaan itu sendiri)
Pimpinan membuat usaha-usaha yang nyata dan meyakinkan, sehingga, bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya. Untuk itu harus dihindarkan kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta penempatan pegawai yang sesuai dengan bidangnya.
4. Responsibilities (tanggung jawab)
Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.
(35)
5. Advancement (pengembangan)
Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. Apabila hal ini sudah dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya atau untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.
2. Teori-teori Motivasi
Secara psikologi, aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan kerja adalah sejauh mana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja sumber daya manusia yang memiliki agar mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab. Hal ini karena beberapa alasan antara lain:
1. Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja sama dalam
organisasi.
2. Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja dan berusaha
sesuai dengan tuntutan kerja.
3. Motivasi karyawan merupakan aspek yang sangat penting dalam
memelihara dan mengembangkan sumber daya manusaia dalam organisasi.
Teori motivasi dipahami agar pimpinan mampu mengidentifikasi apa yang memotivasi karyawan bekerja, hubungan perilaku kerja dengan motivasinya, dan mengapa karyawan berprestasi tinggi. Teori motivasi
(36)
dalam penelitian ini didasarkan pada teori berprestasi (Achievement Theory)
Menurut Mangkunegara (2005), motivasi yaitu produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu:
a. Kebutuhan untuk berprestasi (Need of achievement), merupakan
kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempatan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu.
b. Kebutuhan berafiliasi (Need for affiliation), merupakan kebutuhan
akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.
c. Kebutuhan kekuatan (Need for power), merupakan kebutuhan untuk
menguasai dan mempengaruhi situasi dan orang lain agar menjadi dominan dan pengontrol. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan kurang memperdulikan perasaan orang lain.
Pembinaan virus mental manajer dengan cara mengembangkan potensi karyawan melalui lingkungan kerja secara efektif agar terwujudnya
(37)
produktivitas perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi. Ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu motif, harapan dan insentif. Ketiga dimensi dari motivasi tersebut diuraikan secara singkat pada bahasan berikut.
a. Motif
Motif adalah suatu prangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Suatu dorongan di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu.
b. Harapan
Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila karyawan meyakini upaya tersebut akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional (memberikan harapan kepada karyawan) seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi, dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan.
c. Insentif
Menurut Mangkunegara (2005), menyimpulkan bahwa insentif berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja
(38)
karyawan. Pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian insentif dalam bentuk uang yang memadai agar karyawan terpacu motivasi kerjanya dan mampu mencapai produktivitas kerja maksimal.
D. Kinerja Auditor
1. Pengertian Kinerja Auditor
Berikut adalah beberapa pendapat para ahli tentang kinerja yang dikutip Sirulingga (2004), tiga diantaranya adalah:
1. Menurut Soeprihantono (2003), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil
kerja seseorang atau kelompok selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.
2. Menurut Ruky (2002), kinerja adalah sebuah penilaian sistematis atas
individu karyawan mengenai prestasi kerjanya dan potensinya untuk pengembangan.
3. Menurut Suyadi (2003), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
(39)
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu (Mahsun Mohammad, Firma Sulistyowati, dan Heribertus, 2007).
Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok (Mangkunegara, 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dapat disimpulkan bahwa kinerja (prestasi kerja) auditor adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan waktu yang dikur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu, dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan.
(40)
2. Unsur-unsur Pengukuran Kinerja Auditor
Menurut Ruky (2002), unsur-unsur pengukuran kinerja sebagai berikut:
1. Kinerja berorientasi pada input. Cara ini merupakan cara tradisional yang menekankan pada pengukuran atau penilaian ciri-ciri kepribadian Auditor. Ciri-ciri atau karakteristik kepribadian yang banyak dijadikan objek pengukuran adalah kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas, kreativitas, adaptasi, komitmen, sopan santun dan lain-lain.
2. Kinerja yang berorientasi pada proses. Melalui cara ini, kinerja atau prestasi Auditor yang diukur dengan cara menilai sikap dan perilaku seorang Auditor dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, dengan kata lain penilaian masih tetap tidak difokuskan langsung pada kuantitas dan kualitas hasil yang dicapainya, yang diteliti adalah meneliti bagaimana tugas-tugas dilakukan dan membandingkan perilaku dan sikap yang diperlihatkan dengan standar yang telah ditetapkan untuk setiap tugas yang telah dibebankan padanya.
3. Kinerja yang berorientasi pada output. Sistem ini biasa juga disebut sistem manajemen kinerja yang berbasiskan pencapaian sasaran kerja individu. Sistem ini memfokuskan pada hasil yang diperoleh atau dicapai oleh Auditor. Sistem ini berbasis pada metode
(41)
manajemen kinerja berbasiskan pada konsep manajemen berdasarkan sasaran.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Menurut Mangkunegara (2005) kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar
belakang, dan demografi.
2. Faktor psokologis yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian,
pembelajaran, dan motivasi.
3. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur, dan job design.
Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional), yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor-faktor internal dan eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Masih menurut pendapat dari Mangkunegara (2005), faktor penentu prestasi kerja individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan.
(42)
1. Faktor Individu.
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
4. Penilaian Kinerja
Untuk mendapatkan informasi atas kinerja Auditor, maka ada beberapa pihak baik itu perorangan ataupun kelompok yang biasanya melakukan penilaian atas kinerja Auditor. Menurut Robbins (2001), ada lima pihak yang dapat melakukan penilaian kinerja Auditor, yaitu:
1. Atasan langsung.
Semua evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan menengah dari organisasi dijalankan oleh atasan langsung Auditor itu karena atasan
(43)
langsung yang memberikan pekerjaan dan paling tahu kinerja Auditornya.
2. Rekan sekerja.
Penilaian kinerja yang dilakukan oleh rekan sekerja dilaksanakan dengan pertimbangan. Pertama, rekan sekerja dekat dengan tindakan. Interaksi sehari-hari memberikan kepada Auditor pandangan menyeluruh terhadap kinerja seseorang Auditor dalam pekerjaan. Kedua, dengan menggunakan rekan sekerja sebagai penilaian menghasilkan sejumlah penilaian yang independen.
3. Evaluasi diri.
Evaluasi ini cenderung mengurangi kedefensifan para Auditor mengenai proses penilaian, dan evaluasi ini merupakan sarana yang unggul untuk merangsang pembahasan kinerja Auditor dan atasan Auditor.
4. Bawahan langsung
Penilaian kinerja Auditor oleh bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang atasan karena lazimnya penilai mempunyai kontak yang sering dengan yang dinilai.
5. Pendekatan menyeluruh
Penilaian kinerja Auditor dilakukan oleh atasan, pelanggan, rekan sekerja, dan bawahan. Penilaian kinerja ini cocok di dalam organisasi yang memperkenalkan tim.
(44)
Dimensi yang dipergunakan di dalam melakukan penilaian kinerja Auditor menurut Lubis (2008) sebagai berikut:
1. Pengetahuan atas pekerjaan, kejelasan pengetahuan atas tanggung
jawab pekerjaan yang menjadi auditor.
2. Perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana pekerjaan
meliputi jadwal dan urutan pekerjaan, sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas.
3. Mutu pekerjaan, ketelitian dan ketepatan pekerjaan.
4. Produktivitas, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dibandingkan dengan
waktu yang digunakan.
5. Pengetahuan teknis, dasar teknis dan kepraktisan sehingga pekerjaannya mendekati standar kinerja.
6. Judgement, kebijakan naluriah dan kemampuan menyimpulkan tugas sehingga tujuan organisasi tercapai.
7. Komunikasi, kemampuan berhubungan secara lisan dengan orang lain.
8. Kerjasama, kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan sikap yang
konstruktif dalam tim.
9. Kehadiran dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan (partisipasi)
dalam rapat berupa pendapat atau ide.
10. Manajemen proyek, kemampuan mengelola proyek, baik membina
tim, membuat jadwal kerja, anggaran dan meciptakan hubungan baik antar karyawan.
(45)
11.Kepemimpinan, kemampuan mengarahkan dan membimbing bawahan, sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas.
12.Kemampuan memperbaiki diri sendiri, kemampuan memperbaiki diri
dengan studi lanjutan atau kursus-kursus.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai komitmen organisasi, budaya organisasi, gaya
kepemimpinan, motivasi, dan kinerja auditor telah banyak dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi auditor untuk meningkatkan kinerjanya. Tabel 4.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai kinerja auditor.
(46)
Tabel 4.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti
(tahun) Judul Penelitian Variabel yang diteliti Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian
1. Hian Ayu
Oceani Wibowo (2009) Pengaruh indepedensi auditor, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, dan pemahaman Good Governance terhadap kinerja auditor 1. Independensi
Auditor (X1)
2. Komitmen
Organisasi (X2)
3. Gaya
Kepemimpina n (X3)
4. Good Governance (X4)
5. kinerja auditor (Y)
Sampel: auditor yang bekerja pada KAP di DIY Metode Analisis data menggunakan Regresi Berganda
Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa variabel independensi auditor, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, dan
pemahaman good
governance mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja auditor
2. Amilin dan Rosita Dewi (2008) Pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja akuntan publik dengan role stress sebagai variabel moderating 1. komitmen
organisasi (X1)
2. konflik peran (X2)
3. ketidakjelasan peran (X3)
4. kepuasan kerja (Y) Sampel: Auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta Metode analisis data menggunakan multiple regression method
Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa variabel ketidakpastian peran bukanlah variabel yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Hanya variabel komitmen organisasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja
(47)
Tabel 4.1 (Lanjutan)
No Peneliti (tahun) Judul Penelitian Variabel yang diteliti Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian
3. Cecilia Engko dan Gudono (2007) Pengaruh kompleksitas tugas dan locus of control terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja auditor 1.Gaya kepemimpinan (X1)
2.Kompleksitas tugas (X2)
3.Kepuasan kerja (Y) Sampel: Auditor pada kantor akuntan publik di kota Surabaya, Semarang, Yogyakarta. Metode analisis data menggunakan Analisis Dua Jalan Varians (ANOVA)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah
kompleksitas tugas maka gaya kepemimpinan suportif akan
meningkatkan kepuasan kerja auditor Yunior. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kompleksitas tugas tidak dapat memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan direktif dan kepuasan kerja, lokus kontrol tidak dapat memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan direktif dan kepuasan kerja dan lokus kontrol tidak dapat memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan suportif dan kepuasan kerja. 4 Biatna Dulbert Tampubol on (2007) Analisis faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja terhadap kinerja pegawai pada organisasi yang telah menerapkan sni 19-9001-2001 1. Gaya kepemimpinan (X1)
2. Etos Kerja(X2)
3. Kinerja (Y)
Sampel: Seluruh pegawai pada organisasi yang telah menerapkan SNI 19-9001-2001 Metode analisis data menggunakan regresi linear berganda
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai organisasi, sedangkan secara simultan faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja pegawai organisai.
(48)
Tabel 4.1 (Lanjutan)
No Peneliti
(tahun) Judul Penelitian
Variabel yang diteliti
Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian
5. Rosalina
Kurniwati Tethool dan Rustiana (2003) Dampak interaksi tindakan supervisi dan pengalaman kerja terhadap kepuasan kerja auditor 1.Tindakan supervisi (X1)
2. Pengalaman (X2)
3. Kepuasan kerja (Y) Sampel: Auditor pada kantor akuntan publik di wilayah Yogyakarta, Semarang, Solo. Metode Analisis Menggunakan Analisis Regresi Berganda
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasilnya mendukung hipotesis. Ini menyiratkan bahwa manajer di perusahaan akuntan publik harus mempertimbangkan kombinasi tindakan supervisi dan pengalaman dalam audit dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja untuk senior dan yunior auditor.
6. Trisnaningsih
S. (2003) Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasaan Kerja Auditor: Motivasi sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur)
1. Komitmen (X1)
2. Motivasi (X2)
3. Kepuasan kerja
auditor (Y)
Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di Jawa Timur Metode analisis data menggunakan analisis jalur Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa komitmen dan motivasi berpangaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor, sedangkan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.
(49)
F. Keterkaitan Antar Variabel
1. Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Auditor
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2009) mengenai pengaruh independensi auditor, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan,
dan pemahaman good governance terhadap kinerja auditor, hasil
membuktikan bahwa variabel independensi auditor, komitmen organisasi,
gaya kepemimpinan, dan pemahaman good governance mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja auditor.
Menurut Biatna (2008) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja pada kinerja pegawai pada organisasi yang telah menerapkan SNI 19-9001-2001, menyimpulkan bahwa faktor gaya kepemimpinan memberikan kontribusi yang relatif besar dan sangat signifikan dalam meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut, faktor etos kerja memberikan kontribusi yang relatif kecil akan tetapi memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan dalam organisasi, sedangkan secara bersama-sama atau simultan faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan kinerja karyawan dalam organisasi.
Menurut Trisnaningsih S. (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara komitmen organisasi dengan motivasi yang
(50)
dimiliki oleh seorang auditor. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi dapat tumbuh manakala harapan kerja dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik. Selanjutnya dengan terpenuhinya harapan kerja ini akan menimbulkan motivasi yang dimiliki oleh seorang auditor akan semakin tinggi pula.
Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah variabel motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
Ha1: Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, dan motivasi kerja memiliki
hubungan yang positif terhadap kinerja auditor.
2. Kepemimpinan dengan kinerja Auditor
Menurut Wibowo (2009) menunjukkan bahwa hubungan positif antara gaya kepemimpinan dengan kinerja auditor. Hal tersebut berarti semakin baik cara memimpin seorang pimpinan dimana auditor bekerja maka akan semakin mempengaruhi kinerja auditor. Sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja auditor, bahwa seorang auditor yang dipimpin oleh seorang pimpinan yang memiliki cara memimpin dengan baik dan disukai oleh bawahannya maka dia akan merasa senang dalam bekerja sehingga kinerjanya akan meningkat.
(51)
Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah variabel kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja auditor. Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
Ha2: Kepemimpinan memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja
auditor.
3. Kepuasan Kerja dengan Kinerja Auditor
Menurut Amilin dan Rosita Dewi (2008) mengenai pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja akuntan publik dengan role stress sebagai variabel moderating, berhasil membuktikan bahwa variabel ketidakpastian peran bukanlah variabel yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Hanya variabel komitmen organisasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja.
Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah variabel kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
Ha3: Kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja
auditor.
4. Motivasi Kerja dengan Kinerja Auditor
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih S. (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara komitmen organisasi
(52)
dengan motivasi yang dimiliki oleh seorang auditor. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi dapat tumbuh manakala harapan kerja dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik. Selanjutnya dengan terpenuhinya harapan kerja ini akan menimbulkan motivasi yang dimiliki oleh seorang auditor akan semakin tinggi pula.
Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah variabel motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
Ha4: Motivasi kerja memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja
auditor.
G. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tujuan penelitian di atas mengenai pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja terhadap kinerja auditor pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta, maka dibuat kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut:
(53)
H. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis yang merupakan dugaan sementara dalam pengujian dalam suatu penelitian, yaitu:
(54)
1. Ho : Diduga bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara simultan terhadap kinerja auditor.
Ha : Diduga bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel
kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara simultan terhadap kinerja auditor.
2. Ho : Diduga bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara parsial terhadap kinerja auditor.
Ha : Diduga bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel
kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja secara parsial terhadap kinerja auditor.
(55)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian empiris dimana peneliti terlibat langsung dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa besar Pengaruh Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta.
B. Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini dibatasi pada populasi Auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di DKI Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah non random sampling, artinya peneliti tidak
memberikan kesempatan yang sama pada anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Teknik yang digunakan dalam penentuan sampel adalah
Purposive Sampling atau Judgment Sampling, yakni teknik yang dilakukan berdasarkan kriteria yang disesuaikan dengan tujuan penelitian atau pertimbangan dari peneliti. Dengan kata lain, asal saja calon responden tersebut sesuai dengan karakteristik populasi yang diinginkan, siapapun responden yang bersangkutan, dimana dan kapan saja ditemui dijadikan sebagai elemen-elemen sampel penelitian (Hamid, 2007).
(56)
C. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer (Primary Data)
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara), berupa persepsi (opini, sikap, pengalaman) secara individual atau kelompok, hasil observasi suatu kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Adapun data primer yang gunakan yaitu:
a. Kuesioner
Kuesioner merupakan penelitian dengan cara mengajukan daftar pertanyaan langsung kepada responden, yaitu Auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Pablik (KAP). Skala yang digunakan adalah skala likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang kejadian atau gejala sosial. Kuesioner ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian A yang berisi pernyataan data dan keterangan pribadi responden, bagian B berisi pernyataan yang merupakan penjabaran dari operasional variabel Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja, dan Kinerja Auditor.
Kategori dari penilaian skala likert:
SS = Sangat Setuju diberi skor 5
S = Setuju diberi skor 4
N = Netral diberi skor 3
(57)
STS = Sangat Tidak Setuju diberi skor 1
Manfaat penggunaan skala Likert yaitu keragaman skor (variability of
score) dengan menggunakan skala tingkat 1-5.
b. Observasi
Penelitian ini dilakukan dengan observasi pada Kantor Akuntan Pablik (KAP) berupa pengamatan langsung dan pengambilan data objek penelitian.
2. Data Sekunder (Secondary Data)
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Adapun data sekunder yang peneliti pakai yaitu:
a. Riset kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca buku, literatur, catatan perkuliahan, artikel, jurnal dan data dari internet.
b. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengutip langsung data yang diperoleh dari lembaga (instansi) terkait, yang berhubungan dengan penelitian.
(58)
D. Metode Analisis 1. Uji Validitas Data
Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang ada di dalam kuesioner mampu mengukur peubah yang didapatkan dalam penelitian ini (Ghozali, 2005). Maksudnya untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner dilihat jika pertanyaan dalam kuesioner tersebut mampu mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Setelah itu tentukan hipotesisi H0: skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan
total skor konstruk dan Ha: skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif
dengan total skor konstruk. Setelah menentukan hipotesis H0 dan Ha,
kemudian uji dengan membandingkan rhitung (tabel corrected item-total
correlation) dengan rtabel (tabel Product Moment dengan signifikan 0.05)
untuk degree of freedom (df) = n-k. Suatu kuesioner dinyatakan valid
apabila rhitung > rtabel (Ghozali, 2005). 2. Uji Reliabilitas
Instrumen dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari cronbach alpha > 0.60 maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Ghozali, 2005).
(59)
3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal (Ghozali, 2005). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan menggunakan grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat (ZPRED) dengan residual (SRESID). Jika grafik plot
menunjukkan suatu pola titik seperti titik yang bergelombang atau melebar kemudian menyempit, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Tetapi jika grafik plot tidak membentuk pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
c. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melakukan pengujian apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
(60)
distribusi normal. Dalam uji normalitas terdapat dua cara untuk medeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2005).
1) Analisa Grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. 2) Uji Statistik
Selain dengan analisis grafik maka perlu dianjurkan dengan uji statistik, agar mencapai keakuratan yang lebih baik lagi. Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan skewness dari residual.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Adapun dasar pengambilan keputusan:
1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti
(61)
distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
4. Analisis Regresi Linear Berganda
Metode regresi linear berganda dimaksudkan untuk mengetahui keeratan hubungan yang ada diantara kedua variabel. Metode regresi linear ini juga dapat digunakan untuk peramalan dengan menggunakan data berkala (time series).
Berdasarkan hubungan antara variabel kepemimpinan (X1), kepuasan
kerja (X2), motivasi kerja (X3), dan kinerja auditor (Y), maka akan
digunakan model analisa regresi linear sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε
keterangan :
a = Konstanta
b1 = Koefisien regresi kepemimpinan
b2 = Koefisien regresi kepuasan kerja
b3 = Koefisien regresi motivasi kerja
Y = kinerja auditor
X1 = kepemimpinan
X2 = kepuasan kerja
X3 = motivasi kerja
ε = standar error
Dari perhitungan dengan SPSS 16.0 akan diperoleh keterangan atau hasil tentang koefisien determinasi, Uji F, Uji t untuk menjawab perumusan masalah penelitian. berikut ini keterangan yang berkenaan dengan hal tersebut di atas, yakni:
(62)
a. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summarydan tertulis Adjusted R Square.
Nilai R2 sebesar 1, berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Jika nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen (Ghozali, 2005).
b. Uji F
Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0.05 (Ghozali, 2005). Menurut Santoso (2004) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima atau
(63)
independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka H0 ditolak atau
Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel
independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.
c. Uji t
Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0.05 (Ghozali, 2005).
Menurut Santoso (2004) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima atau
Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau
bebas tidak mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka H0 ditolak atau
Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen
atau bebas mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat.
(64)
E. Operasionalisasi Variabel
Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai yang diterapkan dalam suatu penelitian. Adapun cara pengukuran dari variabel ini adalah dengan menggunakan skala pengukuran Likert atau Ordinal. Berikut ini adalah variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu:
1. Variabel Bebas atau independen
a. Kepemimpinan (X1)
Menurut Miftah Thoha (2007) kepemimpinan organisasi yaitu: motivasi diri, dorongan prestasi, dan orientasi sikap hubungan. Variabel ini diukur dengan skala likert 5 poin mulai dari sangat tidak setu (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5). b. Kepuasan Kerja (X2)
Menurut Davis dan Newstron (1989) dikutip dari Rahmawati dan Widagdo (2001) kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidak pekerjaan mereka, serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Variabel ini diukur dengan skala likert 5 poin mulai dari sangat tidak setu (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5).
(65)
c. Motivasi Kerja (X3)
Menurut Mangkunegara (2005) ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi kerja, yaitu: motif, harapan dan insentif. Variabel ini diukur dengan skala likert 5 poin mulai dari sangat tidak setu (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5).
2. Variabel Terikat atau Dependen
- Menurut Mangkunegara (2005), faktor penentu prestasi kerja atau kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok. Variabel ini diukur dengan skala likert 5 poin mulai dari sangat tidak setu (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sampai sangat setuju (5).
(66)
Tabel 4.2
Operasionalisasi Variabel Variabel Sub
Variabel Indikator
Skala Pengukuran
No. Butir Pertanyaan
Kepemimpinan (X1) (Sumber:
Miftah Thoha (2007)) Motivasi diri, dorongan prestasi, dan orientasi sikap hubungan
1. Seorang pemimpin memiliki tugas memberi arahan yang jelas kepada bawahannya 2. Wewenang seorang pemimpin adalah
memberi instruksi kepada bawahan 3. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah
melakukan pengawasan terhadap aktivitas bawahannya
4. Dalam kerjanya, seorang pemimpin harus melakukan komunikasi dua arah, yaitu menampung usulan dan gagasan dari bawahan
5. Pemimpin yang baik harus mampu menerima perbedaan pendapat antara dirinya dan bawahannya
6. Seorang pemimpin harus memiliki
kematangan individu, artinya dirinya bisa menerima dan memahami segala kondisi yang ada pada perusahaannya
7. Seorang pemimpin seharusnya memberi penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi
8. Seorang pemimpin seharusnya memberi reword kepada karyawannya yg berprestasi 9. Keterangan umum harus didapat bawahan
dari atasannya, guna memperjelas tugas dan tanggung jawabnya
10. Seorang pemimpin harus memiliki kepercayaan untuk mendelegasikan tanggung jawab kepada bawahannya
Skala Ordinal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kepuasan Kerja (X2) (Sumber:
Davis dan Newstron (1989) dikutip dari Rahmawati dan Widagdo (2001) Keinginan, kebutuhan, hasrat, dan harapan kerja
1. Puas dengan sistem penggajian saat ini 2. Puas dengan besarnya gaji yang diterima
saat ini
3. Merasa nyaman dengan ruangan kerja saat ini
4. Ketersediaan peralatan kerja sangat memadai dalam melaksanakan pekerjaan
5. Hubungan kerja diantara auditor sangat baik
Skala Ordinal 11 12 13 14 15
(67)
Tabel 4.2 (lanjutan) Variabel Sub
Variabel Indikator
Skala Pengukuran
No. Butir Pertanyaan
6. Ada persaingan diantara auditor 7. Tugas yang diberikan sangat jelas 8. Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan
jabatan
9. Ikut serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
10. Mempunyai kesempatan memberikan saran 11. Dalam menempatkan auditor sudah objektif 12. Pemberian reward telah dilakukan
sebagaimana mestinya
13. Semua auditor mempunyai kesempatan yang sama mengikuti diklat
14. Semua auditor mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan karir 15. Kepercayaan atasan sangat tinggi sehingga
akan akan bertanggung jawab dengan pekerjaan yang diberikan
16. Bertanggung jawab atas semua tugas dan pekerjaan Skala Ordinal 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Motivasi Kerja
(X3) (Sumber:
Mangkunegara (2005))
Motif, harapan, dan insentif
1. Selalu berusaha untuk meraih prestasi yang tinggi dalam setiap pekerjaan
2. Untuk meningkatkan prestasi agar lebih dihargai, saya menambah dan mencari wawasan demi lancarnya pekerjaan
3. Pengakuan orang lain terhadap keberhasilan saya memotivasi dalam bekerja
4. Pengakuan orang lain membantu keseriusan saya dalam bekerja
5. Tanggung jawab yang dibebankan kepada saya mendorong keseriusan saya dalam bekerja
6. Tanggung jawab yang dibebankan kepada saya mendiring untuk maju
7. Peluang untuk maju memotivasi saya untuk bekerja sebaik-baiknya
8. Perusahaan memberikan peluang untuk maju kepada auditor agar lebih semangat dalam bekerja Skala Ordinal 27 28 29 30 31 32 33 34
(68)
Tabel 4.2 (lanjutan) Variabel Sub
Variabel Indikator
Skala Pengukuran
No. Butir Pertanyaan
9. Saya merasa puas dengan hasil kerja yang dilakukan
10. Kepuasan kerja dapat memotivasi dalam setiap pekerjaan
11. Kemungkinan pengembangan karir memberikan semangat kerja bagi auditor 12. termotivasi dengan adanya kesempatan
mengembangkan karir yang diberikan oleh perusahaan Skala Ordinal 35 36 37 38 Kinerja Auditor (Y) (Sumber: Mangkunegara (2005)) Kinerja individu dan kinerja organisasi
1. Semakin tinggi tingkat pendidikan auditor, maka kinerjanya semakin professional 2. Auditor yang mempunyai pengalaman
cukup lama dalam bidangnya, kinerjanya semakin baik dan professional
3. Faktor usia sangat mempengaruhi kinerja auditor dalam melaksanakan profesinya 4. Saya sering menghadiri dan berpartisipasi
dalam setiap pertemuan para auditor 5. Saya berlangganan dan membaca secara
sistematis jurnal auditing dan publikasi lainnya
6. Saya akan tetap bekerja sebagai auditor, walaupun gaji saya dipotong untuk keperluan tugas auditor
7. Pekerjaan yang saya lakukan memotivasi saya untuk berbuat yang terbaik sebagai auditor
8. Perlakuan perusahaan memotivasi saya untuk berbuat yang terbaik dalam melaksanakan kewajiban
9. Gaji yang saya terima memotivasi saya untuk berbuat yang terbaik terhadap organisasi tempat saya bekerja
10.Saya merasa puas dengan bidang pekerjaan saya saat ini
11.Saya sangat menyukai bidang pekerjaan saya saat ini
12.Saya lebih menyukai bidang pekerjaan saya daripada pekerjaan teman lainnya
Skala Ordinal 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
(1)
Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Sdr/i Auditor Independen Di Kantor Akuntan Publik
Dengan hormat,
Saya adalah mahasiswa Program Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
Nama : Sulton
NIM : 203082001945
Jurusan : Akuntansi/Audit
Mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kuesioner ini akan dijadikan data dalam penelitian saya. Oleh karena itu, Bapak/Ibu/Saudara/i diminta untuk membaca dengan teliti dan menjawabnya dengan lengkap. Tidak ada jawaban benar atau salah, yang terpenting adalah memilih jawaban sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Segala informasi yang diterima dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaanya dan hanya akan dipergunakan untuk keperluan akademis.
Atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdra/i meluangkan waktu untuk mengisi dan menjawab semua pertanyaan dalam eksperimen ini, saya sampaikan terima kasih.
Dosen Pembimbing I Peneliti
(2)
A. Identitas Responden
Untuk keperluan keabsahan data penelitian ini, saya mengharapkan kepada bapak/Ibu/Sdra/Sdri untuk mengisi data-data berikut ini:
Nama KAP : ...
Jenis kelamin : ( ) Pria ( )Wanita
Pendidikan Terakhir : ( ) D3 ( ) S1 ( ) S2 ( ) S3 Jabatan di KAP : ( ) Auditor Yunior ( ) Auditor Senior
( ) Supervisor ( ) Manager ( ) Partner
Lama Bekerja : ( ) < 1 tahun ( ) 1-5 tahun ( ) > 5 tahun
B. Cara Pengisian kuesioner
Pernyataan-pernyataan di bawah ini bertujuan untuk mengetahui pendapat anda tentang pengaruh kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi kerja terhadap kinerja auditor. Pada setiap pertanyaan telah disediakan bagian lima poin skala di sampingnya dengan keterangan sebagai berikut:
1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5. Sangat setuju (SS)
Anda diminta untuk memberikan jawaban yang tersedia di samping pertanyaan sesuai dengan jawaban atau keadaan Anda dengan cara memberi
(3)
Pernyataan Tentang Kepemimpinan (X1)
No Pernyataan STS TS N S SS
1. Seorang pemimpin memiliki tugas memberi arahan yang jelas kepada bawahannya
2. Wewenang seorang pemimpin adalah memberi instruksi kepada bawahan
3. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah melakukan pengawasan terhadap aktivitas bawahannya.
4. Dalam kerjanya, seorang pemimpin harus melakukan komunikasi dua arah, yaitu
menampung usulan dan gagasan dari bawahan 5. Pemimpin yang baik harus mampu menerima
perbedaan pendapat antara dirinya dan bawahannya
6. Seorang pemimpin harus memiliki kematangan individu, artinya dirinya bisa menerima dan memahami segala kondisi yang ada pada perusahaannya
7. Seorang pemimpin seharusnya memberi penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi
8. Seorang pemimpin seharusnya memberi penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi
9. Keterangan umum harus didapat bawahan dari atasannya, guna memperjelas tugas dan tanggung jawabnya
10. Seorang pemimpin harus memiliki
kepercayaan untuk mendelegasikan tanggung jawab kepada bawahannya.
(4)
Pernyataan Tentang Kepuasan Kerja (X2)
No. Pernyataan STS TS N S SS
1. Puas dengan sistem penggajian saat ini 2. Puas dengan besarnya gaji yang diterima saat
ini
3. Merasa nyaman dengan ruangan kerja saat ini 4. Ketersediaan peralatan kerja sangat memadai
dalam melaksanakan pekerjaan
5. Hubungan kerja diantara auditor sangat baik 6. Ada persaingan diantara auditor
7. Tugas yang diberikan sangat jelas 8. Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan
jabatan
9. Ikut serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
10. Mempunyai kesempatan memberikan saran 11. Dalam menempatkan auditor sudah objektif 12. Pemberian reward telah dilakukan
sebagaimana mestinya
13. Semua auditor mempunyai kesempatan yang sama mengikuti diklat
14. Semua auditor mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan karir
15. Kepercayaan atasan sangat tinggi sehingga akan akan bertanggung jawab dengan pekerjaan yang diberikan
16. Bertanggung jawab atas semua tugas dan pekerjaan
(5)
Pernyataan Tentang Motivasi Kerja (X3)
No. Pernyataan STS TS N S SS
1. Selalu berusaha untuk meraih prestasi yang tinggi dalam setiap pekerjaan
2. Untuk meningkatkan prestasi agar lebih dihargai, saya menambah dan mencari wawasan demi lancarnya pekerjaan
3. Pengakuan orang lain terhadap keberhasilan saya memotivasi dalam bekerja
4. Pengakuan orang lain membantu keseriusan saya dalam bekerja
5. Tanggung jawab yang dibebankan kepada saya mendorong keseriusan saya dalam bekerja
6. Tanggung jawab yang dibebankan kepada saya mendiring untuk maju
7. Peluang untuk maju memotivasi saya untuk bekerja sebaik-baiknya
8. Perusahaan memberikan peluang untuk maju kepada auditor agar lebih semangat dalam bekerja
9. Saya merasa puas dengan hasil kerja yang dilakukan
10. Kepuasan kerja dapat memotivasi dalam setiap pekerjaan
11. Kemungkinan pengembangan karir memberikan semangat kerja bagi auditor 12. termotivasi dengan adanya kesempatan
mengembangkan karir yang diberikan oleh perusahaan
(6)
Pernyataan Tentang Kinerja Auditor (Y)
No. Pernyataan STS TS N S SS
1. Semakin tinggi tingkat pendidikan auditor, maka kinerjanya semakin profesional
2. Auditor yang mempunyai pengalaman cukup lama dalam bidangnya, kinerjanya semakin baik dan professional
3. Faktor usia sangat mempengaruhi kinerja auditor dalam melaksanakan profesinya 4. Saya sering menghadiri dan berpartisipasi
dalam setiap pertemuan para auditor 5. Saya berlangganan dan membaca secara
sistematis jurnal auditing dan publikasi lainnya
6. Saya akan tetap bekerja sebagai auditor, walaupun gaji saya dipotong untuk keperluan tugas auditor
7. Pekerjaan yang saya lakukan memotivasi saya untuk berbuat yang terbaik sebagai auditor 8. Perlakuan perusahaan memotivasi saya untuk
berbuat yang terbaik dalam melaksanakan kewajiban
9. Gaji yang saya terima memotivasi saya untuk berbuat yang terbaik terhadap organisasi tempat saya bekerja
10. Saya merasa puas dengan bidang pekerjaan saya saat ini
11. Saya sangat menyukai bidang pekerjaan saya saat ini
12. Saya lebih menyukai bidang pekerjaan saya daripada pekerjaan teman lainnya