6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Dosen 1.1 Definisi Dosen
Menurut Undang-undang Nomor 14 2005 dalam Dikti, 2010 mengenai Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Dosen yang profesional adalah dosen yang menjalankan tugasnya. Pada bagian kedua mengenai hak dan kewajiban pasal 60
c, bahwa dosen berkewajiban untuk meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal tersebut menunjukkan bahwa dosen memiliki peran strategis dalam pengembangan pendidikan termasuk
untuk mengembangkan model pembelajaran interprofesi.
2. IPE 2.1 Definisi IPE
Menurut CAIPE 2002, IPE adalah dua atau lebih profesi belajar dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas
pelayanan. IPE merupakan pendekatan proses pendidikan dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda berkolaborasi dalam proses belajar-mengajar dengan tujuan
untuk membina interdisiplinerinteraksi interprofesional yang meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
praktik disiplin masing-masing ACCP, 2009. IPE terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa profesi kesehatan yang berbeda melaksanakan pembelajaran interaktif
bersama dengan tujuan untuk meningkatkan kolaborasi interprofesional dan meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan pasien.
WHO 2010 menyatakan bahwa banyak sistem kesehatan di negara-negara di dunia yang sangat terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan
masalah kesehatan di negara itu sendiri. Hal ini kemudian disadari karena permasalahan kesehatan sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan,
dan untuk dapat memecahkan satu persatu permasalahan tersebut atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri, tidak dapat dilakukan hanya dengan
sistem uniprofessional. Kontribusi berbagi disiplin ilmu ternyata memberi dampak positif dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan.
2.2 Tujuan IPE
Secara umum IPE bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu
untuk berkolaborasi dengan baik saat proses perawatan pasien. Proses perawatan pasien secara interprofessional akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
dan meningkatkan kepuasan pasien Tim CFHC-IPE, 2013. Menurut Cooper 2001 dalam Fauziah, 2010 tujuan pelaksanaan IPE antara lain: 1 meningkatkan
pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama; 2 membina kerjasama yang kompeten; 3 membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien; 4
meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif. WHO 2010 juga menekankan pentingnya penerapan kurikulum IPE dalam meningkatkan hasil
perawatan pasien.
Universitas Sumatera Utara
Gambar berikut menunjukkan bahwa IPE merupakan langkah yang sangat penting untuk dapat menciptakan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan
profesional sehingga dapat meningkatkan hasil perawatan.
Gambar 2.1 Sistem Pendidikan Kesehatan Gambar 2.1 memperlihatkan bagaimana IPE memegang peranan penting
yaitu sebagai jembatan agar di suatu negara collaborative practice dapat dilaksanakan. IPE berdampak pada peningkatan pemahaman tentang peran,
tanggung jawab, dan untuk mengarahkan siswa agar dapat berpikir kritis dan menumbuhkan sikap profesional Yuniawan, 2013.
WHO 2010 menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang dampak dari penerapan collaborative practice dalam dunia kesehatan. Hasil dari penelitian
ternyata sangat menjanjikan bukan hanya bagi negara terkait, namun juga apabila digunakan di negara-negara lain. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa
collaborative practice dapat meningkatkan 1 keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan, 2 penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai, 3
outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan 4 pelayanan serta keselamatan
Universitas Sumatera Utara
pasien. Disamping itu, collaborative practice dapat menurunkan 1 total komplikasi yang dialami pasien, 2 jangka waktu rawat inap, 3 ketegangan dan
konflik di antara pemberi layanan caregivers, 4 biaya rumah sakit, 5 rata-rata clinical error, dan 6 rata-rata jumlah kematian pasien.
Thistlethwaite dan Monica 2010 dalam Yuniawan, 2013, proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai kemudian
menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas
kesehatan. IPE harus menjadi bagian dari partisipasi dosen dan mahasiswa terhadap sistem pendidikan tinggi ilmu kesehatan. Dosen dan mahasiswa
merupakan elemen penting dalam IPE serta modal awal untuk terjadinya collaborative practice di suatu negara. Oleh karena itu, sebagai sesuatu hal yang
baru, IPE haruslah pertama-tama dipahami konsep dan manfaatnya oleh para dosen yang mengajar mahasiswa agar termotivasi untuk mewujudkan IPE dalam
proses pendidikannya Yuniawan, 2013. Secara umum IPE mengandung beberapa elemen berikut, yang setidaknya
harus dimiliki agar konsep pembelajaran ini dapat dilaksanakan dalam pendidikan profesi kesehatan di Indonesia yaitu kolaborasi, komunikasi yang saling
menghormati, refleksi, penerapan pengetahuan dan keterampilan, dan pengalaman dalam tim interprofesional. Konsep inilah yang seharusnya ditanamkan oleh dosen
kepada mahasiswa sejak awal proses pendidikan. Untuk mampu terlibat dalam IPE dalam pendidikan kesehatan di Indonesia, dosen setidaknya memahami
elemen-elemen yang diperlukan dalam pelaksanaan IPE sehingga mampu membekali dirinya dengan elemen-elemen tersebut HPEQ-Project, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Aplikasi Konsep Kurikulum IPE
Kurikulum IPE
tidak dapat
dipisahkan dari
bagian kolaborasi
interprofesional. Interprofessional education dapat meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi. Kompetensi tersebut meliputi
pengetahuan, sklill, attitute dan perilaku terhadap kolaborasi interprofesi. Hal tersebut akan membuat tenaga kesehatan lebih mengutamakan bekerjasama dalam
melakukan perawatan pada pasien ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar 2.2 Aplikasi Konsep Kurikulum IPE ACCP, 2009
2.4 Kompetensi IPE
Proses pembelajaran IPE membutuhkan pengajar dosen yang memiliki kompetensi pembelajaran IPE. Freeth et al., 2005 mengungkapkan kompetensi
dosen atau fasilitator IPE antara lain adalah 1 sebuah komitmen terhadap pembelajaran dan praktik interprofesional, 2 kepercayaan dalam hubungan pada
Universitas Sumatera Utara
fokus tertentu dari pembelajaran interprofesional di mana staf pendidik berkontribusi, 3 model peran yang positif, 4 pemahaman yang dalam terhadap
metode pembelajaran interaktif dan percaya diri dalam menerapkannya, 5 kepercayaan dan fleksibilitas untuk menggunakan
perbedaan profesi secara kreatif dalam kelompok, 6 menghargai perbedaan dan kontribusi unik dari masing-masing anggota kelompok, 7 menyesuaikan
kebutuhan individu dengan kebutuhan kelompok, dan 8 meyakinkan dan memiliki selera humor dalam menghadapi kesulitan. Kompetensi yang diharapkan
dimiliki oleh mahasiswa dengan metode pembelajaran IPE adalah kemampuan untuk mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk berkolaborasi.
Barr 1998 menjelaskan kompetensi kolaborasi yaitu yaitu: 1 memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 2 bekerja
dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan dan pengobatan pasien, 3 bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan,
dan memantau perawatan pasien, 4 menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain, 5 memfasilitasi pertemuan interprofesional, dan 6
memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.
Kompetensi IPE terdiri atas empat bagian yaitu: Tabel 2.1 Kompetensi IPE ACCP, 2009
No. Kompetensi IPE
Komponen Kompetensi IPE
1. Kompetensi
pengetahuan Strategi koordinasi
Model berbagi tugaspengkajian situasi Kebiasaan karakter bekerja dalam tim
Pengetahuan terhadap tujuan tim Tanggung jawab tugas spesifik
Universitas Sumatera Utara
2. Kompetensi
keterampilan Pemantauan kinerja secara bersama-
sama Fleksibilitaspenyesuaian
Dukunganprilaku saling mendukung Kepemimpinan tim
Pemecahan konflik Umpan balik
Komunikasipertukaran informasi
3. Kompetensi sikap
Orientasi tim moral Kemajuan bersama
Berbagi pandangantujuan
4. Kompetensi
kemampuan tim Kepaduan tim
Saling percaya Orientasi bersama
Kepentingan bekerja tim
2.5 Hambatan IPE Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah penanggalan akademik,
peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian profesional, evaluasi,
pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan
peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap waktu
ACCP, 2009. Sangat penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi praktik
kolaborasi hingga perubahan sistem pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
3. Persepsi 3.1 Definisi Persepsi
Ben 2009 dalam Yuniawan, 2013 berpendapat bahwa presepsi merupakan suatu proses atau pandangan dimana seseorang mengorganisasikan dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensorisnya dalam usahanya memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya.
Persepsi adalah suatu proses mengorganisasi dan menginterpretasi informasi yang diterima oleh panca indra
sensori, tidak hanya melihat dan mendengar secara fisik saja namun juga terhadap maksud dari pola sebuah informasi yang didapatkan. Persepsi juga merupakan
keseluruhan proses mulai dari stimulus rangsangan yang diterima pancaindra, kemudian stimulus diantar ke otak di mana ia didekode serta diartikan dan
selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari Maramis, 2006.
3.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Siagian 1999 dalam Tobing, 2007, secara umum terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:
1. Diri sendiri
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual seperti
sikap, motif, minat, pengalaman, dan harapan. 2.
Sasaran Sasaran dapat berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran
tersebut berpengaruh terhadap presepsi seseorang yang melihatnya. Hal-hal yang menentukan presepsi seseorang terhadap sasaran adalah gerakan, suara, ukuran,
dan ciri-ciri seseorang.
Universitas Sumatera Utara
3. Situasi
Faktor situasi menjadi faktor ketiga yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap persepsinya. Dalam hal ini, tinjauan terhadap persepsi dapat dilihat
secara kontekstual yang berarti dalam situasi tertentu, apabila persepsi muncul maka akan mendapat perhatian secara langsung oleh seseorang.
3.3 Persepsi pada IPE
Persepsi dosen pada IPE adalah hal yang sangat berpengaruh dalam pencapaian IPE ke depan karena merupakan suatu pendekatan yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan kurikulum IPE HPEQ-Project, 2011. ACCP 2009 menyebutkan bahwa komponen persepsi pada IPE terdiri dari:
1. Pandangan: Proses individu menginterpretasikan IPE sebagai sebuah
makna yang berarti. 2.
Kebutuhan: Segala sesuatu yang harus dipenuhi dengan cara bekerja sama secara profesional.
3. Pemahaman: Kemampuan untuk memahami tugas antarprofesi.
4. Motivasi
4.1 Definisi Motivasi
Menurut Manullang 1982 dalam Dahlia, 2010 motivasi adalah pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat
pula diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak, dimana setiap perasaan atau keinginan yang sangat mempengaruhi orang, sehingga individu
Universitas Sumatera Utara
didorong untuk bertindak. Motivasi adalah pengaruh, kekuatan yang menimbulkan kelakuan.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah sesuatu yang bersifat dinamis dan merupakan suatu proses yang dapat menimbulkan prilaku dalam bentuk kesiapan
untuk mencapai tujuan dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu.
4.2 Teori Motivasi
Beberapa teori tentang motivasi yaitu: 4.2.1
Teori Kebutuhan Teori kebutuhan Maslow menurut Swansburg 2001 dalam Dahlia, 2010
terdiri dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri. Teori ini didasari oleh asumsi bahwa manusia tidak pernah puas,
artinya jika kebutuhan fisiologis terpenuhi maka individu termotivasi untuk memenuhi kebutuhan berikutnya.
Begitu pula dengan kebutuhan dosen akan meningkatkan motivasinya dalam bekerja. Sehingga motivasi harus terus menerus digerakkan secara bebas, melalui
rangsangan dan respon yang tidak berhenti pada satu titik pencapaian. Melalui IPE diharapkan dapat meningkatkan motivasi dosen yang lebih dinamis dan
berkelanjutan. 4.2.2
Teori Harapan Teori harapan ekspektasi yang dikembangkan oleh Vroom 1964 dalam
Erwina, 2007 menyatakan bahwa kuatnya kecendrungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan
itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan dapat
Universitas Sumatera Utara
memotivasi seseorang untuk menjalankan tingkat upaya yang lebih tinggi bila ia mayakini upaya untuk kinerja yang lebih baik seperti kenaikan gaji, promosi
jenjang kerja, dan lain-lain. 4.2.3
Teori Keadilan Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam 1965 dalam Erwina, 2007
menyatakan bahwa yang menentukan kinerja seoran pegawai adalah rasa adil atau tidaknya keadaan di lingkungan kerjanya. Tingkat keadilan itu dapat diukur
dengan rasio antara kerja dan upah yang diterima seorang pegawai lain dalam satu lingkungan kerja yang sama.
Komponen utama teori ini terdiri dari: 1 masukan input yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti
pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah kerja, dan peralatan pribadi yang digunakan untuk pekerjaannya. 2 hasil outcome, sesuatu yang dianggap
bernilaioleh pegawai yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol status, fasilitas, penghargaan, serta kemampuan untuk berhasil.
3 perbandingan antara masukan dan hasil, seseorang akan membandingkan masukan dan hasilnya dengan orang lain Erwina, 2007.
4.3 Motivasi pada IPE
Menurut Manulang 1982 dalam Dahlia, 2010, teori motivasi dibagi atas 3 bagian; teori kebutuhan, teori keadilan, dan teori harapan ekspektasi.
Berdasarkan penjelasan mengenai teori motivasi di atas, maka teori harapan ekspektasi baik digunakan untuk mengukur motivasi pada IPE.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya teori harapan ekspektasi menyatakan bahwa kekuatan dan kecendrungan untuk bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan dari
suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil tertentu serta pada daya tarik hasil tersebut bagi individu. Oleh karena itu, teori ini
mengemukakan tiga variabel berikut ini: 1.
Daya tarik: Pentingnya individu mengharapkan outcome dan penghargaan yang
mungkin dapat
dicapai dalam
bekerja. Variabel
ini mempertimbangkan kebutuhan individu yang tidak terpuaskan.
2. Harapan: Keyakinan individu bahwa dengan menunjukkan kinerja pada
tingkat tertentu aka mencapai outcome yang diinginkan. 3.
Kemauan: Dorongan dari dalam diri individu untuk menggunakan sejumlah upaya tertentu akan menghasilkan kinerja Erwina, 2007.
Motivasi dosen berdasarkan teori harapan ekpektasi sangat diperlukan untuk kesiapan pencapaian kompetensi IPE.
5. Kesiapan
5.1 Definisi Kesiapan
Kesiapan readiness merupakan keseluruhan sifat atau kemauan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kesiapan juga diartikan sebagai
keseluruhan kondisi seseorang atau individu untuk menanggapi atau mempraktekkan suatu kegiatan yang mana sikap tersebut membuat mental,
keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki dan dipersiapkan selama melakukan kegiatan tertentu Yuniawan, 2013.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Kesiapan pada IPE
Menurut Parsell dan Bligh 2009 dalam Yuniawan, 2013, kesiapan dapat dilihat dari antusiasme dosen dan keinginan dosen terhadap penerimaan sesuatu
yang baru. Kesiapan dosen sangat mempengaruhi pelaksanaan IPE. Dosen yang siap dan mampu untuk menerapkan IPE adalah syarat mutlak dari penerapan IPE.
Kesiapan IPE dapat dilihat dengan dua domain umum yaitu: 1 Kolaborasi, 2 peran dan tanggung jawab. Kedua domain ini saling berhubungan dalam
membangun kesiapan untuk penerapan IPE. Peran dan tanggung jawab merupakan suatu hal yang penting karena hal ini
menjadi ciri khas profesi yang akan membedakan dengan profesi lain. Pullon 2008 dalam Fauziah, 2010 menjelaskan peran dan tanggung jawab adalah
komponen kunci dari sebuah profesionalisme yang merupakan bagian integral dari filosofi pelayanan kesehatan. Peran dan tanggung jawab harus dikembangkan
seiring perkembangan zaman. Ini dapat dilakukan melalui interaksi dengan profesi lain untuk membentuk dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga
kesehatan. Kerja sama dalam kolaborasi merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki mahasiswa dalam IPE. Kompetensi kolaborasi meliputi: 1 kekompakan tim, yaitu kekuatan tim yang membuat anggotanya untuk tetap setia menjadi
bagian sebuah tim yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi sebuah tim, 2 saling percaya, yaitu sebuah sikap positif dari anggota tim terhadap
anggota yang lainnya, meliputi perasaan, mood dan lingkungan internal kelompok, 3 berorientasi kolektif, maksudnya sebuah keyakinan bahwa
pendekatan secara tim merupakan cara yang lebih kondusif dari pendekatan secara
Universitas Sumatera Utara
personal dalam menyelesaikan persoalan, 4 mementingkan kerja sama, yaitu sikap positif yang ditunjukkan anggota tim dengan mengacu pada bekerja sebagai
tim ACCP, 2009. Peran dosen dalam IPE diharapkan mampu membentuk peserta didik yang
dapat memahami tugas dan kewenangan masing-masing profesi sehingga akan muncul tanggung jawab yang sesuai dalam penyelesaian suatu masalah. Peran dan
tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk kesiapan dan pencapaian kompetensi IPE.
6. IPE dalam Konsep Berubah
Pengembangan IPE di institusi pendidikan kesehatan tidak terlepas dari konsep berubah. Perubahan merupakan suatu proses di mana terjadinya peralihan
atau perpindahan dari status tetap statis menjadi status yang bersifat dinamis. Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial maupun organisasi
untuk dapat menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai tujuan tertentu. Hidayat 2008 dalam Yuniawan, 2013 mengungkapkan bahwa seseorang yang
akan berubah harus memiliki konsep tentang perubahan yang tercantum dalam tahap proses perubahan agar perubahan tersebut menjadi terarah dan mencapai
tujuan yang ada. Tahapan tersebut meliputi unfreezing, moving dan refreezing. Tahap Pencairan unfreezing merupakan tahap awal. Pada kondisi ini mulai
muncul persepsi terhadap hal yang baru. Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus yang telah
terorganisir yang akhirnya mempengaruhi pembentukan sikap. Persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
Universitas Sumatera Utara
internal terdiri dari karakteristik individu, pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu stimulus dan lingkungan sosial. Sikap dapat
diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon Tobing,
2007. Sikap dosen yang positif pada IPE mendorong untuk berperilaku mendukung sistem IPE yang baru.
Berikutnya merupakan tahap bergerak moving. Pada tahap ini sudah dimulai adanya suatu pergerakan ke arah sesuatu yang baru. Tahap ini dapat terjadi
apabila seseorang telah memiliki informasi yang cukup serta kesiapan untuk berubah, juga memiliki kemampuan dalam memahami masalah serta mengetahui
langkah-langkah dalam menyesuaikan masalah atau hambatan dalam penerapan IPE.
Akhirnya, tahap pembekuan freezing, yaitu ketika telah tercapai tingkat atau tahapan yang baru. Proses pencapaian yang baru perlu dipertahankan dan selalu
terdapat upaya mempertahankan perubahan yang telah dicapai. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap model
pembelajaran terintegrasi setelah dilakukan pergerakan dan merasakan adanya
manfaat dari pembelajaran IPE ini. 7.
Kerangka Teori
Pengembangan IPE di institusi pendidikan kesehatan tidak terlepas dari konsep berubah. Sebagai gambaran dalam mengubah sistem pendidikan yang
terfragmentasi ke arah yang terintegrasi berikut ini merupakan tahap perubahan menurut Hidayat 2008 dalam Yuniawan, 2013:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Langkah 1 Pencairan Unfreezing Sistem Pembelajaran yang Terfragmentasi
Presepsi
Motivasi Kesiapan
Langkah 2 Bergerak Moving Integrasi Sistem Pembelajaran
Langkah 3 Pembekuan Refreezing Interprofessional Education
1. Memiliki informasi
2. Memiliki kemampuan
3. Mengetahui langkah
menyelesaikan hambatan
1. Kompetensi dalam IPE 2. Manfaat IPE
3. Pendekatan pembelajaran IPE
Universitas Sumatera Utara
22
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan : : Diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
IPE Presepsi Dosen
1. Pandangan pada IPE 2. Kebutuhan pada IPE
3. Pemahaman pada IPE
ACCP , 2009
Kesiapan Dosen 1.
Kolaborasi pada IPE 2.
Peran dan tanggung jawab pada IPE
Parsell Bligh, 2009 dalam Yuniawan, 2013
Motivasi Dosen 1.
Daya tarik pada IPE 2.
Harapan pada IPE 3.
Kemauan pada IPE Erwina, 2007
Universitas Sumatera Utara