Sebagaimana telah dikemukakan di dalam Pasal 98 ayat 1 UUPT, Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sejalan dengan ketentuan Pasal 98 ayat 1 UUPT, oleh Pasal 92 ayat 1 UUPT ditentukan
bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 98 ayat 1 jo. Pasal 92 ayat 1 UUPT, terdapat 2 dua unsur pokok yang harus diperhatikan oleh Direksi Perseroan dalam
menjalankan tugas kepengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat 1 UUPT yaitu melakukan kepengurusan perseroan, dan Pasal 98 ayat 1
UUPT, yaitu mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Unsur- unsur tersebut adalah :
a. itikad baik good faith dan penuh tanggung jawab.
b. kepentingan dan tujuan atau usaha perseroan proper purpose.
Kedua unsur tersebut harus dipenuhi oleh seorang Direksi kumulatif dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan.
3. Ultra Vires
Istilah ultra vires diterapkan dalam arti luas, yakni termasuk tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan
yang tidak dilarang, tetapi melampaui kewenangan yang diberikan. Utra vires
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
juga tidak hanya diterapkan jika perseroan melakukan tindakan yang sebenarnya bukan kewenangannya, melainkan juga terhadap tindakan yang ia berwenang
tetapi dilaksanakan secara tidak teratur irregular. Bahkan lebih jauh lagi suatu tindakan digolongkan sebagai suatu ultra vires bukan hanya jika tindakannya itu
melampaui kewenangannya yang tersura maupun tersirat dalam anggaran dasar, tetapi juga tindakannya itu bertentangan dengan peraturan yang berlaku
atau bertentangan dengan ketertiban umum.
138
Pada umumnya suatu perbuatan dikatakan ultra vires apabila dilakukan tanpa wewenang authority untuk melakukan perbuatan tersebut. Bagi
perseroan perbuatan tersebut adalah ultra vires bila dilakukan di luarmelampaui wewenang Direksi atau perseroan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar
dan hukum perusahaan. Suatu kontrak yang dibuat oleh perseroan dan melampaui batas wewenangnya adalah tidak sah unlawful.
139
Mengenai ultra vires ini I.G. Rai Widjaya menyatakan: Disebut ultra vires apabila tindakan yang dilakukan berada di luar kapasitas capaciy
perusahaan, yang dinyatakan dalam maksud dan tujuan perusahaan yang tercantum dalam anggaran dasar”.
140
Sedangkan Gunawan Widjaya mengatakan bahwa :
138
Munir Fuady, II, Op cit, h. 110-111
139
Chatamarrasjid Ais, Op cit, h.40
140
I. G. Rai Widjaya, II, Op cit, h. 227
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan. Dalam hal ini ada dua hal
yang berhubungan dengan tindakan ultra vires perseroan, yaitu :
141
1. tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku
serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan.
2. tindakan dari direksi perseroan di luar kewenangan yang diberikan
kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.
Menurut Tri Widiono “Prinsip-prinsip ultra vires ini sangat penting untuk dapat mengukur suatu perbuatan hukum para pengurus perseroan, apakah
perbuatannya sesuai dengan kewenangan bertindak sebagaimana diatur dalam anggaran dasar atau tidak”.
142
Jika perbuatan tersebut melampaui kewenangan yang diberikan oleh anggaran dasar, maka pengurus perseroan tersebut harus bertanggung
jawab sampai harta pribadinya dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri, baik pidana maupun perdata.
Sampai seberapa jauh suatu perbuatan dapat dikatakan telah menyimpang dari maksud dan tujuan perseroan sehingga dapat dikategorikan sebagai
perbuatan ultra vires, harus dapat dilihat dari kebiasaan atau kelaziman yang terjadi dalam praktik dunia usaha.
4. Business Judgement Rule