Analisis brand image produk msg (monosodium glutamate) bagi konsumen rumah tangga wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat

(1)

ANALISIS BRAND IMAGE

PRODUK MSG (MONOSODIUM GLUTAMATE)

BAGI KONSUMEN RUMAH TANGGA

WILAYAH KECAMATAN SENEN JAKARTA PUSAT

Oleh:

RIMA CHARTIKA A14102563

SKRIPSI

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN GRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005


(2)

RINGKASAN

RIMA CHARTIKA. Analisis Brand Image Produk MSG (monosodium

glutamate) Bagi Konsumen Rumah Tangga Wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat (Dibawah bimbingan DR. IR. BAYU KRISNAMURTHI, MS).

MSG (monosodium glutamate) merupakansalah satu produk hasil olahan pertanian yang menghasilkan devisa lebih dari 60 juta dolar US per tahun. Selain itu, Indonesia merupakan produsen MSG terbesar di dunia setelah RRC. Seiring dengan berkembangnya bisnis MSG Indonesia dalam memasuki persaingan pasar luar negeri, namun konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk bahan tambahan pangan ini mengalami penurunan serta mengalami stok yang berlebih. Hal ini menimbulkan berbagai upaya bagi produsen MSG untuk dapat meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap MSG dengan melakukan strategi pemasaran. Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan produsen adalah dengan cara meningkatkan penjualan produk. Keberhasilan produsen dalam menjual produk dipengaruhi oleh keputusan konsumen dalam melakukan pembelian dimana minat beli konsumen ditentukan oleh seberapa besar preferensi atau tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu merek produk. Analisis brand image merupakan solusi bagi pemasar untuk mengetahui seberapa besar produk dapat diterima konsumen, tentunya peran atribut produk dibutuhkan untuk membandingkan citra beberapa merek produk sejenis yang bersaing.

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis brand image produk MSG hasil penilaian konsumen berdasarkan atribut produk, serta (2) mengetahui karakteristik dan perilaku konsumen MSG. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (accidental sampling) dengan jumlah responden sebanyak 100 konsumen rumah tangga pengkonsumsi MSG. Alat analisis yang digunakan untuk me ngukur brand image adalah metode diagram ular, sedangkan untuk menghasilkan atribut-atribut MSG dilakukan uji validitas dengan metode Cochran Q test. Atribut-atribut yang dihasilkan adalah atribut merek, harga, kemudahan memperoleh, kemasan, ukuran berat, kelengkapan informasi, rasa, penurunan harga merek lain, iklan dan isi produk.

Karakteristik responden MSG terbanyak pada usia 25 – 34 tahun (41 %), dengan tingkat pendidikan tertinggi adalah SMU (37%), dan rata-rata


(3)

pendapatan/bulan/keluarga sebesar Rp 1 – 2 juta (32 %). Hasil analisis brand image MSG menginterpretasikan Sasa dengan pernyataan sangat setuju sebagai merek MSG yang populer dan dikenal konsumen (skor 4,26) serta merek yang mudah diperoleh dimana saja (skor 4,25). Atribut kemasan pada merek Sasa dinyatakan netral atau biasa saja. Merek Ajinomoto memiliki skor tinggi sebesar 4,22 pada atribut kemasan. Hasil interpretasi pada atribut ini menyatakan bahwa MSG merek Ajinomoto memiliki kemasan yang menarik menurut responden, sedangkan pada atribut kemudahan memperoleh, ukuran berat, informasi produk, dan isi produk merek ini dinyatakan netral atau biasa saja.

Pada MSG merek Miwon, tidak terlihat adanya hasil interpretasi yang menyatakan sangat setuju pada setiap atribut hasil penilaian responden, meskipun demikian, pada atribut merek terkenal, harga murah dan kemudahan memperoleh produk menghasilkan interpretasi dengan pernyataan setuju. Responden menyatakan tidak setuju bahwa MSG merek Miwon memiliki kemasan yang menarik. MSG merek lain menghasilkan interpretasi dengan pernyataan tidak setuju pada hampir keseluruhan atribut yang ada, meskipun demikian, atribut harga dan isi dinyatakan netral atau biasa saja oleh responden. Atribut dari masing- masing merek MSG sangat penting dalam meningkatkan citra merek MSG karena melibatkan penilaian konsumen dalam pembelian.


(4)

ANALISIS BRAND IMAGE

PRODUK MSG (MONOSODIUM GLUTAMATE)

BAGI KONSUMEN RUMAH TANGGA

WILAYAH KECAMATAN SENEN JAKARTA PUSAT

OLEH :

RIMA CHARTIKA

A14102563

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

2005

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :

Nama : Rima Chartika

NRP : A. 14102563

Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis

Judul : Analisis Brand Image Produk MSG (monosodium

glutamate) Bagi Konsumen Rumah Tangga Wilayah Kecamatan Senen, Jakarta Pusat

Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS NIP. 131 846 869

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(6)

Tanggal Lulus Ujian : 26 September 2005

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR – BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, September 2005

Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 Juni 1981, putri dari pasangan Subandrio dan Yocke Charlotte. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1987, penulis mulai studinya di SD Islam Meranti Jakarta sampai tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di SMPN 78 Jakarta dan lulus pada tahun 1996. Setelah itu penulis melanjutkan studinya ke SMUN 1 Jakarta (Budi Utomo) dan berhasil lulus pada tahun 1999.

Pada tahun 1999 penulis melanjutkan studinya pada program Diploma III Jurusan Agribisnis Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bung Karno Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2002, penulis melanjutkan studinya di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing atas saran, masukan dan bimbingannya selama ini kepada penulis.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Nindiyantoro, MS sebagai dosen penguji dari komoisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

4. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen evaluator yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

5. Ir. Yayah K. Wagiono, Mec yang telah bersedia sebagai dosen layak uji skripsi penulis.

6. Seluruh keluarga tercinta : mama, papa, kak Reno, kak Rulan, serta dua adikku tercantik Isyana dan Irma atas segala bentuk perhatian, bimbingan, dorongan, harapan, cinta, dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis.

7. Iyank dan keluarga, terima kasih atas doa, kasih sayang dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

8. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, IPB

9. Sahabatku Aray BSI, Emmy Inter Study, Wanda YAI, Dian YARSI, Usup-Arie for the laptop, and Kodelito thanks atas semangat, dukungan dan persahabatannya selama ini.

10.Teman-teman ekstensi-ku yang baik Yuni, Titik, Tina R, Silvi , Heni MBP, Elmi, Salmi, Ida Roy, Indah, Chika, Aan, Wawan D, Ryan H, Tile

for the busy, Rizal, Iwan S, Aksan, Daru, Udin, Haris dan semua teman ekstensi lainnya atas kebersamaannya selama kuliah (Special for Angk. VII).


(9)

11.Semua pihak yang telah membantu sampai penyusunan skripsi ini selesai.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan... 10

1.4. Kegunaan dan Manfaat Penelitian... 10

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1. Merek ... 11

2.2. Ekuitas Merek (Brand Equity) ... 12

2.3. Citra Merek (Brand Image) ... 19

2.4. KaitanBrand Image dengan Brand Equity ... 21

2.5. Alat Ukur Brand Image... 22

2.6. Atribut Produk... 24

2.7. Produk MSG... 24

2.8. Penelitian Terdahulu ... 25

2.9. Kerangka Pemikiran Operasional... 27

3. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data ... 31

3.4. Metode Analisis Data ... 32

3.4.1. Metode Diagram Ular (Snake Diagram) ... 32

3.4.2. Uji Validitas ... 33

3.4.3. Metode Cochran Q Test ... 33


(10)

3.4.5. Skala Likert (Likert Scale) ... 38

3.4.6. Tabulasi Deskriptif ... 40

4. PERILAKU KONSUMEN ... 41

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.2. Karakteristik Responden Pengkonsumsi MSG ... 41

4.3. Perilaku Konsumen Produk MSG ... 43

4.3.1. Merek yang diingat Konsumen (Top of Mind)... 43

4.3.2. Merek yang Dikonsumsi ... 44

4.3.3. Sumber Informasi Mengenai Merek MSG... 45

4.3.4. Kebiasaan Mengkonsumsi MSG ... 46

4.3.5. Frekuensi Pembelian MSG... 47

4.3.6. Tempat Pembelian... 48

4.3.7. Alasan Pembelian ... 49

5. ANALISIS BRAND IMAGE ... 51

6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan... 61

6.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Impor MSG di

Indonesia (1997-2004) ... 4

2. Nama- nama Produsen Penghasil MSG (monosodium glutamate) di Indonesia ... 6

3. Kuesioner untuk Meneliti Atribut Produk MSG dengan Cochran Q Test Pada Preliminary Research Terhadap 20 Orang Responden ... 34

4. Hasil Penelitian Pendahuluan (Preliminary Research) Terhadap 20 Orang responden ... 35

5. Atribut yang Diuji Pada Pengujian II dengan Membuang Atribut “IKLAN” ... 37

6. Daftar Atribut untuk Pengujian III ... 38

7. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Responden Pengkonsumsi MSG... 42

8. Sebaran Responden berdasarkan Top of Mind Merek MSG ... 44

9. Sebaran Responden Berdasarkan Merek MSG Yang Dikonsumsi ... 45

10 Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Informasi Mengenai Merek MSG ... 46

11. Sebaran Responden berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi MSG ... 47

12. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi pembelian MSG ... 48

13. Sebaran Responden Berdasarkan Tempat Pembelian MSG ... 49

14. Sebaran Responden Berdasarkan Alasan Pemilihan Tempat Pembelian MSG ... 50

15. Perhitungan Skor MSG Merek Sasa Berdasarkan Atribut ... 51

16. Perhitungan Skor MSG Merek Ajinomoto Berdasarkan Atribut ... 53

17. Perhitungan Skor MSG Merek Miwon Berdasarkan Atribut... 54


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Piramida Kesadaran Merek ... 13 2. Piramida Kesetiaan Merek ... 16 3. Bagan Alur Kerangka Penelitian ... 29 4. Brand image Sasa, Ajinomoto, Miwon, dan Merek


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tampilan Data untuk Pengujian I... 65

2. Tampilan Data untuk Pengujian II ... 66

3. Tampilan Data untuk Pengujian III ... 67

4. Peta Wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat ... 68

5. Contoh Kuesioner Penelitian ... 69

6. Profil Responden Berdasarkan Karakteristik Responden ... 73

7. Profil Responden Berdasarkan Informasi Mengenai Merek dan Perilaku Konsumen MSG... 74


(14)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino esensial penyusun protein) yang berbentuk kristal halus berwarna putih, tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas citarasa (flavor enhancer) makanan.1 MSG ditemukan oleh Profesor Kikunae Ikeda pada tahun 1908 di Jepang dari penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah, tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L- glutamic acid inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam.2

Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1 % per tahun.3 Di Indonesia sendiri MSG pada umumnya diproduksi dari hasil gula tetes tebu (molase). Gula tetes tebu yang banyak mengandung glutamin itu diproses sedemikian rupa hingga mengeluarkan asam glutamat.4

Perkembangan MSG tidak terlepas dari berbagai kontroversi. Menurut Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ)-PIRAC, MSG dapat menembus plasenta pada

1. http://isa-tpg.blogspot.com/

2. http://io.ppi-jepang.org/article-php?id=18 (Agustus 2004) 3. http://io.ppi-jepang.org/article-php?id=18 (Agustus 2004) 4. http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2000/edisi2/files/tekno.htm


(15)

saat kehamilan, menembus jaringan penyaring antara darah dan otak, dapat menyebabkan kelainan hati, trauma, hipertensi, stres, demam tinggi dan proses penuaan. Penelitian FDA (Food and Drug Administration) tahun 1970 mendapati MSG dapat memicu reaksi-reaksi seperti gatal dan bintik-bintik merah pada kulit, mual dan muntah, sakit kepala migren, asma, gangguan hati, ketidakmampuan belajar serta depresi.5 Namun demikian banyak ilmuwan makanan yang setuju bahwa MSG sendiri tidak berbahaya pada kesehatan. Secara lebih luas, MSG memegang peranan penting dalam industri makanan. Sebagai flavor enhancer, MSG banyak menghemat biaya produksi para penyedia makanan (baik makanan jadi maupun bahan makanan). Semakin banyak MSG yang ditambahkan, semakin sedikit ”actual food” yang harus digunakan oleh produsen untuk membuat produknya menjadi lezat.6

Muchtadi (2004) menyatakan walaupun terdapat beberapa hasil penelitian dengan menggunakan hewan percobaan baik di Indonesia maupun di luar negeri yang menunjukkan pengaruh negatif dari MSG bagi hewan tersebut, namun berbagai lembaga yang sangat berkompeten baik di Amerika Serikat maupun di Eropa dan bahkan badan-badan dunia seperti FAO dan WHO, mengklasifikasikan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.7 Pada tahun 1987, Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) of the UN-FAO dan WHO, menempatkan MSG dalam kategori ramuan pangan yang paling aman (the safest category of food ingredients). Laporan dari European Communiities (EC) Scientific Committee for Foods tahun 1991 memperkuat pernyataan tentang keamaman MSG dan mengklasifikasikan “acceptable daily intake” MSG sebagai

5.Http://isa- tpg.blogspot.com/ 6. Http://isa-tpg.blogspot.com/ 7. Http://isa-tpg.blogspot.com/


(16)

not specified”. Istilah “not specified” menunjukkan bahwa MSG sebagai ramuan pangan benar-benar aman bagi tubuh. Laporan dari The Council on Scientific Affairs of the American Medical Association pada tahun 1992 menyebutkan bahwa glutamat dalam bentuk bebas atau dalam bentuk garam (MSG) tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan.8 Sebagai tambahan, laporan dari The Federal of American Societies for Experimental Biology

(FASEB) pada tahun 1995, antara lain menebutkan bahwa : (1) sejumlah orang tertentu dapat bereaksi terhadap MSG dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, mual- mual dan jantung berdebar. Akan tetapi gejala tersebut terutama terjadi pada orang yang mengkonsumsi MSG dalam jumlah banyak (3 gram atau lebih) dengan kondisi perut kosong (tanpa disertai makanan la in). Untuk diketahui, secara normal satu sajian makanan diberi tambahan MSG kurang dari 0,5 gr; dan (2) MSG tidak terbukti berkontibusi pada penyakit Alzheimer’s dan penyakit kronis lainnya.

Terlepas dari kontroversi itu, ada hal menarik dari perkembangan MSG di Indonesia. Sekarang ini, Indonesia merupakan produsen terbesar MSG di dunia setelah RRC. Tiap tahun Indonesia mengekspor MSG ke Amerika, Eropa, Australia, Jepang, Korea, Singapura dan menghasilkan devisa lebih dari 60 juta dolar US per tahun.9 Hal ini menunjukkan bahwa produk industri agro tersebut mampu memberikan kontribusi yang besar dan memberikan nilai devisa yang sangat besar bagi negara. Tabel 1 menunjukkan data ekspor MSG di Indonesia mengalami peningkatan tahun 1997 hingga 2001,yaitu dari 55.668 ton menjadi 117.752 ton, dengan negara tujuan ekspor adalah Jepang (Depperindag, 2004).

8. http://isa-tpg.blogspot.com/ 9. http://isa-tpg.blogspot.com/


(17)

Tahun 2004, ekspor menurun menjadi 84.664 ton, namun tidak mengubah posisi Indonesia sebagai produsen terbesar MSG di dunia setelah RRC. Impor MSG Indonesia mengalami penurunan yang cukup pesat dari tahun 1997 hingga 2001, yaitu sebesar 732 ton menjadi 96 ton, lalu sempat naik di tahun 2002 sebesar 1.778 ton dan menurun kembali sebesar 1.703 ton hingga tahun 2003. Impor kembali naik.menjadi 2.662 ton di tahun 2004 (Tabel 1). Seiring dengan semakin meningkatnya produksi MSG di Indonesia dari tahun 1997 hingga 2004, namun tingkat konsumsi MSG Indonesia menunjukkan angka yang semakin menurun, meskipun demikian, rata-rata konsumsi dalam negeri Indonesia per tahunnya masih jauh lebih besar dari konsumsi luar negeri (ekspor) selama tahun 1997 hingga 2004, yaitu sebesar 99.709,5 ton berbanding 140.054 ton. Hal ini memberikan peluang bagi para produsen MSG untuk terus meningkatkan produksinya demi memenuhi kebutuhan konsumen lokal.

Tabel 1. Perkembangan Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Impor MSG di Indonesia (1997-2004) Thn Ekspor (ton) Nilai Ekspor (USD) Impor (ton) Nilai Impor (USD) Produksi (ton) Konsumsi (ton) ? Stok 1997 1998 1999 2000 2001 55.688 126.735 91.127 111.807 117.752 73.583.292 82.618.182 82.913.349 94.441.331 96.368.008 732 266 113 938 96 841.157 297.624 96.753 687.561 73.004 249.821 313.399 237.975 248.316 248.316 257.431 273.460 282.514 194.864 186.929 146.960 137.447 130.659 121.622 106.480 95.471 - 731 - 265 - 112 - 938 - 95 + 18.312 + 74.574 + 102.379 Rata -rata/ thn

99.709,5 63.757.323 1.036 743.102

263.904 140.054


(18)

Pada tahun 2002 hingga 2004 (Tabel 1) terjadi surplus atau kelebihan stok setelah jumlah produksi MSG dikurangi dengan jumlah konsumsi lokal dan ekspor. Terjadinya surplus disebabkan oleh adanya kebijakan dan strategi yang dilakukan oleh para pelaku usaha produk MSG dalam memasarkan produknya. Kebijakan dan strategi tersebut antara lain adalah dengan memasarkan dan menjual produk secara bertahap (tidak menyeluruh) untuk menetapkan strategi harga, dimana berdasarkan hukum permintaan dan penawaran bahwa semakin tinggi permintaan terhadap suatu produk, maka semakin tinggi pula peluang produsen produk tersebut dalam menentukan penawaran harga. Impor MSG dilakukan pada merek MSG tertentu yang disesuaikan dengan taste atau selera dari permintaan pasar (kebutuhan restoran, berbagai industri makanan seperti chiki, dll). Perkembangan produksi, konsumsi, ekspor dan impor MSG di Indonesia periode 1997-2004 dapat dilihat pada Tabel 1.

Seiring dengan masih besarnya permintaan luar negeri terhadap produk MSG, dan masih tingginya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap MSG dibandingkan konsumsi luar negeri, maka semakin meningkat pula produsen yang memproduksi MSG di Indonesia (Tabel 2). Hal ini membuat para produsen produk tersebut saling berlomba untuk memperebutkan pangsa pasar dan memacu mereka dalam mempertahankan dan mengembangkan produknya di pasaran yang pada akhirnya menimbulkan persaingan antar perusahaan produk sejenis.

Dari beragamnya produsen MSG seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, yang akan dibahas oleh peneliti adalah hanya produsen MSG dengan merek yang bersaing dan merek yang masih tetap eksis beredar di pasaran serta merek MSG yang hanya memenuhi kebutuhan lokal. Hasil survey yang telah dilakukan oleh


(19)

peneliti menunjukkan bahwa merek MSG yang mudah ditemui dimana saja dan paling banyak dijual dipasaran adalah merek Sasa, Miwon dan Ajinomoto dimana ketiga merek tersebut merupakan merek MSG yang paling dikenal konsumen dan paling sering dikonsumsi dikalangan rumah tangga. Hal ini dikarenakan oleh gencarnya produsen produk tersebut dalam mempromosikan dan memperkenalkan merek produknya dipasaran melalui iklan dan saluran komunikasi pemasaran lainnya yang membuat ketiga merek MSG tersebut (Sasa, Ajinomoto, dan Miwon) tetap eksis dipasaran. Berikut pada Tabel 2 adalah Nama- nama Produsen di Indonesia yang memproduksi MSG.

Tabel 2. Nama-nama Produsen Penghasil MSG (monosodium glutamat) di Indonesia

Nama Produk Produsen

Ajinomoto PT AJINOMOTO INDONESIA

Ajitide IMP, Inosine, Crude

Adenosine PT Ajinomoto Co. Inc

Cjtide GMP dan Cjtide I&G PT Cheil Jedang Indonesia

IMP (CJTIDE) PT Cheil Jedang Indonesia

Indorasa PT INDOMIWON CITRA INTI

Inti Moto, Inti rasa, Vesop, Vesoo,

Inti-No-Moto, Goody PT Palur Raya

Kal, Kal Premium PT Indo Fermex

Mi-Pung & Mi-Poong PT CHEIL SAMSUNG INDONESIA

Miwon, Bio-Miwon, PT MIWON INDONESIA

Sasa PT SASA INTI

SASA PLUS PT SASA INTI


(20)

MSG merupakan salah satu produk penyedap rasa yang cukup banyak beredar di pasaran. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya merek MSG yang bersaing seperti Sasa, Miwon, Ajinomoto, Indorasa, Biomiwon, dll. Merek- merek yang bersaing ini sangat mempengaruhi konsumen dalam memilih dan melakukan pembelian terhadap produk bahan tambahan pangan tersebut. Pemahaman tentang perilaku konsumen terutama pemahaman tentang proses keputusan konsumen dalam melakukan pembelian produk MSG, penting dilakukan untuk mengetahui salah satu merek MSG yang positif yang dipilih konsumen untuk dikonsumsi berdasarkan atribut produk. Peran dari setiap atribut pada merek MSG sangat mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian dan dapat memberikan kesan, kepercayaan, serta menimbulkan minat beli bagi konsumen yang pada akhirnya akan membentuk image atau citra produk MSG tersebut.

Peran setiap atribut pada produk juga dapat menciptakan suatu merek yang kuat, dimana perusahaan atau produk dengan merek yang kuat cenderung lebih mudah memenuhi kebutuhan dan keinginan sesuai dengan persepsi pelanggan. Bukan hanya merek yang akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, akan tetapi kesan dan kepercayaan yang diberikan konsumen terhadap produk yang ditawarkan menjadi lebih penting. Kesan yang diberikan oleh konsumen akan sangat berarti untuk perusahaan, karena akan membentuk image (citra) dari merek produk tersebut. Informasi mengenai brand image (citra merek) produk MSG diperlukan oleh perusahaan terkait sebagai dasar dalam pengembangan usahanya dan tentunya dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan pasar MSG di masa yang akan datang.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

MSG (monosodium glutamate) merupakansalah satu produk hasil olahan pertanian yang menghasilkan devisa lebih dari 60 juta dolar US per tahun. Selain itu, Indonesia merupakan produsen MSG terbesar di dunia setelah RRC. Seiring dengan berkembangnya bisnis MSG Indonesia dalam memasuki persaingan pasar luar negeri, namun konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk bahan tambahan pangan ini mengalami penurunan serta mengalami stok yang berlebih. Hal ini menimbulkan berbagai upaya bagi produsen MSG untuk dapat meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap MSG dengan melakukan strategi pemasaran dengan cara meningkatkan penjualan produknya. Keberhasilan produsen dalam menjual produknya dipengaruhi oleh keputusan konsumen dalam melakukan pembelian dimana minat beli konsumen ditentukan oleh seberapa besar preferensi atau tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu merek produk karena merek merupakan petunjuk dalam membuat keputusan pembelian (Susanto et al., 2004).

Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Oleh karena itu kegunaan utama dari merek adalah membangun citra yang positif terhadap produk (Susanto et al., 2004). Analisis brand image merupakan solusi bagi pemasar untuk mengetahui seberapa besar produk dapat diterima konsumen, tentunya peran atribut produk dibutuhkan untuk membandingkan citra beberapa merek produk sejenis yang bersaing.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian mengenai brand image


(22)

menilai suatu merek MSG yang dibeli? Seberapa besar peran atribut masing-masing merek dapat mempengaruhi konsumen MSG dalam melakukan pembelian? Bagaimana karakteristik dan perilaku konsumen MSG? Penelitian seputar brand image produk MSG dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi dan penilaian konsumen dalam menilai suatu merek MSG dimana citra yang terbentuk dari setiap atribut pada masing- masing merek hasil penilaian konsumen sangat menentukan apakah merek-merek tersebut memiliki atribut dengan citra yang baik dan positif dimata konsumen atau sebaliknya.

Sesuai dengan metode yang akan digunakan, maka dari berbagai merek MSG yang ada dipasaran seperti Sasa, Miwon, Ajinomoto, Biomiwon, dan Indorasa, peneliti hanya menggunakan merek- merek yang bersaing untuk mengukur citra setiap merek MSG tersebut. Merek Biomiwon dan Indorasa diklasifikasikan dalam merek lain- lain dalam perhitungan. Merek Sasa, Miwon, dan Ajinomoto digunakan untuk mengetahui lebih jauh mana dari ketiga merek tersebut yang memiliki brand image yang positif hasil penilaian konsumen. Pemilihan ketiga merek tersebut didasari karena ketiga merek tersebut paling banyak dijual dan paling banyak beredar dipasaran, sedangkan untuk mengukur citra ketiga merek produk MSG tersebut, sejauh ini ada tiga pendekatan terstruktur yang dipakai dalam mengukur citra merek, yaitu diagram ular, teknik KS dan diagram jaring laba- laba (Simamora, 2002).

Peneliti hanya menggunakan salah satu alat ukur yang sesuai dengan ketentuan dari masing- masing metode yang dianggap paling tepat. Metode yang dipilih yaitu metode diagram ular, karena selain dapat menganalisis citra atas sekelompok orang (agregat), metode ini juga dapat menggambarkan setiap


(23)

dimensi terhadap objek secara keseluruhan berdasarkan persepsi responden. Teknik KS hanya menggunakan satu dimensi hasil reduksi dari beberapa dimensi yang ada, sehingga sangat sulit bagi responden dalam mempertimbangkan semua dimensi terkait dari suatu objek dalam mengambil kesimpulan.

Pada metode diagram jaring laba-laba menetapkan hanya delapan atribut yang dapat digunakan pada gambar untuk mengukur citra suatu objek. Hal ini juga dapat menimbulkan pertanyaan. Bagaimana jika jumlah atribut kurang dari delapan? Terpaksa metode ini tidak bisa dipakai. Hal ini merupakan kelemahan pada metode tersebut (Simamora, 2002).

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis brand image MSG hasil penilaian konsumen berdasarkan atribut produk.

2. Mengetahui karakteristik dan perilaku konsumen MSG. 1.4. Kegunaan dan Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber keterangan dan bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Bagi peneliti sendiri merupakan sarana untuk menerapkan sekaligus

mengembangkan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah di Jurusan Sosial Ekonomi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor (khususnya mata kuliah Perilaku Konsumen yang melatar belakangi penulisan skripsi ini).


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Merek

Menurut penuturan Aaker (1997) merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Susanto, 2004 mendefinisikan merek merupakan kombinasi nama, kata, simbol, dan desain kemasan yang menjadi ciri khas sebuah produk yang membedakannya dengan produk saingannya.

Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan. Sekitar 70 % pelanggan menggunakan merek sebagai petunjuk dalam membuat keputusan dalam pembelian (Susanto et al., 2004). Merek merupakan jalan pintas untuk membimbing pelanggan dalam mengambil keputusan pembelian penting. Merek yang kuat memungkinkan tercapainya harga premium, dan akhirnya memberikan laba yang lebih tinggi. Selain itu, merek yang kuat akan membantu perusahaan dalam melakukan perluasan pasar. Sehingga dalam persaingan yang ketat antar merek, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan, dan sangat membantu dalam menentukan strategi pemasaran (Susanto et al., 2004).

Dalam kaitan antara merek dan pemasaran, perlu dilakukan pendekatan pemasaran berdasarkan merek (brand-based marketing). Inti dari pendekatan ini adalah upaya- upaya pemasaran terpadu dalam mengelola keterkaitan merek


(25)

dengan stakeholders untuk menjaga konsistensi strategi komunikasi dalam rangka meningkatkan citra suatu merek produk (Susanto et al., 2004).

Merek yang kuat mendapatkan posisi khusus dalam benak konsumen karena menawarkan pesan-pesan yang dapat dipercaya, rasional, atraktif, dan konsisten sepanjang waktu, sehingga konsumen membentuk pola asosiasi yang kohesif dan bermakna (Susanto et al., 2004). Dalam ekonomi global, merek mempunyai kontribusi besar bagi nilai sebuah perusahaan. Peran merek sebagai sumber laba semakin meningkat. Saat ini, perusahaan tidak lagi sekedar memproduksi barang tetapi juga berupaya memasarkan aspirasi, citra, dan gaya hidup (Susanto et al., 2004).

2.2. Ekuitas Merek (Brand Equity)

Aaker (1997) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai seperangkat asset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Ada lima elemen ekuitas merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), kesan kualitas merek (brand perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty), dan aset-aset merek lainnya.

Kesadaran merek (brand awareness). Kesadaran merek didefinisikan sebagai kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengingat kembali atau menge nali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Dalam konsep kesadaran merek, konsumen akan mengenal suatu merek dalam suatu peringkat tertentu yang disusun seperti sebuah piramida, tergantung dari seberapa


(26)

melekat nama suatu merek berada dalam ingatannya (Aaker, 1997). Terdapat pada Gambar 1.

Puncak Pikiran Pengingatan Merek Pengenalan Merek

Tak Kenal Merek

Gambar 1. Piramida Kesadaran Merek Sumber : Aaker (1997)

Tingkatan tertinggi dalam piramida kesadaran merek adalah puncak pikiran (topof mind). Suatu merek digolongkan dalam puncak pikiran bila merek tersebut disebutkan pertama kali oleh konsumen ketika ia diminta menyebutkan merek suatu kategori produk tertentu. Dibawah puncak pikiran adalah ”pengingatan merek” (brand recall), yang berarti merek tersebut berada dalam urutan penyebutan kedua dan seterusnya tanpa perlu dibantu me ngingatnya. Selanjutnya adalah ”pengenalan merek”, yang termasuk kategori ini adalah merek yang diingat konsumen hanya bila konsumen dibantu mengingatnya. Sedangkan tingkatan terendah dalam piramida kesadaran merek adalah ”tak kenal merek”. Pada level ini merek sama sekali tidak bisa dikenali oleh konsumen, meskipun ia sudah dibantu dalam upaya pengingatan tersebut.

Kesan kualitas (perceived quality). Kesan kualitas mempunyai peranan penting dalam membangun suatu merek. Dalam banyak situasi, kesan kualitas bisa menjadi alasan yang kuat dalam suatu keputusan pembelian. Seorang pelanggan mungkin tidak memiliki informasi ya ng cukup untuk mengarahkannya pada penentuan kualitas suatu merek secara objektif. Mungkin pula ia tidak atau


(27)

kurang termotivasi untuk memproses informasi, ataupun tidak mempunyai kesanggupan dan sumberdaya untuk memperoleh informasi. Dalam konteks seperti inilah kesan kualitas mempunyai peranan penting dalam keputusan pelanggan. Secara jelas, kesan kualitas akan menghasilkan nilai sebagai berikut:

1. Alasan untuk membeli

Seperti yang dipaparkan sebelumnya, kadangkala konsumen mempunyai sumberdaya yang terbatas atau kurang termotivasi dalam mengoptimalkan sumberdayanya dalam pengumpulan informasi untuk membuat suatu keputusan pembelian yang didasarkan atas pertimbangan objektif. Suatu merek yang berhasil menanamkan suatu kesan kualitas yang positif dalam benak konsumen akan memenagkan persaingan dengan konteks seperti ini.

2. Diferensiasi atau posisi dan harga premium

Suatu produk yang mempunyai kesan kualitas tertentu akan menempati posisi yang tertentu pula dalam benak konsumen. Pada gilirannya ini akan memantapkan posisi merek tersebut dalam pasar sasarannya. Kesan kualitas juga bisa dfijadikan dasar bagi perusahaan untuk menetapkan suatu harga premium bagi produknya, selama merek tersebut memang dipersepsikan mempunyai kualitas yang tinggi di benak konsumen.

3. Perluasan saluran distribusi

Suatu merek yang diperspsikan mempunyai kualitas tinggi akan mudah dalam pendistribusiannya, sebab distributor juga ingin menuai laba dari larisnya produk. Selain itu, dengan ikut menjual suatu merek yang berkualitas, mereka akan ikut mempunyai citra yang baik.


(28)

4. Perluasan merek

Produk yang kualitasnya tinggi akan mempunyai kemungkinan lebih sukses dalam memperkenalkan kategori produk baru dengan nama merek yang sama dibandingkan dengan merek yang kesan kualitasnya rendah.

Kesetiaan merek (brand loyalty). Elemen yang satu ini merupakan inti dari ekuitas merek. Seperti halnya kesadaran merek, kesetiaan merek memiliki hirarki yang membagi kesetiaan pelanggan atas merek ke dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :

1. Pengalih (switcher)

Merupakan tingkatan terendah dalam piramida kesetiaan merek. Konsumen yang termasuk golongan ini adalah mereka yang frekuensi berpindah mereknya sangat tinggi. Mereka tidak memiliki loyalitas apapun terhadap merek tersebut karena menurut mereka merek apapun memadai. Ciri umum dari konsumen jenis ini adalah mendasarkan pembeliannya berdasarkan harga termurah.

2. Pembeli berdasarkan kebiasaan (habitual buyer)

Seorang habitual buyer puas dengan merek yang dikonsumsinya, atau setidaknya ia tidak me miliki ketidakpuasan terhadap merek tersebut, sehingga ia tidak memiliki alasan untuk mengalihkan pembeliannya.

3. Pembeli yang puas (satisfied buyer)

Pembeli yang masuk dalam golongan ini adalah dia yang puas dengan konsumsi mereknya sekarang, namun ia mungkin saja mengorbankan sumberdaya ynag dimilikinya untuk melakukan suatu pembelian merek lain.


(29)

4. Penyuka merek (liking the brand)

Pembeli jenis ini mengkonsumsi karena benar-benar menyukai produk merek tertentu. Rasa suka tersebut mungkin saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan atribut, rangkaian pengalaman positif baik oleh sendiri maupun oleh kerabat, atau karena tertarik dengan kesan kualitas yang tinggi akan merek tersebut.

5. Pembeli yang berkomitmen (commited buyer)

Pembeli ini merupakan pelanggan setia. Ia memiliki suatu kebanggan tertentu atas mereknya, dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting dari segi fungsinya maupun sebagai simbol ekspresi diri. Salah satu aktualisasi loyalitas pembeli golongan ini adalah merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Keseluruhan tingkatan tersebut dalam piramida kesetiaan merek, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.

Commited

Buyer

Liking-the-Brand Buyer

Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher

Gambar 2. Piramida Kesetiaan Merek Sumber: Aaker (1997)


(30)

Sebagai inti dari ekuitas merek, tentu saja penting sekali nilai dari kesetiaan merek. Berikut ini adalah nilai stategis dari kesetiaan merek yang diperinci oleh Aaker (1997):

1. Mengurangi biaya pemasaran

Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya promosi yang besar untuk menggerakkan pelanggan yang loyal melakukan pembelian. Tanpa perlu dibujuk oleh advertensi, diyakinkan oleh demo kualitas produk/jasa, atau dirayu oleh promosi penjualan, pelanggan akan menbeli dengan sendirinya karena memang puas oleh manfaat yang diterimanya dari pengalaman pembelian yang sebelumnya.

Perusahaan yang produknya memiliki konsumen yang loyal juga tidak perlu kuatir terhadap persaingan, dan tidak perlu menganggarkan biaya besar untuk membuat penghalang bagi pesaing yang akan memasuki pasarnya, karena konsumen yang sudah menetapkan pilihan biasanya akan enggan untuk mengalihkan pilihannya pada yang lain. Sebaliknya, ini akan menbuat gentar pesaing karena akan memasuki pasar yang konsumennya adalah pelanggan loyal akan menbutuhkan sumberdaya yang besar untuk merebutnya.

2. Meningkatkan penjualan

Produk/jasa yang terbuk ti mempunyai konsumen atau pelanggan dalam bahasa lain diistilahkan dengan produk laris, adalah dambaan setiap toko, distributor, dan agen-agen penjualan dalam saluran distribusi untuk ikut menjual produk yang terjamin penjualannya karena akan menguntungkanmereka juga. Dengan demikian, perusahaan tidak perlu mengkuatirkan distribusi jika produknya laris.


(31)

3. Menarik minat pelanggan baru.

Dengan atau tanpa bujukan, seseorang pasti akan menjajaki kemungkinan pembelian atas suatu produk bila seseorang yang dikenalnya (apalagi yang berintegritas dan kredibilitas tinggi) ternyata mengkonsumsi suatu produk tertentu. Kemungkinan pembelian ini akan bertambah besar seiring dengan meningkatnya frekuensi dan kuantitas pembelian orang yang dia kenal tersebut.

4. Memberi waktu untuk merespon ancaman-ancaman persaingan.

Jika pesaing mngembangkan suatu produk yang lebih unggul, seorang pelanggan loyal tidak akan dengan serta merta mengalihkan pembeliannya ke merek pesaing. Ia akan memberikan perusahaan waktu untuk merespon ancaman itu sehingga grafik penjualan perusahaan tidak akan turun mendadak.

Asosiasi merek (brand association). Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Dengan demikian, terhadap suatu merek yang sama seorang konsumen mungkin akan mempunyai asosiasi yang berbeda dengan konsumen lainnya. Bahkan terhadap suatu merek, seorang konsumen akan mempunyai kesan yang bermacam- macam, tergantung banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkons umsi merek itu atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu citra merek (brand image). Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka semakin kuat pula citra merek ya ng dimiliki oleh merek tersebut (Durianto et al., 2001).


(32)

1. Membantu proses penyusunan informasi

2. Memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedahan atas merek-merek pesaing

3. Menonjolkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen sehingga akan memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli

4. Menciptakan sikap atau perasaan positif yang akan akan membangkitkan sensasi sehingga membuat pengalaman mengkonsumsi produk menjadi berbeda dari produk merek lainnya

5. Menjadi landasan bagi perluasan dengan menciptakan kesesuaian antar merek dengan produk baru

Aset-aset merek lain. Aset-aset merek lain seperti hak paten, cap dagang (trade mark) dan saluran distribusi akan sangat bernilai jika aset-aset itu menghalangi para kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Contoh cap dagang akan melindungi ekuitas merek dari kompetitor yang mungkin membuat bingung konsumen dengan menggunakan nama, namun jika nilai paten dengan mudah dapat ditransfer ke merek lain, maka kontribusinya terhadap ekuitas merek akan rendah. Saluran distribusi merupakan dasar bagi ekuitas merek bila distribusi itu dilandaskan pada merek dan bukan pada perusahaan. Merek yang kuat akan mendapatkan keuntungan dalam urusan penempatan barang di toko-toko swalayan dan kerjasama dalam menetapkan program-program pemasaran.

2.3. Citra Merek (Brand Image)

Dalam dinamika pasar yang penuh persaingan, citra merek mempunyai peran yang sangat penting karena membedakan satu perusahaan atau produk dengan yang lain. Produk mudah sekali ditiru, tetapi merek, khususnya citra


(33)

merek yang terekam dalam benak konsumen, tidak dapat ditiru. Tanpa citra yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada, serta meminta mereka membayar dengan harga tinggi. Merek yang tangguh harus mampu mencapai ketiga sasaran ini Berdasarkan persepsi konsumen inilah citra merek terbentuk (Susanto et al., 2004). Sehingga dalam persaingan yang semakin ketat untuk menjadi pemimpin pasar, peran sebuah merek akan menjadi sangat penting karena atribut-atribut kompetisi lainnya relatif mudah ditiru oleh pesaing (Durianto et al., 2004).

Citra merek adalah ringkasan dari persepsi konsumen (Susanto et al., 2004). Kotler (2002) menyebutkan bahwa citra merek (brand image) mempresentasikan keseluruhan persepsi dari konsumen terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Selanjutnya Kotler (2002) mendefinisikan citra sebagai jumlah dari gambaran-gambaran, kesan dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek.

Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Oleh karena itu, kegunaan utama dari merek adalah membangun citra yang positif terhadap produk (Susanto et al., 2004). Membangun sama dengan mengelola citra merek suatu produk. Produk dapat berbentuk barang, jasa, maupun ide. MSG merupakan suatu merek produk yang berupa ide yang harus dipasarkan ke masyarakat dalam mencapai citra mereknya dimata konsumen.

Citra yang baik, buruk, atau kacau adalah realitas yang dibangun konsumen atau masyarakat. Citra yang terbentuk dapat terjadi secara alami atau


(34)

direkayasa. Davis (2000) membagi pengelolaan citra merek dalam empat tahapan, yakni mengembangkan visi, menetapkan citra atau positioning produk, membangun strategi, dan membudayakan citra merek. Realitas yang dihadapi masyarakat sering menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara citra yang diinginkan perusahaan dengan persepsi konsumen. Oleh karena itu, memberikan yang terbaik dari produk yang dihasilkan merupakan strategi terampuh untuk meningkatkan produk sehingga berdampak pada kuatnya produk dalam benak konsumen, yang pada gilirannya menciptakan citra merek (brand image) produk tersebut.

2.4. Kaitan Brand Image dengan Brand Equity

Brand image (citra merek) berasal dari salah satu eleman dalam brand equity (ekuitas merek) yaitu pada elemen brand association (asosiasi merek). Definisi brandassociation itu sendiri adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Dengan demikian, terhadap suatu merek yang sama seorang konsumen mungkin akan mempunyai asosiasi yang berbeda dengan konsumen lainnya. Bahkan terhadap suatu merek, seorang konsumen akan mempunyai kesan yang bermacam- macam, tergantung banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi merek itu atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu citra merek (brand image). Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka semakin kuat pula citra merek ya ng dimiliki oleh merek tersebut (Durianto et al., 2001).

Sedangkan citra merek itu sendiri berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen dengan citra yang


(35)

positif terhadap suatu merek, lebih memungk inkan untuk melakukan pembelian. Oleh karena itu, kegunaan utama dari merek adalah membangun citra yang positif terhadap produk (Susanto et al., 2004).

2.5. Alat Ukur Brand Image

Snake diagram atau diagram ular merupakan salah satu alat ukur brand image

yang digunakan untuk membandingkan citra dua atau lebih merek yang bersaing (Simamora, 2002). Dari pembandingan tersebut dapat diketahui apa kelebihan dan kekurangan merek tersebut dibandingkan pesaingnya. Adapun langkah-langkah penting penerapan dari alat analisis ini adalah sebagai berikut : (1) menentukan atribut produk MSG. Atribut produk adalah atribut-atribut yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian produk. Bisa juga dikatakan sebagai atribut apa saja yang dipakai konsumen dalam membandingkan satu produk dengan produk lain (Simamora, 2002). Atribut-atribut produk diperoleh dari penelitian pendahuluan oleh peneliti. Kriteria penentuan atribut didasarkan pada data sekunder dari penelitian sebelumnya, dari hasil diskusi konsume n yang mengkonsumsi produk MSG yang sudah dimintai keterangan mengenai atribut yang penting mengenai produk dan dari asumsi peneliti sendiri berdasarkan variabel yang merupakan ciri khas produk MSG tersebut. Atribut-atribut yang dianggap penting yang merupakan ciri khas produk MSG, yaitu merek produk, harga produk, kemudahan diperoleh, kemasan, ukuran berat, kelengkapan informasi, rasa, penurunan harga merek lain, iklan dan isi produk. Kesepuluh atribut ini dianggap valid jika diuji terlebih dahulu dengan uji Cochran Q Test


(36)

peneliti tidak ada sama sekali, hanya pada proses penentuan atribut saja menggunakan asumsi peneliti, bantuan responden pada preliminary research

dan data pada penelitian terdahulu (2) membuat kuesioner dengan memasukkan atribut produk yang dihasilkan sebelumnya. Pertanyaan khusus untuk citra menggunakan skala Likert (likert scale) (Simamora, 2002). Skala Likert merupakan bagian besar dari diagram ular, sehingga kelebihan dan kekurangan skala ini sama dengan yang dijelaskan pada kelebihan dan kekurangan diagram ular. Karena diagram ular hanya bisa digunakan melalui skala Likert (Simamora, 2002).

Dari beberapa metode yang digunakan untuk mengukur brand image

seperti diagram ular, teknik KS dan diagram jaring laba- laba, peneliti memilih metode diagram ular, karena selain dapat menganalisis citra atas sekelompok orang (agregat), metode ini juga dapat menggambarkan setiap dimensi terhadap objek secara keseluruhan berdasarkan persepsi responden. Kelemahan metode adalah adanya gangguan interpretasi dalam persepsi yang salah satunya adalah isyarat yang tidak relevan (irrelevant clues). Biasanya gangguan ini terjadi pada responden. Untuk mengatasinya dengan menyederhanakan penguk uran pada dimensi yang sesuai agar responden lebih mudah memahami maksud dari setiap dimensi yang diberikan (Simamora, 2002). Pada teknik KS hanya menggunakan satu dimensi hasil reduksi dari beberapa dimensi yang ada, sehingga sangat sulit bagi responden dalam mempertimbangkan semua dimensi terkait dari suatu objek dalam mengambil kesimpulan. Sedangkan diagram jaring laba- laba menetapkan hanya delapan atribut yang dapat digunakan pada gambar untuk mengukur citra suatu objek. Hal ini juga dapat menimbulkan pertanyaan. Bagaimana jika jumlah


(37)

atribut kurang dari delapan? Terpaksa metode ini tidak bisa dipakai. Hal ini merupakan kelemahan pada metode tersebut (Simamora, 2002).

2.6. Atribut Produk

Dalam menggunakan analisis multiatribut untuk mengukur brand image, maka perlu diketahui terlebih dahulu atribut-atribut yang memenuhi kriteria di dalam obyek brand image suatu produk. Obyek merupakan merek atau kategori produk (Simamora, 2002). Ada 2 hal mengenai atribut yaitu (1) Atribut sebagai karakteristik yang me mbedakan merek atau produk dari merek atau produk yang lain (meliputi performans, conformans, daya tahan, keandalan, desain, gaya, reputasi, dan lain- lain), (2) Atribut sebagai faktor- faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian suatu merek ataupun kategori produk yang melekat pada produk atau menjadi bagian dari produk itu sendiri (meliputi dimensi-dimensi yang terkait dengan produk atau merek tetapi juga menyangkut apa saja yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk membeli, menonton, memperhatikan suatu produk seperti harga, merek, ketersediaan produk, dan lain- lain).

2.7. Produk MSG

MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat yang berbentuk kristal halus berwarna putih, tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi

sebagai penegas citarasa (flavor enhancer) makanan.7 Di Indonesia, MSG pada umumnya diproduksi dari hasil gula tetes tebu (molase). Gula tetes tebu yang banyak mengandung glutamin itu diproses sedemikian rupa hingga mengeluarkan

asam glutamat. 8

10. http://isa-tpg.blogspot.com/


(38)

MSG yang lebih dikenal dengan nama vetsin atau micin ini sudah lama akrab dikalangan ibu rumah tangga karena biasa digunakan sebagai bahan penyedap masakan dan digunakan secara luas pada berbagai masakan mulai dari makanan jajanan seperti bakso, industri makanan, hingga industri jasa boga seperti perusahaan katering dan restoran.

2.8. Penelitian Terdahulu

Perdana (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perilaku Pembelian Produk Penyedap Rasa menggunakan metode Analisis Komponen Utama untuk mengetahui hubungan antar faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian produk penyedap rasa atau MSG. Dalam penelitiannya, ia memilih konsumen rumah tangga dan konsumen pedagang makanan yang merupakan pengguna utama produk MSG di Indonesia sebagai objek penelitian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsumen rumah tangga dan konsumen pedagang makanan menyatakan bahwa rasa merupakan manfaat yang mereka cari dan memotivasi mereka. Dari 25 variabel yang diujikan pada konsumen rumah tangga, 23 variabel layak untuk dianalisis selanjutnya pada analisis komponen utama, sedangkan untuk konsumen pedagang makanan, dari 26 variabelyang diujikan, hanya 21 variabel yang layak untuk dianalisis lebih lanjut. Pengolahan untuk kedua jenis konsumen menghasilkan tujuh komponen utama, yaitu masing- masing mampu menerangkan keragaman variabel asal sebesar 63,599 % untuk konsumen rumah tangga dan 61,186 % untuk konsumen pedagang makanan. Semua variabel yang tergabung dalam komponen utama,tertentu untuk kedua jenis konsumen memiliki korelasi yang positif.


(39)

Selain itu, penelitian Perdana (2003) menghasilkan beberapa strategi pemasaran. Strategi produk umumnya diarahkan pada peningkatan khasiat MSG dengan penggunaan yang lebih irit, dengan mempertimbangkan kehalalan dampak kesehatan produk. Strategi promosi umumnya diarahkan pada pemberian informasi mengenai MSG, mulai dari tata cara pemakaian, dosis aman, tempat pembelian hingga kehalalan produk. Strategi promosi juga diarahkan pada pemanfaatan momen- momen penting umat islam dan pemberian hadiah langsung untuk konsumen. Strategi promosi dilakukan dengan menggunakan media televisi dan penjual. Sedangkan untuk strategi distribusi diarahkan pada ketersediaan produk MSG di pasar tradisional dan warung-warung terdekat. Strategi harga perlu dilakukan dengan cara meningkatkan kepekaan terhadap perubahan harga yang terjadi dan menciptakan harga yang cukup bersaing, baik dengan merek MSG yang lain atau dengan produk dengan manfaat sejenis.

Nur Raharjo (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Citra Merek Beberapa Sabun Mandi Berdasarkan Iklan yang Dikenal Konsumen menggunakan metode Analisis Biplot dan Analisis Korespondensi untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap macam- macam merek produk sabun mandi batangan yang menjadi Top of Mind, mendeskripsikannya dalam ruang berdimensi dua, serta membandingkan hasil analisis dari kedua metode tersebut. Dari hasil analisis Korespondensi penilaian manfaat sabun mandi, sabun mandi Lifebuoy mempunyai dua manfaat yaitu membunuh kuman dan menyehatkan kulit. Sedangkan untuk sabun Medicare, penilaian responden sangat kuat bahwa Medicare adalah sabun mandi yang bermanfaat menghilangkan gatal-gatal. Adapun Lux, Cusson dan Giv banyak dikenal konsumen sebagai sabun mandi


(40)

yang dapat menghaluskan kulit, mengharumkan kulit, dan membuat kulit tidak bersisik. Nuvo dikenal dengan manfaatnya untuk membersihkan badan, menyegarkan tubuh, dan cocok untuk kulit. Analisis Biplot menunjukkan bahwa Lux, Cusson dan Giv dikenal manfaatnya oleh konsumen sebagai sabun mandi untuk menghaluskan kulit sekaligus mengharumkannya. Lifebuoy dikenal dengan dua manfaatnya yaitu membunuh kuman dan juga menyehatkan kulit. Sedangkan untuk merek Nuvo bermanfaat untuk menyehatkan kulit, dan Medicare untuk menghilangkan gatal- gatal. Dalam kasus ini, analisis Biplot lebih mudah diinterpretasikan daripada hasil analisis korespondensi. Karena ada beberapa atribut pada plot korespondensi yang lebih tersebar.

Sedangkan Abdullah (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Analisa

Brand Image Produk es krim di Jakarta menggunakan alat ukur ekuitas merek untuk mendapatkan merek terkuat. Menurutnya merek yang kuat mencerminkan citra yang baik pada produk tersebut. Metode yang digunakannya sangat mudah dan sangat sederhana yaitu hanya dengan menggunakan prosentase pada hasil kuesioner dan menginterpretasikan hasil prosentase dari merek terkuat yang didapat. Pada hasil penelitiannya merek Walls memiliki merek terkuat menurut konsumen, kedua Diamond dan terakhir adalah Indo Ice Cream Meiji.

2.9. Kerangka Pemikiran Operasional

Menurunnya konsumsi MSG di Indonesia yang diiringi dengan terjadinya stok MSG yang berlebih dari tahun 2002 hingga 2004 (Tabel 1) mengakibatkan produsen perlu menerapkan strategi pemasaran. Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan produsen adalah dengan cara meningkatkan penjualan produknya. Keberhasilan produsen dalam menjual produknya dipengaruhi oleh keputusan


(41)

konsumen dalam melakukan pembelian. Minat beli konsumen ditentukan oleh seberapa besar preferensi atau tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu merek produk karena merek merupakan petunjuk dalam membuat keputusan pembelian (Susanto et al., 2004). Konsumen memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha. Untuk itu penelitian tentang suatu citra merek (brand image) dari produk yang sejenis melalui penilaian konsumen perlu dilakukan. Untuk mengukur citra ketiga merek produk MSG tersebut, sejauh ini ada tiga pendekatan terstruktur yang dipakai dalam mengukur citra, yaitu diagram ular (snake diagram), teknik KS, dan diagram jaring laba- laba (Simamora, 2002). Peneliti hanya menggunakan salah satu alat ukur yang dianggap relevan dan standar yaitu dengan menggunakan diagram ular (snake diagram). Metode ini digunakan karena hasil analisis brand image ditentukan dari hasil perhitungan skor melalui interpretasi skala Likert dan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, sehingga kita dapat lebih rinci mengukur brand image suatu merek MSG berdasarkan atribut produk. Sedangkan teknik KS sulit diterapkan karena metode ini mengharuskan adanya pengepresan pada pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Sehingga semakin dipersempit pertanyaan dalam kuesioner tersebut, maka semakin sulit bagi peneliti untuk mengkaji hasil analisis brand image. Pada metode jaring laba- laba, terkait dengan target perusahaan terhadap konsumen pengguna merek tersebut. Selain itu, metode ini mengharuskan diberlakukannya delapan variabel atau atribut meskipun diperoleh lebih dari delapan variabel yang layak. Bagan alur kerangka penelitian ditampilkan pada Gambar 3.


(42)

Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Penelitian

Mengetahui preferensi konsumen terhadap merek MSG berdasarkan atribut produk

Pilihan Atribut Kuesioner

BRAND IMAGE

Diskusi konsumen pra penelitian

Uji Validitas

Metode Cochran Q Test Survey Konsumen

Metode Diagram Ular

Tidak Teruji

Teruji

Diperoleh atribut valid

Untuk kuesioner

Untuk perhitungan skor brandimage

Konsumsi MSG di Indonesia menurun Stok MSG berlebih

Strategi produsen MSG penjualan produk Meningkatkan

Penelitian terdahulu

Skala Likert

Hasil Kuesioner

Karakteristik Konsumen


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan mengambil lokasi di beberapa perumahan di wilayah Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Penentuan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa wilayah Kecamatan Senen merupakan wilayah yang sangat strategis dan padat penduduknya, serta memudahkan peneliti dalam mengambil sampel karena wilayah ini terdiri dari berbagai tipe perumahan penduduknya yang beragam, sehingga cukup mewakili populasi sampel di wilayah Jakarta Pusat. Pengumpulan data dilaksanakan selama bulan Mei– Juni 2005.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara individu dengan responden. Metode wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan sehingga responden hanya memilih salah satu dari alternatif jawaban yang menurutnya paling sesuai. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan sehingga responden menjawab pertanyaan sesuai dengan alasan responden atau tidak terdapat dalam pilihan yang tersedia.

Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian. Data sekunder yang digunakan diperoleh melalui instansi terkait seperti studi literatur, Badan Pusat Statistik Jakarta (BPS), Departemen


(44)

Perindustrian dan Perdagangan Jakarta (Depperindag), perpustakaan MMA IPB, perpustakaan pusat Darmaga IPB dan internet.

3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling

(pengambilan sampel yang dipilih secara acak). Dalam penelitian ini, yang menjadi responden adalah ibu rumah tangga. Pemilihan responden ibu rumah tangga didasarkan pada pertimbangan bahwa pembelian bahan makanan untuk konsumsi keluarga umumnya diputuskan dan dilakukan oleh ibu rumah tangga. Metode pengambilan responden ini dilakukan dengan memutuskan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang akan digunakan sebagai acuan dalam penarikan responden. Kriteria tersebut adalah responden pengkonsumsi produk MSG. Penetapan kriteria tersebut ditujukan agar responden dapat memberikan pendapat, jawaban serta pernyataan yang bermanfaat dalam penelitian ini.

Jumlah responden yang diwawancarai diambil berdasarkan rumus Slovin (Umar, 2003). Jumlah populasi diperoleh dari Jumlah KK atau rumah tangga yang ada di wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat saat ini yaitu sebanyak 22.918 KK.

Dimana :

n = jumlah sampel

N = ukuran populasi (22.918 KK)

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel yang masih dapat ditolerir (10 %)

N n =


(45)

Berdasarkan rumus diatas maka dihasilkan jumlah sampel sebesar 99,56 KK. Untuk memudahkan perhitungan jumlah responden yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah 100 keluarga ˜ 100 ibu rumah tangga (pembulatan dari 99,56 KK hasil rumus Slovin).

3.4. Metode Analisis Data

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Snake Diagram atau diagram ular yang merupakan alat ukur brand image yang digunakan untuk membandingkan citra dua atau lebih merek yang bersaing (Simamora, 2002).

3.4.1. Metode Diagram ular (Snake Diagram) :

Teknik ini sederhana dan mudah dilakukan untuk mengukur citra sebuah merek. Diagram ini digunakan untuk membandingkan citra dua atau lebih merek atau perusahaan yang bersaing (Simamora, 2002). Dari pembandingan tersebut dapat diketahui apa kelebihan dan kekurangan merek tersebut dibandingkan pesaingnya. Adapun langkah- langkah penting penerapan dari alat analisis ini adalah sebagai berikut :

1. Tentukan atribut -atribut produk tersebut. Atribut produk adalah atribut-atribut yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian produk. Bisa juga dikatakan sebagai atribut apa saja yang dipakai konsumen dalam membandingkan satu produk dengan produk lain (Simamora, 2002). Atribut-atrib ut produk diperoleh dari penelitian pendahuluan oleh peneliti. Kriteria penentuan atribut didasarkan pada data sekunder dari penelitian sebelumnya, dari hasil diskusi konsumen yang mengkonsumsi produk MSG yang sudah dimintai keterangan mengenai atribut yang penting mengenai produk dan


(46)

dari asumsi peneliti sendiri berdasarkan variabel yang merupakan ciri khas produk MSG tersebut sehingga akan dihasilkan kesimpulan yang lebih tajam mengenai produk yang bersangkutan. Atribut-atribut yang dianggap penting yang merupakan ciri khas produk MSG yaitu merek produk, harga produk, kemudahan diperoleh, kemasan, ukuran berat, kelengkapan informasi, rasa, penurunan harga merek lain, iklan dan isi produk. Kesepuluh atribut ini dianggap valid jika diuji terlebih dahulu dengan uji Cochran..

2. Buat kuesioner dengan memasukkan atribut produk yang dihasilkan sebelumnya. Pertanyaan khusus untuk citra menggunakan skala Likert (Likert Scale) (Simamora, 2002).

3.4.2. Uji Validitas

Untuk mengetahui kelayakan kuisioner dilakukan uji validitas. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan metode Cochran Q Test, yaitu dengan memberikan pertanyaan kepada responden. Pilihan jawaban dari pertanyaan tersebut sudah disediakan. Responden tinggal memilih atribut mana yang dianggap berkaitan dengan produk MSG. Atribut yang sudah disediakan ditentukan oleh peneliti dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. 3.4.3. Metode Cochran Q Test

Dalam metode ini, kita memberikan pertanyaan tertutup kepada responden, yaitu pertanyaan yang pilihan jawabannya sudah disediakan. Dengan kata lain, daftar atribut sudah tersedia. Responden tinggal memilih atribut mana yang dianggap berkaitan dengan produk. Untuk itu, daftar atribut yang diuji harus lengkap. Jadi, dilakukan riset pendahuluan (preliminary research) untuk menyusun daftar pilihan atribut selengkap mungkin. Penelitian pendahuluan


(47)

dilakukan terhadap 20 orang responden (Simamora, 2002). Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun daftar pertanyaan yang pilihan jawabannya YA dan TIDAK seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Kuesioner untuk Meneliti Atribut Produk MSG dengan Cochran Q Test Pada Preliminary Research Terhadap 20 Orang Responden

No ATRIBUT YANG DIUJI ANDA PERTIMBANGKAN?

YA TIDAK

1. Merek

2. Harga produk

3. Kemudahan diperoleh 4. Kemasan

5. Ukuran berat

6. Kelengkapan informasi 7. Rasa

8. Penurunan harga merek lain 9. Iklan

10. Isi produk

Sepuluh atribut yang digunakan untuk uji Cochran diperoleh dari asumsi peneliti sendiri berdasarkan data sekunder dari penelitian terdahulu dan hasil diskusi beberapa konsumen yang mengkonsumsi produk penyedap rasa yang sudah dimintai keterangan mengenai atribut penting mengenai produk.


(48)

Tabel 4. Hasil Penelitian Pendahuluan (preliminary research) Terhadap 20 Orang Responden

No Atribut Menjawab

YA

Menjawab TIDAK

1. Merek 18 2

2. Harga produk 17 3

3. Kemudahan diperoleh 19 1

4. Kemasan 16 4

5. Ukuran berat 15 5

6. Kelengkapan informasi 17 3

7. Rasa 20 0

8. Penurunan harga merek lain 13 7

9. Iklan 8 12

10. Isi produk 20 0

Keterangan : Hasil preliminary research (pra penelitian) dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menyebarkan kuesioner pada 20 orang responden (Simamora, 2002). Responden tersebut adalah konsumen rumah tangga yang mengkonsumsi produk MSG dan bersedia mengisi lembar kuesioner dengan menjawab YA atau TIDAK pada atribut yang dipertimbangkan dalam proses pembelian produk MSG. Contoh lembar kuesioner seperti pada Tabel 3 diatas.

Berikut ini langkah- langkah dalam melakukan uji Cochran untuk mengetahui atribut-atribut yang valid dari sepuluh atribut terpilih :

1. Hipotesis yang mau diuji :

Ho : Semua atribut yang diuji memiliki proporsi jawaban YA yang sama


(49)

2. Mencari Q hitung dengan rumus sebagai berikut : Q =

−     n i n i k i k i Ri Ri k Ci Ci k k 2 2 ) ( ) 1 ( dimana :

k = banyaknya asosiasi

Ri = jumlah baris jawaban YA

Ci = jumlah kolom jawaban YA

3. Penentuan Q tabel (Qtab) :

Dengan a = 0,05, derajat kebebasan (dk) = k – 1, maka diperoleh Q tab (0,05 ; df) dari tabel Chi Square Distribution.

4. Keputusan : Tolak Ho dan terima Ha, jika Q hit > Q tab

Terima Ho dan tolak Ha, jika Q hit < Q tab

5. Kesimpulan :

• Jika tolak Ho berarti proporsi jawaban YA masih berbeda pada semua atribut. Artinya, belum ada kesepakatan diantara para responden tentang atribut.

• Jika terima Ho berarti proporsi jawaban YA pada semua atribut dianggap sama. Dengan demikian, semua dianggap sepakat mengenai semua atribut sebagai faktor yang dipertimbangkan.

*** Dari hasil uji Cochran, diperoleh 8 dari 10 atribut yang valid hasil kuesioner 20 orang ibu rumah tangga.


(50)

Hasil Pengujian I :

Didapat Q hit = 41,42 dengan a = 0,05 , dk = 10 – 1 = 9, diperoleh Q tab (0,05; 9) = 16,92 (Lampiran 1).

Keputusan pengujian I : Tolak Ho karena Q hitung (41,42) > Q tab (16,92). Jadi belum ada kesamaan pendapat responden tentang atribut. Dengan demikian, perlu dilakukan Pengujian II dengan membuang atribut yang memiliki proporsi jawaban YA paling kecil (Simaora, 2002), yaitu atribut “iklan” (Tabel 5).

Tabel 5. Atribut yang diuji pada Pengujian II dengan membuang Atribut “Iklan”

No Atribut Menjawab YA (orang)

1. Merek 18

2. Harga produk 17

3. Kemudahan diperoleh 19

4. Kemasan 16

5. Ukuran berat 15

6. Kelengkapan informasi 17

7. Rasa 20

8. Penurunan harga merek lain 13

10. Isi produk 20

Sumber : Hasil olahan dari Tabel 4

Hasil Pengujian II :

Didapat Q hit = 22,98 dengan a = 0,05 , dk = 9 – 1 = 8, diperoleh Q tab (0,05; 8) = 15,51 (Lampiran 2).

Keputusan pengujian II : Tolak Ho karena Q hitung (22,98) > Q tab (15,51). Belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa kemungkinan jawaban YA sama untuk semua atribut. Dengan demikian, perlu dilakukan Pengujian III dengan


(51)

mengeluarkan atribut yang proporsi jawaban YA paling kecil, yaitu atribut “Penurunan Harga Merek Lain” (Tabel 6).

Tabel 6. Daftar Atribut untuk Pengujian III

No Atribut Menjawab YA (orang)

1. Merek 18

2. Harga produk 17

3. Kemudahan diperoleh 19

4. Kemasan 16

5. Ukuran berat 15

6. Kelengkapan informasi 17

7. Rasa 20

10. Isi produk 20

Sumber : Hasil olahan dari Tabel 5

Hasil Pengujian III :

Didapat Q hit = 5,36 dengan a = 0,05 , dk = 8 – 1 = 7, diperoleh Q tab (0,05; 7) = 14,07 (Lampiran 3).

Keputusan pengujian III : Terima Ho karena Q hitung (5,36) < Q tab (14,07). Artinya, terdapat bukti untuk menyatakan bahwa kedelapan atribut memiliki kemungkinan jawaban YA yang sama untuk setiap atribut. Dengan kata lain, kedelapan atribut yang dianalisis dapat dianggap sah sebagai atribut sebuah produk penyedap rasa (MSG).

3.4.4. Implikasi bagi Pengukuran Brand Image

Ke-8 atribut yang dianggap valid hasil olahan kuesioner dari 20 responden yang telah diuji Cochran, digunakan untuk membantu dalam menyusun pertanyaan pada kuesioner dan perhitungan skor brang image dengan menggunakan skala Likert.


(52)

3.4.5. Skala Likert (Likert Scale)

Skala Likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk (sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju). Informasi yang diperoleh dengan skala Likert berupa skala pengukuran ordinal, oleh karenanya terhadap hasilnya dapat dibuat ranking tanpa diketahui besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya (Durianto et al.,2004). Penggunaan skala Likert menggambarkan citra merek produk dengan melihat kepentingan atribut dari delapan atribut hasil penilaian atau persepsi konsumen. Skala Likert selain dapat menganalisis citra atas sekelompok orang (agregat), skala ini juga dapat menggambarkan setiap dimensi terhadap objek secara keseluruhan berdasarkan persepsi responden. Kelemahan skala Likert adalah tentang gangguan interpretasi dalam persepsi yang salah satunya adalah isyarat yang tidak relevan (irrelevant clues). Biasanya gangguan ini terjadi pada responden. Sehingga untuk mengatasinya adalah dengan menyederhanakan pengukuran dengan dimensi yang sesuai agar responden lebih mudah memahami maksud dari setiap dimensi yang diberikan (Simamora, 2002). Pada Teknik KS hanya menggunakan satu dimensi hasil reduksi dari beberapa dimensi yang ada, sehingga sangat sulit bagi responden dalam mempertimbangkan semua dimensi terkait dari suatu objek dalam mengambil kesimpulan. Sedangkan diagram jaring laba- laba menetapkan hanya delapan atribut yang dapat digunakan pada gambar untuk mengukur citra suatu objek. Hal ini juga dapat menimbulkan pertanyaan. Bagaimana jika jumlah atribut kurang dari delapan? Terpaksa metode ini tidak bisa dipakai. Hal ini merupakan kelemahan pada metode tersebut (Simamora, 2002). Skala Likert merupakan


(53)

bagian besar dari diagram ular, sehingga kelebihan dan kekurangan skala ini sama dengan yang dijelaskan pada kelebihan dan kekurangan diagram ular. Karena diagram ular hanya bisa digunakan melalui skala Likert (Simamora, 2002).

3.4.6. Tabulasi Deskriptif

Data yang merupakan identitas responden dan proses keputusan pembelian dibuat tabulasi dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase yang terbesar merupakan faktor yang dominan dari masing- masing variabel yang diteliti.

Pr =

nden Totalrespo

onden Jumlahresp

x 100%

(hasil dari prosentase ini akan ditampilkan dalam bent uk diagram Pie Chart pada Lampiran).


(54)

BAB IV

PERILAKU KONSUMEN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Keadaan wilayah Kecamatan Senen terdiri atas 6 (enam) kelurahan yaitu (kelurahan kenari, kelurahan paseban, kelurahan kramat, kelurahan kwitang, kelurahan senen, dan kelurahan bungur) dengan luas wilayah 422,31 Ha dan Total jumlah penduduk hingga saat ini sebanyak 104.056 jiwa dengan kepala keluarga (KK) sejumlah 22.918 KK yang terdiri atas 46 Rw dan 508 Rt. (BPS, 2004). Sebelah Utara wilaya h Kecamatan Senen dibatasi oleh Kecamatan Sawah Besar dan Kecamatan Kemayoran, sebelah Timur dibatasi oleh wilayah Kecamatan Johar Baru, sebelah selatan dibatasi oleh wilayah Kecamatan Matraman dan sebelah Barat dibatasi oleh wilayah kecamatan Gambir dan wilayah Kecamatan Menteng. Keadaan Wilayah Kecamatan Senen dapat dilihat pada Lampiran 4.

Selain itu, wilayah Kecamatan Senen merupakan wilayah yang sangat strategis, dekat dengan pusat perbelanjaan seperti pasar swalayan, pasar tradisional dan mal. Wilayah ini dipilih sebagai sampel penelitian karena sangat menunjang bila ditinjau dari tipe perumahan penduduknya yang beragam dan jumlah penduduknya yang padat.

4.2. Karakteristik Responden Pengkonsumsi MSG

Berdasarkan perhitungan rumus Slovin (Umar, 2003), jumlah responden yang dipilih dan dijadikan sampel penelitian adalah 100 orang. Responden adalah ibu rumah tangga yang pernah atau sedang mengkonsumsi MSG dan bersedia untuk diwawancarai untuk mengisi kuesioner dan bersedia untuk dijadikan sampel


(55)

penelitian. Berikut pada Tabel 7 adalah sebaran responden menurut karakteristik responden pengkonsumsi MSG.

Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Responden Pengkonsumsi MSG

Dasar Pengelompokan Jumlah (orang) Persentase

Profil Responden menurut Usia :

15 - 24 tahun 18 18 %

25 - 34 tahun 41 41 %

35 - 55 tahun 32 32 %

> 55 tahun 9 9 %

100% Pendidikan terakhir Responden :

SD 18 18 %

SMP 10 10 %

SMU 37 37 %

Diploma 14 14 %

Sarjana 19 19 %

S2 2 2 %

100 % Rata-rata pendapatan Responden / bulan / keluarga

< Rp 500.000 24 24 %

Rp 500.001 – Rp 1.000.000 29 29 %

Rp 1.00.001 – Rp 2.000.000 32 32 %

> Rp 2.000.000 15 15 %

100 %

Persentase usia responden terbesar adalah pada rentang usia 25 - 34 tahun yaitu sebesar 41%. Sedangkan pada tingkat pendidikan terakhir Responden tingkat SMU memperoleh persentase terbesar yaitu sebesar 37 %. Sedangkan Sebaran responden berdasarkan pendapatan per bulan, persentase terbesar adalah


(56)

pada tingkat pendapatan Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000 sebesar 32 %. Deskripsi responden yang dilakukan oleh peneliti melalui kuesioner berguna untuk mengetahui karakteristik dari responden pengkonsumsi MSG, sehingga dapat diketahui rata-rata responden dari segi usia, pendidikan dan pendapatan responden per bulan.

4.3. Perilaku Konsumen Produk MSG

Terhadap 100 orang responden diberikan pertanyaan mengenai informasi merek dan perilaku konsumen produk MSG yang meliputi merek yang diingat konsumen (top of mind), merek yang dikonsumsi, sumber informasi mengenai merek, kebiasaan mengkonsumsi, frekuensi membeli, tempat membeli, dan alasan membeli.

4.3.1. Merek yang diingat Konsumen (Top of Mind)

Meskipun top of mind merupakan elemen dari brand awareness atau kesadaran merek dalam ekuitas merek, tetapi elemen ini sangat berguna untuk membantu dalam pengukuran brand image. Kegunaan top of mind adalah kita dapat mengetahui merek- merek MSG di pasaran berdasarkan hasil pilihan konsumen melalui ingatannya. Sehingga diperoleh informasi mengenai merek-merek MSG yang bersaing yang kemudian digunakan oleh peneliti dalam membantu mengukur brand image, tentunya pengukuran yang dilakukan berdasarkan pada atribut masing- masing merek produk MSG.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden (78 %) menyatakan bahwa MSG merek Sasa memiliki Top of Mind tertinggi dibanding merek MSG lainnya. Hal ini disebabkan oleh gencarnya produsen merek tersebut dalam memperluas dan memasarkan merek produknya di pasaran, sehingga tidak


(57)

heran jika merek Sasa mudah diperoleh dan mudah ditemui dimana saja baik di pasar tradisional, pasar swalayan, maupun toko atau warung dekat rumah. Ditambah lagi dengan gencarnya produsen merek produk tersebut dalam mempromosikan produknya melalui iklan di televisi, radio, majalah, demo masak, sponsor, dll. Berikut pada tabel 8. adalah sebaran responden berdasarkan top of mind atau merek yang diingat konsumen terhadap merek- merek MSG yang beredar di pasaran..

Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Top of Mind Merek MSG

Merek MSG

Jumlah

n %

Sasa 78 78

Ajinomoto 17 17

Miwon 5 5

Merek Lain 0 0

Jumlah 100 100

4.3.2. Merek yang dikonsumsi

Hasil kuesioner untuk top of mind merek MSG menunjukkan kesamaan dengan merek yang dikonsumsi yaitu pada merek Sasa. Belum tentu sebuah merek yang memiliki top of mind pasti dikonsumsi. Sebanyak 69 % responden memilih Sasa sebagai merek MSG yang sering dikonsumsi, sedangkan merek Ajinomoto menempati urutan kedua yaitu sebesar 23%, merek Miwon 8 % dan merek lain seperti Indorasa dan Biomiwon (0 %). Rata-rata responden mengeluarkan biaya untuk membeli vetsin adalah Rp. 3.000,-per bulan dengan rata-rata pendapatan Rp. 1-2 juta per bulan. Dengan demikian, dapat diketahui jumlah persentase dari pendapatan responden dalam membeli MSG, yaitu sebesar


(58)

0.2 %. Kegunaan pertanyaan pada kuesioner mengenai nama-nama merek yang dikonsumsi dikalangan rumah tangga berguna sebagai acuan bagi peneliti untuk membandingkan merek yang dihasilkan tersebut dengan merek yang diingat konsumen berdasarkan top of mind. Sehingga dapat memudahkan peneliti dalam mengkategorikan merek- merek tersebut serta memudahkan peneliti dalam melakukan perhitungan brand image. Sebaran responden berdasarkan merek MSG yang dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Merek MSG yang Dikonsumsi

Merek MSG Jumlah

n %

Sasa 69 69

Ajinomoto 23 23

Miwon 8 8

Merek Lain 0 0

Jumlah 100 100

4.3.3. Sumber Informasi Mengenai Merek MSG

Informasi mengenai merek suatu produk sangat penting bagi konsumen dalam menilai apakah produk tersebut baik atau buruk menurut konsumen. Karena merek dengan citra yang positif menurut penilaian konsumen akan lebih memungkinkan dalam melakukan pembelian. Beberapa sumber informasi yang dapat mempengaruhi konsumen antara lain televisi, koran, majalah bahkan hingga orang lain seperti teman, saudara, dll. Dari 100 responden yang diwawancarai menyatakan bahwa televisi merupakan sumber informasi yang lebih mudah diingat. Sebanyak 60 % responden menyatakan mengetahui merek MSG yang dikonsumsi melalui televisi. Persentase terbesar kedua dalam mengetahui merek


(59)

MSG yang dikonsumsi adalah sumber informasi melalui orang lain (keluarga, teman, saudara, dll). Hasil persentase untuk sumber informasi ini adalah sebesar 29 %. Hasil persentase sumber informasi lainnya selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Informasi Mengenai Merek MSG

Sumber Informasi

Jumlah

n %

Televisi 60 60

Warung/Supermarket 7 7

Orang Lain (Keluarga,

Teman, Saudara, dll) 29 29

Koran/majalah 3 3

Brosur/selebaran 1 1

Jumlah 100 100

4.3.4. Kebiasaan Mengkonsumsi MSG

Sebanyak 77 % responden memiliki kebiasaan dalam membeli dan mengkonsumsi MSG karena menurut mereka MSG dapat membuat masakan menjadi lebih sedap dan enak, menambah rasa gurih pada makana n dan melezatkan masakan, tentunya dalam mengkonsumsi MSG tersebut, responden lebih menekankan pada pengggunaan produk tersebut secara cukup dan tidak berlebih. Meskipun sebagian responden memilih untuk mengkonsumsi MSG, tetapi mereka mengetahui dampak yang ditimbulkan dari produk ini jika dosis yang digunakan berlebih. Jumlah penggunaan rata-rata MSG bervariasi tergantung pada tingkat pendidikan responden, kebutuhan responden, variasi dari menu makanan yang dimasak dan selera. Responden pada tingkat D3 dan sarjana


(1)

2005

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :

Nama : Rima Chartika

NRP : A. 14102563

Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis

Judul : Analisis Brand Image Produk MSG (monosodium

glutamate) Bagi Konsumen Rumah Tangga Wilayah Kecamatan Senen, Jakarta Pusat

Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS NIP. 131 846 869

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(2)

Tanggal Lulus Ujian : 26 September 2005

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR – BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, September 2005

Penulis


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 Juni 1981, putri dari pasangan Subandrio dan Yocke Charlotte. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1987, penulis mulai studinya di SD Islam Meranti Jakarta sampai tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di SMPN 78 Jakarta dan lulus pada tahun 1996. Setelah itu penulis melanjutkan studinya ke SMUN 1 Jakarta (Budi Utomo) dan berhasil lulus pada tahun 1999.

Pada tahun 1999 penulis melanjutkan studinya pada program Diploma III Jurusan Agribisnis Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bung Karno Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2002, penulis melanjutkan studinya di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing atas saran, masukan dan bimbingannya selama ini kepada penulis.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Nindiyantoro, MS sebagai dosen penguji dari komoisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

4. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen evaluator yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

5. Ir. Yayah K. Wagiono, Mec yang telah bersedia sebagai dosen layak uji skripsi penulis.

6. Seluruh keluarga tercinta : mama, papa, kak Reno, kak Rulan, serta dua adikku tercantik Isyana dan Irma atas segala bentuk perhatian, bimbingan, dorongan, harapan, cinta, dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis.

7. Iyank dan keluarga, terima kasih atas doa, kasih sayang dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

8. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, IPB

9. Sahabatku Aray BSI, Emmy Inter Study, Wanda YAI, Dian YARSI, Usup-Arie for the laptop, and Kodelito thanks atas semangat, dukungan dan persahabatannya selama ini.

10. Teman-teman ekstensi-ku yang baik Yuni, Titik, Tina R, Silvi , Heni MBP, Elmi, Salmi, Ida Roy, Indah, Chika, Aan, Wawan D, Ryan H, Tile

for the busy, Rizal, Iwan S, Aksan, Daru, Udin, Haris dan semua teman ekstensi lainnya atas kebersamaannya selama kuliah (Special for Angk. VII).


(5)

11. Semua pihak yang telah membantu sampai penyusunan skripsi ini selesai.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan... 10

1.4. Kegunaan dan Manfaat Penelitian... 10

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1. Merek ... 11

2.2. Ekuitas Merek (Brand Equity) ... 12

2.3. Citra Merek (Brand Image) ... 19

2.4. KaitanBrand Image dengan Brand Equity ... 21

2.5. Alat Ukur Brand Image... 22

2.6. Atribut Produk... 24

2.7. Produk MSG... 24

2.8. Penelitian Terdahulu ... 25

2.9. Kerangka Pemikiran Operasional... 27

3. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data ... 31

3.4. Metode Analisis Data ... 32

3.4.1. Metode Diagram Ular (Snake Diagram) ... 32

3.4.2. Uji Validitas ... 33

3.4.3. Metode Cochran Q Test ... 33


(6)

3.4.5. Skala Likert (Likert Scale) ... 38

3.4.6. Tabulasi Deskriptif ... 40

4. PERILAKU KONSUMEN ... 41

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.2. Karakteristik Responden Pengkonsumsi MSG ... 41

4.3. Perilaku Konsumen Produk MSG ... 43

4.3.1. Merek yang diingat Konsumen (Top of Mind)... 43

4.3.2. Merek yang Dikonsumsi ... 44

4.3.3. Sumber Informasi Mengenai Merek MSG... 45

4.3.4. Kebiasaan Mengkonsumsi MSG ... 46

4.3.5. Frekuensi Pembelian MSG... 47

4.3.6. Tempat Pembelian... 48

4.3.7. Alasan Pembelian ... 49

5. ANALISIS BRAND IMAGE ... 51

6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan... 61

6.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64