Prinsip Dan Ketentuan Musyarakah Mutanaqisah

g. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah menggunakan prinsip sewa menyewa ijarah, maka obyek yang dibiayai dengan akad Musyarakah Mutanaqishah dapat diambil manfaatnya oleh nasabah selaku pengguna atau pihak lain dengan membayar ujrah yang disepakati. Apabila nasabah menggunakan obyek Musyarakah Mutanaqishah, maka nasabah adalah pihak yang mengambil manfaat dari obyek tersebut intifa bil majur dan karenanya harus membayar ujrah; h. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah menggunakan prinsip sewa menyewa ijarah dan obyek ijarah yang dibiayai dalam proses pembuatan pada saat akad indent, maka seluruh rincian kriteria, spesifikasi, dan waktu ketersediaan obyek harus disepakati dan dinyatakan secara jelas, baik kualitas maupun kuantitasnya maluman mawshufan mundhabithan munafiyan lil jahalah dalam akad sehingga tidak menimbulkan ketidak-pastian gharar dan perselisihan niza; i. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah menggunakan prinsip sewa menyewa ijarah, obyek pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah boleh diatas namakan nasabah secara langsung atas persetujuan Bank SyariahLKS; j. Nasabah boleh melakukan pengalihan hishshah bank syariahLKS sesuai dengan jangka waktu yang disepakati atau dengan jangka waktu dipercepat atas persetujuan Bank SyariahLKS.

C. Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Syariah

Seperti yang terlihat dalam Keputusan DSN NO.01DSN-MUIX2013 Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui jalur Non Litigasi dan Jalur Litigasi:

a. Non Litigasi

Maksud dari Penyelesaian Non Litigasi ialah dengan tidak melalui pengadilan, tetapi dilakukan melalui jalur perdamaian Musyawarah dan juga bisa melibatkan badan arbitrase yang telah dibentuk. 1. Perdamaian Musyawarah Mufakat Pada dasarnya langkah pertama yang dilakukan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah ialah melalui jalan damai. Perdamaian ialah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan. 21 Selanjutnya dikatakan ada tiga rukun yang harus dipenuhi yaitu : ijab, qabul dan lafadz Upaya damai yang dilakukan biasanya ditempuh melalui musyawarah syuura untuk mencapai mufakat diantara para pihak yang berselisih. Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip- 21 Sohari Sahrani, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah Bogor : Ghalia Indonesia, 2011 Cet ke-1 h. 230 prinsip syariat, diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak dapat diselesaikan. Salah satu penerapan dari penyelesaian secara Perdamaian ini terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 139PBI2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1018PBI2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain: o Penjadwalan kembali rescheduling, yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya; o Persyaratan kembali reconditioning, yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi:  perubahan jadwal pembayaran;  perubahan jumlah angsuran;  perubahan jangka waktu;  perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah;  perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah; danatau pemberian potongan. o Penataan kembali restructuring, yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain meliputi:  penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;  konversi akad Pembiayaan;  konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah; danatau  konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah, yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.

2. Badan Arbitrase Syariah Nasional a. Pengertian

Kata arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Arbitrase adalah suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau tunjuk tersebut. 22 22 R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bandung: Bina Cipta, 1979, h.1