Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuatu perusahaan dapat disebut sebagai Badan Hukum, apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD tidak memberi ketegasan kapan satu perusahaan dinyatakan sebagai badan hukum, akan tetapi di negeri Belanda yang merupakan tempat asal mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa Naamloze Vennootschap NV telah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman. 1 Tentu dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hal tersebut tidak perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat 4 dengan tegas dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. Dalam perusahaan perseroan direksi merupakan pihak yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur perusahaan, mengelola maupun untuk 1 Rudhi Prasetya, Kedudukan mandiri Perseroan Terbatas, Bandung : Citra Aditya Bakti 1995, h. 166. Dalam hal ini dijelaskan juga bahwa Soekardono cenderung berpendapat bahwa PT. Susah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman. Demikian halnya dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 21 Desember 1976 No. 297 KSip1964, dipermasalahkan bagaimana status PT yang sudah memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman tetapi belum didaftarkan di Pengadilan Negeri dan belum diumumkan dalam Berita Negara, apakah dapat bertindak sebagai penggugat Dalam hal ini Mahkamah Agung berpendirian bahwa PT. tersebut belum merupakan badan hukum melainkan hanya pertanggung jawabannya terhadap pihak ketiga adalah seperti diatur dalam Pasal 39 W. V. K., hal ini tidak mempunyai akibat hukum bahwa PT. tersebut tidak mempunyai persona standi in judicio. Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008 memajukannnya. 2 Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan persona standi in judicio setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. 3 Dengan ketentuan mengenai tugas direksi seperti ini maka direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan dan pemegang sahamnya yaitu duty of loyalty dan duty of care. Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya direksi menjalankan kepentingan- kepentingan para pemegang saham termasuk untuk secara terus menerus dan sekuat tenaga mengelola perseroan dengan baik untuk mencapai tujuan perseroan, termasuk dalam pengurus ini adalah memberitahu para pemegang saham mengenai perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi yang diberikan oleh perseroan tersebut digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan keluar dari perseroan. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang dijalankan oleh direksi. Pemegang saham mayoritas adalah pemilik perusahaan yang mendominasi saham pada perusahaan sedangkan pemegang saham minoritas adalah pemilik perusahaan yang memiliki saham relatif sedikit pada perusahaan. 2 Business Law, “Direksi Perseroan”, No. 05Th. 1 Desember 2002, h. 46. 3 I. G. Rai Widjaya, I, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, Jakarta : Kesaint Blanc, 2000, h. 67. Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008 Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 dua prinsip yang penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh perseroan fiduciary duty dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi duty of skill and care. Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 4 Masalah pertanggungjawaban direksi diatur dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas di bawah ini: 5 1 Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. 2 Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1. 3 Atas nama persero, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 110 satu per sepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan Pasal 97 ayat 6 UUPT. Dalam ketentuan Pasal 104 Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa : 1. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terjadi kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung 4 Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan Piercing The Corporate Veil Kapita Selekta Hukum Perseroan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, h. 6. 5 Ibid, h. 163. Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008 renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. 3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 lima tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 4. Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 apabila dapat membuktikan : a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga. Kasus PT. Merpati Nusantara Airlines MNA, bahwa direktur ditempatkan dalam dilema yang besar, karena di satu pihak menurut Pasal 97 ayat 3 Undang- Undang Perseroan Terbatas, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. Sedangkan di pihak lain, Direktur MNA justru memahami isi dan jiwa Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, sebab ia menolak perintah Menteri Perhubungan untuk pesawat terbang CN-235 dengan alasan jika perintah tersebut dijalankan pasti akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. 6 Kasus ini jelas memperlihatkan bahwa ukuran seorang direksi beritikad baik tidak diatur secara rinci oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dengan kata lain, 6 Kwik Kian Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, h. 354. Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008 bahwa Undang-Undang Perseroan Terbatas belum jelas memberi pengaturan terhadap tanggung jawab direksi, ataupun perundang-undangan tersebut masih bersifat sumir atau tidak cukup terperinci jika suaru perusahaan terlihat menawarkan efek melalui pasar modal, maka secara keseluruhan hal ini merupakan pertanda bahwa status perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka go public. 7 Dalam hal ini perseroan terbuka merupakan perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dijual kepada publik atau masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal. ”Salah satu ciri perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan disclosure atas informasi perusahaan kepada publik, sehingga hukum pun mengatur masalah perusahaan terbuka, termasuk tentang keterbukaan informasi ini secara sangat detail”. 8 Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen terpenting dalam industri sekuritas pasar modal. Keterbukaan bukan saja merupakan kewajiban bagi perusahaan publik yang akan dan telah melakukan penawaran umum tetapi juga merupakan hak investor dapat dilakukan dan oleh karenanya merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Melalui keterbukaan yanag diwujudkan dengan dipaparkannya keadaan, peristiwa dan fakta yang ada dalam perusahaan maka investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi atau efek perusahaan baik untuk membeli, menjual atau menahan efek terebut. 7

I. P. G. Ary Suta, ”Informasi dalam Penawaran Umum”, diselenggarakan oleh Lembaga

Manjemen Keuangan dan Akuntansi bekerja sama dengan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10 Juli sd 22 Juli 1995, h. 1, juga pernah disajikan dalam acara work shop Proses Emisi di Indonesia, pada tanggal 10 Juli 1995 di Jakarta dengan penyesuaian seperlunya. 8 Munir Fuady, I, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, h. 51. Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008 Karena pentingnya masalah keterbukaan ini maka sekali emiten masuk ke pasar modal maka kewajiban untuk melakukan keterbukaan tersebut wajib dilakukan sepanjang usia perusahaan tersebut. 9 Dengan kata lain direksi diwajibkan mempunyai informasi dan fakta materil tanpa memperhatikan apakah informasi tersebut bermanfaat atau tidak untuk kepentingan harga saham emiten. 10 Oleh karena itu, kewajiban perseroan melakukan keterbukaan terus menerus dalam rangka memenuhi kewajiban yang dibebankan kepada direksi perseroan. 11

B. Perumusan Masalah