18
2.1.3 Abnormal Return
Abnormal return adalah kelebihan dari actual return atas expected return Gumanti, 2011:57. Actual return adalah keuntungan return yang
sesungguhnya terjadi dan expected return adalah keuntungan return yang diharapkan akan diterima oleh para investor. Return yang diharapkan oleh
para investor tidak selamanya sama dengan return yang sesungguhnya diterima dan sangat mungkin berlainan dengan apa yang diharapkan. Selisih return akan
positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Selisih return akan bernilai negatif apabila return yang
didapatkan lebih kecil dari return yang diharapkan atau yang dihitung Jogiyanto, 2008:433.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa abnormal return terjadi karena dipicu oleh adanya kejadian atau peristiwa tertentu misalnya hari libur nasional, kejadian
– kejadian luar biasa, stock split, reverse stock split, penawaran perdana dan lain-
lain. Formulasi abnormal return adalah sebagai berikut: Jogiyanto, 2008:433.
AR
i.t
= R
i.t
– ER
i.t
dimana :
AR
i,t
= abnormal return saham i pada periode t R
i,t
= return sesungguhnya yang terjadi untuk saham i periode t ER
i,t
= return ekspektasi yang terjadi untuk saham i periode t
Rumus menghitung actual return untuk mengetahui perbandingan antara harga saham hari ini dengan harga saham sebelumnya yaitu dengan persamaan:
Rit =
�
�
− �
�−�
�
�−�
Universitas Sumatera Utara
19 dimana:
R
it
= Actual return atau return yang sesungguhnya terjadi untuk saham i periode t P
t
= Harga saham pada periode t P
t-1
= Harga saham pada pada periode t-1
Penelitian Brown dan Warner dalam Hendrawijaya Dj 2009 menyatakan bahwa return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Mengestimasi
expexted return dapat menggunakan tiga model: 1.
Mean-Adjusted Model Mean Adjusted Model menganggap return bernilai konstan yang sama
dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi.
E
��
= ∑
��
� dimana:
ERit = return ekspektasi sekuritas ke-i pada waktu t Rit
= actual return sekuritas ke-i pada waktu t T
= periode estimasi
Periode estimasi estimation period merupakan periode sebelum periode peristiwa. Periode peristiwa event period disebut juga dengan periode
pengamatan atau jendela peristiwa event window. 2.
Market Model Market model dalam menghitung return ekspektasi dilakukan dengan dua
tahap yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan menggunakan model ekspektasi
untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model
Universitas Sumatera Utara
20 ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS
Ordinary Least Square dengan persamaan:
ER
it
= αi+ βi.R
mt
+ εit
dimana:
ER
it
= return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j αi
= intercept untuk sekuritas ke-i βi
= koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas ke-i R
mt
= return indeks pasar pada periode estimasi ke-j εit
= kesalahan residu sekuritas i pada peride estimasi ke t.
Return pasar dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
��
=
�
−
�−� �−�
Keterangan :
= return pasar = Indeks Harga Saham Gabungan periode
t
−1
= Indek Harga Saham Gabungan periode
t-1
3. Market Adjusted Model.
Market adjusted model menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat
tersebut. Dengan menggunakan model ini, tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi karena return sekuritas
yang diestimasi sama dengan return indeks pasar.
ER
it
= Rm
it
Universitas Sumatera Utara
21 dimana :
ER
it
= Expected return sekuritas ke-i pada peristiwa ke-t R
mit
= Return pasar dari sekuritas ke-i pada peristiwa ke-t
Dalam penelitian ini, expected return dihitung dengan menggunakan Market Adjusted Model karena model ini mengestimasi sekuritas sebesar return
indeks pasarnya sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan peneliti bahwa reaksi yang terjadi adalah akibat dari
peristiwa yang diamati bukan karena peristiwa lain yang bisa mempengaruhi peristiwa yang diamati.
2.1.4 Trading Volume Activity
Likuiditas saham merupakan indikator dan reaksi pasar terhadap suatu pengumuman yang diukur dengan Trading Volume Activity TVA. Trading
Volume Activity atau aktifitas volume perdagangan merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi
melalui parameter pergerakan aktifitas volume perdagangan di pasar modal Suryawijaya dalam Wafiyah, 2005.
Pengamatan terhadap aktivitas volume perdagangan dilakukan disekitaran tanggal pengumuman corporate action. Menurut Widayanto dan Sunarjanto
dalam Laksmana dan Bagja 2014 Trading volume is measure the volume of a particular stock traded,
indicates the ease of stock trading. The amount of trading volume variable determined by observing stock trading activity that can be seen through
indicator Trading Volume Activity TVA. TVA is an indicator that can be used to look at the stock market reaction to information through TVA
calculation doing by comparing total share traded in a given period with total share outstanding of the company at the same tim. After TVA each
Universitas Sumatera Utara
22 stock is known, then calculated the average TVA for the period
surrounding the announcement date. Sedangkan Husnan dalam Wafiyah 2005 mengukur kegiatan
perdagangan saham melalui indikator TVA yang digunakan untuk melihat apakah investor individual menilai laporan keuangan informatif, dalam arti apakah
informasi tersebut membuat keputusan perdagangan di atas keputusan perdagangan yang normal.
TVA Trading Volume Activity suatu saham merupakan penjumlahan dari setiap transaksi perdagangan yang dilakukan oleh para pelaku pasar. Proses
penjumlahan ini mencerminkan adanya perbedaan pandangan asimetri di antara investor mengenai nilai suatu saham. Volume perdagangan terjadi karena adanya
perbedaan pendapat differing beliefs di antara investor mengenai berapa nilai saham sesungguhnya. Oleh karena itu kenaikan volume perdagangan saham
merefleksikan seberapa jauh terjadinya asimetri informasi di antara para investor sebagai reaksi atas suatu pengumuman yang dipublikasikan.
Perhitungan TVA Trading Volume Activity dilakukan dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan dalam suatu
periode tertentu dengan keseluruhan jumlah saham beredar perusahaan tersebut pada kurun waktu yang sama. Perubahan volume perdagangan saham di pasar
modal menunjukkan aktifitas perdagangan saham dan mencerminkan keputusan inv
estasi investor Wismar’in dalam Wafiyah, 2005. Berikut formulasi menghitung tingkat aktivitas perdagangan saham TVA untuk masing-masing
emiten Paula dan Kananlua, 2012:
Universitas Sumatera Utara
23 TVA =
ℎ �
ℎ � � � ��
� � � � � �
ℎ �
ℎ � � �
� � �
Setelah TVA masing-masing saham tersebut diketahui, kemudian menghitung rata-rata TVA saham sebelum dan sesudah pemecahan saham. Rata-
rata TVA dapat dihitung dengan cara membagi jumlah TVA dengan banyaknya periode n. Berikut rumus menghitung rata-rata TVA:
ATVA =
∑ ��
� �=1
Keterangan :
ATVA = Rata-rata Trading Volume Activity pada perusahaan i pada waktu t
∑ ��
�=1
= Jumlah total Trading Volume Activity N
= jumlah periode
2.1.5 Signaling Theory
Asimetri informasi information asymmetric merupakan informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat informasi saja
informed investor. Asimetri informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua hal yang
dapat mempengaruhi perusahaan ke pasar, maka pada umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal yang tercermin dari perubahan
harga saham Schweitzer dalam Wafiyah, 2005. Sinyal yang ingin ditunjukan oleh emiten yang melakukan reverse stock
split adalah sinyal positif yang menandakan bahwa sahamnya memiliki kualitas yang lebih dari harga yang ditunjukannya. Harga yang rendah dengan mudah
diasosiasikan dengan rendah kualitasnya, dengan melakukan reverse stock split,
Universitas Sumatera Utara
24 emiten ingin menghindari persepsi tersebut dan menunjukkan kinerja dan
prospeknya. Di luar itu, perusahaan kadang menggunakan reverse stock split sebagai alat untuk menarik perhatian pasar Savitri dan Martani, 2006.
Namun sinyal yang tersampaikan adalah sinyal negatif berupa persepsi investor akan future earnings dan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan
harga sahamnya di masa mendatang. Apabila perusahaan memutuskan untuk melaksanakan reverse stock split, perusahaan dianggap tidak optimis dalam
menilai kinerjanya di masa datang. Perusahaan dianggap tidak mampu untuk menaikkan harga sahamnya dengan cara menunjukan kinerja. Hasil dari persepsi
ini diterapkan dalam reaksi investor yang secara empiris telah dibuktikan menyebabkan terjadinya abnormal return yang negatif terutama disekitar hari
pengumuman Van Horne, et al., 2007:296
2.1.6 Trading Range Theory
Menurut Trading range theory, perusahaan melakukan reverse stock split agar harga sahamnya berada pada range perdagangan yang lebih baik. Pada
umumnya perusahaan melakukan reverse stock split karena merasa harga sahamnya sangat murah dan jumlah saham yang beredar sudah terlampau banyak.
Oleh karena itu, perusahaan berkeinginan untuk meningkatkan harga sahamnya menjadi lebih mahal, dengan maksud untuk memberi kesan bonafit harga
sahamnya tidak berkesan murahan. Dengan memiliki harga baru yang lebih menarik bagi investor untuk membelinya, diharapkan volume perdagangan dapat
meningkat. Peningkatan volume perdagangan merupakan salah satu indikasi terjadinya peningkatan likuiditas saham Fransiska dan Purwaningsih, 2011.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa peneliti yang menjadikan reverse stock split sebagai objek yang mereka teliti, diantaranya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Paula dan Kananlua 2012 meneliti
perbedaan abnormal return dan trading volume activity saham sebelum dan sesudah reverse split. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada
perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa reverse split. Sedangkan, hasil dari penelitian trading volume activity menunjukan adanya
perbedaan trading volume activity sebelum sesudah peristiwa reverse split. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum dan Indarto 2012 meneliti analisis kinerja saham perusahaan go public sebelum dan sesudah aksi reverse
stock split studi kasus di Bursa Efek Indoneisa. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trading volume activity dan bid-ask spread sebagai parameter
penelitian. Maka Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukan adanya perbedaan antara trading volume activity saham sebelum dan sesudah
pelaksanaan reverse stock split. Dan juga terdapat perbedaan bid-ask spread sebelum dan sesudah pelaksanaan reverse stock split.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Fransiska dan Purwaningsih 2011
meneliti perbedaan likuiditas saham sebelum dan sesudah reverse stock split studi empiris pada Bursa Efek Indonesia. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah terdapat perbedaan likuiditas saham yang signifikan antara sebelum dan sesudah reverse stock split.
Universitas Sumatera Utara
26 4.
Penelitian yang dilakukan oleh Mardiyanti dan Khasanah 2011 meneliti studi komparatif harga, likuiditas dan risiko saham sebelum dan sesudah
melakukan stock split dan reverse stock split. Maka hasil dari penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan signifikan harga saham sebelum dan sesudah peristiwa
stock split dan reverse stock split. Kemudian tidak terdapat perbedaan spread saham sebelum dan sesudah stock split tetapi terdapat perbedaan spread saham
sebelum dan sesudah reverse stock split. Dan terdapat perbedaan risiko saham sebelum dan sesudah stock split dan reverse stock split.
5. Penelitian yang dilakukan Lihua Jing 2003 dengan judul an event study
of reverse stock split in Hongkong market meneliti abnormal return disekitar pengumuman reverse split, trading volume setelah reverse split, pengaruh reverse
split terhadap tick size, dan pengaruh reverse split terhadap optimal stock price range. Maka hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa abnormal return
sebelum pengumuman reverse split adalah negatif. Sedangkan, trading volume setelah reverse split meningkat signifikan. Sebaliknya, tick size mengalami
penurunan setelah reverse split. Dan terakhir reverse split berpengaruh negatif terhadap optimal stock price range.
Dari uraian penelitian terdahulu, maka ringkasan penelitian terdahulu dapat diketahui pada tabel berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
27
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel
Penelitian Teknik
Analisis Data
Hasil Penelitian
1. Azizan Paula
dan Paulus Suluk Kananlua
2012 Perbedaan
Abnormal Return dan Trading
Volume Activities Saham Sebelum
dan Sesudah Reverse Split
Independen: Reverse Split
Dependen: Abnormal
Return dan Trading Volume
Activity Analisis uji
beda dua rata-rata
Paired sample t
test Tidak ada
perbedaan abnormal
return sebelum dan
sesudah peristiwa
reverse split dan terdapat
perbedaan trading
volume activity
sebelum sesudah
peristiwa reverse split.
2. Dwi Indah Septi
Ningrum dan Indarto 2012
Analisis Kinerja Saham
Perusahaan Go Public
Sebelum dan Sesudah Aksi
Reverse Stock Split
Independen: Reverse Stock
Split Dependen:
Trading Volume activity dan Bid-
Ask Spread Uji t
berpasang- an
Ada perbedaan
antara trading volume
activity saham sebelum dan
sesudah pelaksanaan
reverse stock split dan
terdapat perbedaan
bid-ask spread sebelum dan
sesudah pelaksanaan
reverse stock split.
Universitas Sumatera Utara
28 Lanjutan Tabel 2.1
No Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel
Penelitian Teknik
Analisis Data
Hasil Penelitian
3. Lusiana Fransiska
dan Anna Purwaningsih
2011 Perbedaan
Likuiditas Saham Sebelum dan
Sesudah Reverse Stock Split
Independen: Reverse Split
Dependen: Likuiditas
Saham Uji
Wilcoxon Terdapat
perbedaan likuiditas
saham yang
signifikan antara
sebelum dan
sesudah reverse
stock split.
4. Umi Mardiyanti
dan Khusfatun Khasanah 2011
Studi komparatif harga, likuiditas
dan risiko saham sebelum dan
sesudah melakukan stock split dan
reverse stock split Independen:
Stock Split dan Reverse split
Dependen: Harga, likuiditas
dan Risiko Saham
Analisis uji beda dua
rata-rata Paired
sample t test dan
Uji Wilcoxon
1. Terdapat perbedaan
signifikan harga
saham sebelum
dan sesudah
peristiwa stock split
dan reverse
stock split 2. Tidak
terdapat perbedaan
spread saham
sebelum dan
sesudah stock split
3. Terdapat perbedaan
spread saham
sebelum dan
sesudah reverse
stock split
Universitas Sumatera Utara
29 Lanjutan Tabel 2.1
No Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel
Penelitian Teknik
Analisis Data
Hasil Penelitian
4. Terdapat perbedaan
risiko saham sebelum dan
sesudah stock split
dan reverse stock split
5. Lihua Jing 2003
An Event Study of Reverse Stock Splits
In Hongkong Market
Independen: Reverse Split
Dependen: Abnormal
Return, Trading
Volume, Tick Size, Optimal
Stock Price Range
T-Statistic Test dan
Cross- Sectional
Regression 1. Reverse
split berpengaruh
negatif terhadap
abnormal return.
2. Trading Volume
meningkat signifikan
setelah reverse split.
3. Tick size mengalami
penurunan setelah
reverse split. 4. Reverse
split berpengaruh
negatif terhadap
optimal stock price
range
Sumber: berbagai jurnal dan penelitian ilmiah
2.3 Kerangka Konseptual