2.3. Pendapatan Asli Daerah
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 157, menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1 hasil pajak daerah;
2 hasil retribusi daerah; 3 hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4 lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Mardiasmo dan Makhfatih 2000: 8 menguraikan bahwa: “Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah
untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan
beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan
daerah”.
Widayat 1994: 32 menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan PAD melalui peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar mendekati atau bahkan
sama dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa secara umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan PAD sehingga maksimal yaitu
dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaitu menghitung potensi
seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya. Cara ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber objek
retribusi atau pajak ataupun dengan menjaring wajib pajak baru.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pajak Daerah
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 Ketentuan Umum butir 10, menyatakan bahwa pajak daerah, yang
selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun jenis pajak menurut pasal 2 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain:
a. Jenis pajak provinsi terdiri atas: 1 Pajak Kendaraan Bermotor;
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4 Pajak Air Permukaan; dan 5 Pajak Rokok.
b. Jenis pajak kabupatenkota terdiri atas: 1 Pajak Hotel;
2 Pajak Restoran; 3 Pajak Hiburan;
4 Pajak Reklame; 5 Pajak Penerangan Jalan;
6 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7 Pajak Parkir;
8 Pajak Air Tanah; 9 Pajak Sarang Burung Walet;
10 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan 11 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti dan tujuan yang sama. Munawir
1998: 5 mengutip pendapat Jayadiningrat memberi definisi pajak sebagai suatu
Universitas Sumatera Utara
kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung
untuk memelihara kesejahteraan umum. Mangkoesoebroto 1993: 181 menyatakan pajak adalah suatu pungutan hak
prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak di mana tidak dapat balas jasa
secara langsung terhadap penggunanya. Pajak di samping sebagai sumber penerimaan negara yang utama budgetair
juga mempunyai fungsi lain seperti alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan- kegiatan swasta dalam perekonomian regulair. Pajak sebagai alat anggaran juga
dipergunakan sebagai alat mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah terutama kegiatan rutin Suparmoko, 2000: 96. Oleh sebab itu kedua
fungsi pajak di atas harus dijalankan secara seimbang karena apabila pengaturannya tidak dilaksanakan secara seimbang sangat berpengaruh terhadap kegiatan
perekonomian. Pengenaaan pajak dapat menimbulkan eksternalitas yang dapat merugikan
kepentingan umum, sehingga perlu adanya pengaturan untuk menjamin kelangsungan sumber daya dalam jangka panjang. Sehubungan dengan itu maka keputusan untuk
mengenakan pajak terhadap suatu objek hendaknya dilakukan secara hati-hati dan bijaksana untuk menghindari terjadunya disinsentif bagi perekonomian.
Universitas Sumatera Utara
Penggalian sumber-sumber keuangan daerah yang berasal dari pajak daerah ditentukan oleh 2 dua hal, yaitu: dasar pengenaan pajak dan tarif pajak. Model
Leviathan mengatakan bahwa pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan yang maksimal. Kondisi ini tergantung
pada respons wajib pajak, permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak lebih tinggi untuk mencapai total penerimaan yang maksimal. Model Leviathan
ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan
pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang meminimalkan penghindaran pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap
pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum Sidik, 2002.
Tarif Pajak Daerah
t ‘
T ‘ Total penerimaan Daerah
Kurva laffer
Gambar 2.1. Model Leviathan
Universitas Sumatera Utara
2.5. Retribusi Daerah
Menurut Munawir 1998 retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini
bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan dikenakan iuran itu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz 1995: 84 adalah sebagai berikut:
a. pelaksanaan bersifat ekonomis; b. ada imbalan langsung kepada pembayar;
c. iurannya memenuhi persyaratan formal dan material tetapi tetap ada
alternatif untuk membayar; d. retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgetairnya tidak
menonjol; e. dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan
tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan
masyarakat.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi
karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan PAD perlu dikaji pengelolaannya untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau
wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula PAD.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 nomor 64 bahwa yang dimaksud dengan Retribusi
daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
Universitas Sumatera Utara
izin tertentu yang khusus disediakan danatau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Oleh karena itu retribusi
merupakan pembayaran atas penggunaan barang atau jasa yang disediakan untuk umum oleh Pemerintah, maka umumnya pemungutan retribusi
dilakukan di tempat pemakaian. Retribusi dapat juga ditagihkan kepada badan atau orang pribadi atas dasar pembayaran dengan penggunaan terbatas
dijatahkan atau pembayaran dengan periode tertentu yang telah disepakati. 2.6.
Produk Domestik Regional Bruto PDRB
PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan strutur ekonomi
daerah. Produk Nasional Bruto PNB atau Produk Domestik Bruto PDB tersebut dapat dianggap sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum
Sirojuzilam, 2005. Menurut Rahardja dan Manurung 2002 yang dimaksud dengan PDRB
adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode kurun waktu dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada
berlokasi dalam perekonomian tersebut. PDRB menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan yang
berarti ternasuk kenaikan harga, sedangkan PDRB menurut harga konstan, nilai barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan tahun dasar.
Universitas Sumatera Utara
Cara penghitungan PDRB atas dasar harga konstan telah menghilangkan pengaruh harga atau inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai yang sebenarnya
Widodo, 1990. Dengan mempedomani dan menghitung PDRB tersebut baik berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan, dapat dilihat
pertumbuhan ekonomi serta tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah, dimana tinggi rendahnya tingkat kemakmuran di suatu daerah biasanya diukur dengan besar
kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari pembagian antara pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
2.7. Penelitian Terdahulu